Vous êtes sur la page 1sur 6

Konsep-konsep: unit perawatan intensif (ICU) dan intermediate

care unit
Jean-Louis Vincent dan Jacques Creteur

Pengantar
Konsep perawatan intensif dikembangkan lebih dari 50 tahun yang lalu. Awalnya,
sering hanya berupa satu atau dua tempat tidur disudut bangsal umum, namun nilai dari
kemampuan untuk mengkombinasikan teknologi yang diperlukan dan staf terlatih secara
bersama-sama didalam satu ruangan khusus di rumah sakit langsung menghasilkan suatu
ruangan tersendiri di dalam rumah sakit untuk pasien penyakit kritis, dan muncullah unit
perawatan intensif (ICU). Sejak dihari awal tersebut, intensive care medicine telah
berkembang menjadi suatu spesialisasi tersendiri dan ICU saat ini menjadi kunci utama di
hampir setiap rumah sakit, merawat pasien yang membutuhkan perawatan “intensif” dalam
segi peralatan dan rasio staf-pasien yang tinggi. Dengan kemajuan dalam pengobatan dan
peningkatan sistem penunjang-kehidupan (life-support), saat ini pasien dapat bertahan
hidup dari penyakit dan trauma yang dahulu tidak dapat disembuhkan, dan kebutuhan untuk
dan penggunaan perawatan intensif belum pernah sebesar saat ini. Populasi yang semakin
menua dan peningkatan jumlah pasien yang menerima obat-obatan immunosuppressive
juga menambah tingginya permintaan perawatan di ICU. Oleh karena itu, jumlah tempat
tidur di ICU juga terus meningkat diseluruh dunia, sedangkan jumlah total tempat tidur di
rumah sakit mengalami penurunan.

Namun demikian, perawatan intensif memiliki biaya yang mahal dengan obat-obatan
terbaru, teknologi yang mahal, dan perawatan klinis dari ahli yang semua berkontribusi
terhadap pengeluaran biaya perawatan kesehatan yang semakin meningkat. Oleh karena itu
setiap strategi yang dapat menurunkan atau mempertahankan biaya sangat layak untuk
dipertimbangkan. Satu pendekatan tersebut adalah pengembangan apa yang disebut “unit
perawatan intermediate”, seringkali disinonimkan sebagai unit “high-dependency” atau
“step-down”, meskipun beberapa rumah sakit mungkin memiliki unit high-dependency

1
sebagai unit step-down langsung dari perawatan intensif dan lalu sebuah intermediate care
unit. Unit-unit tersebut digunakan untuk pasien yang membutuhkan perawatan lebih dari
yang bisa diberikan oleh bangsal umum, namun tidak selengkap unit perawatan intensif.
Namun, pertanyaan muncul tentang apakah intermediate care unit benar-benar solusi yang
valid akan kekurangan jumlah tempat tidur di ICU dan apakah benar-benar memberikan
manfaat dalam segi perawatan dan biaya bagi pasien? Di bab ini kita akan
mempertimbangkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari intermediate care unit (lihat
kotak berikut).

Kotak: kelebihan dan kekurangan intermediate care unit


Kelebihan
 Dapat memfasilitasi pemindahan lebih awal dari ICU pada pasien yang tidak lagi
sepenuhnya membutuhkan perawatan ICU namun belum siap untuk dipindahkan
ke bangsal umum
 Dapat menurunkan kebutuhan perawatan di ICU bagi pasien yang hanya
memerlukan ekstra pemantauan atau perawatan yang dapat diberikan di bangsal
umum
 Dapat meningkatkan kenyamanan pasien
 Dapat menurunkan biaya perawatan di rumah sakit

Kekurangan
 Dapat mempercepat pemindahan prematur pada pasien
 Dapat menyebabkan terbaginya peralatan dan keterampilan staf ICU
 Mungkin terkait dengan peningkatan kekhawatiran pasien
 Membutuhkan tambahan transfer pasien
 Mungkin terkait dengan penurunan moral dan kepuasan kerja staf
 Dapat mengurangi peran intensivist
 Dapat meningkatkan biaya

2
Intermediate care unit: kelebihan
Intermediate care unit umumnya memiliki rasio perawat-pasien yang lebih tinggi dan
peralatan yang lebih spesifik, terutama untuk pemantauan, dibandingkan dengan unit umum
namun secara teori lebih rendah dari ICU sehingga keberadaan intermediate care unit
adalah pilihan yang lebih efektif dari segi biaya untuk pasien yang tidak sepenuhnya
membutuhkan fasilitas ICU. Mungkin salah satu dokumentasi mengenai intermediate care
unit adalah unit perawatan respirasi non-invasif yang didirikan oleh Bone dan Balk yang
utamanya bertujuan untuk pemantauan pasien dengan kelainan respirasi saat mereka dilepas
dari bantuan ventilasim menggunakan rasio perawat-pasien 1:3 atau 4. Intermediate care
unit saat ini telah banyak diadopsi di rumah sakit, terutama untuk pasien kelompok tertentu,
seperti pasien jantung, bedah saraf atau respiratory. Penggunaan unit ini memungkinkan
pemindahan awal beberapa pasien ICU yang tidak lagi membutuhkan fasilitas ICU lengkap
namun juga belum dapat dipindahkan ke bangsal umum (sebagai step-down unit).
Intermediate care unit juga dapat digunakan pada sejumlah pasien yang dirawat di ICU
hanya untuk pemantauan intensif dan tidak membutuhkan terapi aktif. Penggunaan lainnya
adalah untuk perawatan pasien yang memerlukan penanganan lebih intensif dari yang
tersedia dibangsal umum namun belum membutuhkan perawatan intensif lengkap (sebagai
step-up unit). Kehadiran intermediate care unit dapat membantu mengosongkan beberapa
tempat tidur di ICU untuk pasien yang benar-benar membutuhkannya.

Banyak penulis yang mendukung penggunaan intermediate care unit sebagai cara
untuk menurunkan tekanan biaya berlebih di ICU karena berkurangnya staf dan peralatan
yang dibutuhkan tanpa efek negatif terhadap perawatan pasien. Meski demikian, hanya
terdapat sedikit publikasi penelitian yang secara langsung mengevaluasi kegunaan
intermediate care unit, dan bahkan lebih sedikit lagi yang membandingkan intermediate
care unit dengan ICU. Pada sebuah studi awal, Franklin dkk. melaporkan bahwa
pembukaan intermediate care unit dikaitkan dengan penurunan keseluruhan tingkat fatalitas
pada pelayanan kesehatan, yang sebagian besar disebabkan oleh penurunan laju mortalitas
di bangsal umum. Penulis menyimpulkan hal tersebut dikarenakan pasien ICU yang tidak
stabil yang biasanya dipindahkan ke bangsal umum mendapatkan penanganan yang lebih

3
tepat di intermediate care unit. Byrik dkk. melaporkan peningkatan jumlah pasien di ICU
dengan tingkat keparahan penyakit yang rendah setelah penutupan intermediate care unit
dengan alasan keuangan. Peningkatan dirasakan pada ketidakefisienan penggunaan staf dan
sumber daya menyebabkan dibukanya kembali intermediate care unit. Fox dkk. melaporkan
pembukaan high-dependency unit menurunkan jumlah pasien yang kembali dirawat di ICU,
sekali lagi mendukung saran bahwa tanpa intermediate care unit, pasien ICU dipindahkan
terlalu cepat ke bangsal umum. Beck dkk. menemukan bahwa pasien dengan skor
keparahan tinggi yang dipindahkan ke bangsal umum memiliki risiko kematian di rumah
sakit yang lebih tinggi (1,31; CI; 1,02 – 1,83) dibandingkan dengan pasien yang
dipindahkan dari ICU ke high-dependency unit. Yang terbaru, Eachempati dkk. mencatat
bahwa di ICU bedah mereka, pembukaan step-down unit terkait dengan peningkatan
perawatan kedaruratan dan pada tingkat keparahan pasien keseluruhan yang dirawat di ICU
tanpa peningkatan kematian. Penulis-penulis ini menyimpulkan bahwa peningkatan jumlah
pasien penyakit kritis seiring dengan pembukaan step-down unit memungkinkan pasien
untuk dirawat diunit tersebut dimana sebelumnya pasien akan dipindahkan ke unit lain,
yang berimbas pada peningkatan keparahan penyakit. Ranhoff dan kolega melaporkan
bahwa pembentukan “sub unit perawatan intensif” didalam ICU mereka untuk perawatan
lansia terkait dengan peningkatan outcome pasien dan menyimpulkan bahwa intermediate
care unit dapat mengurangi kepadatan di ICU.

Peningkatan efisiensi penggunaan tempat tidur ICU dikaitkan dengan kehadiran


intermediate care unit sering diajukan sebagai cara untuk menurunkan biaya. Dalam sebuah
studi prospektif, Bertolini dkk. melaporkan bahwa, bagi pasien exacerbation chronic
obstructive pulmonary disease (COPD), total biaya per pasien lebih rendah di intermediate
care unit khusus untuk penyakit respirasi dibandingkan dengan ICU. Unit tersebut juga
memiliki potensi terkait peningkatan kenyamanan pasien dari segi peralatan dan suara
bising yang lebih sedikit, privasi yang lebih besar dan jam berkunjung yang lebih banyak,
meskipun penurunan mendadak rasio perawat-pasien dan berkurangnya peralatan
pemantauan dapat menimbulkan perasaan ketidakamanan diantara pasien dan keluarganya.

4
Intermediate care unit: kekurangan
Terlepas dari argumentasi bahwa intermediate care unit dapat membantu menurunkan
biaya dan meningkatkan penggunaan sumber daya ICU, pembentukan intermediate care
unit untuk membatasi jumlah pasien di ICU dapat terlihat seperti hanya mengalihkan
masalah dan bukan menyelesaikan masalah. Didalam ulasan sistematik literatur awal,
Keenan dkk. menyimpulkan bahwa terdapat kekurangan data untuk menunjukkan
peningkatan pasti dalam hal keefektifan biaya dengan menggunakan intermediate care unit
dibandingkan ICU dan bangsal umum. Baru-baru ini, dalam sebuah studi sebelum-sesudah,
pengenalan intermediate care unit sebenarnya terkait dengan peningkatan biaya rumah sakit
total per pasien. Penulis menyarankan bahwa hal ini kemungkinan disebabkan oleh semakin
parahnya penyakit pasien yang dirawat pada periode setelah pembukaan intermediate care
unit. Akan tetapi, karena intermediate care unit menghabiskan biaya yang lebih rendah dari
total biaya ICU, maka total biaya perawatan intensif kemungkinan kecil berubah setelah
pembukaan intermediate care unit; sebagian besar sumber daya ICU digunakan oleh pasien
dengan penyakit paling kritis, dan mengurangi jumlah pasien dengan penyakit ringan
memiliki dampak relatif kecil pada keseluruhan biaya pengeluaran ICU. Sama halnya,
biaya rumah sakit kemungkinan kecil akan berkurang dan sebenarnya, mungkin sedikit
meningkat karena banyak dari pasien intermediate care unit seharusnya dirawat di bangsal
umum dengan sumber daya yang lebih rendah, terutama dalam jumlah staf, dengan biaya
yang lebih rendah. Selain itu, unit yang lebih besar, yang mengkombinasikan tempat tidur
untuk “intensif” dengan “intermediate”, dapat dikaitkan dengan penurunan biaya jika
dibandingkan dengan unit-unit yang lebih kecil.

Terdapat beberapa alasan lain mengapa intermediate care unit yang terpisah mungkin
bukan solusi terbaik untuk masalah beban berlebih di ICU. Pertama, sebuah unit yang lebih
besar yang merawat pasien perawatan intensif campuran lebih dapat beradaptasi terhadap
perubahan dalam beban kerja dibandingkan unit yang lebih kecil, sehingga memungkinkan
penggunaan sumber daya yang tersedia dengan lebih efisien. Lebih lanjut lagi, tingkat
mortalitas di ICU yang lebih besar dengan volume pasien tahunan yang tinggi dilaporkan
lebih rendah dibandingkan di unit kecil dengan volume pasien tahunan lebih rendah.

5
Kedua, keberadaan intermediate care unit dapat memberikan perasaan keamanan yang
palsu dan memperkuat pemindahan yang lebih cepat dari ICU pada pasien yang tidak
pernah memenuhi persyaratan untuk transfer ke bangsal umum. Dalam audit yang
dilakukan terhadap 4736 pasien selamat yang dipindahkan dari ICU, Campbell dan kolega
melaporkan bahwa memindahkan pasien ke high-dependency unit adalah faktor risiko
independen untuk perawatan ulang dini di ICU, yang menandakan bahwa pasien-pasien ini
telah dipindahkan secara prematur. Yang terpenting adalah, perawatan ulang di ICU
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Ketiga, meskipun lingkungan ICU, dengan
teknologi canggih dan prosedur invasif dapat menyebabkan stres bagi pasien dan
keluarganya, di lingkungan yang sama ini sebenarnya, dapat memberikan keyakinan karena
pasien menerima pemantauan yang konstan dan perhatian serta perawatan dari perawat.
Meninggalkan lingkungan yang aman ini dapat menyebabkan peningkatan kekhawatiran.
Selain itu, transfer ke intermediate care unit memerlukan jeda tambahan dalam melanjutkan
perawatan bagi pasien dan keluarganya, yang harus beradaptasi lagi dengan lingkungan dan
staf baru ketika mereka selanjutnya dipindahkan ke bangsal umum. Keempat, staf perawat
dengan keahlian perawatan intensif dapat merasa bahwa bekerja di intermediate care unit
adalah posisi yang kurang “penting” dibandingkan dengan memiliki posisi di ICU, dan
bekerja di unit campuran dengan populasi pasien yang lebih heterogen dikaitkan dengan
kepuasan kerja yang lebih besar. Salah satu aspek psikologis yang penting untuk semua staf
rumah sakit tentunya dapat melihat pasiennya sembuh, dengan memindahkan pasien ke
intermediate care unit dapat menghilangkan keberlanjutan perawatan yang positif ini.
Pasien intermediate care unit juga berpotensi menganggap diri mereka kurang “darurat”
dibandingkan dengan pasien di ICU dengan risiko bahwa tugas jaga akan diperpendek
untuk memberikan lebih banyak waktu bagi pasien ICU. Alternatifnya, jika intermediate
care unit berada diluar jangkauan petugas perawatan intensif, pasien mungkin kehilangan
kesempatan mendapatkan outcome yang baik karena untuk mencapai hal tersebut
dibutuhkan perawatan penuh waktu (full-time) oleh intensivist. Menggabungkan perawatan
intensif dengan intermediate akan memastikan penanganan pasien tetap optimal.

Vous aimerez peut-être aussi