Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Pembimbing :
i|Page
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus yang berjudul “Abses Femur Sinistra dan Diabetes Melitus Tipe 2 ”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan Laporan Kasus ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Nurmin Baso M, Sp. Rad , selaku direktur RSUD dr. Abdul Rivai Berau.
2. dr. Ridana, Sp. PD selaku pembimbing ilmu penyakit dalam.
3. dr. Erva Anggriana, selaku koordinator pembimbing internsip Kab. Berau Periode
Mei 2017.
4. dr. Widia Narulita dan dr. Datik, selaku pembimbing internsip Kab Berau Periode Mei
2017.
5. Rekan sejawat dokter internsip angkatan 2017 yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
6. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis membuka diri
untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Penulis
i|Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
ii | P a g e
3.1.7. Komplikasi ..................................................................................19
3.1.9. Prognosis....................................................................................20
iii | P a g e
DAFTAR GAMBAR
iv | P a g e
DAFTAR TABEL
v|Page
BAB I
PENDAHULUAN
1|Page
1.2. Tujuan
Penulisan ini ditujukan untuk mengetahui definisi, pathogenesis,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosa dari penyakit
Abses Diabetik.
2|Page
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2. Anamnesa
Keluhan utama :
Bengkak pada paha kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD rujukan dari Puskesmas Batu Putih dengan
bengkak pada paha kiri. Bengkak sudah dirasakan sejak kurang lebih 10
hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien hanya mengeluh
adanya bisul pada lutut kirinya. Lama-kelamaan paha kiri pasien terasa
bengkak dan keras. Pasien sempat dirawat di Puskesmas Batu putih dua
kali. Pertama dirawat pasien merasa sembuh. Selang beberapa hari
bengkaknya semakin parah dan harus dirawat lagi di Puskesmas selama
tiga hari. Karena semakin parah pasien kemudian dirujuk ke RS Abdul
Rivai. Saat di RS pasien sudah mulai merasakan demam dan juga nyeri
sekali sampai pasien kesulitan berjalan.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengalami hal serupa ataupun terkena benturan
pada paha kirinya. Pasien mengaku ada riwayat kencing manis selama 8
3|Page
tahun dan diakui pasien sering kontrol ke dokter. Pasien juga menderita
tekanan darah tinggi.
Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien menderita kencing manis
Riwayat pemberian obat
Metformin, Glibenclamid, Simvastatin, Amlodipin
Makanan dan Psikososial
Pasien makan 3 kali sehari secara teratur. Pasien mengaku jarang mandi
setelah bekerja.
2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS = 4-5-6
Derajat Sakit : 7/10
Tanda vital
Temperatur : 36, 5˚C
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 20x/ menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Antropometri
Berat badan/ tinggi badan : 76 kg/ 170 cm
Kepala Leher
Rambut : warna hitam, tidak kusam, tidak mudah rontok
Bentuk Kepala : bentuk lonjong, simetris
Mata : cowong -/- anemis -/- Ikterus -/-
reflek cahaya +/+ pupil isokor 3mm/ 3mm
Hidung : simetris, deviasi septum (-), pch (-)
Mulut - Tenggorok : Mukosa pucat (-), Gusi berdarah (-), lidah kotor (-),
stomatitis (-),Faring hiperemi (-) Tonsil T1/T1
hiperemi (-) uvula di tengah
Leher :Trakea simetris; tidak ditemukan pembesaran thyroid
dan KGB
4|Page
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Normochest, gerakan dada simetris
Palpasi : Fremitus raba simetris
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : ves/ves rh-/- wh-/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal, Murmur (-) , Gallop (–)
Abdomen
Inspeksi : Flat,
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : soepel, hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Ekstremitas
Akral hangat (+), edema (-)
Status Lokalis Femur Sinistra: edema (+), hiperemis (+), pus tak tampak,
nyeri (+), ROM terbatas
5|Page
2.5. Diagnosis Kerja
Abses Femur Sinistra dan Diabetes Melitus Tipe 2
2.6. Penatalaksanaan
Rawat inap
IVFD NS 12 tpm
Ketorolac 1 amp/IV/12 jam
Cefomax 1 gr/IV/12 jam
Novorapid 3x6 Unit SC
2.7. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
6|Page
1.01, GDS 351
Thorax PA: Cardiomegaly
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM
Tipe 2
25/03/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Novorapid 3x8 Unit SC
Pemeriksaan fisik : - Cefomax 1gr/IV/12 Jam
BP : 130/80 mmHg PR : 82 x/mnt - Ketorolac 1 amp/IV/12 jam
RR : 20 x/mnt T : 36,4o C
K/L : A/I/C/D : -/-/-/-
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn
Ext : AH(+), Ed(-)
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+),
Hiperemis(+), ROM terbatas
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM
Tipe 2
Lab : GDS 253, 2JPP 240
26/03/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x8 Unit SC
BP : 120/70 mmHg PR : 82 x/mnt - Cefoperazone Sulbactam
RR : 20 x/mnt T : 36,4o C 1gr/IV/8 Jam
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- - Ketorolac 1 amp/IV/12 jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn
Ext : AH(+), Ed(-)
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+),
Hiperemis(+), ROM terbatas
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM
Tipe 2
27/03/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
7|Page
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x8 Unit SC
BP : 120/80 mmHg PR : 82 x/mnt - Cefoperazone Sulbactam
RR : 20 x/mnt T : 36,4o C 1gr/IV/8 Jam
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- - Ketorolac 1 amp/IV/12 jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Drip Tramadol 2x1 amp
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn
Ext : AH(+), Ed(-)
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+),
Hiperemis(+), ROM terbatas
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM
Tipe 2
28/03/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (+) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x8 Unit SC
BP : 130/90 mmHg PR : 84 x/mnt - Cefoperazone Sulbactam
RR : 20 x/mnt T : 37,4o C 1gr/IV/8 Jam
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- - Ketorolac 1 amp/IV/12 jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Drip Tramadol 2x1 amp
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn Esomeprazole 40mg/IV/24
Ext : AH(+), Ed(-) Jam
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Co Bedah
Hiperemis(+), ROM terbatas - Cek GDS
Lab: GDS 291 - Cek Albumin
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM
Tipe 2
29/03/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (+) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 120/80 mmHg PR : 82 x/mnt - Ketorolac 1 amp/IV/12 jam
RR : 20 x/mnt T : 38,2o C - Drip Tramadol 2x1 amp
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Esomeprazole 40mg/IV/24
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal Jam
8|Page
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Ext : AH(+), Ed(-) - Paracetamol Flash Infusion /8
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), Jam
Hiperemis(+), ROM terbatas - Cek DL, GDP, 2JPP
Lab : WBC 16.1, Gran% 79.5, Lymph% 9.5, - Albumin 1 flash/24 Jam
PLT 185, Hb 11.1, Hct 32.7, GDS 291, 2JPP - Levemir 0-0-8 Unit
186, GDP 231, Albumin 2.48
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM
Tipe 2
30/03/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (+) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 110/70 mmHg PR : 82 x/mnt - Ketorolac 1 amp/IV/12 jam
RR : 20 x/mnt T : 38,0o C - Drip Tramadol 2x1 amp
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Esomeprazole 40mg/IV/24
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Ext : AH(+), Ed(-) - Paracetamol Flash Infusion /8
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), Jam
Hiperemis(+), ROM terbatas - Levemir 0-0-8 Unit
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM
Tipe 2
31/03/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (+) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 120/80 mmHg PR : 82 x/mnt - Ketorolac 1 amp/IV/12 jam
RR : 20 x/mnt T : 39,5o C - Drip Tramadol 2x1 amp
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Esomeprazole 40mg/IV/24
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Ext : AH(+), Ed(-) Paracetamol Flash Infusion /8
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), Jam
Hiperemis(+), ROM terbatas - Levemir 0-0-8 Unit
9|Page
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM
Tipe 2
01/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 120/80 mmHg PR : 86 x/mnt - Ketorolac 1 amp/IV/12 jam
RR : 20 x/mnt T : 36,8o C - Drip Tramadol 2x1 amp
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Esomeprazole 40mg/IV/24
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Ext : AH(+), Ed(-) Paracetamol Flash Infusion /8
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), Jam
Hiperemis(+), ROM terbatas - Levemir 0-0-8 Unit
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM
Tipe 2
02/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 100/60 mmHg PR : 82 x/mnt - Drip Tramadol 2x1 amp
RR : 20 x/mnt T : 36,8o C Esomeprazole 40mg/IV/24
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn Paracetamol Flash Infusion /8
Ext : AH(+), Ed(-) Jam
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Albumin 1 flash/24 Jam
Hiperemis(+), ROM terbatas - Levemir 0-0-8 Unit
Lab: WBC 13.8, Gran% 73.4, Lymph% - Cek DL, GDS
10.2, PLT 243, Hb10.8, Hct 31.5, GDS 84 - Co Orthopedi
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM - Orthopedi: Debridement dan
Tipe 2 Drainase
- Anestesi: Levemir Tunda
03/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD D5% 10 tpm
10 | P a g e
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 110/70 mmHg PR : 80 x/mnt - Drip Tramadol 2x1 amp
RR : 20 x/mnt T : 37,2o C Esomeprazole 40mg/IV/24
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn Paracetamol Flash Infusion /8
Ext : AH(+), Ed(-) Jam
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Levemir 0-0-8 Unit
Hiperemis(+), ROM terbatas - Cek GDS
Lab: GDP 95 - Orthopedi: GV tiap hari,
Diagnosis : Post Debridement dan Antrain 1 amp/IV/8 Jam
Drainase Abses Femur Sinistra + DM Tipe 2
04/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD D5% 10 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 110/70 mmHg PR : 82 x/mnt - Drip Tramadol 2x1 amp
RR : 20 x/mnt T : 36,5o C - Esomeprazole 40mg/IV/24
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Paracetamol Flash Infusion /8
Ext : AH(+), Ed(-) Jam
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Levemir 0-0-8 Unit
Hiperemis(+), ROM terbatas - Orthopedi: GV tiap hari,
DL: WBC 10.5, Gran% 75, Lymph% 14.9, - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
PLT 328, Hb11.4, Hct 33.0 - Debridement ulang tgl
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM 06/04/18
Tipe 2
05/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri berkurang(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 120/80 mmHg PR : 80 x/mnt - Drip Tramadol 2x1 amp
RR : 20 x/mnt T : 36,2o C - Esomeprazole 40mg/IV/24
11 | P a g e
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Paracetamol Flash Infusion /8
Ext : AH(+), Ed(-) Jam
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Levemir 0-0-8 Unit
Hiperemis(+), ROM terbatas - Orthopedi: GV tiap hari,
Lab: GDP 83 - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
Diagnosis : Post Debridement dan - Analtram 2x1 Tab
Drainase Abses Femur Sinistra + DM Tipe 2 - Anestesi: Transfusi 1 kantong
PRC, Puasa, GDP 83
(Novorapid 1x3 Unit SC), cek
DL post transfusi (11.4),
Levemir stop malam ini
06/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 120/80 mmHg PR : 80 x/mnt - Drip Tramadol 2x1 amp
RR : 20 x/mnt T : 36,0o C - Esomeprazole 40mg/IV/24
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Paracetamol Flash Infusion /8
Ext : AH(+), Ed(-) Jam
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Levemir 0-0-8 Unit
Hiperemis(+), ROM terbatas - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
Lab: GDP 83 - Analtram 2x1 Tab
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM - Orthopedi: GV tiap hari,
Tipe 2 Ceforim 1 gr/IV/12 Jam,
Rencana Debridement ulang
tgl 09/04/18
07/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 110/80 mmHg PR : 78 x/mnt - Drip Tramadol 2x1 amp
12 | P a g e
RR : 20 x/mnt T : 36,2o C - Esomeprazole 40mg/IV/24
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Paracetamol Flash Infusion /8
Ext : AH(+), Ed(-) Jam
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Levemir 0-0-8 Unit
Hiperemis(+), ROM terbatas - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
DL: GDP 95 - Analtram 2x1 Tab
Diagnosis : Post Debridement dan - Orthopedi: GV tiap hari,
Drainase Abses Femur Sinistra + DM Tipe 2 Ceforim 1 gr/IV/12 Jam
08/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 130/90 mmHg PR : 80 x/mnt - Drip Tramadol 2x1 amp
RR : 20 x/mnt T : 36,5o C - Esomeprazole 40mg/IV/24
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Paracetamol Flash Infusion /8
Ext : AH(+), Ed(-) Jam
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Levemir 0-0-8 Unit
Hiperemis(+), ROM terbatas - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
Lab: GDS 92 - Analtram 2x1 Tab
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM - Orthopedi: GV tiap hari,
Tipe 2 Ceforim 1 gr/IV/12 Jam
- Anestesi: Levemir stop malam
ini, GDP 99(Novorapid 1x3
Unit SC), Puasa
09/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri(+) Nyeri paha - IVFD NS 12 tpm
kiri(+) Mual (-) Demam (-) - Diet Bubur 1500 Kal
Pemeriksaan fisik : - Novorapid 3x10 Unit SC
BP : 120/80 mmHg PR : 78 x/mnt - Drip Tramadol 2x1 amp
RR : 20 x/mnt T : 36,5o C - Esomeprazole 40mg/IV/24
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- Jam
13 | P a g e
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn - Paracetamol Flash Infusion /8
Ext : AH(+), Ed(-) Jam
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Levemir 0-0-8 Unit
Hiperemis(+), ROM terbatas - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
Lab: GDP 99 - Analtram 2x1 Tab
Diagnosis : Post Debridement dan - Orthopedi: GV tiap hari,
Drainase Abses Femur Sinistra + DM Tipe 2 Ceforim 1 gr/IV/12 Jam, cek
Albumin, Besok Fisioterapi
10/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri berkurang(+) - IVFD NS 12 tpm
Nyeri paha kiri berkurang(+) Mual (-) Demam - Diet Bubur 1500 Kal
(-) - Novorapid 3x10 Unit SC
Pemeriksaan fisik : - Drip Tramadol 2x1 amp
BP : 120/80 mmHg PR : 82 x/mnt - Esomeprazole 40mg/IV/24
RR : 20 x/mnt T : 36,8o C Jam
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Paracetamol Flash Infusion /8
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn Jam
Ext : AH(+), Ed(-) - Levemir 0-0-8 Unit
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
Hiperemis(+), ROM terbatas - Analtram 2x1 Tab
Lab: GDS 179, Alb 2.33 - Orthopedi: GV tiap hari,
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM Ceforim 1 gr/IV/12 Jam, cek
Tipe 2 Albumin, Fisioterapi
- Drip Albumin 10% 1 flash
11/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri berkurang(+) - IVFD NS 12 tpm
Nyeri paha kiri berkurang(+) Mual (-) Demam - Diet Bubur 1500 Kal
(-) - Novorapid 3x10 Unit SC
Pemeriksaan fisik : - Drip Tramadol 2x1 amp
BP : 110/70 mmHg PR : 80 x/mnt - Esomeprazole 40mg/IV/24
RR : 20 x/mnt T : 36,2o C Jam
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Paracetamol Flash Infusion /8
14 | P a g e
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn Jam
Ext : AH(+), Ed(-) - Levemir 0-0-8 Unit
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
Hiperemis(+), ROM terbatas - Analtram 2x1 Tab
Diagnosis : Post Debridement dan - Orthopedi: GV tiap hari,
Drainase Abses Femur Sinistra + DM Tipe 2 Ceforim 1 gr/IV/12 Jam, cek
Albumin, Fisioterapi, Aff Drain
12/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri berkurang(+) - IVFD NS 12 tpm
Nyeri paha kiri berkurang(+) Mual (-) Demam - Diet Bubur 1500 Kal
(-) - Novorapid 3x10 Unit SC
Pemeriksaan fisik : - Drip Tramadol 2x1 amp
BP : 110/70 mmHg PR : 82 x/mnt - Esomeprazole 40mg/IV/24
RR : 20 x/mnt T : 36,5o C Jam
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Paracetamol Flash Infusion /8
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn Jam
Ext : AH(+), Ed(-) - Levemir 0-0-8 Unit
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
Hiperemis(+), ROM terbatas - Analtram 2x1 Tab
Diagnosis : Abses Femur Sinistra + DM - Orthopedi: GV tiap hari,
Tipe 2 Ceforim 1 gr/IV/12 Jam, cek
Albumin, Fisioterapi
13/04/18 Ku : Tampak sakit sedang - Bed rest
Keluhan : Bengkak paha kiri berkurang(+) - IVFD NS 12 tpm
Nyeri paha kiri berkurang(+) Mual (-) Demam - Diet Bubur 1500 Kal
(-) - Novorapid 3x10 Unit SC
Pemeriksaan fisik : - Drip Tramadol 2x1 amp
BP : 110/70 mmHg PR : 80 x/mnt - Esomeprazole 40mg/IV/24
RR : 20 x/mnt T : 36,2o C Jam
K/L : A/I/C/D : -/-/-/- - Ceftriaxone 1 gr/IV/8 Jam
Th : ves/ves rh-/- wh-/- S1S2 tunggal - Paracetamol Flash Infusion /8
Abd : Soepel, BU(+)N, NT(-), H/L dbn Jam
Ext : AH(+), Ed(-) - Levemir 0-0-8 Unit
St. Lokal: Edema (+), Nyeri (+), - Antrain 1 amp/IV/8 Jam
15 | P a g e
Hiperemis(+), ROM terbatas - Analtram 2x1 Tab
Diagnosis : Post Debridement dan - Orthopedi: GV tiap hari,
Drainase Abses Femur Sinistra + DM Tipe 2 Ceforim 1 gr/IV/12 Jam, cek
Albumin, Fisioterapi, Aff infus,
BPL
16 | P a g e
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Malaria
3.1.1. Definisi
Malaria adalah suatu penyakit penyakit yang disebabkan oleh infeksi
protozoa yang ditularkan oleh nyamuk anopheles. Malaria merupakan suatu
penyakit berbahaya yang umum ditemukan di daerah tropis dan subtropis (WHO,
2017 ; White, 2015)
3.1.2. Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit yang banyak ditemui di daerah tropis dan
subtropis. Menurut WHO, pada tahun 2016 ada 91 negara yang melaporkan
kejadian malaria dengan jumlah total 215.000.000 kasus. Diantaranya ada
sekitar 440.000 penderita malaria yang meninggal dunia. Sekitar 90% kasus
malaria ini terjadi di daerah Afrika, 7% kasus terjadi di daerah Asia Tenggara,
dan sekitar 2% kasus terjadi di daerah Mediterania (WHO,2017).
17 | P a g e
Pada tahun 2016 di Indonesi diperkirakan ada sekitar 1.281.000 kasus
malaria dengan sekitar 2.200 pasien diantaranya meninggal dunia (WHO, 2017)
18 | P a g e
darah. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjasi tropozoit
hati. Kemudian tropozoit ini akan berkembang menjadi skizon hati yang terdiri
dari 10.000-30.000 merozoit hati. Siklus ini di disebut siklus ekso-eritrositer yang
berlangsung selama sekitar 2 minggu. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagaian
tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon hati , tetapi ada yang
menjadi bentuk dorman uniselular yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal
di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada saat
imunitas tubuh menurun, hipnozoit dapat menjadi aktif dan menimbulkan
kekambuhan (Depkes, 2008;Soulard, 2015).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
19 | P a g e
parasit ini akan berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon. Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang
terinfeksi akan pecah dan mengeluarkan merozoit. Merozoit yang keluar akan
menginfeksi eritrosit yang lain. Setelah 2-3 kali siklus skizogoni, sebagian
merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk gameosit jantan
dan betina yang nantinya akan menginfeksi nyamuk anopheles (Depkes, 2008;
Soulard, 2015).
20 | P a g e
Gambar 3.4 : Pola demam malaria
(Sumber : http://www.tulane.edu/~wiser/protozoology/notes/images/paroxysm.gif)
Terlambatnya terapi pada malaria falciparum dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan organ vital. Hal ini biasa terjadi jika >2% sel darah merah
terinfeksi malaria. Hal ini akan meningkatkan resiko kematian . keadaan ini
disbut dengan malaria berat (White, 2015).
21 | P a g e
Gambar 3.5 : Gejala malaria berat (White, 2015)
3.1.5. Diagnosis
Diagnosa dari malaria bergantung pada penampakan bentuk aseksual
dari parasit sewaktu pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah tepi ini harus
dilakukan dengan teknik hapusan tipis dan tebal.
22 | P a g e
Gambar 3.6 : Hapusan tipis dan tebal
23 | P a g e
Tes molekuler dengan polymerase chain reaction(PCR) memiliki tingkat
sensitivitas yang lebih tinggi dibandingan dengan tes hapusan darah tepi dan tes
cepat dalam mendeteksi parasit dan menentukan spesies parasit. Namun begitu,
tes ini kurang praktis untuk digunakan di lapangan , sehingga tes ini hanya
digunakan untuk penelitian di daerah endemis. Tes serologis dengan
menggunakan indirect fluorescent antibody dan enzyme-linked immunosorbent
assays (ELISA) sapat berguna dalam menilai intensitas transmisi dalam
penelitian epidemiologi (White, 2015).
Anemia normokromik-normositik biasa ditemukan pada penderita malaria.
Nilai leukosit biasa normal, tapi dapat mengalami peningkatan pada infeksi berat.
Dapat ditemukan monositosis limfopenia, dan eosinopenia ringan, dengan
limfositosis reaktif dan eosinofilia beberapa minggu setelah serangan akut. Dapat
terjadi peningkatan dari laju endap darah, kekentalan plasma, C-reactive protein
dan protein fase akut lainnya. Platelet biasa mengalami penurunan. Pada infeksi
berat dapat terjadi pemanjangan dari protrombin time dan partial tromboplastin
time. Pada malaria tanpa komplikasi, nilai elektrolit, BUN , dan kreatinin dalam
batas normal. Pada malaria berat dapat terjadi asidosis, penurunan kadar
glukosa, sodium, bikarnonat, kalsium, fosfat, dan albumin disertai peningkatan
laktat, BUN, kreatinin, bilirubin, dan enzim otot dan hati (White, 2015).
3.1.6. Manajemen
Ketika seorang pasien dengan demam dengan riwayat dari atau berada di
wilayah yang endemis dengan malaria, harus segera dilakukan hapusan darah
tepi tebal dan tipis ataupun tes cepat malaria untuk menetapkan diagnosa dan
menentukan jenis parasit yang menginfeksi. Tes darah ini harus diulang setiap
12-24 jam jika tes pertama memberikan hasil negatif dan kita kita mencurigai
pasien mengalami malaria. Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan
pemberikan Arthemisin combination therapy (ACT). Pemberian ini meningkatkan
efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi akan diobati
dengan pemberian ACT secaa oral. Pada pasien dengan malaria berat atau tidak
24 | P a g e
bias mengonsumsi obat secara oral akan diberiakan injeksi artesunat atau
artemeter yang kemudian akan dilanjutkan dengan ACT oral. Disamping itu
pasien akan diberikan primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal (White,
2015; Depkes, 2017).
a. Malaria falciparum tanpa komplikasi
Pengobatan malaria falciparum menggunakan kombinasi ACT dengan
primakuin. ACT diberikan selama 3 hari sedangkan primakuin diberikan
pada hari pertama saja. Dosis primakuin yang diberikan adalah 0,25
mg/kgBB. Jika setelah pengobatan lini pertama jumlah parasit tidak
berkurang atau timbul kembali, maka dapat diberikan terapi lini kedua.
Pada lini kedua diberikan kina. Primakuin dan doksisiklin/tetrasiklin. Kina
akan diberikan 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB/kali selama 7 kali.
doksisiklin diberikan 2 kali sehari selama 7 hari dengan dosis 4
mg/kgBB/hari. Tetrasiklin diberikan 4 kali sehari selama 7 hari dengan
dosis 4-5 mg/kgBB/kali (Depkes, 2017)
25 | P a g e
maka akan diberikan terapi lini kedua. Pada lini kedua akan diberikan
kombinasi kina dengan primakuin. Kina diberikan 3 kali sehari selama 7
hari dengan dosis 10 mg/kgBB/kali. (Depkes, 2017)
26 | P a g e
Tabel 3.4 : Terapi infeksi campur P.falciparum + P.vivax/P.ovale
e. Malaria berat
Pada malaria berat, obat pilihan adalah artesunat secara intramuskular
atau intravena. Dosis yang diberikan secara intravena maupun
intramuskular sama yaitu 2,4 mg/kgBB/kali. pemberian intramuskular
biasa dilakukan di puskesmas sebelum pasien dirujuk ke rumah sakit.
Artesunat intravena diberikan tiga kali pada hari pertama selanjutnya akan
diberikan sehari sekali hinggal pasien dapat mengonsumsi ACT oral.
Pada pasien dengan kejang, dapat diberikan benzodiazepine secara IV
atau per-rektal. Propilaksis benzodiazepine hanya diberikan jika alat bantu
nafas tersedia karena dapat menyebabkan henti nafas. Pada pasien yang
tidak sadar, gula darah harus diperiksa setiap 4-6 jam. Pada pasien
dengan hipoglikemia, harus segera diberikan bolus glukosa. Pemeriksaan
jumlah parasit dan hematokrit harus diperiksa setiap 6-12 jam. Jika
hematokrit <20%, pasien dapat diberiakn tranfusi whole bloot atau packed
red cell secara perlahan dengan memperhatikan keadaan kondisi sirkulasi
pasien (White, 2015).
3.1.7. Komplikasi
Gagal ginjal akut
Edema paru akut
Hipoglikemia
Malaria selebral
septisemia
27 | P a g e
3.1.8. Preventif
a. Perlindungan pribadi dari nyamuk, dengan cara menghindari kontak
nyamuk saat feeding time dari nyamuk pada sore hingga petang,
menggunakan obat anti-nyamuk (10-35% DEET atau 7% picaridin),
menggunakan baju tertutup, dan juga menggunakan kelambu di tempat
tidur
b. Kemopropilaksis, diberikan 2-14 hari sebelum berangkat ke daerah
endemis hingga 4 minggu setelah kembali dari daerah endemis.
Atovaquone-proguanil , dengan dosis 250/100 mg diberikan sehari
sekali
Melfloquine, dengan dosis 250 mg diberikan seminggu sekali
Doksisiklin, dengan dosis 100 mg diberiakan sehari sekali (White,
2015).
3.1.9. Prognosis
Prognosis dari malaria bergantung pada kecepatan dan ketepatan
diagnosis dan pengobatan. Pada diagnosis yang cepat dan terapi yang tepat,
malaria memiliki prognosis yang baik. Tetapi pada malaria berat yang tidak
diterapi maka akan memiliki angka mortalitas yang tinggi yaitu, 15% pada anak-
anak, 20% pada orang dewasa, dan 50% pada wanita hamil (Depkes, 2008).
28 | P a g e
khusus tidak membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob, dan memiliki ukuran
2-3 µm x 0,4-0,6 µm. Salmonella memiliki beberapa antigen khusus yaitu antigen
O yang pada dinding, antigen H pada flagella, dan antigen Vi pada kapsul.
Antigen dari salmonella ini akan sangat membantu dalam pemeriksaan
laboratorium untuk mendiagnosa demam tipoid (Pegues, 2015; Levinson, 2010).
29 | P a g e
Gambar 3.8: Persebaran demam tipoid (Pegues, 2015)
3.2.4. Pathogenesis
Infeksi dari salmonella bermula dari mengonsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Begitu S.typhi mencapai usus halus, mereka
akan menembus lapisan mucus dari usus dan kemudian akan menuju ke sel
fagosit yang ada di peyer’s patches. Bakteri ini kemudian akan merangsang sel
untuk mengelilingi bakteri dalam vesikel besar di dalam sel. Setelah bakteri
melewati lapisan epitel dari usus, bakteri akan difagosit oleh sel makrofag.
Lingkungan yang ada di dalam makrodag akan merangsang perubahan pada
sistem regulasi bakteri sehingga bakteri dapat bertahan dari aktivitas pembunuh
mikroba dari makrofag. Setelah difagosit oleh makrofag, S.typhi akan menyebar
ke seluruh tubuh melalui sistem limpatik dan jaringan reticuloendothelial (hati,
limpa, nodus limpa, dan sum-sum tulang). Di dalam sistem ini, bakteri akan
menetap dan terus bereplikasi hingga mencapai jumlah tertentu dimana bakteri
akan merangsang makrofag untuk mengalami apoptosis, sehingga bakteri dapat
keluar dan menginfeksi seluruh tubuh (pegues, 2015; Brusch, 2017)
Bakteri kemudian akan menginfeksi empedu secara bakteremia ataupun
dengan infeksi langsung. Hal ini akan menyebabkan bakteri kembali masuk ke
sistem pencernaan dan menginfeksi peyer’s patches kembali. Bakteri yang tidak
menginfeksi ulang host akan keluar melalui feses dan dapat menginfeksi host
yang lain (Brusch, 2017)
30 | P a g e
Gambar 3.9 : pathogenesis demam tipoid
(Sumber : https://image.slidesharecdn.com/entericfever-140302043253-phpapp01/95/enteric-fever-24-
638.jpg?cb=1393734880 )
3.2.5. Manifestasi Klinis
Demam tipoid memiliki masa inkubasi yang umumnya berlangsung rata-
rata selama 10-14 hari. Gejala yang paling umum dari demam tipoid adalah
demam berkepanjangan dengan suhu 38,8 o-40,5o C. demam pada demam tipoid
memiliki pola stepladder. Demam pada demam tipoid jika tidak diobati dapat
bertahan hingga 4 minggu. Selain demam pasien uga dapat megalami sakit
kepala (80%) menggigil (35-45%), batuk (30%), mialgia (20%), malaise (10%),
dan atralgia (2-4%). Gejala saluran cerna seperti anorexia (55%), nyeri abdomen
(30-40%), nausea (18-24%), muntah (18%), dan diare (22-28%). Pada beberapa
pasien juga dapat mengalami konstipasi (13-16%). Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan typoid tongue (51-56%), splenomegali (5-6%), dan nyeri tekan
abdomen (4-5%). Pada akhir minggu pertama dapat muncul kemerahan pada
kulit yang disebut rose-spot (30%) yang akan menghilang dalam 2-5 hari
(Pegues, 2015; Dockrell, 2014) .
31 | P a g e
3.2.6. Diagnosis
Karena gejala dari demam tipoid tidak spesifik, demam tipoid ini harus
dicurigai pada orang yang demam di daerah endemis atau baru bepergian dari
Negara berkembang. Pada pemeriksaan darah rutin, dapat ditemukan
leucopenia dan neutropenia pada 15-25% kasus. Leukositosis dapat ditemukan
pada pasien anak pada minggu pertama atau pada kasus dimana terjadi
komlikasi perforasi dari usus. Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat didapat
antara lain berupa peningkatan tes fungsi hati dan enzim otot (pegues, 2015).
Diagnosa pasti demam tipoid adalah dengan mengisolasi S.typhi dari
kultur darah, sumsum tulang, rose spot, feses, atau sekresi usus. Kultur darah
memiliki sensitivitas 40-80%. Kultur darah ini dapat menggunakan media
empedu sapi dimana hanya S.typhi dan S.paratyphi dapat tumbuh. Jika ada
kecurigaan adanya pathogen lain maka dapat dengan menggunakan media
kultur darah. Kultur sum-sum tulang memiliki sensitivitas 55-90% sehingga
menjadi baku emas dalam diagnosa demam tipoid Kultur feses pada minggu
pertama akan memberikan hasil yang negatif pada 60-70% kasus, tetapi dapat
menajdi positif pada hari 7-10 demam. Pemeriksaan kultur feses ini juga dapat
digunakan untuk memonitor karier S.typhi (Pegues, 2015;Wain, 2008).
Tes widal merupakan tes yang digunakan untuk mendeteksi antibodi
serum terhadap antigen O,H, dan Vi dari S.typhi. seseorang dikatakan positif
demam tipoid jika mengalami kenaikan pada titer atau dengan memiliki hasil titer
yang tinggi. Negatif palsu dapat terjadi jika specimen diambil terlalu awal, oleh
karena itu hasil tes widal tidak dapat menyingkirkan diagnosa demam tipoid.
Karena tingkat sensitivitas dan spesifitas yang rendah ini menyebabkan tes widal
banyak ditinggalkan (Wain, 2008).
Tes hemaaglutinasi merupakan tes alternatif untuk mendeteksi S.typhi.
tes ini memiliki sensitivitas 60% dan specifisitas 98,2% sehingga dapat
digunakan sebagai alternatif dari tes widal di daerah endemis. Pemeriksaan
serologi lain seperti tes ELISA untuk mendeteksi IgG dan IgM dapat digunakan
untuk mendeteksi S.typhii, tetapi memiliki angka prediksi yang lebih rendah
dibandingkan kultur (Wain, 2008; Brusch, 2017).
32 | P a g e
3.2.7. Manajemen
Pada pasien dengan demam tipoid tanpa komplikasi dapat dirawat jalan
dengan diberikan antibiotik dan antipiretik. Pasien dengan muntah persisten,
diare, dan/atau nyeri perut sebaiknya dirawat di rumah sakit. Ada bebeapa hal
yang harus diperhartikan antara lain :
1. Diet
Pada pasien demam tipoid harus diperhatikan kondisi cairan dan elektrolit
dari pasien tersebut. Pasien sebaiknya diberikan nutrisi secara oral yang
lunak sehingga mempermudah pencernaan (Brusch, 2017).
2. Aktivitas
Pasien disarankan untuk tetap tinggal di rumah hingga pasien sembuh.
Istirahat dapat membantu proses penyembuhan pasien. Tidak ada limitasi
terhadap terhadap mobilitas pasien selama hal ini masih bisa ditoleransi
(Brusch, 2017).
3. Terapi farmakologi
Pemberian terapi antibiotic yang cepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi dari demam tipoid. Antibiotic yang dipilih bergantung pada
sensitivitas dari S.typhi di daerah endemis. Pada strain yang sensitif,
flouroquinolon merupakan obat yang paling efektif dengan tingkat
kesembuhan 98%. Tetapi karena penggunaan flouroquinolon yang terlalu
luas, banyak starin yang tidak sensitif lagi. Pada strain yang tidak sensitif
ini dapat diberikan ceftriaxone, azithromycin dan ciprofloxaxin dosis tinggi
(pegues, 2015).
Penggunaan ceftriaxone, cefotaxime, dan cefixime efektif terhadap strain
yang resisten terhadap flouroquinolon dan ciprofloxaxin. Penggunaan
antibiotik in dapat menghilangkan demam dalam waktu sekitar 1 minggu.
Antibiotik harus tetap diberikan hingga 10 hari atau 5 hari sejak hilangnya
demam (pegues, 2015).
Pada demam tipoid berat, kotrikosteroid dapat diberikan. Pemberian
kortikostroid ini dapat menurunkan angka mortilitas dari demam tipoid
(pegues, 2015).
33 | P a g e
Tabel 3.5 : terapi antibiotik demam tipoid (pegues, 2015)
3.2.8. Komplikasi
Perforasi usus
Pendarahan usus
Meningitis
Kolesistitis
Miokarditis
Nefritis
Karier persisten (Dockrell, 2014)
34 | P a g e
3.2.9. Preventif
Air bersih
Demam tipoid merupakan penyakit yang menyebar lewat air dan makanan,
oleh karena itu kebersihan air merupakan salah satu hal yang penting
dalam mencegah penyebaran demam tipoid.
Makanan bersih
Makanan merupakan salah satu media penyebaran demam tipoid. Oleh
karena itu kebersihan tangan sebelum mempersiapkan makanan dan
sebelum makan harus dijaga. Dan juga penting untuk memasak makanan
hingga masak secara sempurna.
Sanitasi
Sanitasi yang baik memberikan kontribusi dalam menurunkan resiko
transmisi semua pathogen yang dapat menyebabkan diare dimana S.typhi
termasuk didalamnya.
Edukasi kesehatan
Edukasi kesehatan penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap semua langkah pencegahan penyakit.
Vaksinasi
Ada 2 macam vaksin yang dapat diberikan yaitu :
Ty21a, vaksin ini berisi S.typhi yang dilemakan. Vaksin ini diberikan
secara oral pada hari ke 1,3,5, dan 7. Booster diberikan setiap 5
tahun. Vaksin ini dapat diberikan sejak umur 6 tahun.
Vi CPS, vaksin ini berisi Vi polisakarida dari kapsul S.typhi. vaksin
ini diberikan secara parenteral sebanyak 1 kali dan diberikan
booster setiap 2 tahun. Vaksin ini dapat diberikan sejak usia 3
tahun (pegues, 2015).
35 | P a g e
BAB IV
ANALISA KASUS
Teori Kasus
Anamneis
Malaria Falciparum
Gejala klasik : demam, menggigil, dan Demam sejak 2 hari yang lalu disertai
kaku menggigil
Demam tidak memiliki pola khusus Demam setiap hari
Demam yang disertai sakit kepala, Demam disertai sakit kepala, dan nyeri
lemas, sakit perut, dan nyeri otot otot
Riwayat bepergian ke daerah endemis Riwayat bepergian ke Jayapura sekitar
1 bulan yang lalu
Demam Tipoid
Demam dengan suhu 38,8o-40o C Demam 39,3o C
Gejala pendukung : sakit kepala, Sakit kepala, menggigil, nyeri otot,
menggigil, batuk, mialgia, malaise, mual, muntah
atralgia, anoreksia, nyeri abdomen,
mual, muntah, diare/konstipasi
Pemeriksaan Fisik
Malaria Falciparum
36 | P a g e
Demam Demam
Anemia ringan
Pembesaran limpa
Pembesaran hati ringan
Jaundice ringan
Demam Tipoid
Demam dengan suhu 38,8o-40o C
Tipoid tongue
Splenomegali
Nyeri tekan abdomen
Rose spot
Pemeriksaan Penunjang
Malaria Falciparum
Hapusan Tebal-tipis Hb : 10,9 g/dl ↓
Rapid test Leukosit : 6.900 cell/cmm ↓
PCR Trombosit : 63.000 cell/cmm ↓
ELISA DDR : +F Ring, schizo, parasitemia
DL : Anemia normokromik-normositik, 2.560
leukosit ↓, Trombosit ↓ Widal : Typhi O 1/160 ; Typhi H 1/160
LED ↑
CRP ↑
Elektrolit dbn
Fungsi renal : BUN, cr dbn
Demam Tipoid
Kultur darah, feses, CSF
Tes widal
Tes hemaaglutinasi
ELISA
DL : leucopenia
37 | P a g e
Penatalaksanaan
Malaria Falciparum Terapi rawat inap
OAM 1x3 tab selama 3 hari IVFD RL 20 tpm
Primakuin 3 tab SD OAM 3 tab/hari selama 3 hari
Terapi simtomatis Pimakuin 3 tab SD
Demam Tipoid Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Manajemen diet Antrain 1 amp/8 jam/iv
Manajemen aktivitas Omeprazole 1 vial/12 jam/iv
Farmakologi Neurosanbe 1 amp/24 jam/drip
Flouroquinolon Terapi rawat jalan
Ceftriaxone Levofloxaxin 1x500 mg
Azitromycin Lansoprazole 2x1 tab
Ciprofloxaxin Sanmol 3x500 mg
Neurodex 2x1 tab
38 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Dockrell, D.H, et.al, 2014, Infectious Disease, in Wlker, Brian R et.al, Davidson’s
Princeple & Practice of Medicine, Elsevier, pp 339-40
Levinson, Warren, 2010, Review of Medical Microbiology & Immunology 11th ed.,
McGraw-Hill, New York.
Soulard, Valerie, lorthiois, Audrey, dkk, 2015, Plasmodium ovale liver stages in
humanized mice, Diunduh : 6 Januari 2017,
https://www.nature.com/articles/ncomms8690?origin=ppub
Wain, John, et.al, 2008, The Laboratory Diagnosis of Enteric Fever, viewed 17 Januari
2017,
39 | P a g e
https://www.researchgate.net/publication/26803777_The_laboratory_diagnosis_o
f_enteric_fever
World Health Organization (WHO), 2015, Global Technical Strategy for Malaria 2016-
2030, WHO Press, Geneva.
World Health Organization (WHO), 2017, International Travel and Health Chapter 7 :
Malaria, Diunduh : 2 Januari 2018, http://www.who.int/ith/2017-ith-
chapter7.pdf?ua=1.
World Health Organization (WHO), 2017, World Malaria Report 2017, WHO Press,
Geneva.
40 | P a g e