Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
Kelompok 7
Terima Kasih,
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
4.2 Saran ....................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 29
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh
perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah
suatu keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Status kesehatan dipengruhi oleh faktor
biologik, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Faktor biologik merupakan faktor
yang berasal dari dalam individu atau faktor keturunan misalnya pada penyakit
alergi (Mansjoer, 2000).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena
bronkitis kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa
disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronkitis kronis
ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak,
sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit
selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai
dengan melebarnya secara abnormal saluran udara (Mansjoer, 2000).
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab
kematian. Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru
obstruksi kronis pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Apa definisi dari ppok?
Apa saja etilologi dari ppok?
Apa saja tanda dan gejala dari ppok?
Bagaimana penatalaksanaan dari ppok?
Bagaimana patofisiologi dari ppok?
Bagaimana pathway dari ppok?
Bagaimana prognosis dari ppok?
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan
yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan
oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan
dalam masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru obtruksi menahun (PPOK) adalah aliran udara mengalami
obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam pernafasan. PPOK
sesungguhnya merupakan kategori penyakit paru-paru yang utama dan bronkitis
kronis, dimana keduanya menyebabkan perubahan pola pernafasan (Reeves, 2001
: 41).
Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah kondisi
obstruksi irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai dengan
kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis,
bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif
aktivitas bronkus.
2.2 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut
Arief Mansjoer (2002) adalah :
Kebiasaan merokok
Polusi Udara
Paparan Debu, asap
Gas-gas kimiawi akibat kerja
Riwayat infeki saluran nafas
Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David
Ovedoff (2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara
dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus
hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
6
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama menurut Neil F.
Gordan (2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama
membangkitkan penderita penyakit PPOK, yaitu :
Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
Merokok
Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
Polusi udara
Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru
obstuksi kronik.
Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.
2.3 Tanda dan Gejala
gejala penyakit ini akan muncul ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan
pada paru-paru, umumnya bertahun-tahun setelah paparan. Karena itu, pengidapnya
sering tidak menyadari mengidap penyakit ini. Terdapat sejumlah gejala PPOK
yang bisa terjadi dan sebaiknya diwaspadai, yaitu:
Serangan kambuhan PPOK terkadang bisa terjadi secara tiba-tiba dengan gejala
yang lebih parah untuk beberapa hari dan bahkan bisa membahayakan. Kondisi ini
kemudian reda dan bisa terulang lagi. Makin lama seseorang mengidap PPOK,
gejala-gejala yang muncul saat serangan ulang terjadi juga akan makin parah.
Jika ada dugaan Anda mengalami gejala PPOK, segera periksakan diri Anda ke
dokter. Jangan menundanya.
2.4 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada
7
fase akut, tetapi juga fase kronik.
Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
8
2.5 Patofiologi
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan
mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-
kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat
jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih
3 bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi
menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena
metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang
berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting
dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian
menjadi rentan terkena infeksi.
Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara
permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi
tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan
penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio
volume residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan
campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari
berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara.
Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau
menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara
ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi
terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi
tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau
bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi
akan tetap sama atau berkurang sedikit.
Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan
perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan
nafas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang
meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-paru
untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya
kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat.
Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke
jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang
mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit
energi. Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk
9
memenuhi kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat
menyebabkan anoreksia.
Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah
permukaan yang tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan
patologis ini adalah hiperkapnia, hipoksemia dan asidosis respiratori.
Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan vasokontriksi vaskular
pulmonari, peningkatan resistensi vaskular pulmonary mengakibatkan
hipertensi pembuluh pulmonary yang meningkatkan tekanan vascular
ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan.
2.6 Pathway
10
2.7 Prognosis
Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Pada
pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak nafas
yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila pasien itu
datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien akan sesak
lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun dengan
sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat atau meninggal.
11
BAB III
3.1 Pengkajian
3.2 Identitas klien
Batuk dan sesak nafas, sesak bertambah berat , Sesak nafas dan batuk
tidak berhubungan dengan aktivitas dan sesak nafas dan batuk pada waktu
setelah berbaring atau tiduran, duduk, berdiri maupun berjalan. Beberapa
bulan yang lalu batuk berdahak, kental berwarna putih kekuningan serta
agak berbau.
Apakah ada keluarga yang mengindap penyakit yang sama dengan klien.
Kebersihan tempat tinggal, dan apakah ada sekitar tempat tinggal yang
mengindap TBC.
1. Pemeriksaan fisik
12
Body system
Sistem pernafasan
Sistem sirkulasi
2. Aktivitas
3.Nutirsi/ hidrasi
Gejala : Mual, muntah, nafsu makan kurang, penurunan berat badan atau
peningkatan berat badan karena edema.
13
Tanda : Turgor kulit jelek, edema, penurunan/ peningkatan BB.
4. Hiegiene
14
3.6 Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
DS:
DO:
15
DO:
DS:
16
DS : pasien mengatakan kesulitan
untuk tidur karena batuk yang
bertambah d malam hari, pasien
mengatakan tidak dapat beristirahat
dengan baik. Batuk Gangguan pola tidur
DO : pasien sering terbangun saat
tidur di malam hari, pasien terbangun
4 kali di malam hari, pasien tidur
selama 5 jam sehari.
17
3.7 Intervensi
Berikan oksigenasi
yang telah
dilembabkan
Pertahankan posisi
fowler dengan
tangan abduksi dan
disokong dengan
bantal atau duduk
condong ke depan
dengan ditahan
meja.
Kolaborasi untuk
Berikan obat yang
telah diresepkan
Berikan obat depresan
saraf dengan hati-hati
(sedatif/narkotik).
18
batuk, peningkatan 1. Mampu sekresi, jika
produksi mendemonstrasikan batuk tidak mampu :
mukus/peningkatan terkontrol Ajarkan metode
sekresi lendir 2. Intake cairan adekuat batuk terkontrol
Gunakan suction
(jika perlu untuk
mengeluarkan
sekret)
Lakukan
fisioterapi dada
Secara rutin tiap
8 jam lakukan
auskultasi dada
untuk
mengetahui
kualitas suara
nafas dan
kemajuannya.
Berikan obat
sesuai dengan
resep;
mukolitik,
ekspektorans
Anjurkan
minum kurang
lebih 2 liter per
hari bila tidak
ada kontra
indikasi
Anjurkan klien
mencegah
infeksi / stressor
Cegah ruangan
yang ramai
pengunjung atau
kontak dengan
individu yang
menderita
influenza
Mencegah iritasi :
asap rokok
19
Imunisasi :
vaksinasi
Influensa.
Anjurkan makan
sedikit tapi
sering
Kolaborasi tim
nutrisi untuk
menentukan diit
20
Konsultasikan
dengan ahli
terapi fisik
untuk
menentkan
program latihan
spesifik
terhadap
kemampuan
pasien.
dan
pemeriksaan
diagnostik serta
anjurkan
kepada klien
untuk ikut serta
dalam tindakan
keperawatan.
Berikan
keyakinan pada
pasien bahwa
perawat,
dokter, dan tim
kesehatan lain
selalu berusaha
memberikan
pertolongan
yang terbaik
dan seoptimal
mungkin.
Berikan
kesempatan
pada keluarga
untuk
mendampingi
pasien secara
bergantian.
Ciptakan
lingkungan
21
yang tenang
dan nyaman.
3.8 Implementasi
Tujuan utama bagi pasien dapat mencakup perbaikan dalam pertukaran gas,
pencapaian jalan napas klien, perbaikan pola nafas, kemandirian dalam aktivitas
perawatan diri, perbaikan dalam kemampuan koping, kepatuhan pada program
terupetik dan perawatan di rumah, dan tidak adanya komplikasi.
a. Memperbaiki pertukaran gas.
Bronkospasme yang timbul pada penyakit paru, mengurangi
diameter dan bronki yang kecil, mengakibatkan stasis sekresi dan infeksi.
Bronkospasme dideteksi ketika terdengar mengi saat diauskultasi.
Peningkatan pembentukan mucus sejalan dengan penurunan aksi
mukosiliaris menunjang penurunan lebih lanjut diameter bronki dan
mengakibatkan penurunan aliran udara serta penurunan pertukaran gas,
yang diperburuk oleh kehilangan daya elastisitas paru.
Perubahan dalam jalan napas ini mengharuskan pasien dipantau
terhadap dispnea dan hipoksia. Jika diresepkan bronkodilator dan
kortikosteroid, perawat harus memberikan obat-obat tersebut dengan tepat
dan waspada terhadap kemungkinan efek sampingnya. Hilangnya
bronkospasme dikuatkan dengan mengukur perbaikan dalam laju ekspirasi
(berapa lama diperlukan untuk ekshalasi dan jumlah udara yang
dihembuskan) dan mengkaji apakah pasien mengalami lebih sedikit
dispnea.
b. Pembuangan sekresi bronchial
Tujuan utama dalam pengobatan PPOK adalah untuk
menghilangkan kuantitas dan viskositas sputum untuk memperbaiki
ventilasi paru dan pertukaran gas. Semua iritan paru harus disingkirkan
terutama merokok, yang merupakan sumber persisten iritan paru. Masukan
cairan yang banyak (6-8 gelas) sehari sangat dianjurkan untuk
mengencerkan sekresi. Alasan lain memperbanyak masukan cairan adalah
kecendrungan pasien untuk bernapas melalui mulut, yang meningkatkan
kehilangan air. Menghirup air yang diuapkan juga membantu karena uap ini
22
dapat melembabkan percabangan bronchial, menambahkan ke dalam
sputum dan menurunkan viskositasnya, sehingga dapat lebih mudah untuk
dibatukkan.
Drainase postural dengan perkusi dan vibrasi menggunakan bantuan gaya gravitasi
untuk membantu menaikkan sekresi sehingga dapat di keluarkan atau diisap dengan
mudah. Terapi yang dapat mendilatasibronkioles, seperti terapi aerosol,
bronkodilator aerosilasi, atau tindakan pernapasan tekanan positif intermiten, harus
diberikan sebelum drainase postural biasanya karena sekresi akan mengalir lebih
mudah setelah percabangan trakeobronkial berdilatasi. Paseien diinstruksikan
bernapas dan batuk efektif untuk membantu mengeluarkan sekresi. Drainase
postural biasanya dilakukan ketika pasien bangun, untuk membuang sekresi yang
telah terkumpul sepanjang malam dan sebelum istirahat untuk meningkatkan tidur.
c. Mencegah infeksi bronkopulmonal
Infeksi bronkopulmonal harus dikendalikan untuk menghilangkan
edema inflamasi dan untuk memungkinkan penyembuhan aksi siliaris
normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada
individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi
individu dengan PPOK. Batuk yang berkaitan dengan infeksi bronchial
memulai siklus yang ganas dengan trauma dan kerusakan pada paru
lebih lanjut, kemajuan gejala, peningkatan bronkospasme, dan
peningkatan lebih lanjut terhadap kerentanan infeksi bronchial. Infeksi
mengganggu fungsi paru dan merupakan penyebab umum gagal napas
pada individu dengan PPOK.
Pada PPOK, infeksi dapat disertai dengan perubahan yang sangat
halus. Pasien diinstruksikan untuk melaporkan dengan segera jika
sputum mengalami perubahan warna, karena pengeluaran sputum
purulen atau perubahan karakter, warna atau jumlah aadalah tanda dari
infeksi.
d. Latihan bernapas dan training pernapasan
Latihan bernapas
Sebagian besar individu dengan PPOK bernapas dengan dalam dari
23
dada bagian atas dengan cara yang cepat dan tidak efisien. Jenis
bernapas dengan dada atas ini dapat diubah menjai bernapas
diafragmatik dengan latihan. Training pernapasan diafragmatik
mengurangi frekuensi pernapasan, meningkatkan ventilasi alveolar, dan
kadanga membantu mengeluarkan udara sebanyak mungkin selama
ekspirasi.
Bernapas dengan bibir dirapatkan melambatkan ekspirasi mencegah
kolaps units paru, dan membantu pasien untuk mengendalikan paru dan
membantu pasien untuk mengendalikan frekuensi serta kedalaman
pernapasan dan untuk rileks, yang memungkinkan pasien untuk
mencapai control terhadap dispnea dan perasaan panic. Mengatur
aktivitas
Pasien dengan PPOK mengalami penurunan toleransi terhadap
olahraga pada periode yang pasti dalam satu hari. Hal ini terutama
tampak nyata pada saat bangun di pagi hari, karena sekresi bronchial
dan edema menumpuk dalam paru-paru selama malam hari ketika
individu berbaring. Pasien sering tidak dapat mandi dan mengenakan
pakaian. Aktivitas yang membutuhkan mengangkat lengan ke atas
setinggi toraks dapat menyebabkan keletihan atau distress pernapasan.
Karena keterbatasan ini, psien harus ikut serta dalam perencanaan
aktivitas perawatan diri dengan perawat dan dalam menentukan paling
tepat untuk mandi dan berpakaian.
Latihan otot pernapasan.
Ketika pasien telah mempelajari pernapasan difrgmaatik, suatu
program pelatihan otot-otot pernapasan mungkin diresepkan untuk
membantu menguatkan otot-otot yang digunakan dalam bernapas.
Program ini mengharuskan pasien bernapas terhadap suatu tahanan
selam 10-15 menit setiap hari. Resisten secara bertahap ditingkatkan
dan otot-otot menjadi terkondisi lebih baik. Mengkondisikan otot-otot
pernapasan membutuhkan waktu yang lama, dan pasien
diinstruksikan untuk melanjutkan latihan di rumah.
e. Melakukan aktivitas perawatan diri.
24
Dengan membaiknya pertukaran gas, bersihan jalan napas, dan
perbaikan pola pernapasan, pasien dianjurkan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri. Pasien diajarkan untuk mencoba
mengkoordinasikan pernapasaan difragmatik dengan aktivitas seperti
berjalan, mandi membungkuk, atau menaiki tangga. Pasien garus
mulai mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat istirahat
sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea
berlebihan. Cairan harus selalu tersedia, dan pasien harus mulai
minum tanpa harus diingatkan. Jika drainase postural akan dilakukan
dirumah, pasien diajrkan dan diawasi oleh perawat sebelum
dipulangkan.
25
realisasi bahwa penyakit yang diderita berkepanjangan dan tidak
kunjung menyembuh, dan menyebabkan pasien untuk bereaksi marah,
deprsesi dan perilaku yang terlalu menuntut. Fungsi seksual dapat
terganggu, yang juga menghilangkan harga diri.
3.9 Evaluasi
1. Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan
bronkodilator dan terapi oksigen sesuai yang diresepkan.
a. Tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan, konfusi, atau agitasi.
b. Mempunyai nilai-nilai gas darah arteri yang stabil ( tetapi tidak harus
nilai-nilai yang normal karena perubahan kronis dalam kemampuan
pertukaran gas dari paru-paru ).
2. Mencapai bersihan jalan napas
a. Berhenti merokok
b. Menghindari bahan-bahan yang merangsang dan suhu yang ekstrim.
c. Meningkatkan masukan cairan hingga 6 sampai 8 gelas sehari.
d. Melakukan drainase postural dengan benar.
e. Mengetahui tanda-tanda dini infeksi dan waspada terhadap pentingnya
melaporkan tanda-tanda ini jika terjadi.
3. Memperbaiki pola pernapasan
a. Berlatih dan menggunakan pernapasan diafragmatis dan bibir dirapatkan.
b. Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas
4. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam batasan toleransi
a. Mengatur aktivitas untuk menghindari keletihan dan dispnea
b. Menggunakan pernapasan terkendali ketika melakukan aktivitas
5. Mencapai toleransi aktivitas, dan melakukan latihan serta melakukan
aktivitas dengan sesak napas lebih sedikit.
6. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif serta ikut serta dalam program
rehabilitas paru.
7. Patuh terhadap program terapeutik
a. Mengikuti regimen pengobatan yang diharuskan
b. Berhenti merokok
c. Mempertahankan tingkat aktivitas yang dapat diterima
26
8. Bebas dari komplikasi
a. Menunjukkan tidak adanya bukti-bukti gagal atau insufisiensi pernapasan
b. Mempertahankan gas darah yang sesuai
c. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
27
BAB IV
KESIMPULAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena
bronkitis kronis, bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif
disertai hiperaktif aktivitas bronkus. Yang disebabkan oleh Kebiasaan merokok,
polusi udara, paparan debu,asap, merokok, berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan
pada saat gejala penyakit tidak dirasakan. Penyakit paru obstuksi kronis ini ditandai
dengan Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh. makin sering tersengal-sengal,
bahkan saat melakukan aktivitas fisik yang ringan seperti memasak atau
mengenakan pakaian. mengi atau napas sesak dan berbunyi, lemas, dan sering
mengalami infeksi paru. Terapi yang dapat dilakukan untuk seseorang yang
terserang ppok bisa dengan cara meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya
segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara, membersihkan sekresi
bronkus dengan pertolongan berbagai cara, dan memberantas infeksi dengan
antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan.
Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik
4.2 Saran
Untuk menghindari terserangnya Pwnyakit Paeu Obstruksi Kronik (PPOK)
sebaiknya kita menghindari konsumsi rokok karena rokok dan menggunakan
masker saat berpergian merupakan salah satu penyebab dari ppok dan dengan
memakai masker ,maka kita akan terhindar dari debu yang ada di jalan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku
Kedokteran.
Agustin H, Yunus F. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). J
Respir
Indo Vol. 28, No. 3. Jakarta : Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Universitas Indonesia, 2008. 155-160
Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI:
Jakarta Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
29