Vous êtes sur la page 1sur 9

MAKALAH AIK 4

(AL-ISLAM KEMANUSIAAN DAN KEAGAMAAN )

KESATUAN ANTARA AYAT QAULIYAH-KAUNIYAH & HUBUNGAN


KEDUANYA DALAM MEMAHAMI DAN POTENSI MANUSIA DALAM
PENGEMBANGAN IPTEK

Disusun oleh :
Intan Kartika Putri Kurdiani
NIM : 161540100026

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
Kesatuan antara Ayat-Ayat Qauliyah Dan Kauniyah dan hubungan keduanya
dalam memahami ayat Qauliyah dan kauniyah

Allah SWT menurunkan ayat-ayat (tanda kekuasaan)-Nya melalui 2 jalur formal


yaitu ayat qouliyah dan jalurnon-formal yaitu ayat kauniyah. Ayat qouliyah adalah
kalam Allah (Al-Qur’an) yang diturunkan secara formal kepad Nabi Muhammad
SAW. Sedangkan ayat kauniyah adalah fenomena alam, jalurnya tidak formal dan
manusia mengeksplorasi sendiri.
Al-Quran Al-Karim, yang terdiri dari 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai persoalan
hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-
uraian sekitar persoalan sering tersebut sering di sebut ayat-ayat kauniyah. Tidak
kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal diatas. jumlah ini tidak
termaksud ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat.

b. Al-Quran Dan Alam Raya


Dalam bericara tentang alam dan fenomenanya. Paling sedikit ada dua hal yang dapat
dikemukakan menyangkut hal tersebut:
1. Al-Quran memerintah kan atau menganjurkan kepada manusia untuk
memperhatikan dan mempelajari alam rayadalam rangka memperolh manfaat dan
kemudahan-kemudahan bagi kehidupanyadan mengantarkan kepada kesadaran-
kesadaran akan keesaan dan kemahakuasaan Allah SWT.
2. alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan,
dimiliki, dan dibawah kekuasaan Allah SWTsertadiatut dengan sangat teliti.
Alam raya tidak bias dilepaskan dari ketetapan-ketapan tersebut, kecuali jika
dikehendaki aloh Allah SWT.
Eksplorasi terhadap ayat kauniyah inilah yang kita kenal sebagai sains, yang
kemudian dalam aplikasinya disebut teknologi. Sains dan teknologi (saintek) ini
adalah implementasi dari tugas manusia sebagai khalifah fil ardhi
untukmemakmurkan bumi. Karenanya bagi seorang muslim, saintek adalah sarana
hidup untuk mengelola bumi, bukan membuat kerusakan.
Paradigma seorang muslim terhadap ayat-ayat Allah ini, baik ayat qouliyah (Al-
Qur’an) maupun kauniyah (fenomena alam) adalah mutlak benar dan tidak mungkin
bertentangan, karena keduanya berasal dari Allah. Pada faktanya sains yang telah
”proven” (qath’i) selaras dengan Al Qur’an seperti tentang peredaran bintang,
matahari dan bumi pada orbitnya. Namun sains yang masih dzanni (teori) kadang
bertentangan dengan yang termaktub dalam Al-Qur’an seperti teori evolusipada
manusia.
Allah swt. menuangkan sebagian kecil dari ilmu-Nya kepada umat manusia dengan
dua jalan. Pertama, dengan ath-thariqah ar-rasmiyah (jalan resmi) yaitu dalam jalur
wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang disebut juga
dengan ayat-ayat qauliyah. Kedua, dengan ath-thariqah ghairu rasmiyah (jalan tidak
resmi) yaitu melalui ilham secara kepada makhluk-Nya di alam semesta ini (baik
makhluk hidup maupun yang mati), tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Karena
tak melalui perantaraan malaikat Jibril, maka bisa disebut jalan langsung
(mubasyaratan). Kemudian jalan ini disebut juga dengan ayat-ayat kauniyah.
Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam
semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya,
mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil
kesimpulan. Allah swt. berfirman: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu
Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan
alam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-
‘Alaq:1-5)
Saintis muslim bukan berhenti pada observasi dan menjelaskan fenomena alam,
namun mesti mencapai level orang yang berakal ulil albab (QS Ali Imron 190-191).
Akal berbeda dengan kecerdasan otak. Hewan pun mempunyai kecerdasan, namun
tidak mempunyai akal. Karenanya orang yang tidak menggunakan akal diumpamakan
binatang ternak (QS.Al-A’raf : 179). Manusia yang tidak menggunakan akal
dianggap sebagai”binatang yang cerdas”.
Akal adalah kerja qalbu yang berada dalam dada (sebagaimana disebutkan dalam
QS.Al-Hajj ayat 46), merupakan kemampuan untuk mengambil pelajaran. Kata ulil
albab biasa disebut dalam Al-Qur’an setelah pemaparan fenomena alam, untuk
menunjukkan orang yang bias mengambil pelajaran. Kata “yafqohuun” (memahami),
ya’qiluun(menggunakan akal) dalam Al-Qur’an dinisbatkan pada qalbu (QS.22:46,
7:179).
”maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi,lalu mereka mempunyai qalbu
yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu
mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi
yang buta, ialah qalbu yang di dalam dada.”/ Ayat di atas didahului dengan ayat
tentang pemaparan fenomena kaum-kaum yang diadzab.
Berkaca dari makna akal dalam Al-Qur’an ini, maka semestinya penemu disket,
penemu memori jika barakal maka akan sampai pada keyakinan tentang akhirat,
tentang kesaksian dan pencatatan amal-amal manusia, dan hari pembalasan.
Dalam sejarah peradaban Islam, para ilmuwan adalah juga ahli dalam agama karena
memahami kedudukan saintek dalam Islam. Mereka belajar ayat qouliyah dan juga
belajar ayat kauniyah. Kontribusi ilmu pengetahuan para ilmuwan muslim menjadi
tonggak kemajuan iptek di barat.
Dalam bidang matematika ada algorithm, algebra yang merupakan nama
matematikawan muslim (Alkhawarizm, Aljabar). Juga angka Arab yang dengannya
perhitungan menjadi mudah. Dalam bidang kimia ada istilah alkemi (chemistry),
alkali, alkohol. Nama-nama ilmuwan muslim spt IbnuSina (Avicena), Ibnu Rusyd
(Averous), Ibnu Khaldun menjadi nama yang gemilang. Bidang-bidang yang sangat
gemilang pada masa kejayaan peradaban Islam adalah kedokteran, matematika, dan
astronomi, karena menjadi kebutuhan langsung seperti menentukan kiblat dan waktu-
waktu ibadah.
Dalam pandangan seorang muslim ayat qauliyah akan memberikan petunjuk/isyarat
bagi kebenaan ayat kauniyah, misalnya surat An-Nur (24):43 mengisyaratkan
terjadinya huja, surat Al-Mukminun (23):12-14 mengisyaratkan tetang keseimbangan
dan kesetabilan pada istem tata surya, surat Al-Ankabut(29):20 mengisyaratkan
adanya evolusi pada penciptaan makhluk di bumi, surat AZ-Zumar (39):5 dan surat
an-Naml (27): 28 mengisyaratkan adanyarotasi bumi dan bulatnya bumi,sebaliknya
ayat kauniyah akan menjadi bukti (Al-Burhan) bagi kebenaran ayat qauliyah (lihat
surat Al-Fushshilat 41:53)
Dengan demikian,Pada pasal ini akan dijelaskan dan diberikan contoh hubungan
antara ayat Qauliyah sebagai petunjuk wahyu yang memberikan isyarat global
tentang fenomena iptek, untuk membantu menjelaskan dan mencocokkan terhadap
ayat kauniyah. Banyak sekali contoh yang dapat dikemukakan, akan tetapi karena
keterbatasan ruang, maka dalam hal ini akan dikemukakan dua contoh saja yang amat
terkenal yaitu “Siklus Hidrologi” dan “Konsep Tentang Alam Semesta”.

1. Ayat/Fenomena Kauniyah
Dari hasil observasi dan penelitian yang berulang-ulang bahwa “siklus hidrologi”
atau sikulasi air (hydrologi cycle) dapat dijelaskan sebagai berikut:
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang terjadi akibat radiasi/panas matahari,
sehingga air yang dilaut, sungai, dan juga air pada tumbuh-tumbuhan mengalami
penguapan ke udara (transpiration), sehingga dikenal sebagai evapotranspiration, lalu
uapair tersebut pada ketinggian tertentu menjadi dingin dan terkondensasi menjadi
awan. Akibat angin,bekumpulan awan dengan ukuran tertentu dan terbuat awan
hujan, karena pengaruh berat dan gravitasi kemudian terjadilah hujan (presipitasion).
Beberapa air hujan ada yang mengalir di atas permukaan. Tanah sebagai aliran
limpasan (overland flow) dan ada yang terserap kedalam tanah (infiltrasioan). Aliran
limpasan selanjutnya dapat mengisi tampungan-cekungan (depresioan storage).
Apabila tampungan ini telah terpenuhi, air akan menjadi limpasan-permukaan
(surface runoff) yang selanjutnya mengalir kelaut. Sedangkan air yang terinfiltrasi,
bisa keadaan formasi geologi memungkinkan, sebagian dapat mengalir literal di
lapisan tidak kenyang air sebagai aliran antara (subsurface flow/interflow). Sebagian
yang lain mengalir vertikal yangdisebut dengan “perkolasi” (percolation) yang akan
mencapai lapisan kenyang air (saturated zone/aquifer). Air dalam akifer akan
mengalir sebagai air tanah (grounwter flow/base flow) kesungai atau ketampungan
dalm (deep storage). Siklus hirologi ini terjadi terus-menerus atau berulang-ulang dan
tidak terputus.

2. Ayat/Fenomena Qauliyah
Pada penjelasan fenomena kauliyah, dapat kita tarik kesimpulan bahwaq “siklus
hidrologi” memiliki 4 (empat) macam proses yang saling menguatkan, yaitu:
a. hujan/presipitasi.
b. penguapan/evaporasi.
c. infiltrasi dan perkolasi (peresapan).
d. lipahan permukaann (surface runoff) dan limpasan iar tanah (subsurface rzrnoff)
Isyarat adanya fenomena “siklus hidrologi” dapat kata lihat pada surat An-Nur (43) :
Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian mengumpulkan
antara (bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka
kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti)
gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan
kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (An Nur: 43)

Pada ayat diatas, menunjukkan adanya proses inti yang sedang berlangsung dan
merupakan bagian dari proses “siklus hidrologi.”Kedua proses itu, yaitu proses
penguapan (evaparasi)yang ditunjukkan dengan kata “awan”dan proses hujan
(presipitasi)yang berupa keluarnya air dan butiran es dari awan.Diman awan adalah
massa uap air yang terkumpul akibat penguapan dan kondisi atmosfir tertentu.
Menurut Prof. Sri Harto (2000)seorang pakar biologi, awan dalam keadan ini yang
kalau masih mempunyai butir-butir air berdiameter lebih kecil dari 1mm masih akan
melayang-layang di udara karena berat butir-butir tersebut masih lebih kecil daripada
gaya tekan ke atas udara. Sehingga pada kondisi ini awan masih bisa bergerak
terbawa angin, kemudian berkumpul menjadi banyak dan bertindih-tindih
(bercampur) Allah, dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan
dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya,
Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya,
tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Ar-Arum: 48).
Demikian jelaslah bahwa dengan terbawanya awan oleh pergerakkan angin, maka
awan akan berkumpul menjadi banyak dan bergumpal-gumpal. Akibat berbagai sebab
klimatologis seperti pengaruh kondensasi, awan tersebut dapat menjadi awan yang
potensial menimbulkan hujan, yang biasanyamnurut Sri Harto (2000) terjadi bila
butir-butir berdiameter lebih besar dari pada 1mm.
Sehingga pada ayat diatas “hujan keluar dari celah-celahnya”awan, maksudnya secara
ilmiah “hujan” turun tidak seperti menggelontornya air, melainkan berupa butir-butir
air kecil (lebih besar dari pada 1mm)yang turun dari awan akibat pengaruh berat dan
gravitasi bumi, seperti jatuhnya tetes-tetes aur dari celah-celah mata air. Sedangkan
turunya butiran-butiran es langit, itu disebabkan apabila gumpalan-gumpalan awan
pada ketinggian tertentu dan kondisi atmosfir tertentu mengalami kondensasi sampai
mencapai kondisi titik beku, sehingga terbentuklah gunung-gunung es. Kemudian
karena pengaruh berat dan gravitasi bumi sehingga jatuh/turun ke permukaan bumi,
dan dalam perjalananya dipengaruhi oleh temperatur, pergerakan angin dan gesekan
lapisan udara , maka gunung es itu peceh menjadi butir-butir es yang jatuh ke
permukaan bumi.
Bila terjadi hujan masih besar kemungkinan air teruapkan kembali sebelum sampai di
permukaan bumi, karena keadaan atmosfir tertentu. Hujan baru dusebut sebagai hujan
apabila telah sampai di permukaan bumi dapat diukur. Air hujan yang jatuh di
permukaan bumi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sebagai air lintasan dan sebagai air
yang terinflocrsi/meresap ke dalam tanah (Sri Harto.2000).
Pada ayat diatas Allah menurunkan hujan menurut suatu ukuran sehingga hujan yang
sampai di permukaan bumi dapat di ukur. Hanya tinggal kemampuan manusai sampai
dimana tingkat validitasnya dalam mengukur dan memperkirakan jumlah atau
kuantitas hujan. Sehingga timbul beberapa teori pendekatan dalam analisis kuantitas
hujan yang menjadikan berkembangnya ilmu hidrologi. ”Lalu Kami jadikan air itu
menetap di bumi”. Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah
menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi
Kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam
warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, Kemudian
dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.( Az-Zumar: 21)
Sumber-sumber air dibumi bisa berupa air sebagai aliran limpasan seperti air sungai,
danau, dan laut. Juga bisa berupa air tanah (graund water) segagai akibat dari
infiltrasi seperti air sumur , air artesi dan sungai bawah tanah.
Dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.maksudnya Allah
berkuasa untuk menghilangkan sumber-sumber air tadi, seperti dengan cara kemarau
panjang (akibat siklus musim yang dipengaruhi oleh pergerakan matahari disekitar
equator) , sehinga tidak ada suplei air sebagai pengisian (recharge kedalam
permukaan tanah atau bawah permukaan tanah. Sedangkan, proses pengguapan,
pergerakan air permukaan dan pergerakan air tanah berlangsung terus-
menerus,sehinga lapisan iar tanah (water table) menjadi turun dan sumber mata iar
menjadi berkurang, bahkan lebih drastis lagi muka air tanah bisa turun mencapai
lapisan akifer artetis yang kedap iar. Maka kondisi seprti itu seringkaili terlihat
sungai-sungai kekeringan, sumur-sumur air dangkal kekeringan, muka air danau surut
dan bahkan ada yang sdampai kering, dan pohon-pohon mengalami kerontokan dan
mati kekeringan. Kaidah-kaidan seperti ini sebagai mana telah digambarkan pad surat
Az-Zumar (39) ayat 21 di atas. Dengan demikian bahwa kajian ayat-ayat qauliyah
diatas meliputi suatu sunnatullah “daur” yang terus menerus tidak terputu, seperti
lingkaraqn setan yang disebut sebagai “sijlus hidrologi”.
Potensi manusia dalam pengembangan iptek

Dalam berbagai literature, khususnya dibidang filsafat dan antropologi dijumpai


berbagai pandangan para ahli tentang hakekat manusia. Sastraprateja, misalnya
mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia itu
sendiri adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat
manusia hanya dilihat dalam perjalanan sejarahnya, dalam sejarah perjalanan bangsa
manusia. Saatraprateja lebih lanjut mengatakan, bahwa apa yang kita peroleh dari
pengamatan kita atas pengamatan manusia adalah suatu rangkaian
anthtropoligicalconstans, yaitu dorongan-dorongan dan orientasi yang dimiliki
manusia.
Lebih lanjut, Sastraprateja menambahkan ada sekurang-kurangnya
6 anthtropoligicalconstans yang dapat di tarik dari pengalaman umat manusia, yaitu:
1. Relasi manusia dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis
2. Keterlibatan dengan sesama
3. Keterkaitan dengan srtuktur sosial dan institional
4. Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat, hubungan
timbal balik antara teori dan praktis.
5. Kesadaran religious dan para religious
6. Merupakan satu sintesis dan masing-masing saling mempengaruhi.
Keenam masalah tersebut tampak merupakan rangkaian kegiatan yang tidak bisa
ditinggalkan oleh manusia, yang secara umum dapat dikatakan bahwa dalam
beresksistensinya manusia tidak bisa melepaskan dari ketergantungannya pada orang
lain.
Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di Barat ) mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia
dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap
dunia yang ada luar dirinya. Pendapat ini menunjukkan tentang betapa sulitnya
memahami manusia secara tuntas dan menyeluruh. Sehingga setiap kali seseorang
selesai memahami dari satu aspek tentang manusia, maka muncul pula aspek yang
lainnya.
Manusia memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan social maupun perubahan alamiah.
Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan berbagai makhluk yang
berbudaya. Manusia tidak liar, baik secara social maupun alamiah.
Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan
tidak mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembah-Nya
dengan tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak tersebut membutuhkan
perawatan, bimbingan dan pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang
benar. Ia harus dikembangkan segala potensinya kearah yang positif melalui suatu
upaya yang disebut sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’dib, al-Ta’lim atau yang kita kenal
dengan “pendidikan”.
Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan yang optimal maka
pendidikan dalam mengembangkannya harus memperhatikan aspek-aspek
kepentingan yang antara lain :
1. Aspek Pedagogis
Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo Educondum’
yaitu makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang
lain. Jadi disini pendidikan berfungsi memanusiakan manusia tanpa pendidikan sama
sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia yang sebenarnya.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut ‘Psychophyisk Netral’
yaitu makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan
rohaniah. Didalam kemandirian itu manusia mempunyai potensi dasar yang
merupakan benih yang dapat tumbuh dan berkembang.
3. Aspek Sosiologis Dan Kultural
Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak dan
berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
4. Aspek Filosofis
Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.
Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat
mendidik. Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi khalifah di bumi,
pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa
keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk
yang mulia.
Fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Oleh
karena itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan
dan perkembangan fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang
berkepribadian muslim. Potensi dasar tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah
harus terpelihara dan berkembang dengan baik. Sebab tugas pendidikan adalah
menjadikan potensi dasar itu lebih berdaya guna, berfungsi secara wajar dan
manusiawi.
Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada
manusia lain dengan harapan mereka, ini berkat pendidikan (pengajaran) itu kelak
menjadi manusia yang shaleh, yang berbuat sebagai mana yang seharusnya diperbuat
dan menjauhi apa yang tidak patut dilakukannya
Daftar pustaka

1. H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis,


Teoritis dan Praktis, Ciputat Press, Jakarta, 2002.
2. Sidi Gazalba, Ilmu dan Islam, Jakarta: CV. Mulia, 1969.
3. Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju
Psikologi Islami, Yayasan Insan Kamil Bekerjasama dengan Pustaka
Pelajar, 2005.
4. Ahmad Baiquni, Sains dan Teknologi dalam Perspektif Al-qur’an, dalam
Yunahar Ilyas, Pendidikan dalam Perspektif Al-qur’an, LPPI,
Yogyakarta, 1990.
5. Eggi Sudjana, Islam Fungsional, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2008.

Vous aimerez peut-être aussi