Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berfikir merupakan hal yang selalu dilakukan oleh manusia, dan berpikir
pula merupakan keistimewaan yang diberikan oleh Allah swt kepada kita
manusia. Akal yang diberikan oleh-Nya merupakan suatu pembeda antara kita
dengan makhluk lainnya. Filsafat merupakan suatu upaya berfikir yang jelas dan
terang tentang seluruh kenyataan, filsafat dapat mendorong pikiran kita untuk
meraih kebenaran yang dapar membawa manusia kepada pemahaman, dan
pemahaman membawa manusia kepada tindakan yang lebih layak.
Para ilmuan-ilmuan yang terkemuka memberikan definisi tentang ilmu
Filsafat namun masing-masing definisi mereka berbeda akan tetapi tidak
bertentangan, bahkan saling mengisi dan saling melengkapi dan terdapat
kesamaan yang saling mempertalikan semua definisi itu. Berfilsafat adalah bagian
dari peradaban manusia. Semua peradaban yang pernah timbul didunia pasti
memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah
pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja, khususnya orang
Yunani. Diantara filsafat yang pernah berkembang, selain filsafat yunani adalah
filsafat Persia, cina, India, dan tentu saja filsafat Islam.
Di dalam Al-Quran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yang membahas
tentang kaitannya dengan filsafat, menyuruh manusia untuk menggunakan
logikanya, untuk berpikir dan berenung. Oleh karena itu dalam makalah ini akan
dibahas tentang dasar-dasar Al-Quran Dalam Filsafat Islam

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penulisan makalah ini adalah, yaitu:
1. Apa pengertian Filsafat Islam?
2. Apa saja dasar-dasar Filsafat Islam dalam Al-Quran?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Islam


Mnurut Mustofa Abdul Razik, Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh
di negeri Islam dan dibawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan
bahasa pemilknya. Pengertian ini diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-
orang Yahudi dan Nasrani yang telah menulis kitab-kitab filsafat yang bersifat
kritis itu henndaknya dimasukkan ke dalam Filsafat Islam.1
Dr. Sidi Gazalba mendefinisikan filsafat Islam sebagai hasil pikiran
manusi yang digerakkan oleh naqli (al-quran dan Sunnah). Disebut juga sebagai
ilmu untuk membuktikan kebenaran wahyu dan sunnah yang memberikan
keterangan, ulasan tafsiran dengan pemikiran budi yang mempunyai sistem,
radikal, dan global (umum). Menurut Fuad Al-Akhwani, Filsafat Islam adalah
pembahasan meliputi berbagai soal alam semesta dan bermacam masalah manusia
atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama Islam.2
Adapun pendapat para ahli lainnya tentang pengertian filsafat Islam adalah
sebagai berikut
1. Sirajuddin Zar (2012:15) menjelaskan bahwa filsafat Islam adalah
perkembangan pemikiran umat Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian,
manusia dan alam semesta yang disinari ajaran Islam.
2. Ibrahim Madkur, filsafat Islam adalah pemikiran yang lahir dalam dunia
Islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam
semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat.
3. Muhammad ‘Athif Al-‘Iraqy, filsafat Islam secara umum di dalamnya
tercakup di dalamnya ilmu kalam, ilmu ushul fiqih, ilmu tasawuf, dan ilmu
pengetahuan lainnya yang diciptakan oleh intelektual Islam. Pengertiannya
secara khusus, ialah pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran filosofis
yang dikemukakan para filosof Muslim.3

1
https://semilicity.wordpress.com/2009/04/24/definisi-filsafat-islam/ diakses pada tanggal
01 April 2018 Pukul 21.05 Wib
2
Ibid
3
http://catatannaniefendi.blogspot.co.id/2016/02/mengenal-filsafat-islam-tokoh-dan.html
diakses pada tanggal 01 April 2018 Pukul 21.15 Wib

2
Dari beberapa pengertian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
filsafat Islam adalah sebuah cerminan untuk dapat menjalankan aturan atau ajaran
dari sebuah agama. Aturan-aturan yang ada tentunya akan memberikan banyak
sekali pengetahuan, ajaran, tujuan, cerminan, dll. Dengan adanya aturan seperti ini
diharapkan, dapat mencetak manusia yang lebih beradab dan juga lebih bisa
berkreasi dengan baik dan dapat bermafaat untuk alam dan manusia itu sendiri.
Sebagai sebuah ilmu, filsafat Islam juga memiliki karakteristik sendiri
yang berbeda dengan filsafat umum lainnya, misalnya filsafat Yunani. Secara
sederhana karakteristik filsafat Islam dapat dirangkum menjadi tiga, yaitu: 4
1. Filsafat Islam membahas masalah yang sudah pernah dibahas dalam
filsafat Yunani dan lainnya, seperti ketuhanan, alam, dan roh. Akan tetapi,
selain cara penyelesaian dalam filsafat Islam berbeda dengan filsafat lain,
para filosof Muslim juga mengembangkan dan menambahkan ke dalamnya
hasl-hasil pemikiran mereka sendiri. Sebagaimana bidang lainnya (teknik),
filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan diperdalam dan disempurnakan
oleh generasi yang datang sesudahnya.
2. Filsafat Islam membahas masalah yang belum pernah dibahas oleh filsafat
sebelumnya seperti filsafat kenabian (al-nazhariyyat al-nubuwwat).
3. Dalam filsafat Islam terdapat pemaduan antara agama dan filsafat, antara
akidah dan hikmah, antara wahyu dan akal. Bentuk ini banyak terlihat
dalam pemikiran filosof Muslim, seperti al-Madinat al-Fadhilat (Negara
Utama) dalam filsafat Al-Farabi: bahwa yang menjadi kepala Negara
adalah nabi atau filosof. Begitu pula pendapat Al-Farabi pada Nadhariyyat
al-Nubuwwat (filsafat kenabian): bahwa nabi dan filosof sama-sama
menerima kebenaran dari sumber agama, yakni Akal Aktif (Akal X) yang
juga disebut Malaikat Jibril. Akan tetapi, berbeda dari segi teknik, filosof
melalui Akal Perolehan (mustafad) dengan latihan-latihan, sedangkan nabi
dengan akal had yang memiliki daya yang kuat (al-qudsiyyat) jauh
kekuatannya melebihi Akal Perolehan filosof.

4
http://catatannaniefendi.blogspot.co.id/2016/02/mengenal-filsafat-islam-tokoh-dan.html
diakses pada tanggal 01 April 2018 Pukul 21.12 Wib

3
B. Dasar-Dasar Al-Quran Tentang Filsafat Islam
Telah dikemukakan bahwa Al-Qur’an merupakan pendorong utama
lahirnya pemikiran filsafat dalam Islam. Pengertian yang dikandung filasafat
sejalan dengan isi Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang
mendorong pemeluknya agar banyak berpikir dan mempergunakan akalnya. Kata-
kata yang dipakai al-Qur’an dalam menggambarkan kegiatan berpikir ialah:
1. Kata-kata berasala dari ‘aqala (‫ )عقل‬mengandung arti mengerti,
memahami, dan berpikir, terdapat dalam lebih dari 45 ayat. Di antaranya
surat al-Baqarah (2) : 242, al-Anfal (8) : 22 dan an-Nahl (16) : 11-12.
2. Kata-kata yang berasal dari nazhara (‫ )نظر‬melihat secara abstrak dalam
arti berpikir dan merenungkan atau menalar, terdapat dalam Al-Qur’an
lebih dari 30 ayat. Di antaranya surat Qaf (50) : 6-7, ath-Thaariq (86) : 5-7,
dan al-Ghaasiyah (88) : 17-20.
3. Kata yang berasal dari tadabbara (‫ )تدبر‬mengandung arti merenungkan,
terdapat dalam beberapa ayat, seperti surat Shad (38) : 29 dan Muhammad
(47) : 24
4. Kata-kata yang berasal dari tafakkara (‫ )تفكر‬yang berarti berpikir, terdapat
16 ayat dalam Al-Qur’an. Di antaranya dalam surat an-Nahl (16) : 68-69
dan al-Jaatsiyah (45) : 12-13.
5. Kata-kata yang berasal dari faqiha (‫ )فقه‬yang berarti mengerti dan paham,
terdapat 16 ayat dalam Al-Qur’an. Di antaranya surat al-Isra’(17) : 44, al-
An’am (6) : 97-98 dan at-Taubah (9) : 122.
6. Kata-kata yang berasal dari tazakkara (‫ )تذكر‬yang berarti mengingat,
memperoleh peringatan, mendapat pelajaran, memperhatikan dan
mempelajari, yang semuanya mengandung peerbuatan berpikir, terdapat
dalam lebih dari 44 ayat. Di antanranya surat an-Nahl (16) : 17, az-Zumar
(39) : 9, dan adz-Dzaariyat (51) : 47-49.[9]
7. Kata-kata yang berasal dari fahima (‫ )فهم‬yang berarti memahami dalam
bentuk fahhama; di antaranya surat al-Anbiyaa’ (21) : 78-79.
8. Ulu al-baab (‫ )اولوا االلباب‬yang berarti orang berpikiran, di antaranya
terdapat dalam surat Yusuf (12) : 111 dan surat Al-Imraan (3) : 109; ulu

4
al-‘ilm (‫ )اوالوا العلم‬yang berarti orang berilmu, di antaranya terdapat

dalam surat Ali-Imraan (3) : 18; ulu al-abshaar (‫ )اولوا االبصار‬yang berarti
orang yang mempunyai pandangan, di antaranya terdapat dalam surat an-
Nuur (24) : 44; ulu al-Nuha (‫)اولوا النهى‬, yang berarti orang bijaksana, di
antaranya terdapat dalam surat al-Anfaal (8) : 22 dan an-Nahl (16) : 11-12;
dan juga kata ayat (‫ )اية‬sendiri erat hubungannya dengan perbuatan
berpikir, yang arti aslinya adalah tanda.
Perintah berpikir terdapat pula dalam ayat Kauniyah. Ayat-ayat ini
menggambarkan kejadian di alam semesta. Semua kejadian tersebut yang oleh al-
Qur’an diperintahkan umat Islam untuk memikirkan dan merenungkan.
Jelaslah bahwa kata-kata yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an di atas
mengandung anjuran dan mendorong umat Islam supaya banyak berpikir dan
menggunakan akalnya. Akal dalam Islam menduduki posisis tinggi dan terhormat.
Oleh karena itu, berpikir dan menggunakan akal adalah ajaran yang jelas dan
tegas dalam Islam. Jika filsafat dikatakan berpikir secara radikal, bahkan sampai
ke dasar segala dasar, maka pengertian ini sejalan dengan kandungan isi al-Qur’an
yang mendorong pemeluknya untuk berpikir secara mendalam tentang segala
sesuatu sehingga ia sampai ke dasar segala dasar, yakni Allah swt., Pencipta alam
semesta.5
Beberapa ayat yang mengandung kata-kata pendorong untuk berfilsafat,
antara lain, yaitu :
   
  
  
  
 
 
Artinya :
“Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun
banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai

5
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya (Jakarta :Raja Grafindo Persada,
2010), h. 20-23.

5
orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. al-Maaidah:
100)
Dalam tafsir al-Azhar, karangan Hamka, menerangkan bahwa kalau Allah
menyiksa, sangatlah pedih siksaan-Nya. Yang disiksa ialah orang yang memilih
jalan yang buruk dan kelakuan yang buruk. Tetapi Allah-pun Pengampun dan
Penyayang. Yaitu kepada orang yang berjuang mengalahkan diri dari yang buruk
dan memilih yang baik. Akal yang terdidik oleh petunjuk Agama dapatlah
membedakan buruk dan baik. Akal dapat menilai mana yang mudharat dan mana
yang manfaat. Mana yang haram dan mana yang halal. Mana yang adil dan mana
yang yang zhalim. Mana yang kebodohan dan mana yang ilmu-pengetahuan.
Mana yang merusak dan mana yang memperbaiki.6 Dari penjelasan tersebut dapat
dikatakan bahwa akal yang diberikan oleh-Nya haruslah digunakan sebaik-
baiknya dalam segala sesuatu yang baik.
 
  
   
   
  
  
 
Artinya :
“Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah
dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan
pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berakal.” (Q.S. al-Jaatsiyah : 5)
Dalam Tafsir Al-Maraghi, maksud dari ayat ini adalah apabila kamu
memperhatikan hikmah-hikmah yang tersebut di langit dan bumi, maka kamu
akan beriman tentang ke-Esa-an pencipta dan kekuasaan-Nya. Dan apabila kamu
bertambah ilmu pengetahuan, maka bertambah pula kemantapanmu dan
kepahamanmu, sehingga kamu menjadi orang-orang yang yakin terhadap ke-Esa-
an dan kekuasaan Allah itu. Karena keyakinan itu terjadi berkat banyaknya dalil-
dalil. Dan apabila kamu telah yakin tentang keindahan alam semesta ini,
kebagusan aturan-Nya, maka kamu tergolong orang-orang yang mempunyai akal

6
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ VII (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1982), h. 61.

6
matang dan pikiran yang dapat menembus rahasia-rahasia alam semesta ini
dengan bikinan(buatan)-Nya yang unik, sehingga kau dapat mengambil manfaat
dan kandungannya dan dapat menundukkan kemanfaatan-kemanfaatan dalam
kehidupan yang penuh dengan kebutuhan-kebutuhan.7
  
 
  
   

Artinya :
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab
(Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Q.S. al-Baqarah : 44)
Dalam Tafsir al-Maraghi, penjelasan mengenai lafal afalaa ta’qiluun;
apakah kalian tidak mempunyai akal lagi sehingga kalian tidak bisa dikendalikan
di dalam melakukan perbuatan yang mengundang bahaya? Sebab, orang yang
mempunyai akal sekalipun tingkat kecerdasannya tidak seberapa ia takkan
mengaku dirinya telah menguasai atau mempunyai ilmu Kitab secara sempurna,
kemudian ia menyeru kepada umat manusia untuk mengikuti hidayah dan
menjelaskan kepada mereka bahwa kebahagiaan akan selalu bersamanya selama
ia mengikuti petunjuk Al-Qur’an, tetapi ia tidak mengamalkan dan tidak
berpegang pada apa yang ia perintahkan kepada orang lain, disamping tidak
meninggalkan apa yang mereka yakini sebagai larangan.8
Sedang untuk orang yang memiliki ilmu, Allah swt. berfirman :
 
   
  
   
   
  
  
 

7
Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir al-Maragi Juz XXV (Semarang : Toha Putra Semarang,
1993) h. 260.
8
Ahmad Mustafa Al Maragi, Ibid, h. 183

7
   
   
Artinya :
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah:11)
Seperti yang diketahui bahwa filsafat ilmu merupakan berpikir lebih dalam
mengenai ilmu itu sendiri, dan jika seseorang yang telah berfilsafat dalam
keilmuan, maka ia adalah orang yang menggunakan akalnya dengan baik demi
mnambah ilmu. Dan barang siapa yang berilmu maka akan ditinggikan derajatnya
beberapa derajat, itu merupakan imbalan dari Allah atas orang-orang yang mau
mencari ilmu. Dan apa buktinya kita manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu,
jika dilihat dalam al-Qur’an, seperti yang diketahui bersama bahwasanya, kita
manusia disuruh untuk membaca (seperti wahyu yang kali pertama diturunkan),
dan membaca merupakan jendela ilmu, Firman Allah swt.:
  
  
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,” (QS
Al-‘Alaq:1)
  
  
   
   
     
    
 
Artinya :
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. tidak ada
bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang
pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?” (Qs. As-sajadah:4)

8
  
  
 
    
 
  
   
  
Artinya :
“Tidakkah mereka perhatikan di atas mereka bagaimana ia Kami
menjadikan serta hiasi dan tiada celah-celah padanya? Dan bumi Kami
bentangkan serta letakkan di atasnya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan
padanya dari tiap pasangan yang indah?” (Q.S.Qaaf (50):6-7).
   
    
   
  
Artinya :
“Maka hendaklah manusia merenungkan dari apa ia diciptakan, ia
diciptakan dari air yang ditumpahkan yang keluar dari antara tulang punggung
dan tulang rusuk”. (Q.S. Ath Thaariq (86):5:7).
    
 
  
  
  
   
  
    
   
 
Artinya :
“Tuhanlah yang membuat laut bagimu tunduk agar padanya kapal – kapal
berlayar atas perintah-Nya dan kamu cari karunia-Nya, semoga kamu berterima
kasih. Ia buat segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi tunduk
bagimu, semuanya adalah dari pada-Nya, padanya sungguh terdapat tanda –
tanda bagi kaum yang berpikir”. (Q.S. Al Jaatsiyah (45):12-13).

9
Tampak jelas dari uraian-uraian di atas bahwa Islam tidak mencegah orang
untuk mempelajari ilmu filsafat, bahkan menganjurkan orang berfilsafat., berpikir
menurut logika untuk memperkuat kebenaran yang dibawa oleh Al Qur’an dengan
dalil akal dan pembawaan rasional.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat Islampun tidak jauh berbeda dengan filsafat lainnya, hanya saja
dalam filsafat Islam pembahasan tentang hakikat kebenaran sesuatu telah dicelup
dengan ajaran-ajaran Islam. Jadi secara sederhana, dapat dikatakan bahwa filsafat
adalah hasil kerja berpikir dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematis,
radikal, dan universal. Sedangkan Filsafat Islam itu sendiri adalah hasil pemikiran
para filsuf tentang ketuhanan, kenabian, manusia dan alam yang disinari ajaran
agama Islam dalam suatu pemikran yang logis dan sistematis yang berdasarkan
kepada Al-Quran dan hadits.

B. Saran
Mempelajari, mengetahui dan juga memahami akan filsafat Islam tentunya
akan memberikan efek pengetahuan yang bermanfaat dalam cakrawala kehidupan.
Dengan berpijak kembali kepada filsafat Islam, diharapkan bisa meretaskan
pengetahuan dan kearifan religus yang bernilai tinggi. Akar-akar persoalan
modernitas yang menyeret manusia ke dalam dunia “tanpa wajah” dapat

10
disadarkan lewat penelusuran filsafat Islam. Atas dasar itulah filsafat perlu
dihadirkan kembali sebagai sebuah cara pandang dunia di mata umat Islam.
Sebagaimana petuah bijak mengatakan “Akal manusia itu nisbi. Tidak
seluruh persoalan dapat diatasinya. Hendaknya dalam berfikir dan berperilaku,
Al Qur’an dijadikan tolak ukur utama dalam menilai benar atau tidaknya
keyakinan. Karena Al Qur’an pulalah yang dapat membawa manusia pada
kebenaran yang hakiki.”

DAFTAR PUSTAKA

Sirajuddin Zar, Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya (Jakarta :Raja Grafindo
Persada, 2010),
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ VII (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1982)
Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir al-Maragi Juz XXV (Semarang : Toha Putra
Semarang, 1993)
https://semilicity.wordpress.com/2009/04/24/definisi-filsafat-islam/
http://catatannaniefendi.blogspot.co.id/2016/02/mengenal-filsafat-islam-tokoh-
dan.html
http://catatannaniefendi.blogspot.co.id/2016/02/mengenal-filsafat-islam-tokoh-
dan.html

11

Vous aimerez peut-être aussi