Vous êtes sur la page 1sur 9

AZAS-AZAS TEORI KURIKULUM

1. PENGERTIAN KURIKULUM

Secara umum kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan disekolah.
Pengertian kurikulum yang dianggap tradisional ini masih banyak dianut sampai sekarang.
Ditinjau dari asal katanya kurikulum berasal dari bahasa yunani yang mula – mula digunakan
dalam bidang olah raga, yaitu kata “currere” , yang berarti “jarak tempuh lari” . dalam
kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang harus di tempuh mulai dari start dampai denga finis.
Jarak dari start sampai dengan finis ini disebut “currere”

Hingga dewasa ini definisi twntang kurikulum yang dikemukakan oleh para pakar banyak
sekali, dan antara satu dengan defenisi lain tidak sama. Tak ada kata sepakat yang disetujui
sesame oleh para ahli tentang pengertian kurikulum.kurikulum diartikan sebagai sejumlah
mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang ditempuh atau dikuasai untuk mencapi suatu
tinggak tertentu atau ijazah. Disamping itu, kurikulum juga diartikan sebagai satu srencana
yang sengaja dirancang untuk mencapi sejumlah tujuan pendidikan.
David Pratt dalam bunya Curiculum , Design and Development mendevenisikan
kurikulum secara sederhana, yaitu sebagai seperangkat organisasi pendidikan formal atau
pusat – pusat pelatihan. Selanjutnya ia membuat impliksi secara lebih eksplisit tentang
defenisi yag dikemukakannya menja beberapa definisi iyaitu :
a. Kurikulum adalah suatu rencana atau intentions. Tidak han ya berupa perencanaan saja.
Tetati pada umumnya diwujudkan dalam bentuk tulisan.
b. Kurikulum bukanlah kegiatan, melainkan rancangan atau rancangan kegiatan.
c. Kurikulum berisi berbagai macam hal seperti masalah yang harus dikembangkan dalam
diri siswa, evaluasi untuk menfsirkan hasil belajar, bahan dan peralatan yang digunakan,
kualitas guru yang dituntut, dan sebagainya.

2. AZAS-AZAS KURIKULUM

Pengembangan kurikulum pada hakekatnya sangat kompleks karena banyak faktor yang
terlibat didalamnya. Tiap kurikulum di dasarkan atas azas-azas tertentu,yaitu :

a. Azas filosofis, yang pada hakekatnya menentukan tujuan umum pendidikan.


b. Azas sosiologis, yang memberikan dasar untuk menentukan hal-hal yang akan dipelajari
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu teknologi.
c. Asaz organisatoris, yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimanapelajaran itu
disusun, bagaimana luas dan urutanya.
d. Azas psikologis, yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam
berbagai aspek serta cara belajar agar bahan yang disediakan dapat dicerna dan dikuasai
oleh anak sesuai dengan taraf pengembangannya.

azas- azas tersebut cukup kompleks dan mengandung hal-hal yang saling bertentangan,
sehingga harus diadakan pilihan. setiap pilihan akan menghasailkan kurikulum yang berbeda-
beda walaupun hanya mengenai salah satu azas.

selain azas-azas itu, tiap kurikulum mempunyai sejumlah komponen yang saling berkaitan
erat dan karena itu dapat dikatakan mempunyai suatu struktur. komponen-komponen kurikulum
yaitu :

1. tujuan
2. bahan pelajaran
3. proses belajar mengajar
4. penilaian

kesalingterkaitan komponen-komponen itu dapat kita gambarkan dalam bagan sebagai


berikut :

Tujuan

Penilaian Bahan Pelajaran

Proses Belajar Mengajar


3. TEORI KURIKULUM

Orang mengatakan bahwa teori kurikulum merupakan hal yang unik. Bagaimanapun
keberadaan teori kurikulum dalam pendidikan adalah perlu, sebab teori kurikulum merupakan
rujukan dalam penyusunan, pengembangan, pembinaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.
Disamping itu teori kurikulum juga memuat pertimbangan-pertimbangan multistruktual,
pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum maupun sistem persekolahan.

Teori kurikulum

1. Konsep
Schwab (1969) dengan the unstable but usable arts of the practitioner. Bahwa teori
kurikulum pada dasarnya bukanlah hal yang stabil keberadaannya, namun selalu
berkembang mengikuti arus dua arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Teori kurikulum yang digunakan dalam pengambilan keputusan praktek (pelaksanaan)
sistem kurikulum dan sistem pendidikan memerlukan sifat eklektif, yang berarti bahwa
dalam mengambil keputusan praktis kurikulum maupun pendidikan harus didasarkan
pada penggabungan beberapa teori kurikulum dari berbagai aliran, (misalnya,
humanisme, subjek akademik, rekonstruksi sosial, teknologi dan sebagainya).
Beauchamp (1975) menggambar teori kurikulum dalam perspektif seperti : teori-teori
tentang kemanusian, teori-teori tentang ilmu sosial, teori-teori tentang ilmu Alam, teori
Arsitektur, teori rekayasa, teori pendidikan, teori hokum, teori kedokteran, teori
administrasi, teori konseling, teori kurikulum, teori instruksional, teori evaluasi, teori
desain, dan teori rekayasa.
Secara garis besar ilmu pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar
(kelompok ilmu murni), yaitu : teori-teori tentang kemanusian, teori-teori tentang ilmu
sosial, dan teori-teori tentang ilmu alam. Dari ketiga kelompok ilmu murni tersebut akan
berkembang teori-teori terapan (applied theory) yang melalui teori arsitektur, teori
rekayasa, teori pendidikan, teori hukum, dan teori kedokteran.
Teori kurikulum dapat juga disebut sebagai litmus test (sesuatu yang memberikan
petunjuk dalam pengoperasian kurikulum sesuai dengan batas bidang garapannya).
Pada dasarnya teori kurikulum menuntut pandangan ilmu yang luas, tidak hanya terbatas
pada ilmu pendidikan. Teori kurikulum dan kurikulum itu sendiri sebenarnya tidak hanya
berkenaan dengan kelompok tertentu saja (guru), tetapi juga dengan pihak-pihak selain
guru, misalnya orang tua peserta didik, pemakai lulusan pendidikan, masyrakat terpelajar,
dan sebagainya.
Menurut Glathorn (1987), bahwa :
“A curriculum theory is asset of related educational concepts that afford a systematic
and illuminating perspective of curriculum phenomena”
Beauchamp (1975) mengemukakan bahwa teori kurikulum lebih dikenakan pada
hubungan antara unsur-unsur dari sekolah sehingga dapat digunakan sebagai pengarahan,
pengembangan, penggunaan, dan evaluasinya. Beauchamp merumuskan bahwa :
“A curriculum theory is aset of related one that gives meaning to a school’s curriculum
by pointing up the relationship among its elements and by directing its development, its
use, and its ecaluation.”
2. Fungsi teori kurikulum
Fungsi teori kurikulum meliputi :
a. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan memberikan alternatif secara
rinci dalam perencanaan kurikulum.
b. Sebagai landasan sistematis dalam pengambilan keputusan, memilih, menyusun dan
membuat urutan isi kurikulum.
c. Sebagai pedoman atau dasar bagi evaluasi formatif bagi kurikulum yang sedang
berjalan.
d. Membantu orang (yang berkepentingan dengan kurikulum) untuk mengidentifikasi
kesenjangan pengetahuannya sehingga merangsang untuk diadakannya penelitian
lebih lanjut.
3. Klafikasi Teori Kurikulum
Seperti John D.Mcneil (1990) mengklasifikasikan teori kurikulum atas (1) soft
curriculum, yaitu kurikulum yang mendasarkan pada filsafat, agama dan seni, dan (2)
hard curriculum, yaitu kurilkulum yang mendasarkan pada pendekatan rasional dan data
lapangan.
Menurut Pinar, teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori tradisionalis,
konseptualis-empiris, dan rekonseptualis. Teori tradisionalis, adalah teori yang
mementingkan transmisi sejumlah pengetahuan dan pengembangan kebudayaan agar
fungsi masyrakat berjalan sebagaimana mestinya.
Glatthorn mengklafikasikan teori kurikulum sebagai berikut :
a. Teori yang berorientasi pada struktur
Teori ini berkaitan dengan usaha untuk menganalisis komponen-komponen
kurikulum dan hubungan antara komponen tersebut.
b. Teori yang berorientasi pada nilai
Teori ini didukung oleh para rekonseptualis yang membahas masalah kemanusian.
c. Teori yang berorientasi pada bahan
Sesuai dengan orientasinya, teori ini berkaitan dengan pemilihanan pengorganisasian
bahan-bahan kurikulum.
d. Teori yang berorientasi pada proses
Teori ini menitikberatkan pada proses pengembangan kurikulum, mengadakan
analisis sistem dan mengadakan pengkajian strategi pembentukan unsur kurikulum.

4. Core Curiculum
Saylor dan Alexander (1956), mengatakan bahwa istilah core curriculum menunjuk pada
suatu rencana yang mengorganisasikan dan mengatur (scheduling) bagian utama dari
program pendidikan umum di sekolah. Faunce dan Bossing (1951) mengdefinisikan
bahwa istilah core curriculum menunjuk pada pengalaman belajar di dapat dari (1)
kebutuhan atau dorongan secara individual maupun secara umum, dan (2) kebutuhan
secara sosial sebagai warga Negara masyarakat demokratis.
Alberty (1953) yang menggunakan istilah core curriculum dan general education dalam
pendidikan secara simultan menyebutkan kedua istilah tersebut dengan sebutan core
program. Alberty mengajukan enam tipe (jenis) core program, yaitu :
a. Core program terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang masing-masing dapat
diajarkan secara bebas tanpa sistematika untuk mempertunjukkan hubungan masing-
masing pelajaran itu.
b. Core program terdiri atas sejumlah pelajaran yang dihubungkan satu dengan yang
lainnya.
c. Core program terdiri atas masalah yang luas, unit kerja, atau tema yang disatukan,
yang dipilih untuk menghasilkan arti mengajar secara efektif tentang isi pelajaran
tertentu, misalnya matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan sosial.
d. Core program merupakan mata pelajaran yang dilebur dan disatukan.
e. Core program merupakan masalah luas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
social, masalah minat anak (peserta didik).
f. Core program merupakan unit kerja yang direncanakan oleh siswa (peserta didik) dan
guru untuk memenuhi kebutuhan kelompok.

Suatu program pendidikan dikategorikan sebagai core curriculum, apabila memiliki karakteristik
sebagai berikut :

a. Program kurikulum ini melengkapi pendidikan umum, dan tujuan program adalah seluas
mungkin dengan hasil dasar yang dicapai melalui program pendidikan umum.
b. Kelas dalam kurikulum inti (core curriculum) disusun atau diatur untuk dua atau lebih
periode kelas pada umumnya.
c. Pengalaman belajar kelompok inti biasanya diorganisasikan berdasarkan pada unit kerja
yang luas dan tidak terikat pada subject matter (mata pelajaran) tradisional.
d. Guru kurikulum inti menggunakan metode pengajaran yang lebih fleksibel dan bebas,
dan menggunakan prosedur kelompok kerja sama dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan belajar.
e. Program kurikulum inti menggunakan berbagai macam belajar.
f. Bimbingan merupakan bagian pokok dari kegiatan kurikulum inti.

Sedangkan, menurut Oliver (1977) yang mengutip pendapat dari The National for Core
curriculum, bahwa pengorganisasian core curriculum meliputi asumsi sebagai berikut :
a. Minat, perhatian dan pernyataan kebutuhan siswa, merupakan dasar yang sah (valid)
sebagai dasar isi dan merupakan pusat (inti) dalam proses belajar.
b. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman
c. Nilai masyarakat yang menghargai diri seseorang.
d. Masyrakat yang memberikan keleluasaan warga dalam proses pembuat keputusan
e. Prioritas utama harus diberikan untuk pengembangan keterampilan belajar dan kejelasan
nilai, ini merupakan hal yang lebih baik daripada untuk kemahiran tentang informasi
khusus dalam bidang pelajaran.
f. Pengalaman belajar dapat ditingkatkan jika peserta didik didukung dan dibantu dengan
sumber informasi yang sesuai (lengkap).
g. Luas dan sifat aktivitas belajar (di kelas) ditentukan dengan penjatahan waktu.
h. Peranan utama guru adalah sebagai penasihat, fasilitator teman, teman sekolah peserta
didik (dalam batas-batas tertentu)
i. Mengajar dan membimbing beberapa aspek bimbingan merupakan fungsi pelengkap bagi
guru.
j. Selalu mengadakan pembinaan dalam belajar yang berkenaan dengan semua anggota
yang dilibatkan dalam evaluasi.
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA.

Dalam perjalanannya dunia pendidikan Indonesia telah menerapkan enam kurikulum, yaitu
kurikulum 1968, 1975, 1984, 1994, 2004(KBK) dan kurikulun tingkat satuan pendidikan(KTSP).

1. Kurikulum 1969
Sebelum diterapkan kurikulum 1968 , pada tahun 1967 pernah fditerapkan rencana pelajaran
yang pada waktu itu mentri pendidikannya dijabat Mr. Suwandi. Kurikulum ini memuat
pelajaran (1) Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah. (2) jumlah mata
pelajaran untuk sekoalah rakyat (SR) 16 bidang Studi SMP 17 bidang studi, dan SMA jurusan B
19 bidang studi.

2. Kuikulum 1975
Kurikulum ini ditepakan ketika mentri pendidikan dijabat oleh letjen TNI Dr Syarif Thajeb
(1973-1978)ketentuan – ketentuan kurikulum 1975 adalah (1) sifat (2) SD mempunyai satu
struktur program terdiri atas 9 bidang studi (3) pelajaran ilmu alam dan ilmu hayat menjadi ilmu
pengetahuan alam (IPA) (4) pelajaran ilmu aljabar dan ilmu ukur menjadi matematika (5) jumlah
mata pelajaran SMP dan SMA menjadi 11 bidang studi (6) penjurusan SMA dibagi tiga: IPA,
IPS dan Bahasa dimulai pada permulaan semester II kelas I.

3. Kurikulum 1984
Ketentuan dalam kurikulum ini adalah : (1) sifat : Content Bassed Curriculum, (2) program
pelajaran mencakup 11 bidang studi; (3) jumlah pelajaran SMP menjadi 12 bidang studi; (4)
jumlah mata pelajaran SMA menjadi 15 bidang studi penjurusan dilakukan di kelas II.

4. Kurikulum 1994
Ketentuan – ketentuan yang ada dalam kurikulum ini adalah; (1) bersifat Objective Basic
curriculum (2) nama SMP diganti menjadi nama SLTP ( sekolah lanjutan tingkat pertama dan
SMA diganti SMU ( sekolah menengah umum); (3) mata pelajaran PSPB dihapus; (4) Progaram
pengajaran SD dan SLT disusun dalam 13 mata pelajaran ; (5) program pengajaran SMU dibagi
menjadi 10 mata pelajaran; (6) penjurusan SMA dilakukan di kelas II terdiri dari IPA, IPS dan
Bahasa.

5. Kurikulum 2004
Kurikulum berbasis kompetensi digagas ketika mentri penididikan dijabat oleh Prpf. Abdul
Malik Fadjar M.Sc, ketentuan yang ada dalam kurikulum ini adalah : (1) bersifat Objective
Basic curriculum, (2) penyebutan SLTP menjadi SMP (sekolah menengah pertama) dan SMU
menhjadi SMA (sekoalah menengah atas) (3) program mata pelajaran SD disusun mnjadi 7 mata
pelajaran (4) program mata pelajaran SMP disusun menjadi 11 mata pelajaran (5) program
pelajaran SMA disusun dalam 17 mata pelajaran (6) pembagian jurusan dilakukan kelas II terdiri
atas IPA, Sosial dan Bahasa.

6. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


Kurikulum tingkat satian pendidikan (KTSP) merupakan revisis dan pengembangan dari
kurikulum berbasis kpmpetensi atau ada yang menyebut kurikulum 2004.

B. KEBIJAKAN PEMBAHARUAN KURIKULUM


Sudah sepatutnya kurikulum itu harus diperbaharui, seiring dengan realitas, perubahan dan
tantangan dunia pendidikan dalam membekali peserta didik menjadi manusia yang siap hidup
dalam berbagai keadaan.
Kurikulum harus dirancang dalam rangka lebih mengembangkan segala potensi yang ada
pada peserta didik. Oleh karena itu kurikulum jangan sampai membebani peserta didik, seperti
bebn belajar yang terlalu berat.
Dalam kaitan pembaharuan kurikulum, Indra Djati Sidi (2003), mantan direktor jendral
pendidikan Dasar dan Denengah Depdiknas berpendapat bawa salah satu upaya peningkatan
mutu pendidikan adalah dengan pembenahan kurikulun yang dapat memberikan kemampuan dan
keterampilan dasal minimal (minimu basic skill), menerapkan konsep belajar tuntas (Mastery
Learning), dan memangitkan sikap kreatif, inovatif, demokratis dan mandiri bagi peserta didik.
oleh karna itu, pembaharuan kurukulum suatu keniscayaan. Lebih lanjud Sidi berendapat bahwa
kurikulum pendidikan nasional harus dikembangkan berdasarkan beberapa indicator. Pertama,
kurikulum pendidikan harus bersifat lues, seehana, dan bisa menampung berbagai kemungkinan
perubahan dimasa yang akan datang sebagai dampak perkembangan teknologi dan tuntutan
masyarakat. Kedua, kurikulum harus bersifat pokok (general guideline) kegiatan pembelajaran
siswa. Ketiga, pengembangan kurikulum selayaknya dilakukan dengan secara simultan denga
pengembangan bahan ajar (buku dan lembar kerja peserta didik) dan media atau alat
pembelajaran. Keempat, kurikulum pendidikan hendaknya berpatokan pada standar global atau
regional, berwawasan nasional, dan dilaksanakan secara lokal. Kelima, kurikulum pendidikan
hendaknya merupakan satu kesatuan dan kesinambungan denga satuan dan jenjang pendidikan
diatasnya.
Prinsip – prinsip pengembangan kurikulum mnurut Hamalik (2002) adalah sebagai berikut :
1. Berorientasi kepada tujuan
2. Relevansi (kesesuaian)
3. Ifisiensi dan efektivitas
4. Flesibilitas
5. Berkesinambungan (kontinuitas)
6. Keseimbangan
7. Keterpaduan
8. Mutu

KOMENTAR

KESIMPULAN

Dari makalah yang telah dibahas saya dapat menyimpulkan bahwa kurikulum pendidikan
di Indonesia yang menyangkut dan berhubungan dengan azas-azas yang bersikap kompleks,
sehingga banyak suatu kurikulum berganti/berubah akibat memandang azas-azas tersebut
seperti azas filosofis, azas sisiologis, asaz organisatoris, dan azas psikologis yang berkaitan
dengan tujuan tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian menyesuaikan
dari kebutuhan masyarakat.

Vous aimerez peut-être aussi