Vous êtes sur la page 1sur 15

BMT

Abstrak

Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang menggunakan sistem


bagi hasil dalam operasional kegiatannya. Selain digunakan di lembaga keuangan
yang besar seperti bank, sistem syariah juga digunakan oleh KJKS (Koperasi Jasa
Keuangan Syariah) atau BMT (Baitul Maal wa Tamwil). BMT adalah balai usaha
mandiri terpadu yang isinya berintikan baitul –mal wa al-tamwil dengan kegiatan
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan
menabung, dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. BMT merupakan
salah satu unit usaha yang cara kerjanya sangat mirip dengan bank syariah,
dimana BMT mengelola dana masyarakat yang disimpan di BMT sehingga pihak
BMT akan mengelola dana yang ada tersebut untuk berbagai pembiayaan dengan
tujuan agar uang tersebut dapat berkembang. Hasil dari pembiayaan inilah yang
akan dibagikan untuk pihak BMT dan juga nasabah, selain itu BMT juga
menerima titipan zakat, infak, sedekah dan menyalurkannya sesuai dengan
peraturan dan amanatnya.
Kata Kunci: BMT, Syariah

A. PENDAHULUAN

Baitul Maal wa-Tamwil (BMT) merupakan salah satu model lembaga


keuangan syari’ah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul di
Indonesia hingga ribuan BMT dan nilai asetnya sampai trilyunan, yang
bergerak di kalangan masyarakat ekonomi bawah, berupaya mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi kegiatan ekonomi bagi pengusaha kecil
berdasarkan prinsip syari’ah.
Kedudukan BMT di tengah tata hukum perbankan nasional masih sangat
lemah, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam pasal-
pasalnya belum mengatur hal-hal yang berhubungan dengan usaha lembaga
mikro keuangan syari’ah. Demikian juga ketentuan-ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur operasional dan tata kerja perbankan nasional, belum ada butir
pasar yang eksplisit mengatur operasional dan tata kerja lembaga mikro
keuangan syari’ah. Meskipun ada beberapa buku atau modul yang spesifik
mengatur masalah itu, seperti yang telah dikeluarkan oleh Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), namun keberadaannya sangat lemah karena

1
tidak mengikat untuk dipedomani dan bisa untuk dijadikan rujukan namun
tidak ada kewajiban bagi BMT untuk mengikutinya.
Baitul Maal wa-Tamwil (BMT) sebagai salah satu model lembaga
keuangan syari’ah harus menganut azas syari’ah, semua transaksi yang
dilakukan harus berprinsip syari’ah yakni setiap transaksi dinilai sah apabila
transaksi tersebut telah terpenuhi syarat rukunnya, bila tidak terpenuhinya
maka transaksi tersebut batal. Jadi kedudukan akad sangat penting dalam
penerapan prinsip-prinsip syari’ah dalam Baitul Maal wa-Tamwil (BMT),
baik dalam penghimpunan dana maupun dalam penyaluran pembiayaan
kepada masyarakat.
Islam merupakan ajaran yang Syamil (universal), kamil (sempurna), dan
mutakamil (menyempurnakan) yang diberikan oleh Allah yang diangkat
sebagai Khalifah (pemimpin) di bumi ini yang berkewajiban untuk
memakmurkannya baik secara material maupun secara spiritual dengan
landasan aqidah dan syari’ah yang masing-masing akan melahirkan
peradaban yang lurus dan akhlaqul karimah (perilaku mulia).
Islam dalam menentukan suatu larangan terhadap aktivitas duniawiyah
tentunya memberi hikmah yang akan memberikan kemaslahatan, ketenangan
dan keselamatan hidup didunia maupun di akhirat. Namun demikian, Islam
tidak melarang begitu saja kecuali di sisi lain ada alternatif konsepsional
maupun operasional yang diberikannya. Misalnya saja larangan terhadap riba,
alternatif yang diberikan Islam dalam rangka rrienghapus riba dalam praktek
mu’amalah yang dilakukan manusia melalui dua jalan. Jalan yang pertama,
berbentuk shadaqah ataupun qardhul hasan (pinjaman tanpa adanya
kesepakatan kelebihan berupa apapun pada saat pelunasan) yang rnerupakan
solusi bagi siapa saja yang melakukan aktivitas riba untuk keperluan biaya
hidup (konsumtif) ataupun usaha dalam skala mikro. Sedangkan jalan yang
kedua adalah melalui sistem perbankan Islam yang didalamnya menyangkut
perighimpunan dana melalui tabungan mudharubah, deposito musyawarah
dan giro wadiah yang kemudian disalurkan melalui pinjaman dengan prinsip
tiga hasil (seperti mudharabah, musyarakah), prinsip jual beli (bai’ bithaman

2
ajil, mudarabah dan sebagainya) serta prinsip sewa/fee (Ijarah, bai’at takjiri
dan lain-lain). Dari kedua jalan di atas, secara sistematik diatur dan dikelola
melalui kelembagaan yang dalam istilah Islam disebut Baitul Maal wat
Tamwil.
B. Pengentian Baitul Mal Wa Tamwil
Kata Baitul mal berasal dari bahasa Arab yang bermakna rumah harta atau
kas Negara, yaitu suatu lembaga yang didirikan pada pemerintahan Islam
untuk mengatasi masalah keuangan Negara. Sedangkan secara bahasa baitu
mal wa al-tamwil berasal dari dua kata, yaitu baitu al-mal dan baitu al-
tamwil. Istiah al-mal dari kata bait berarti bangunan atau rumah, sedangkan
al-mal diartikan sebagai harta benda atau kekayaan. Namun baitu mal juga
diartikan sebagai perbendaharaan. Sedangkan baitu mal dilihat dari istilah
fikih adalah suatu lembaga yang bertugas mengurusi kekayaan Negara
terutama keuangan, baik berkenaan dengan pemasukan dan pengelolaan
maupun yang berkaitan dengan pengeluaran. Sedangkan baitul tamwil
diartikan sebagai rumah penyimpanan harta milik pribadi yang dikelola oleh
suatu lembaga.1
Sebagai lembaga sosial, baitul mal memiliki kesamaan fungsi dan peran
dengan lembaga amil zakat (LAZ). Oleh karena itu, baitul ma ini harus
didorong agar mampu berperan secara professional menjadi LAZ yang
mapan. Sedangkan sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan
usahanya pada sector keuangan, yakni berupa simpan pinjam.
Dengan demikian, keberadaan BMT dapat dipandang memiliki dua fungsi
utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah, seperti
zakat, infak, sedekah, dan wakaf serta dapat pula berfungsi sebagai institusi
yang bergerak dibidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana
layaknya bank. Sebagai lembaga keuangan, BMT bertugas menghimpun dana
dari masyarakat (anggota BMT) yang mempercayakan dananya disimpan di
BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang diberikan pinjaman

1
Wangsawidjaja, “Pembiayaan Bank Syariah” (Jakarta: Gramedia, 2012) h. 7

3
oleh BMT. Sebagai lembaga ekonomi BMT berhak melakukan kegiatan
ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan, industri, dan pertanian.2
Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memberikan fasilitas kepada
masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank syariah atau
BPR syariah. Prinsip operasionalnya didasarkan atas prinsip bagi hasil, jual
beli, ijaroh, dan titipan (wadi’ah) atau kepada kaum dhu’afa melalui system
pinjaman kebajikan atau (qardh al hasan) dan hibah.3
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan secara menyeluruh bahwa BMT
merupakan organisasi bisnis sebagai peran sosial. Peran sosial BMT akan
terlihat pada definisi baitul mal, sedangkan peran bisnis terlihat dati definisi
baitul tamwil sebagai lembaga sosial,. Baitul maal memiliki kesamaan fungsi
dan peran terhadap lembaga Amil zakat (LAZ) oleh karena itu, baitul maal
harus didorong agar mampu berperan secara professional menjadi LAZ yang
mapan.
C. Sejarah Berdiri dan Perkembangan BMT
BMT berdiri di Indonesia pada tahun 1984 dikembangkan oleh mahasiswa
ITB di masjid Salman yang mencoba untuk menggulirkan lembaga
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bagi usaha kecil. Adapun pendirian
BMT dilandasi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Faktor Filosofis

Secara filosofis, pendirian BMT didasarkan pada kepentingan


menjabarkan prisip-prinsip ekonomi Islam (Fiqh mu’amalah) dalam
praktik.prinsip tersebut diasaskan pada prinsip ketauhidan, keadila,
persamaan, kebebasan, toleransi serta tolong menolong. Kepedulian
terhadap golongan lemah menjadi dasar utama pendirian BMT di
Indonesia.

2
Nur Rianto Al Arif, “Pengantar Ekonomi Syariah” (Bandung: Pustaka Setia, 2015) h.392
3
Ahmad Mustofa, dkk “Reorientasi Ekonomi Syari’ah” (Yogyakarta: UII Press, 2014)
h.187

4
2. Faktor Sosiologis

Pendirian BMT di Indonesia lebih didasarkan pada adanya tuntutan


dan dukungan dari ummat Islam bagi adanya lembaga keuangan syari’ah.

3. Faktor Yuridis

Secara yuridis, pendirian BMT diilhami oleh keluarnya kebijakan


pemerintah berdasarkan UU no.7/1992 tentang perbankan dan PP no. 72
tentang Bank Pengkreditan Rakyat berdasarkan prinsip bagi hasil

Berdirinya BMT bertujuan untuk menungatkan kualitas usaha ekonomi


untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
BMT mengusung visi, yaitu menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat,
dan kuat yang kualitas ibadah anggotanya meningkat sehingga mampu
berperan menjadi wakil pengabdi Allah memakmurkan kehiduoan anggota
dan masyarakat luas. Sedangkan misi BMT, yaitu untuk mewujudkan gerakan
pembebasan anggota dan masyarakat yang terbelenggu rentenir, jerat
kemiskinan dan ekonmi ribawi.4
Dalam prakteknya, BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi
pinjaman dan peminjam bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip
dasar tata ekonomi dalam agama Islam yakni saling rela, percaya dan
tanggung jawab, serta terutama sistem bagi hasilnya. BMT terus berkembang.
BMT akan terus berproses dan berupaya mencari cara-cara baru untuk
memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muammalat memang
berkembang dari waktu ke waktu. Eksistensi BMT semakin pesat seiring
dengan upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan
berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
tahun 1997. Karena prinsip penentuan suka rela yang tidak memberatkan,
kehadiran BMT memberikan jalan keluar yang tepat bagi para nasabahnya.

4
Mardani,” Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia” (Jakarta:
Prenadamedia, 2015) h. 316-317

5
Hal ini dilihat dari operasinya yang semula hanya terbatas di lingkungan,
kemudian semakin menyebar luas ke daerah lainnya.
Seperti halnya lembaga keuangan syariah yang lain, BMT memiliki
beberapa badan hukum , diantaranya :
a. Koperasi Serba Usaha atau koperasi syari’ah.
b. Koperasi Simpan Pinjam syari’ah ( KSPS )
c. Kelompok Swadaya Masyarakat atau Prakoperasi Dalam program
PHBK-BI.
d. Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang
diberikan wewenang oleh BI untuk membina KSM, dan
memberikan sertifikat pada KSM.
e. MUI, ICMI, BMI telah menyiapkan LPSM bernama PINBUK yang
dalam kepengurusannya mengikutsertakan unsur-unsur DMI, IPHI,
pejabat tinggi Negara yang terkait, BUMN dan lain-lain.
Berbeda dengan BMT sebagai lembaga usaha terpadu dengan
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam pengingkatan
kualitas ekonomi pengusaha kecil bawah dengan mendorong kegiatan
menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Koprasi
merupakan lembaga yang hamper sama dengan BMT. Koprasi berbasis Islam
sudah ada di Indonesia sejak adanya serikat dagang di Solo. Kemudian
koprasi syariah mulai merintis sekitar pada tahun 1990. Kelihitran koprasi
syariah di Indonesi adilandasi oleh keputusan mentri koprasi dan UKM
Republik Indonesia Nomor 91/kep.M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September
2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi Jasa Keuangan
Syariah. Keputusan mentri ini melatarbelakangi koperasi syariah membantu
unit jasa keuangan syariah . koperesi jasa keuangan syariah disebut KJKS
yaitu koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan,
investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil.
Koperasi syariah memiliki tujuan unutk meningkatkan kesejahteraan pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya , serta turut membangun tatanan

6
perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Adapun
fungsi dan peran koperasi syariah sebagai berikut:
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota
pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya guna meningkatkan
kesejahteraan sosial ekonominya.
b. Memperkuat kualitas sumber daya insane anggota, agar menjadi lebih
amanah , professional, konsisten dan konskuen didalam menerapkan
prinsip-prinsip ekonomi syariah Islam.
c. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
d. Sebagai mediator antara penyandang dana dan pengguna dana,
sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta.
e. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerja
sama melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif.
f. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja.
g. Menumbuhkembangkan usaha-usaha produktif anggota.5
D. Asas dan Landasan BMT
Sebagai lembaga yang berada di Indonesia dan berbasis Islam, BMT
berasaskan Pancasila dan UUD’45 serta berlandaskan syari’ah Islam,
keimanan dan ketaqwaan. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
Muhammad Ridwan yakni: BMT berazaskan Pancasila dan UUD’45 serta
berdasarkan Prinsip syari’ah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah),
kekeluargaan atau koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme.
Adapun status dan legalitas hukum, BMT dapat memperoleh status
kelembagaan sebagai berikut :
1. Kelompok swadaya masyarakat yang berada di bawah pengawasan
PINBUK berdasarkan Nashkah Kerjasama PINBUK (Pusat Inkubasi

5
Djoko Muljono, Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Andi Offset,
2015) h.473

7
Bisnis Usaha Kecil) dengan PHBK (Proyek Hubungan Kerjasama) –
Bank Indonesia.
2. Berdasarkan Hukum Koperasi :
a. Koperasi simpan pinjam syari’ah (KSP Syariah)
b. Koperasi serba usaha syari’ah (KSU Syariah) atau Koperasi Unit
Desa Syariah (KUD Syariah).
c. Unit Usaha Otonom dari Koperasi seperti KUD atau lainnya.
Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan legal
sebagai lembaga keuangan syari’ah, BMT harus berpegang teguh pada
prinsip-prinsip syari’ah, di dalamnya mengandung keterpaduan sisi sosial dan
bisnis, dilakukan secara kekeluargaan dan kebersamaan untuk mencapai
sukses kehidupan di dunia dan di akhirat.

E. Prinsip Operasional BMT


Prinsip operasional yang diterapkan pada BMT meliputi prinsip-prinsip
berasaskan syariat Islam. Yang dimaksud dengan prinsip syariat Islam,6 yaitu:
1. Terhindar dari maisir (perjudian)
2. Terhindar dari transaksi gharar (penipuan)
3. Terhindar dari transaksi risywah (suap)
4. Terhindar dari transaksi riba (bunga)
F. Kegiatan Usaha Baitul Mal Wat Tamwil
Baitul mal wat tamwil merupakan lembaga keuangan mikro syariah.pada
awalnya dana BMT diperoleh dari para pendiri, juga membayar simpanan
pokok, simpanan wajib, dan jika ada kemudahan juga simpanan sukarela
yang semuanya akan mendapatkan bagi hasil dari perolehan keuntungan
BMT.Mengenai cara BMT membayar bagi hasil kepada anggota, BMT harus
memiliki pasukan keuntungan dari hasil usaha pembiayaan yang berbentuk
modal kerja yang diberikan kepada anggota, kelompok usaha anggota, dan
lain sebagainya. Dari keuntungan itulah BMT dapat menanggung biaya

6
Mardani,” Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia” (Jakarta:
Prenadamedia, 2015) h. 316-317

8
operasional dalam bentuk gaji pengelola dan karyanwan BMT lainnya, dan
membayar bagi hasil yang memadai dan memuaskan para anggota penyimpan
sukarela.7
Adapun jenis-jenis usaha BMT adalah sebagai berikut:
Setelah mendapatkan simpanan modal awal berupa simpanan pokok
khusus, simpanan pokok, dan simpanan wajib sebagai modal dasar BMT,
selanjutnya BMT memobilisasi dana dengan mengembangkannya dalam
aneka simpanan sukarela dengan berasaskan akad mudarabah dari anggota .
1. Akad mudarabah berbentuk:
a. Simpanan biasa
b. Simpanan pendidikan
c. Simpanan haji
d. Simpanan umrah
e. Simpanan qurban
f. Simpanan idul fitri
g. Simpanan walimah
h. Simpanan akikah
i. Simpanan perumahan (pembangunan dan perbaikan)
j. Simpanan kunjungan wisata
k. Simpanan mudarabah berjangka (semacam deposito 1,3,6,12
bulan).
2. Dengan akad wadiah (titipan tidak berbagi hasil) terbagi menjadi dua
yaitu:
a. Simpanan yad al-amanah merupakan titipan dana zakat, infak,
dan sedekah untuk disampaikan kepada yang berhak.
b. Simpanan yad ad-damanah merupakan giro yang sewaktu-waktu
dapat diambil oleh penyimpanan.
3. Kegiatan pembiayaan atau kredit usaha kecil bawah dan kecil, antara
lain dapat berbentuk:

7
Nur Rianto Al Arif, “Pengantar Ekonomi Syariah” (Bandung: Pustaka Setia, 2015) h.401

9
a. Pembiayaan mudarabah, yaitu pembiayaan modal dengan
menggunakan mekanisme bagi hasil
b. Pembiyaan musyarakah yaitu pembiyaan bersama dengan
menggunakan mekanisme bagi hasil
c. Pembiyaan murabahah, yaitu pemilikan suatu barang tertentu yang
dibayar pada saat jatuh tempo
d. Pembiayaan ba’i bi sanam ajil, yaitu pemilikan suatu barang
tertentu dengan mekanisme pembayaran cicilan
e. Pembiayaan qardh al hasan, yaitu pinjaman tanpa adanya tambahan
pengembalian, kecuali sebatas biaya administrasi.

Adapun fungsi BMT dimasyarakat adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan kualitasSDM anggota, pengurus, dan pengelola


menjadi lebih professional, salaam (selamat, damai dan
sejahtera), dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh
dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi
tantangan global.
2) Mengorganisasi dan memobilisasi dana sehingga dana yang
dimiliki oleh masyarakat dapat dimanfaatkan secara optimal
didalam dan diluar organisasi untuk kepentingan rakyat
banyak.
3) Mengembangkan kesempatan kerja
4) Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar
produk-produk anggota.
5) Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga
ekonomi dan sosial masyarakat banyak.8
G. Pendirian dan permodalam BMT
Baitul mal wa tamwil (BMT) merupakan lembaga ekonomi atau lembaga
keuangan syariah non-perbankan yang bersifat informal. Hal ini karena
lembaga keuangan ini didirikan oleh lembaga swadaya masyarakat yang

8
Nur Rianto Al Arif, “Pengantar Ekonomi Syariah” (Bandung: Pustaka Setia, 2015) h. 398

10
berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan
formal lainnya. Penggunaan swadaya kelompok masyarakat dan koperasi
untuk BMT disebabkan BMT tidak termasuk pada lembaga keuangan
formal uang dijelaskan dalam UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan
yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat. Menurut aturan yang berlaku, pihak yang menyalurkan dan
menghimpun dana msayarakat adalah bank umum dan bank pengkreditan
rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan
prinsip bagi hasil.
Sebelum masuk pada langkah pendirian BMT, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu mengenai lokasi atau tempat usaha BMT. Sebaiknya
BMT berlokasi ditempat kegiatan-kegiatan ekonomi para anggotany
berlangsung, baik anggota penyimpan dana maupun pengembang usaha
atau pengguna dana. Selain itu, BMT dalam operasionalnya bisa
menggunakan masjid atau sekertariat pesantren sebagai basis kegiatan.
BMT dapat didirikan oleh :
a. Sekurang-kurangnya dua puluh orang
b. Satu pendiri dengan yang lainnya sebaiknya tidak memiliki
hubungan keluarga vertical horizontal satu kali.
c. Sekurang-kurangnya 70% anggota pendiri bertempat tinggal
disekitar daerah kerja BMT.
d. Pendiri dapat bertambah dalam tahun-tahun kemudian jika
disepakati oleh rapat para pendiri.

Adapun modal yang diperlukan untuk pendirian BMT adalah sebagai


berikut:

1. Simpanan pokok yang ditentukan besarnya sama besar untuk


semua anggota
2. Simpanan pokok khusus, yaitu simpanan pokok yang khusus
diperuntukkan untuk mendapatkan sejumlah modal awal sehingga
memungkinkan BMT melakukan persiapan-persiapan pendirian

11
dan memulai operasinya. Jumlahnya dapat berbeda antara anggota
pendiri.
3. Pada pendirian BMT para pendiri dapat bersepakat agar dalam
waktu empat bulan sejak disepakati dapat berkumpul uang
sejumlah:
1) Minimal Rp 75 juta untuk wilayah JABODETABEK
2) Minimal Rp 50 juta untuk wilayah ibukota provinsi
3) Minimal Rp 30 juta untuk wilayah ibukota kabupaten/kota
4) Minimal Rp 20 juta untuk wilayah ibukota kecamatan
5) Minimal Rp 15 juta untuk daerah pedesaan.
H. Strategi pengembangan BMT
Dalam rangka pengembangan BMT terdapat beberapa langkah yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. BMT seharusnya berkonsentrasi pada pengelolaan pinjaman-pinjaman
bernilai kecil pada usaha-usaha mikro dan kecil (dibawah Rp.
50.000.000) nasabah yang membutuhkan jumlah pinjaman lebih besar
sebaiknya mendapatkan pembiayaan dari bank, baik bank umum
syariah maupun bank pembiayaan rakyat syariah. Hal ini sebagai
upaya mengembangkan ekonomi pada tataran mikro dan ekonomi
kecil.
2. BMT seharusnya menyelenggarakan program-program pelatihan
bisnis atau kewirausahaan secara berkala bagi anggota-anggotanya.
Kegiatan ini membantu meningkatkan kegiatan sosial yang diperlukan
untuk pengembangan BMT lebih lanjut di Indonesia.
3. Departemen koperasi seharusnya memprakarsai kegiatan-kegiatan
merancang dan mendanai program-program peningkatan kemampuan
bagi BMT yang sesuai dengan sifat-sifat kelembagaannya yang unik
dan tujuan sosialnya.
4. Upaya-upaya untuk memberikan inspirasi kepada masyarakat agar
giat memecahkan masalah melalui cara-cara yang kreatif dan inovatif
masih lemah. Menciptakan suatu penghargaan yang prestisius juga

12
dapat meningkatkan kebanggaan dan kesadaran masyarakat terhadap
usaha-usaha sosial.
5. Departemen koperasi seharusnya menghimpun pedoman informasi
wilayah yang memuat keterangan mengenai BMT-BMT yang ada dan
menonjolkan berbagai strategi bisnis, produk dan jasa BMT-BMT
terkemuka.
6. Dinas koperasi dan departemen koperasi seharusnya memperjuangkan
peran yang lebih besar bagi usaha-usaha sosial dalam pengembangan
masyarakat. Sesi-sesi pelatihan untuk mengajarkan masyarakat cara
mendirikan dan menjalankan BMT memang direkomendasikan, tetapi
akuntabilitas yang lebih ketat juga diperlukan. Dinas koperasi
sebaiknya mendanai BMT-BMT yang sudah mapan dan mempunyai
program pelatihan untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan
tersebut.
7. Asosiasi-asosiasi BMT didaerah sebaiknya direformasi. Kelompok-
kelompok ini seharusnya berbagi informasi dan mengembangkan
prosedur operasi yang baku sebagai langkah awal menjadi lembaga
yang dapat pengaturan lembaganya sendiri.
I. Produk Baitul Mal wa Tamwil
Secara garis besar, produk-produk baitul mal wa tamwil adalah sebagai
berikut:
1. Unit usaha dibidang produksi atau bisnis
BMT mengembangkan unit usaha secara riil sebagai produk unggulan,
maka terdapat beberapa keuntungan yang dimiliki oleh BMT dan tidak
dimiliki oleh LKS lainnya, diantaranya:
a. Liquiditas terjaga serta tak mengalami resiko pembiayaan macet
b. Margin yang didapat lebih besar
c. Keuntungan usaha halal 100%, tidak lagi syubhat
d. Akad murobahah, syirkah, qardh, ijarah dan akad lainnya bisa
diterapkan secara sungguh-sungguh dan sempurna.

13
e. Mendidik praktisi BMT menjadi seseorang yang berjiwa
entrepeneurship.
Setelah mengetahui beberapa keuntungan yang dihasilkan dari
berbagai unit usaha yang akan dipilih dalam pengembangan LKS
kedepan, maka terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
rangka oemiihan unit usaha yang akan dikembangkan, antara lain:
1) Penentian dan pemilihan jenis usaha yang sesuai dengan karakter
LKS
Jenis uasah yang paling cocok untuk diterapkan tersebut paling
tidak berupa usaha atau bisnis yang mampu mengakomodir beberapa
kebutuhan BMT secara mendasar sebagaimana berikut ini:
 Penerapan kontak bisnis komersil (akad murobahah, syirkah,
qardh, salam dan lainnya) kedalam unit BMT
 Disesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman BMT baik
secara institusional maupun personal khususnya dalam
pengelolaannya.
 Menggunakan sistem yang berbasis bagi hasil.
Dalam prinsip murobahah (transaksi jual beli) keistimewaan yang
dimiliki disbanding dengan transaksi jual beli biasa adalah
disyaratkan penyebutan harga pokok komoditi dan juga margin yang
diambil oleh pedagang kepada si pembeli. Dalam konteks inilha
terjadi proses tawar menawar anatara sipenjual dan si pembeli
berkaitan dengan ketetapan margin dari pedagang agar bisa
disepakati oleh pihak pembeli.
2) Strategi pengelolaan unit usaha LKS
Sebagai sebuah lembaga keuangan, BMT memiliki kepentingan
untuk bisa mengumpulkan, menampung dan menyalurkan dana
pihak ketiga dari masyarakat keusaha –usaha produktif agar bisa
menghasilkan keuntungan untuk dibagi bersama. Salah satu strategi
yang digunakan adalah dengan memaksimalkan penerapan akad
syirkah dan qardl.

14
Secara teknis, penerapan akad akad syirkah dan qardl untuk
kepentingan perluasan jaringan tersebut bisa dilakukan dengan
melihat strategi franchise yang dilakukan oleh banyak pengusaha
dalam pengembangan usahanya.
Akad syirkah mengharuskan kedua belah pihak untuk
mengeluarkan modal, dalam pengelolaannya juga harus terlibat aktif.
Sedangkan akad qardl mensyaratkan hanya salah satu saja yang
menyetor modal. Sedangkan pihak lainnya yaitu BMT berperan
sebagai pengelola dana atau pengusahanya.
Adapun dalam prakteknya
J. Kesimpulan
BMT merupakan organisasi bisnis sebagai peran sosial. BMT berdiri di
Indonesia pada tahun 1984, pendirian BMT dilandasi oleh tiga faktor, yaitu:
Factor filosofis, factor sosiologis dan factor yuridis. Prinsip operasional BMT
berdasarkan prinsip syariah meliputi, terhindar dari maisir, gharar, risywah,
dan riba. Adapun jenis kegiatan serta akad BMT terbagi menjadi dua, yaitu
produk pembiayaan dan produk simpanan. Produk pembiayaan meliputi,
pembiayaan mudarabah, musyarakah, murabahah, ba’I bi sanam ajil, serta
pembiayaan qardh al hasan. Sedangkan produk simpanan meliputi,
mudarabah dan wadi’ah.

15

Vous aimerez peut-être aussi