Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
kami dapat menyelesaikan pratikum dan juga dapat menulis laporannya yang
berjudul “Analisis SIG Perolehan Kawasan Eksplorasi Karst Dan Tanah Liat.”
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen dan semua pihak yang telah
membantu dalam tahap pratikum. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada
Laporan ini penulis susun untuk memenuhi tugas wajib dalam mata kuliah Pratikum
Sistim Informasi Geografis Lanjut. Dan dengan penyusunan laporan ini semoga
saja penulis bisa menambah pengetahuan kita semua tentang ilmu-ilmu pembuatan
peta dengan software ArcMap dan ArcCatalog ESRI. Selain hal tersebut semoga
saja dengan laporan ini dapat diambil manfaatnya kepada semua pihak yang
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan
demi kesempurnaan dalam pembuatan karya tulis dimasa yang akan datang. Aamiin
Penulis,
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kars adalah sebuah bentuk permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan
adanya depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan, dan gua. Daerah
ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping. Istilah kars
(diadaptasi dari bahasa Belanda, karst) yang dikenal di Indonesia diadopsi dari
bahasa Belanda. Istilah aslinya adalah krst/krast yang merupakan nama suatu
kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan Italia timur laut, dekat wilayah
Daerah kars terbentuk oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan
karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite,
dalam silikaseperti halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit di mana
ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Daerah ini
Daerah kars dapat juga terbentuk oleh proses cuaca, kegiatan hidraulik, pergerakan
tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses
dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk
penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (kars palsu) (Samudro,
2001).
Kawasan Karst Maros Pangkep merupakan yang terbesar dan terindah kedua di
dunia setelah kawasan karst di Cina. Gugusan karst yang terdapat di Kabupaten
1
Maros dan Pangkep, Sulawesi Selatan yang sebagian masuk dalam wilayah Taman
2009).
Keunikan kawasan karst Maros Pangkep yang tidak terdapat pada kawasan-
kawasan karst lainnya di Indonesia karena mempunyai bentang alam yang unik dan
khas yang biasa disebut tower karst. Di kawasan itu, bukit-bukit kapur menjulang
Pegunungan Sewu, kawasan karst Maros pangkep telah diusulkan sebagai situs
warisan budaya dunia (World Heritage) kepada UNESCO sejak 2001 silam
(Tanudirjo, 2009).
Karst Maros Pangkep bukan sekedar deretan cadas. Berbeda dengan kebanyakan
kawasan karst di tempat-tempat lain yang pada umumnya berbentuk Conicall Hill
Kawasan Karst Maros Pangkep juga menjadi habitat berbagai satwa langka dan
endemik antara lain monyet hitam (Macaca maura) dan 125 jenis kupu-kupu dari
sekitar 400 jenis yang pernah ada di kawasan karst tersebut. Biota unik juga hidup
2
Biota unik yang hidup di sana memiliki ciri khas akibat kehidupan gelap di dalam
gua. Kulit transparan, matanya mengecil bahkan buta, sementara organ sensoriknya
Saat ini kawasan ini sedang mengalami tekanan yang cukup berat, karena usaha
selain mengancam ketersediaan air tanah di sekitar kawasan karst juga mengancam
penambangan kapur dilakukan oleh dua industri semen besar dengan luas daerah
(Ko, 1996).
baik agar tidak merugikan daerah sekitar.Berangkat dari latar belakang diatas maka
dilakukan analasis SIG untuk menentukan kawasan eksplorasi kawasan karst dan
tanah liat.
Pada praktikum ini kami menganlisis lokasi kawasan ekplorasi karst dan tanah liat
Informasi Geografis.
3
I.3 Rumusan Masalah
I.4 Tujuan
Kabupaten Pangkep.
Kabupaten Pangkep.
4
BAB II
TEORI DASAR
Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi
telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar
bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam
lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang
(Prawitosari, 2011).
Dalam eksplorasi kawasan kart dan liat ada beberapa kondisi alam yang perlu
kawasan cagar alam, kawasan lereng dan biota yang hidup di daerah tersebut
(Fatinaware, 2016).
Hutan tropis Indonesia sangat kaya flora dan fauna serta kekayaan alam lainnya,
termasuk mineral dan batubara. Dengan kawasan hutan seluas 120,3 juta hektar,
Indonesia menjadi negara ketiga dengan hutan terluas setelah Brasil dan Kongo.
Bahkan pada tahun 1970-an huta Indonesia disebut “emas hijau” Karena hutan
5
hutan dibagi menjadi hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi. Hutan
hasil hutan, hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara
kesuburan tanah, hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,
Dasar Tahun 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
bahwa pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi
prinsipnya hanya dapat digunakan untuk kegiatan sektor kehutanan yang dapat
dilakukan pada seluruh kawasan kecuali hutan cagar alam serta zona inti dan
diluar kegiatan kehutanan yang hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan
produksi dan kawasan hutan lindung tanpa mengubah fungsi pokok kawasan
6
hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan
tanah.
II.1.2 Lereng
Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi oleh kondisi
geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi tersebut, kondisi
air tanah setempat, faktor luar seperti getaran akibat peledakan ataupun alat
mekanis yang beroperasi dan juga dari teknik penggalian yang digunakan dalam
pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi
penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan aturan yang
7
umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk
Apabila kestabilan dari suatu lereng dalam operasi penambangan meragukan, maka
kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang terdapat pada suatu lereng.
sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut.
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng penambangan
adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya
penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya penggerak yang
tertentu yang disebut dengan bidang gelincir (slip surface). Kestabilan lereng
tergantung pada gaya penggerak dan gaya penahan yang bekerja pada bidang
gelincir tersebut. Gaya penahan (resisting force) adalah gaya yang menahan agar
tidak terjadi kelongsoran, sedangkan gaya penggerak (driving force) adalah gaya
penahan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah inilah yang disebut dengan
Secara sistematis faktor keamanan suatu lereng dapat ditulis dengan rumus sebagai
berikut:
8
FK < 1,0 : Lereng tidak stabil.
penambangan maka hasil analisa dengan FK = 1.00 belum dapat menjamin bahwa
lereng tersebut dalam keadaan stabil. Hal ini disebabkan karena ada beberapa faktor
seperti kekurangan dalam pengujian conto di laboratorium serta conto batuan yang
diambil belum mewakili keadaan sebenarnya di lapangan, tinggi muka air tanah
Dengan demikian, diperlukan suatu nilai faktor keamanan minimum dengan suatu
nilai tertentu yang disarankan sebagai batas faktor keamanan terendah yang masih
aman sehingga lereng dapat dinyatakan stabil atau tidak. Sehingga pada penelitian
ini, faktor keamanan minimum yang digunakan adalah FK ≥ (sama dengan atau
lebih besar) dari 1.25, sesuai prosedur dari Joseph E. Bowles (2000), Dengan
ketentuan:
Analisis spasial ialah suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah fungsi
hitungan dan evaluasi logika matematis yang dilakukan terhadap data spasial dalam
rangka untuk mendapatkan ekstraksi, nilai tambah, atau informasi baru yang juga
beraspek spasial. Oleh karena luas lingkupnya, banyak bahasan yang dapat dicakup
9
olehnya. Demikian pula halnya dengan ArcGIS yang kaya akan fungsi-fungsi
ArcGIS yang berbasis Desktop memuat tool spatial analyst yang mana merupakan
sebuah extention yang menyediakan tools yang powerful dan lengkap bagi
pemodelan dan analisis spasial yang kebanyakan berbasiskan raster. SIG (Sistem
Informasi Geografi) terdapat dua kajian yaitu Pemodelan dan Analisis (Musnanda,
2013).
Analisis Data SIG Melalui proses pemasukan data, peta-peta dasar tersebut diubah
menjadi data digital. Setelah dilakukan editing, peta siap digunakan untuk analisis.
Nah, salah satu contoh analisis yang bisa dilakukan oleh SIG adalah buffer, clip dan
Adalah proses menghapus sebagian dari layer dengan menggunakan layer lain
sebagai pembatas wilayah yang dihapus. Proses analisis ini misalnya dilakukan
(Musnanda, 2013).
Input features = diiskan dengan layer akan akan dihapus sebagian isinya.
Erase feature = disikan dengan layer yang menjadi batas polygon wilayah terhapus.
Output feature dengan nama file dan lokasi file akan disimpan.
XY tolerance = diiskan dengan batas tolerasi kesalahan dari proses. Biasanya diikan
10
II.2.2 Metode Clip
Clip adalah proses mengextrak/suatu feature dengan feature yang dijadikan batasan
wilayah clip. Memotong data spasial dan atribut sesuai dengan bentuk atau wilayah
yang didelineasi menjadi kebutuhan studi. Clip juga berguna untuk menghilangkan
tumpang tindih antar data spasial yang berhubungan dengan data atribut
(Musnanda, 2013).
Clip features = diisikan dengan layer yang akan menjadi pemotong (dalam bentuk
polygon)
Output feature class = diisikan nama layer dan folder hasil clip.
pilihan drop menu yang dimulai dengan unknown. Karena optional bagian ini bisa
Buffer adalah proses analisis yang digunakan untuk membuat feature tambahan di
sekeliling feature asli dengan menentukan jarak tertentu. Buffer dapat digunakan
Fungsi buffer adalah membuat poligon baru berdasarkan jarak yang telah
ditentukan pada data garis atau titik maupun poligon. Sebagai contoh, kita akan
yang kita pilih, kemudian komputer akan mengolah sesuai perintah kita. Prinsip
proses buffer dapat kamu lihat pada gambar berikut (Musnanda, 2013).
11
Gambar 2.1 Hasil dari Buffer
mengukur jarak. Oleh karena itu, pada subsistem manipulasi dan analisis data juga
12
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1.1 Alat
1. Laptop
III.1.2 Bahan
5. Peta Lereng
2. Setelah terbuka aplikasi ArcMap 10.2.2, klik File Add Data Add Data,
lalu memilih Peta Batas Kajian, klik Add. Maka akan muncul Peta Batas
13
Gambar 3.1 Tampilan Peta Batas Kajian
3. Klik File Add Data Add Data, lalu memilih Peta Taman Nasional
Features pilih Peta Batas Kajian, pada Erase Features pilih Peta Taman
Nasiona Bulusaraung, dan pada Output Features beri nama hps_tnas. Lalu
14
Gambar 3.3 Tampilan tanpa_tnas
5. Klik File Add Data Add Data, lalu memilih Peta Kawasan Hutan, klik
Add. Maka akan muncul Peta Kawasan Hutan seperti pada gambar 3.4.
6. Pada Table of Contents, klik kanan Peta Kawasan Hutan, lalu pilih Open
Attributes Table. Pada table pilih Cagar Alam dan Hutan Lindung. Lalu pada
Table of Contents, klik kanan Peta Kawasan Hutan, lalu pilih Data Export
Data, pada Output Feature Class beri nama kws_cagam_hutlin. Lalu OK.
15
Gambar 3.5 Tampilan kws_cagam_hutlin
pada Output Features beri nama hps_ kws_cagam_hutlin. Lalu OK. Maka
8. Klik File Add Data Add Data, lalu memilih Peta Penggunaan Lahan,
klik Add. Maka akan muncul Peta Penggunaan Lahan seperti pada gambar 3.7
16
Gambar 3.7 Tampilan Peta Penggunaan Lahan
9. Pada Table of Contents, klik kanan Peta Penggunaan Lahan, lalu pilih Open
Attributes Table. Pada table pilih Permukiman, Sawah, dan Tambak. Lalu
pada Table of Contents, klik kanan Peta Penggunaan Lahan, lalu pilih Data
Lalu OK. Maka akan muncul kws_per_swh_tbk seperti pada gambar 3.8.
17
kws_per_swh_tbk, dan pada Output Features beri nama
11. Klik File Add Data Add Data, lalu memilih Peta Kemiringan Lereng,
klik Add. Maka akan muncul Peta Kemiringan Lereng seperti pada gambar
3.10.
18
12. Pada Table of Contents, klik kanan Peta Kemiringan Lereng, lalu pilih Open
Attributes Table. Pada table pilih 0 – 8% dan 16 – 25%. Lalu pada Table of
Contents, klik kanan Peta Kemiringan Lereng, lalu pilih Data Export
Data, pada Output Feature Class beri nama lereng_0_sd_25. Lalu OK. Maka
13. Klik ArcToolbox Analysis Tools Extract Clip, pada Input Features
pada Output Features beri nama clip_lereng_0_sd_25. Lalu OK. Maka akan
19
Gambar 3.12 Tampilan clip_lereng_0_sd_25
14. Klik File Add Data Add Data, lalu memilih Sungai Besar, klik Add.
100 serta dalam satuan meters. Lalu OK. Maka akan muncul
20
Gambar 3.14 Tampilan 100m_sungai_besar
17. Klik File Add Data Add Data, lalu memilih Sungai Kecil, klik Add.
21
Gambar 3.16 Tampilan Sungai Kecil
serta dalam satuan meters. Lalu OK. Maka akan muncul 50m_sungai_kecil
22
50m_sungai_kecil, dan pada Output Features beri nama
20. Klik File Add Data Add Data, lalu memilih Peta Biota Air, klik Add.
Maka akan muncul Peta Biota Air seperti pada gambar 3.19.
Features pilih Peta Biota Air, pada Output Features beri nama
23
200m_biota_air, dan pada Distance [Value of Field] isi Linear dengan 200
serta dalam satuan meters. Lalu OK. Maka akan muncul 200m_biota_air
Lalu OK. Maka akan muncul hps_200m_biota_air seperti pada gambar 3.21.
24
23. Klik File Add Data Add Data, lalu memilih Peta Sebaran Tanah Liat,
klik Add. Maka akan muncul Peta Sebaran Tanah Liat seperti pada gambar
3.22.
24. Klik ArcToolbox Analysis Tools Extract Clip, pada Input Features
25
Gambar 3.24 Tampilan kawasan_eksplorasi_tanah_liat (warna biru)
25. Klik File Add Data Add Data, lalu memilih Formasi Tonasa, klik Add.
26. Klik ArcToolbox Analysis Tools Extract Clip, pada Input Features
26
Gambar 3.26 Tampilan kawasan_eksplorasi_karst (warna merah)
27
III.3 Bagan Alir
MULAI
PETA WILAYAH
KAJIAN
PETA
KAWASAN
PETA WILAYAH TAMAN HUTAN
NASIONAL BANTIMURUNG ERASE
BULUSARAUNG
QUERY (HUTAN
PETA LINDUNG, CAGAR
PENGGUNAAN ALAM
LAHAN
ERASE
QUERY (PERMUKIMAN,
SAWAH, DAN TAMBAH) PETA
KEMIRING
AN LERENG
ERASE
BUFFER (100 M
SUNGAI BESAR, 50 M PETA
SUNGAI KECIL) BIOTA
AIR
ERASE
BUFFER 200
M
ERASE
PETA
PETA
GEOLOGI
LIAT
INDONESIA
QUERY
CLIP (FORMASI
TONASA
CLIP
PETA PETA
EKSPLORASI EKSPLORASI
TANAH LIAT KARST
SELESAI
28
BAB IV
menggunakan Erase, Clip dan Buffer. Kawasan terlarang seperti: Taman Nasional
Sedangkan kawasan yang termasuk dalam daerah kemiringan lereng 0-25% dan
daerah kawasan yang ada tanah litany diperoleh dengan metode Clip. Secara
berurut dilakukan seperti pada gambar berikut, sampai akhirnya diperoleh Peta
29
IV.2 Kawasan Eksplorasi Karst
lereng 0-25% dan daerah kawasan Formasi Tonasa diperoleh dengan metode
Clip. Secara berurut dilakukan seperti pada gambar berikut, sampai akhirnya
Labakkang, Kabupaten Pangkep dengan luas sekitar 2208 Hektar yang tersebar di
30
BAB V
KESIMPULAN
bahwa:
31
DAFTAR PUSTAKA
Ko, R.K.T. 1996. Pandangan Mengenai Industri Semen. Makalah pada Diskusi
Panel mengenai Pertambangan Untuk Industri Semen dalam Simposium
Nasional II Lingkungan Kars 1 sd 3 April 1996.
32
L
A
M
P
I
R
A
N
33
Lampiran 1. Peta Adminitrasi Kajian
34
Lampiran 2. Peta Kawasan Eksplorasi Tanah Liat
35
Lampiran 3. Peta Kawasan Eksplorasi Karst
36
Lampiran 4. Peta Kawasan Formasi Tonasa
37
Lampiran 5. Peta Kawasan Cagar Alam & Hutan Lindung
38
Lampiran 6. Peta Kawasan Permukiman, Sawah & Tambak
39