Vous êtes sur la page 1sur 29

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“Penyakit Paru Obstuksi Kronis”

DISUSUN OLEH:

Kelompok 7

Ayu Widya Putri (16.1397)

Eriskha Ayu H.P. (16.1405)

Ferdinan Adi N. (161.4008)

Marta Indah (161.413)

DIPLOMA III AKPER PANTI WALUYA MALANG


Jl. YULIUS USMAN NO 62 MALANG
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan kasih karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Penyakit Paru Obstuksi Kronis” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kami tentang “Penyakit Paru Obstuksi Kronis”. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat kedepannya, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Terima Kasih,

Malang, 7 November 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 5
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5
1.3 Tujuan masalah ......................................................................................................... 5
BAB II............................................................................................................................. 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 6
2.1 Definisi...................................................................................................................... 6
2.2 Etiologi...................................................................................................................... 6
2.3 Tanda dan Gejala ...................................................................................................... 7
2.4 Penatalaksanaan ........................................................................................................ 7
2.5 Patofiologi ................................................................................................................. 9
2.6 Pathway ................................................................................................................... 10
2.7 Prognosis ................................................................................................................. 11
BAB III ............................................................................................................................. 12
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PPOK ................................................................... 12
3.1 Pengkajian ............................................................................................................... 12
3.2 Identitas klien .......................................................................................................... 12
3.3 Riwayat penyakit .................................................................................................... 12
3.4 Keadaan kesehatan lingkungan. .............................................................................. 12
3.5 Diagnosa keperawatan ............................................................................................ 14
3.6 Analisa Data ............................................................................................................ 15
3.7 Intervensi................................................................................................................. 18
3.8 Implementasi ........................................................................................................... 22
3.9 Evaluasi ................................................................................................................... 26
BAB IV ......................................................................................................................... 28
KESIMPULAN SARAN .............................................................................................. 28
4.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 28

3
4.2 Saran ....................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 29

4
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh
perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah
suatu keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Status kesehatan dipengruhi oleh faktor
biologik, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Faktor biologik merupakan faktor
yang berasal dari dalam individu atau faktor keturunan misalnya pada penyakit
alergi (Mansjoer, 2000).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena
bronkitis kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa
disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronkitis kronis
ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak,
sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit
selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai
dengan melebarnya secara abnormal saluran udara (Mansjoer, 2000).
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab
kematian. Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru
obstruksi kronis pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
 Apa definisi dari ppok?
 Apa saja etilologi dari ppok?
 Apa saja tanda dan gejala dari ppok?
 Bagaimana penatalaksanaan dari ppok?
 Bagaimana patofisiologi dari ppok?
 Bagaimana pathway dari ppok?
 Bagaimana prognosis dari ppok?

1.3 Tujuan masalah


 Mengetahui definisi dari ppok
 Mengetahui etiologi dari ppok
 Mengetahui tanda dan gejala dari ppok
 Mengetahui penatalaksanaan dari ppok
 Mengetahui patofisiologi dari ppok
 Mengetahui pathway dari ppok
 Mengetahui prognosis dari ppok

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan
yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan
oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan
dalam masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru obtruksi menahun (PPOK) adalah aliran udara mengalami
obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam pernafasan. PPOK
sesungguhnya merupakan kategori penyakit paru-paru yang utama dan bronkitis
kronis, dimana keduanya menyebabkan perubahan pola pernafasan (Reeves, 2001
: 41).
Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah kondisi
obstruksi irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai dengan
kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis,
bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif
aktivitas bronkus.
2.2 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut
Arief Mansjoer (2002) adalah :
 Kebiasaan merokok
 Polusi Udara
 Paparan Debu, asap
 Gas-gas kimiawi akibat kerja
 Riwayat infeki saluran nafas
 Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David
Ovedoff (2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara
dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus
hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.

6
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama menurut Neil F.
Gordan (2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama
membangkitkan penderita penyakit PPOK, yaitu :
 Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
 Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
 Merokok
 Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
 Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
 Polusi udara
 Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
 Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru
obstuksi kronik.
 Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.
2.3 Tanda dan Gejala
gejala penyakit ini akan muncul ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan
pada paru-paru, umumnya bertahun-tahun setelah paparan. Karena itu, pengidapnya
sering tidak menyadari mengidap penyakit ini. Terdapat sejumlah gejala PPOK
yang bisa terjadi dan sebaiknya diwaspadai, yaitu:

 Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh.


 Makin sering tersengal-sengal, bahkan saat melakukan aktivitas fisik yang
ringan seperti memasak atau mengenakan pakaian.
 Mengi atau napas sesak dan berbunyi.
 Lemas.
 Sering mengalami infeksi paru.
 Penurunan berat badan.

Serangan kambuhan PPOK terkadang bisa terjadi secara tiba-tiba dengan gejala
yang lebih parah untuk beberapa hari dan bahkan bisa membahayakan. Kondisi ini
kemudian reda dan bisa terulang lagi. Makin lama seseorang mengidap PPOK,
gejala-gejala yang muncul saat serangan ulang terjadi juga akan makin parah.

Jika ada dugaan Anda mengalami gejala PPOK, segera periksakan diri Anda ke
dokter. Jangan menundanya.

2.4 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
 Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada

7
fase akut, tetapi juga fase kronik.
 Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
 Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:


 Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
 Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
 Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
 Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
 Pengobatan simtomatik.
 Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
 Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
 Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
 Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
 Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
 Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
 Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
 Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.

8
2.5 Patofiologi
 Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan
mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-
kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat
jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih
3 bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi
menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena
metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang
berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting
dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian
menjadi rentan terkena infeksi.
 Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara
permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi
tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan
penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio
volume residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan
campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi.
 Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari
berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara.
Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau
menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara
ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi
terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi
tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau
bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi
akan tetap sama atau berkurang sedikit.
 Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan
perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan
nafas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang
meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-paru
untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya
kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat.
Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke
jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang
mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit
energi. Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk

9
memenuhi kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat
menyebabkan anoreksia.
 Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah
permukaan yang tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan
patologis ini adalah hiperkapnia, hipoksemia dan asidosis respiratori.
Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan vasokontriksi vaskular
pulmonari, peningkatan resistensi vaskular pulmonary mengakibatkan
hipertensi pembuluh pulmonary yang meningkatkan tekanan vascular
ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan.
2.6 Pathway

10
2.7 Prognosis
Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Pada
pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak nafas
yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila pasien itu
datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien akan sesak
lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun dengan
sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat atau meninggal.

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PPOK


ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PASIEN DENGAN PPOK

3.1 Pengkajian
3.2 Identitas klien

Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, nama penanggung jawab,


hubungan dengan pasien.

3.3 Riwayat penyakit

 Riwayat penyakit sekarang

Batuk dan sesak nafas, sesak bertambah berat , Sesak nafas dan batuk
tidak berhubungan dengan aktivitas dan sesak nafas dan batuk pada waktu
setelah berbaring atau tiduran, duduk, berdiri maupun berjalan. Beberapa
bulan yang lalu batuk berdahak, kental berwarna putih kekuningan serta
agak berbau.

 Riwayat penyakit dahulu

Sesak nafas sebelumnya, mempunyai riwayat Asthma Bronkiale. Klien


mempunyai riwayat perokok.

 Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga yang mengindap penyakit yang sama dengan klien.

3.4 Keadaan kesehatan lingkungan.

Kebersihan tempat tinggal, dan apakah ada sekitar tempat tinggal yang
mengindap TBC.

1. Pemeriksaan fisik

 Kedaan umum : baik


 Kesadaran : CM
 Tanda tanda vital :Tekanan darah (terjadi peningkatan tekanan darah),
pernafasan (sesak nafas), nadi, dan suhu.

12
 Body system

 Sistem pernafasan

Gejala : Dispnea, rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk


bernafas (asma), batuk menetap dengan produksi sputum setiap
hari minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Produksi sputum banyak sekali (bronkitis kronis). Episode batuk
hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun
bisa menjadi produktif (emfisema).

Tanda : Fase ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu


pernafasan, dada bentuk barrel chest. Hiperesonan pada emfisema,
krekels pada bronkitis kronis, ronki dan wheezing pada asma,
sianosis, clubbing finger pada emfisema.

 Sistem sirkulasi

Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung,


takikardia, distensi ven aleher, edema, sianosis, clubbing finger.

 Sistem persepsi sensori


a Pendengaran klien pada telinga kiri maupun kanan.
b Penciuman: Klien dapat membedakan rasa yang kurang sedap
seperti rasa bau dari dahak yang dikeluarkan pada saat batuk.
c Pengecapan: Klien dapat membedakan rasa pahit, manis, serta asin.
d Penglihatan: Mata kiri maupun kanan dalam batas normal. Apakah
ditemukan adanya katarak maupun gangguan mata lainnya.
e Perabaan : Klien dapat membedakan rasa panas, dingin maupun
tekanan.

2. Aktivitas

Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan


aktifitas sehari-hari, dispnea saat istirahat atau tidur, ketidakmampuan
dalam tidur.

Tanda : Keletihan, kelemahan umum, gelisah, insomnia.

3.Nutirsi/ hidrasi

Gejala : Mual, muntah, nafsu makan kurang, penurunan berat badan atau
peningkatan berat badan karena edema.

13
Tanda : Turgor kulit jelek, edema, penurunan/ peningkatan BB.

4. Hiegiene

Gejala : Penurunan kemampuan.

Tanda : Kebersihan kurang, bau badan

3.5 Diagnosa keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembatasan jalan nafas,
kelelahan otot pernafasan, peningkatan produksi mukus atau spasme bronkus.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
batuk, peningkatan produksi mukus/peningkatan sekresi lendir
3. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja
pernafasan atau kesulitan masukan oral sekunder dari anoreksia.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supply O2.

14
3.6 Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
DS:

a. Klien mengatakan bahwa


dadanya rasa tertekan.

b. Klien mengatakan bahwa ia


tidak mampu untuk bernafas (asma).

c. Klien mengatakan batuknya


menetap dengan produksi
sputum setiap hari minimal 3 bulan Infeksi, hyperplasia
berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 dinding bronkus,
Bersihan jalan nafas tidak
1. tahun. sekresi bronkus,
efektif
adanya eksudat di
alveolus.

DO:

a. Produksi sputum banyak sekali


(bronkitis kronis).

b. Klien tampak sesak nafas

c. RR klien lebih dari 24x


permenit
DS:

a. Biasanya klien mengatakan


bahwa dadanya rasa tertekan.

b. Biasanya klien mengatakan


Ketidakseimbangan
sesak napas pada saat aktivitas.
perfusi ventilasi.
. Gangguan pertukaran gas
c. Biasanya klien merasa sukar
bernafas dan sesak.

15
DO:

a. Biasanya Fase ekspirasi


memanjang

b. Biasanya terdapat penggunaan


otot bantu pernafasan

c. Biasanya terjadi peningkatan


tekanan darah

DS:

a. Biasanya klien mengatakan


bahwa ia tidak nafsu makan.
Perubahan nutrisi kurang
b. Biasanya klien mengatakan Anoreksia,
dari kebutuhan tubuh
mual. produksi sputum,
3. efek samping obat,
DO: kelemahan dan
dispneu.
a. Biasanya klien anoreksia

b. Biasanya turgor kulit jelek

c. Biasanya terjadi penurunan


DS : pasien mengatakan letih dan
lemah setelah melakukan aktivitas
sehari-hari karena kesulitan bernafas,
sesak nafas saat istirahat setelah
beraktivitas. Ketidakseimbangan
Intoleransi aktivitas
DO : pasien terlihat letih, pasien supply O2
dibantu oleh anggota keluarganya
untuk melakukan aktivitas seperti
untuk ambulasi atau berpindah tempat,
mandi dan toileting.

16
DS : pasien mengatakan kesulitan
untuk tidur karena batuk yang
bertambah d malam hari, pasien
mengatakan tidak dapat beristirahat
dengan baik. Batuk Gangguan pola tidur
DO : pasien sering terbangun saat
tidur di malam hari, pasien terbangun
4 kali di malam hari, pasien tidur
selama 5 jam sehari.

17
3.7 Intervensi

Diagnos Keperawatan Tujuan Rencana tindakan


Gangguan pertukaran Klien mampu  Observasi status
gas berhubungan menunjukkan perbaikan pernafasan, hasil
dengan pembatasan oksigenasi. gas darah arteri,
jalan nafas, kelelahan Kriteria hasil nadi dan nilai
otot pernafasan, 1. Gas arteri dalam batas oksimetri
peningkatan produksi normal  Awasi
mukus atau spasme 2. Warna kulit perifer perkembangan
bronkus. membaik (tidak cianosis) membran mukosa /
3. RR : 12 – 24 x /menit kulit (warna)
4. Bunyi nafas bersih  Observasi tanda
5. Batuk (-) vital dan status
6. Ketidaknyamanan dada kesdaran.
(–)  Evaluasi toleransi
7. Nadi 60 – 100 x/menit aktivitas dan batasi
8. Dyspnea (–) aktivitas klien

 Berikan oksigenasi
yang telah
dilembabkan
 Pertahankan posisi
fowler dengan
tangan abduksi dan
disokong dengan
bantal atau duduk
condong ke depan
dengan ditahan
meja.
 Kolaborasi untuk
 Berikan obat yang
telah diresepkan
Berikan obat depresan
saraf dengan hati-hati
(sedatif/narkotik).

Bersihan jalan nafas Klien dapat mening-  Kaji


tidak efektif katkan bersihan jalan kemampuan
berhubungan dengan nafas klien untuk
ketidakadekuatan Kriteria hasil memobilisasi

18
batuk, peningkatan 1. Mampu sekresi, jika
produksi mendemonstrasikan batuk tidak mampu :
mukus/peningkatan terkontrol  Ajarkan metode
sekresi lendir 2. Intake cairan adekuat batuk terkontrol
 Gunakan suction
(jika perlu untuk
mengeluarkan
sekret)
 Lakukan
fisioterapi dada
 Secara rutin tiap
8 jam lakukan
auskultasi dada
untuk
mengetahui
kualitas suara
nafas dan
kemajuannya.
 Berikan obat
sesuai dengan
resep;
mukolitik,
ekspektorans
 Anjurkan
minum kurang
lebih 2 liter per
hari bila tidak
ada kontra
indikasi
 Anjurkan klien
mencegah
infeksi / stressor
 Cegah ruangan
yang ramai
pengunjung atau
kontak dengan
individu yang
menderita
influenza
 Mencegah iritasi :
asap rokok

19
 Imunisasi :
vaksinasi
Influensa.

Gangguan kebutuhan Klien akan menunjukkan  Kaji kebiasaan


nutrisi kurang dari kemajuan/peningkatan diit. Catat
kebutuhan tubuh status nutrisi derajat kesulitan
berhubungan dengan Kriteria hasil makan/masukan.
ketidakadekuatan a. Klien tidak mengalami Evaluasi BB
intake nutrisi sekunder kehilangan BB lebih  Berikan
terhadap peningkatan lanjut perawaatan oral
kerja pernafasan, b. Masukan makanan dan  Hindari
kesulitan masukan oral cairan meningkat makanan
sekunder dari anoreksia
c. Urine tidak pekat penghasil gas
d. Output urine meningkat. dan minuman
e. Membran mukosa lembab karbont
f. Kulit tidak kering  Sajikan menu
Tonus otot membaik dalam keadaan
hangat

 Anjurkan makan
sedikit tapi
sering
 Kolaborasi tim
nutrisi untuk
menentukan diit

Intoleransi aktivitas : tujuan: Setelah dilakukan  Dukung pasien


berhubungan dengan asuhan keperawatan dalam
hipoksemia, keletihan, selama . . . × . . . jam, menegakkan
poal nafas tidak efektif diharapkan klien dapat regimen latihan
melakukan aktivitas teratur dengan
cara berjalan atau
seperti orang normal
latihan lainnya
(sehat)
yang sesuai,
seperti berjalan
perlahan, latihan
berdiri tanpa alat
bantu, dll.

20
 Konsultasikan
dengan ahli
terapi fisik
untuk
menentkan
program latihan
spesifik
terhadap
kemampuan
pasien.
 dan
pemeriksaan
diagnostik serta
anjurkan
kepada klien
untuk ikut serta
dalam tindakan
keperawatan.

 Berikan
keyakinan pada
pasien bahwa
perawat,
dokter, dan tim
kesehatan lain
selalu berusaha
memberikan
pertolongan
yang terbaik
dan seoptimal
mungkin.
 Berikan
kesempatan
pada keluarga
untuk
mendampingi
pasien secara
bergantian.
 Ciptakan
lingkungan

21
yang tenang
dan nyaman.

3.8 Implementasi
Tujuan utama bagi pasien dapat mencakup perbaikan dalam pertukaran gas,
pencapaian jalan napas klien, perbaikan pola nafas, kemandirian dalam aktivitas
perawatan diri, perbaikan dalam kemampuan koping, kepatuhan pada program
terupetik dan perawatan di rumah, dan tidak adanya komplikasi.
a. Memperbaiki pertukaran gas.
Bronkospasme yang timbul pada penyakit paru, mengurangi
diameter dan bronki yang kecil, mengakibatkan stasis sekresi dan infeksi.
Bronkospasme dideteksi ketika terdengar mengi saat diauskultasi.
Peningkatan pembentukan mucus sejalan dengan penurunan aksi
mukosiliaris menunjang penurunan lebih lanjut diameter bronki dan
mengakibatkan penurunan aliran udara serta penurunan pertukaran gas,
yang diperburuk oleh kehilangan daya elastisitas paru.
Perubahan dalam jalan napas ini mengharuskan pasien dipantau
terhadap dispnea dan hipoksia. Jika diresepkan bronkodilator dan
kortikosteroid, perawat harus memberikan obat-obat tersebut dengan tepat
dan waspada terhadap kemungkinan efek sampingnya. Hilangnya
bronkospasme dikuatkan dengan mengukur perbaikan dalam laju ekspirasi
(berapa lama diperlukan untuk ekshalasi dan jumlah udara yang
dihembuskan) dan mengkaji apakah pasien mengalami lebih sedikit
dispnea.
b. Pembuangan sekresi bronchial
Tujuan utama dalam pengobatan PPOK adalah untuk
menghilangkan kuantitas dan viskositas sputum untuk memperbaiki
ventilasi paru dan pertukaran gas. Semua iritan paru harus disingkirkan
terutama merokok, yang merupakan sumber persisten iritan paru. Masukan
cairan yang banyak (6-8 gelas) sehari sangat dianjurkan untuk
mengencerkan sekresi. Alasan lain memperbanyak masukan cairan adalah
kecendrungan pasien untuk bernapas melalui mulut, yang meningkatkan
kehilangan air. Menghirup air yang diuapkan juga membantu karena uap ini

22
dapat melembabkan percabangan bronchial, menambahkan ke dalam
sputum dan menurunkan viskositasnya, sehingga dapat lebih mudah untuk
dibatukkan.
Drainase postural dengan perkusi dan vibrasi menggunakan bantuan gaya gravitasi
untuk membantu menaikkan sekresi sehingga dapat di keluarkan atau diisap dengan
mudah. Terapi yang dapat mendilatasibronkioles, seperti terapi aerosol,
bronkodilator aerosilasi, atau tindakan pernapasan tekanan positif intermiten, harus
diberikan sebelum drainase postural biasanya karena sekresi akan mengalir lebih
mudah setelah percabangan trakeobronkial berdilatasi. Paseien diinstruksikan
bernapas dan batuk efektif untuk membantu mengeluarkan sekresi. Drainase
postural biasanya dilakukan ketika pasien bangun, untuk membuang sekresi yang
telah terkumpul sepanjang malam dan sebelum istirahat untuk meningkatkan tidur.
c. Mencegah infeksi bronkopulmonal
Infeksi bronkopulmonal harus dikendalikan untuk menghilangkan
edema inflamasi dan untuk memungkinkan penyembuhan aksi siliaris
normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada
individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi
individu dengan PPOK. Batuk yang berkaitan dengan infeksi bronchial
memulai siklus yang ganas dengan trauma dan kerusakan pada paru
lebih lanjut, kemajuan gejala, peningkatan bronkospasme, dan
peningkatan lebih lanjut terhadap kerentanan infeksi bronchial. Infeksi
mengganggu fungsi paru dan merupakan penyebab umum gagal napas
pada individu dengan PPOK.
Pada PPOK, infeksi dapat disertai dengan perubahan yang sangat
halus. Pasien diinstruksikan untuk melaporkan dengan segera jika
sputum mengalami perubahan warna, karena pengeluaran sputum
purulen atau perubahan karakter, warna atau jumlah aadalah tanda dari
infeksi.
d. Latihan bernapas dan training pernapasan
Latihan bernapas
Sebagian besar individu dengan PPOK bernapas dengan dalam dari

23
dada bagian atas dengan cara yang cepat dan tidak efisien. Jenis
bernapas dengan dada atas ini dapat diubah menjai bernapas
diafragmatik dengan latihan. Training pernapasan diafragmatik
mengurangi frekuensi pernapasan, meningkatkan ventilasi alveolar, dan
kadanga membantu mengeluarkan udara sebanyak mungkin selama
ekspirasi.
 Bernapas dengan bibir dirapatkan melambatkan ekspirasi mencegah
 kolaps units paru, dan membantu pasien untuk mengendalikan paru dan
membantu pasien untuk mengendalikan frekuensi serta kedalaman
pernapasan dan untuk rileks, yang memungkinkan pasien untuk
mencapai control terhadap dispnea dan perasaan panic. Mengatur
aktivitas
 Pasien dengan PPOK mengalami penurunan toleransi terhadap
olahraga pada periode yang pasti dalam satu hari. Hal ini terutama
tampak nyata pada saat bangun di pagi hari, karena sekresi bronchial
dan edema menumpuk dalam paru-paru selama malam hari ketika
individu berbaring. Pasien sering tidak dapat mandi dan mengenakan
pakaian. Aktivitas yang membutuhkan mengangkat lengan ke atas
setinggi toraks dapat menyebabkan keletihan atau distress pernapasan.
Karena keterbatasan ini, psien harus ikut serta dalam perencanaan
aktivitas perawatan diri dengan perawat dan dalam menentukan paling
tepat untuk mandi dan berpakaian.
 Latihan otot pernapasan.
Ketika pasien telah mempelajari pernapasan difrgmaatik, suatu
program pelatihan otot-otot pernapasan mungkin diresepkan untuk
membantu menguatkan otot-otot yang digunakan dalam bernapas.
Program ini mengharuskan pasien bernapas terhadap suatu tahanan
selam 10-15 menit setiap hari. Resisten secara bertahap ditingkatkan
dan otot-otot menjadi terkondisi lebih baik. Mengkondisikan otot-otot
pernapasan membutuhkan waktu yang lama, dan pasien
diinstruksikan untuk melanjutkan latihan di rumah.
e. Melakukan aktivitas perawatan diri.

24
Dengan membaiknya pertukaran gas, bersihan jalan napas, dan
perbaikan pola pernapasan, pasien dianjurkan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri. Pasien diajarkan untuk mencoba
mengkoordinasikan pernapasaan difragmatik dengan aktivitas seperti
berjalan, mandi membungkuk, atau menaiki tangga. Pasien garus
mulai mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat istirahat
sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea
berlebihan. Cairan harus selalu tersedia, dan pasien harus mulai
minum tanpa harus diingatkan. Jika drainase postural akan dilakukan
dirumah, pasien diajrkan dan diawasi oleh perawat sebelum
dipulangkan.

f. Meningkatkan pengkondisian fisik.


Teknik pengkondisian fisik termasuk latihan pernapasan dan latihan
pengkondisian fisik secara umum yang dimaksudkan untuk
memulihkan dan meningkatkan ventilasi paru. Terdapat hubungan
yang erat anatara kebugaran fisik dan kebugaran pernapasan. Program
latihan dan pengkondisian fisik secara bertahap mencakup treadmill,
sepeda statis, dan tingkat berjalan yang diukur telah menunjukkan
manfaat perbaikan gejala dan meningkatkan kapasitas kerja serta
toleransi aktivitas. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan pada jadwal
teratur yang menetap sangat membantu. System oksigen portable
dengan berat yang ringan tersedia untuk pasien ambulatory yang
membutuhkan terapi oksigen selama aktivitas fisik untuk menurunkan
hipoksia. Jenis rehabilitasi ini memperbaiki kualitas hidup.
g. Peningkatan tindakan koping
Segala factor yang mengganggu bernapas normal secara alamiah
dapat mencetuskan ansietas, depresi, dan perubahan perilaku. Banyak
pasien mendapati mudah mengalami kelelahan dengan aktivitas
ringan. Napas pendek yang konstan dan keletihan dapat membuat
pasien mudah gelisah dan mengarah pada panic. Aktivitas yang
dibatasi, frustasi karena harus bersusah payah untuk bernapas, dan

25
realisasi bahwa penyakit yang diderita berkepanjangan dan tidak
kunjung menyembuh, dan menyebabkan pasien untuk bereaksi marah,
deprsesi dan perilaku yang terlalu menuntut. Fungsi seksual dapat
terganggu, yang juga menghilangkan harga diri.

3.9 Evaluasi
1. Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan
bronkodilator dan terapi oksigen sesuai yang diresepkan.
a. Tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan, konfusi, atau agitasi.
b. Mempunyai nilai-nilai gas darah arteri yang stabil ( tetapi tidak harus
nilai-nilai yang normal karena perubahan kronis dalam kemampuan
pertukaran gas dari paru-paru ).
2. Mencapai bersihan jalan napas
a. Berhenti merokok
b. Menghindari bahan-bahan yang merangsang dan suhu yang ekstrim.
c. Meningkatkan masukan cairan hingga 6 sampai 8 gelas sehari.
d. Melakukan drainase postural dengan benar.
e. Mengetahui tanda-tanda dini infeksi dan waspada terhadap pentingnya
melaporkan tanda-tanda ini jika terjadi.
3. Memperbaiki pola pernapasan
a. Berlatih dan menggunakan pernapasan diafragmatis dan bibir dirapatkan.
b. Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas
4. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam batasan toleransi
a. Mengatur aktivitas untuk menghindari keletihan dan dispnea
b. Menggunakan pernapasan terkendali ketika melakukan aktivitas
5. Mencapai toleransi aktivitas, dan melakukan latihan serta melakukan
aktivitas dengan sesak napas lebih sedikit.
6. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif serta ikut serta dalam program
rehabilitas paru.
7. Patuh terhadap program terapeutik
a. Mengikuti regimen pengobatan yang diharuskan
b. Berhenti merokok
c. Mempertahankan tingkat aktivitas yang dapat diterima

26
8. Bebas dari komplikasi
a. Menunjukkan tidak adanya bukti-bukti gagal atau insufisiensi pernapasan
b. Mempertahankan gas darah yang sesuai
c. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

27
BAB IV
KESIMPULAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena
bronkitis kronis, bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif
disertai hiperaktif aktivitas bronkus. Yang disebabkan oleh Kebiasaan merokok,
polusi udara, paparan debu,asap, merokok, berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan
pada saat gejala penyakit tidak dirasakan. Penyakit paru obstuksi kronis ini ditandai
dengan Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh. makin sering tersengal-sengal,
bahkan saat melakukan aktivitas fisik yang ringan seperti memasak atau
mengenakan pakaian. mengi atau napas sesak dan berbunyi, lemas, dan sering
mengalami infeksi paru. Terapi yang dapat dilakukan untuk seseorang yang
terserang ppok bisa dengan cara meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya
segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara, membersihkan sekresi
bronkus dengan pertolongan berbagai cara, dan memberantas infeksi dengan
antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan.
Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik

4.2 Saran
Untuk menghindari terserangnya Pwnyakit Paeu Obstruksi Kronik (PPOK)
sebaiknya kita menghindari konsumsi rokok karena rokok dan menggunakan
masker saat berpergian merupakan salah satu penyebab dari ppok dan dengan
memakai masker ,maka kita akan terhindar dari debu yang ada di jalan.

28
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku
Kedokteran.

Agustin H, Yunus F. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). J
Respir
Indo Vol. 28, No. 3. Jakarta : Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Universitas Indonesia, 2008. 155-160

Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI:
Jakarta Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta

29

Vous aimerez peut-être aussi