Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
SIROSIS HEPATIS
Disusun oleh :
Tomi Nugraha G4A015098
Pembimbing :
dr. Ma’mun, Sp.PD
2017
LEMBAR PENGESAHAN
SIROSIS HEPATIS
Disusun oleh :
Tomi Nugraha G4A015098
Mengetahui,
Pembimbing
2
I. LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. T
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Karangendep 4/3 Patikraja
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk IGD : 30 Januari 2017
Tanggal periksa : 4 Februari 2017
No.CM : 00231376
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Muntah darah
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan muntah darah dirasakan sejak 1 hari SMRS. Muntah
dirasakan mendadak didahului mual dan dirasakan beberapa kali dalam 1
hari SMRS. Muntah darah yang keluar berwarna merah gelap, bercampur
sedikit makana, dan tidak berbuih.
Keluhan disertai dengan adanya BAB berwarna hitam sejak 3 hari
SMRS, badan terasa berwarna kuning, nyeri ulu hati, BAK pekat seperti
teh dan nafsu makan berkurang. Pasien sebelumnya memiliki riwayat
mondok di RS karena keluhan badan menjadi kuning dan telah sembuh.
Beberapa bulan sebelum masuk RSMS pasien mengaku sudah berobat ke
RS swasta karena keluhan nyeri ulu hati.
3
3) Riwayat penyakit gula : disangkal
4) Riwayat alergi : disangkal
5) Riwayat sakit ginjal : disangkal
6) Riwayat penyakit jantung : disangkal
7) Riwayat sakit kuning/liver : diakui (hepatitis B)
8) Riwayat sakit tenggorokan/ kulit : disangkal
c. Occupational
Pasien bekerja sebagai wiraswasta dan beberapa bulan ini aktivitas
kerjanya terganggu karena penyakit yang diderita.
d. Personal habit
Pasien mempunyai pola makan yang teratur. Pasien saat ini jarang
olahraga dan memiliki kebiasaan merokok.
4
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 Februari 2017, saat hari
perawatan keenam pasien, di bangsal Asoka RSMS.
a. Keadaan umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital sign
1) Tekanan darah : 100/70 mmHg
2) Nadi : 96 ×/menit reguler, isi cukup
3) Pernapasan : 22 ×/menit
4) Suhu : 37.2 °C
d. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam-abu, tidak rontok dan terdistribusi merata.
3) Mata
Simetris, edema palpebra (-/-) konjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik (+/+), mata kering (-), refleks cahaya (+/+) normal, pupil
isokor diameter 3 mm/3mm.
4) Telinga
Discharge (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), lidah kotor (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), Palpasi : JVP 5+
2cm
5
c. Pemeriksaan thorax
Paru
Inspeksi : dinding dada tampak simetris, ketertinggalan gerak (-)
Kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis (-).
Palpasi : Apex vokal fremitus dextra = sinistra
Basal vokal fremitus sinistra = dextra
Perkusi : Perkusi apex dan basal paru dekstra sonor
Perkusi apex dan basal paru sinistra sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Apex suara dasar vesikuler +/+, RBH -/-, RBK-/-
Basal suara dasar vesikuler +/+, RBH -/-, RBK-/-
Wheezing-/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS,
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V LMCS
Auskultasi : BJ I > BJ II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (dbn)
Perkusi : timpani, redup pada perut kanan atas
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) minimal di regio epigastrik
Hepar : teraba 3 jari BACD, permukaan berbenjol
Lien : tidak teraba
6
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas
superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - - -
Sianosis - - - -
Kuku kuning + + + +
(ikterik)
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis
Bicep/tricep + + + +
Patela + + + +
Reflek patologis
Reflek babinsky - - - -
Sensoris D=S D=S D=S D=S
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
30/1/17 3/2/17 4/2/17 Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 3.2 (L) 5.5 (L) 7.2 (L) g/dL 11.7 – 15.5
Leukosit 9080 7300 5650 U/L 4500 - 12500
Hematokrit 15 (L) 19 (L) 23 (L) % 35 – 47
Eritrosit 2.3 (L) 2.6 (L) 3.2 (L) x106 /uL 3.8 – 5.2
Trombosit 113000 (L) 45000 (L) 50.000 /uL 154000 –
(L) 386000
MCV 64.6 (L) 72.4 (L) 73.8 (L) fL 80 – 100
MCH 15.7 (L) 21.1 (L) 22.7 (L) pg/cell 26 – 34
MCHC 24.3 (L) 29.1 (L) 30.8 (L) % 32 - 36
Hitung Jenis
- Basofil 0.0 0.1 0.2 % 0–1
- Eosinofil 0.4 (L) 0.7 (L) 1.6 (L) % 2–4
- Batang 0.9 (L) 0.7 (L) 0.7 (L) % 3–5
- Segmen 84.8 (H) 78.7 (H) 70.1 % 50 – 70
(H)
- Limfosit 9.1 (L) 11.9 (L) 18.2 (L) % 25 – 40
-Monosit 4.8 7.9 9.2 (H) % 2-8
SGOT 58 (H) U/L 15 – 37
SGPT 28 U/L 14 - 59
Ureum 16.4 115.3 mg/dL 14.98 – 38.52
(HH)
Kreatinin 0.94 3.18 mg/dL 0.55 – 1.02
(HH)
GDS 116 mg/dL <=200
Albumin 2.51 (L) 0.86 (L) g/dL 3.40 – 5.00
Globulin 2.16 (L) 2.83 g/dL 2.70 – 3.20
7
PT 13.6 (H) detik 9.3 - 11.4
APTT 45.9 (H) detik 29.0 – 40.2
Natrium 134 131 mmol/L 134 – 146
Kalium 4.0 4.5 mmol/L 3.4 – 4.5
Klorida 107 109 mmol/L 96 - 108
CEA 1.40 ng/mL <5
AFP 1.00 ng/mL <=8.1
Anti HCV Nonreaktif
HbsAg Nonreaktif
Kesan:
- Hepatomegali dengan multiple nodul pad alobus kanan kiri hepar
- Pelebaran venap porta disertai splenomegali dan pelebaran vena lienalis
(gambaran hipertensi porta
- Ascites
- Nodul paralienalis (curiga limfadenopati)
E. ASSESSMENT
Diagnosis utama:
Diagnosis tambahan
F. PLANNING
1. Terapi
a. Farmakologi
1) IVFD aminofuchsin 10 tpm
2) Inj omeprazol 1x1 ampul
3) Inj kalnex 3x500 mg
8
4) Inj vitamin K 1 ampul/8 jam
5) Inj furosemid 2 ampul/8jam
6) Po spironolakton 1x150 mg
7) Po sukralfat syr 3xcI
8) Po paracetamol tab 3x1
9) Transfusi PRC s/d Hb>10 gr/dL
10) Diet bubur + susu
b. Non Farmakologi
1) Rawat inap
2) Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita dan
kemungkinan perjalanan penyakit
3) MSCT Scan Abdomen dengan kontras
4) Monitoring
a) Keadaan umum dan kesadaran
b) Tanda vital
c) Pemeriksaan laboratorium fungsi liver
d) Evaluasi darah lengkap
G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
9
II. PEMBAHASAN
A. Definisi
Sirosis hepatis adalah perubahan arsitektur jaringan hati yang ditandai
dengan regenerasi nodular yang bersifat difus dan dikelilingi oleh septa-septa
fibrosis. Perubahan struktur tersebut dapat mengakibatkan peningkatan aliran
darah portal, disfungsi sintesis hepatosit, serta meningkatkan resiko karsinoma
hepatoseluler (Klarisa et al., 2016).
C. Patogenesis
Sirosis hati kini dikenal sebagai proses yang dinamis dan pad akondisi
tertenut bersifat reversibel. Transisi dari penyakit hati kronis menjadi sirosis
melibatkan proses yang kompleks antara reaksi inflamasi, akticasi sel stelata,
angiogenesis dan oklusi pembuluh darah yang berdampak pada perluasan lesi
parenkim hati (Hadi, 2013).
Patogenesis utama dari proses fibrosis dan sirosis adalah aktivasi sel
stelata atau sel prisinusoidal. Sel stelata biasanya bersifat “diam” dan berperan
dalam penyimpanan retinoid. Namun adanya stimulus jejas dan reaksi
inflamasi akan mengaktivasi sel stelata sehingga sel tersebut akan
berproliferasi, mempriduksi matriks ekstraseluler, serta menjadi sel
miofibroblas yang mampu berkontraksi (Nurdjanah, 2009).
10
hepatoseluler karsinoma. Berikut penjelasan singkat patofisiologi pada sirosis
hepatis (Klarisa et al., 2016; Hadi, 2013):
1. Hipertensi porta dan kondisi hiperdinamik
Hipertensi porta dalah peningkatan gradien tekanan vena hepatik > 5mmHg
yang terjadi akibat peningkatan resistensi terhadap aliran darah porta dan
peningkatan aliran masuk ke porta. Peningkatan resistenssi tersebut
disebabkan oleh eprubahan struktur parenkim hati, serta mekanisme
vasokonstrikso sinusoid akibat defisiensi nitrit oksida. Dampak utama
hipretensi porta antara lain:
a. Pembesaran limpa dan sekuestrasi trombosit
b. Terjadi aliran darah balik dan terbentuk pirau dari sistem porta ke
pembuluh darah sistemik. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan
metabolisme hati, fungsi retikuloendotelial, dan mengakibatkan
hiperamonemia.
c. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron karena adanya
vasodilatasi splanknikus dan vasodilatasi sistemik. Hal ini terjadi
karena adanya peningkatan produksi nitrit oksida ekstrahepatik akibat
adanya aliran darah balik dalam hepar.
d. Manifestasi klinis: varises esofagus (perdarahan varises), asites,
hipoalbumin, sidrom hepatorenal, peritonitis bakteri spontan,
ensefalopati hepatikum, sindrom hepatopulmonal, hipertensi
portopulmonal, dan kardiomiopati.
2. Insufisiensi hepar
Perubahan struktur histologi hepar dapat menyebabkan beberapa hal
berikut seperti:
a. Gangguan fungsi sintesis
Manifestasi: hipoalbuminemia, malnutrisi, defisiensi vitamin K,
koagulopati (penurunan faktor koagulasi), gangguan endokrin
(estrogen meningkat, hiperparatiroid)
b. Gangguan fungsi ekskresi
Manifestasi: kolestasis, ikterus, hiperamonemia, ensefalopati
11
c. Gangguan fungsi metabolisme
Manifestasi: gangguan homeostasis glukosa, malabsorpsi vitamin D
serta kalsium.
E. Manifestasi klinis
Sirosis hepatis merupakan kondisi yang terjadi secara histopatologis, sehingga
mungkin bersifat asimtomatis pada stadium awal. Maka, manifestasi klinis
sirosis hepatis dapat dibedakan menjadi dua stadium yaitu (Klarisa et al., 2016;
Nurdjanah, 2009):
1. Stadium kompensata
Pada stadium ini biasanya bersifat asimtomatis dan diagnosis dilakukan
melaui pemeriksaan fungsi liver. Gejala yang muncul biasanya tidak
spesifik seperti penurunan libido atau gangguan tidur. Sebenarnya, 40%
kasus sudah terjadi varises tanpa ada tanda perdarahan.
2. Stadium dekompensata
Pasien sirosis hepatis dapat dikatakan masuk ke stadium dekompensata
ketika paling tidak ditemukan satu dari manifestasi klinis berupa ikterik,
sasites dan edema periger, hematemesis melena, atau ensefalopati. Selain
manifestasi tersebut, pada stadium dekompensata dapat terjadi:
a. Tanda gangguan endokrin berupa spider angioma di leher bahu dan
dada, eritema palmaris pada tenar dan hipotenar, atrofi testis
(penurunan libido dan impotensi), ginekomastia, alopesia dada dan alis,
serta hiperpigmentasi kulit (peningkatan MSH).
b. Kuku muehrcke (gambaran pita putih horizontal yang memisahkan
warna kuku normal)
c. Kontraktur dupuytren (penebalan fasia pada palmar, terjadi pada sirosis
alkoholik)
d. Fetor hepatikum (bau napas khas akibat penumpukan metionin)
e. Atrofi otot
f. Ptekie dan ekimosis
g. Splenomegali
12
h. Palpasi hepar: hepatomegali, perlunakan, nodul dengan konsistensi
keras
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan sirosis
hepatis antara lain adalah (Klarisa et al., 2016):
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan hematologi yang dapat diperiksa adalah hemoglobiun,
leukosit, trombosit, waktu protrombin
b. Pemeriksaan biokimia serum yagn dapta diperiksa adalah bilirubin,
transaminase serum, alkali fosfatase, gamma-GT, albumin, globulin,
feritrin serum, dan saturasi transferin.
c. Pada pasien asites diperiksa juga kadar elektrolit, kreatinin, dan
urinalisis
d. Untuk melakukan deteksi atau pemantauan etiologi dapat diperiksa tes
serologi hepatitis B dan C, profil lipid, glukosa, penanda autoimun, dan
sebagainya.
2. Biopsi hepar (Gold Standar untuk penentu derajat sirosis)
3. Radiologi
1) USG, CT Scan, atau MRI untuk mendeteksi nodul atau tanda hipertensi
porta.
2) Transien elastografi atau MR elastografi untuk menilai kekauan
jaringan hati
4. Endoskopi dilakukan untuk mendeteksi varises esofagus
5. Prediktor sirosis dengan menilai rasio AST/ALT, skor APRI
(AST/Trombosit; pada hepatitis B dan C), skor FIB 4, dan indeks Forns.
G. Diagnosis
Diagnosis sirosis hepatis didasari dari pemeriksaan baku emas sirosis yaitu
biopsi hepar untuk mengetahui derajat keparahan kerusakan secara
histopatologis. Diagnosis sirosis hepatis harus selalu disertakan etiologi dan
derajat keparahan histopatologinya. Untuk menilai derajat keparahan secara
histopatologi dapat digunakan skor METAVIR. Secara klinis, sirosis hepatis
13
juga dapat dinilai dengan menggunakan kriteria Child-Turcotte-Pugh (CTP)
untuk menilai derajat prognosis pasien (Klarisa et al., 2016; Nurdjanah, 2009).
Skor Fibrosis Skor Aktivitas
F0 (tidak ada fibrosis) A0 (tidak ada aktivitas)
F1 (fibrosis porta tanpa septa) A1 (aktivitas ringan)
F2 (fibrosis porta dengan septa) A2 (aktivitas sedang)
F3 (banyak septa, namun belum A3 (aktivitas berat)
terjadi sirosis)
F4 (sirosis)
Tabel 2.1 Skor METAVIR untuk penilaian fibrosis dan inflamasi (Klarisa
et al., 2016).
H. Tata Laksana
Tata laksana pasien dengan sirosis hepatis dilakukan untuk mengatasi
kegawatdaruratan dan mengembalikan ke kondisi kompensata. Tatalaksana
pada pasien dengan sirosis hepatis adalah (Klarisa et al., 2016; Hadi, 2013):
1. Tata laksana spesifik
a. Hipertensi porta dan varises esofagus: somatostatin, endoskopi
terapeutik, pemasangan TIPS, prosedur bedah
b. Asites: restriksi garam, spironolakton dan furosemid, parasintesis
c. Sindrom hepatorenal: vasopresor, albumin, tata laksanan gangguan
elektrolit
14
d. Peritonitis bakterialis spontan: pemberian antibiotik spektrum luas
e. Ensefalopati hepatikum: laktulosa dengan/tanpa rifaksimin, suplemen
asam amino rantai bercabang, diet rendah asam amino lisin, metionin
dan triptofan.
f. Koagulopati: transfusi pada kondisi gawat darurat.
2. Pengendalian faktor pencetus seperti sepsis, hipotensi, atau penggunaan
obat-obatan tertentu.
3. Pertimbangkan transplantasi hati pada pasiend engan sirosis dekompensata.
15
DAFTAR PUSTAKA
Klarisa, C., F. Liwang, dan I. Hasan. 2016. Sirosis Hati dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Nurdjanah, S. 2009. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
16