Vous êtes sur la page 1sur 2

Abu Dawud

Seorang Muhadits Besar


la lahir di Sijistan (Basrah) pada tahun 202 H. Saat itu ia diberi nama lengkap Sulaiman bin al-
Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin lmran al-Azdi al-Sijistani. Abu Dawud Remaja banyak
melakukan riblah ilmiah diantaranya ke Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah Arab, Kaurasan, Naisabur dan
Basrah. Narnun yang periu dicatat ia melakukan rihiah ilmiah pertama kali di Bagdad.
Sebelum belajar hadis secara intensif, beliau banyak dibekali dengan ilmu al-QuT’an serta ilmu-
ilmu Islam lainnya oleh keluarganya. karena keluarganya adalah keluarga yang taat beragama.
Ketekunannya yang luar biasa dalam mengkaji ilmu membuahkan hasil yang sepadan. la benar-benar
menjadi ahli hadis yang reputasinya diakui oleh kalangan ulama hadis dan ulama-ulama lain di Basrah.
Ketika ia tinggal di Baghdad, pemah mendapat kehormatan untuk kembali ke Basrah oleh
Gubemur Basrah waktu itu. Dan untuk selamanya ia mengabdi di tanah airnya sampai Tuhan
memintanya untuk kembali, yaitu tahun 275 H.
Sebagai seorang yang gemar akan ilmu pengetahuan dan mengembara untuk mencari ihnu,
tentunya banyak ulama yang ia datangi untuk berguru padanya. Diantara ulama hadis yang pemah
menjadi gurunya adalah: Ahmad bin Hanbal (w 241 H),Yahya bin Ma’in (w 233 H), Kutaibah bin Sa’id al-
Saqofi (w 240 H), Usman bin Muhammad bin Abi Saibah (w 239 H), Abdullah bin Maslamah bin al-
Qo’nabi (w.221 H), Musaddad bin Musarhad al-Asadi (w.228 H), Muisa bin Isma’il al-Tamimi (w.223 H)
dan masih banyak lagi lainnya.
Adapun yang pemah meriwayatkan hadits darinya (muridnya) antara lain: Muhammad bin Isa at-
Turmudzi (w. 274 H), AI-Nasa’i (w. 334 H), Abdullah bin Sulaiman bin al-Asy’as, Ahmad bin Muhammad
bin Harun al-Kholal, Ali bin Husein bin al-Abid, Muhammad bin Mukhollid, Isma’il bin Muhammad al-
shafar, Ahmad bin Salman al-Najad,
Para ulama memberikan penilaian yang luar biasa padanya, diantara ulama tersebut adalah: lbn
al-jazari berkata : “Abu Dawud adalah seorang Imarn hafidz, wara’, ahli ibadah, zahid dan seorang
imam hadits yang dapat dipercaya.
Maslamah bm Qosim berkata:”la adalah seorang yang tsiqoh, zahid, mempunyai ilmu
pengetahuan tentang hadits dan seorang imam pada zamanya. Ahmad bin Muhammad bin Yasin
berkata: „Abu Dawud adalah salah satu Imam Hafidz dalam bidang hadits yang benar-benar memahami
hadits beserya illat dan sanadnya, ia mempunyai derajat yang tinggi dalam beribadah, kesucian diri dan
keshalihan dan kewara’an. al-Hakim berkata: „Abu Dawud adalah Imam ahli hadits pada zamannya,
tidak ada yang menyamainya. Musa bin Harun berkata: “Abu Dawud diciptakan di dunia untuk hadis
dan di akhirat untuk surga. Aku tidak pemah melihat seorang yang lebih utama dan dia“
Dari beberapa penilaian ulama hadis diatas kita bisa menyimpulkan bahwa kredibilitas abu Dawud
tidak bisa diragukan lagi. Dan hadits-hadits yang diriwayatkannya adalah hadits-hadits yang berkualitas.
karena hadis-hadis yang ditulis oleh Abu Dawud adalah hadis-hadis yang diriwayatkan melalui dua
standar keshahihan, yaitu bersambungnya sanad dan terjaga melalui hafalan.
Sosok Abu Dawud dikenal sangat produktif, banyak sekali ide-ide besar yang telah dibukukan,
diantaranya adalah: al-Marasil. Sesuai dengan namanya kitab ini adalah kumpulan dari 600 hadis
mursal yang disusun secara tematik. Masa’il al-lmam Ahmad, al-Nasikh wa al-Mansukh, al-Zuhd, ljabat
al-Sholawat al-’Ajjurri, As’ilah Ahmad bin Hanbal, Tasmiyah al-Akhwan, Qaul Qadr, AI-Ba’as wa al-
Nusyur, al-Masa’il allati Halafa ‘Alaihi al-lmam Ahmad, Dala’il al-Nubuwwat, Fadha’il al-Anshor, al-Du’a,
lbtida’ al-Wahyi, al-Tafarrus fi al-Sunan, Akhbar al-Khawarij, A’lam al-Nubuwwat, Sunan Abu Dawud.
Kitab ini merupakan karyanya yang paling populer.
Ulama yang hidup setelahnya berusaha untuk memperjelas maksud isi kitab, meneliti lebih lanjut
hadits-hadits yang ada didalamnya melalui berbagai kitab syarah dan kitab tahqiq. Kitab tersebut
adalah: Ma’alim al-Sunan karya Imam Abu Sulaiman Ahmad bin lbrahim bin Khaththab al-Bisti al-
Khaththabi‚ Aunul Ma“oud Syarah Sunan Abu Dawud karya Syaikh Syafaratui Khaq Muhammad Asyraf
bin Ali Haidar al-Siddiqi al-Azim Abadi, Mukhtashor Sunan Abu Dawud Sarya al-Hafidz Abdul Azhim bin
Abdul Qawi al-Mundziri, Syarah lbn Qaiyim al-jauziah, Sunan abu Dawud yang ditahqiq oleh Syaikh
Muhammad Muhyidin Abdul hamid, Sunan Abu Dawud yang ditahqiq oleh Siddqi Muhammad Jamil,
Dha’if Sunan Abu Dawud karya Nashiruddin al-Bani.
Menurut penelitian lebih lanjut oleh para ulama hadits berikutnya, terdapat beberapa hadits dho’if
dalam kitab Sunan Abu Dawud. Sebagaimana hal ini ia katakan dalam kitab sunannya yaitu, “Hadis
yang saya tulis dan Rosulullah sebanyak 500.000 hadis tetapi saya tidak menuliskanya sernuanya
dalam kitab ini. Sayajuga tidak menyebutkan hadis yang telah disepakati segenap ulama”. Ucapan
tersebut mengindikasikan bahwa ia menggunakan hadis dha’if. Adapun maksud penggunaan hadis
tersebut adalah sebagai pengganti dari perkataan ulama, apabila tidak diternukan hadis shahih.
Narnun terdapat sisi yang menank dari kitab ini, Abu Dawud selalu memberikan penjelasan dimana
letak kedha’ifannya. Dan ia juga menyertakan penjelasan-penjelasan dari ulama lain terhadap hadis
tersebut. Di antara ulama yang dimaksud adalah Nasiruddin al-Bani, baginya ada 90% hadis dha’if
dalam kitab sunan Abu Dawud yang kemudan penelitianya ini dibukukan.
Tentunya suatu karya tidak lepas dari kekurangan dan kritik. Adalah lbn al-Jauzi yang mencoba
mengkritik kitab Sunan Abu Dawud dengan melontarkan pernyataanya bahwa dalam kitab Sunan Abu
Dawud terdapat 9 hadis maudhu’. Narnun hal ini di counter balik oleh Imarn Jalaluddin al-Suyuti dalam
kitabnya yang berjudul al-La’ali al-Masnu’ahfi al-Hadis al-Maudhu’ah. Contoh hadis yang dikritik oleh al-
Jauzi adalah hadis tentang shalat tasbih. Hadis tersebut dianggap dha’if, karena menumtnya diternukan
satu rawi, yaitu Musa bin Abdul Aziz termasuk rawi yang majhul.
Tetapi hal tersebut disangkal oleh al-Suyuti bahwa hadis tersebut juga duriwayatkan oleh lbn
Musyaiyab dan al-Hakim yang bersumber dari lbn Abbas. Dan al-Turmudzi meriwayatkanya dari Abu
Rafi’. Jadi hadis tersebut tidak maudhu’ tetapi malahan dha’if.
Bagaimanapunjuga Abu Dawud adalah ulama besar dalam bidang hadis, dia masuk dalam kitab-
kitab mu’tabar, yaitu Kutub al-Sittah (Shohih Imam al- Bukhori, Shihih Imam Muslim, Sunan at-Turmudzi
Sunan an-Nasa’l Sunan Abu Dawud, Sunan lbn Majah). Kitab-kitab mu’tabar adalah kitab-kitab yang
sudah dapat dijadikan sandaran kehujjahan hukum, sebab didalam kitab Sunan Abu Dawud berisi
hadis-hadis shohih, walaupun ada beberapa hadis dho’if dan maudhu’ tetapi porsinya kecil.
Sebagai generasi setelahnya, perlu berterima kasih atas kerja kerasnya mengumpulkan
dan meriwayatkan beribu-ribu hadis Rasulullah Muhammad Saw, sehingga dapat
mengkaji syari’at Islam lebih lanjut. Sebab hadis adalah sumber ajaran syari’at Islam
yang kedua setelah al-Qur’an, dan berfungsi menjelaskan pesan-pesan (firman Allah)
yang masih global. (Untung Tri Winarso - Aktivis IMM IAIN SuKa Yogyakarta.
Redaktur Majalah KIBAR, Alumni Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah
Yogyakarta)

Vous aimerez peut-être aussi