Vous êtes sur la page 1sur 25

ASUHAN KEPERAWATAN

KOMUNITAS DENGAN GANGGUAN


TUNA RUNGU

OLEH

KELOMPOK : 1

 AGUSLIADEN
 ABDULLAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FLORA MEDAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

T.A 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke-hadiran tuhan yang maha esa. Atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang
telah memberi arahan pada penulis dalam proses pembuatan makalah ini.
Makalah yang penulis susun ini membahas tentang “ASUHAN KEPERAWATAN
KOMUNITAS DENGAN GANGGUAN TUNA RUNGU” mungkin dalam pembuatan
makalah ini penulis banyak mengalami kesalahan dan kekurangan dari hal penyampaian
maupun dalam penulisan beserta isinya, sebagai tim penulis megharapkan kritik dan saran
dari dosen ataupun pembaca.
Demikian makalah ini penulis sampaikan mudahan makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.

Medan, desember 2017

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pendengaran merupakan lintasan sensorik yang primer melalui anak, secara normal
memperkembangkan kemampuan berbicara serta bahasa mereka. Gangguan pendengaran
pada usia berapapun dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan pendengaran dengan
derajat yang ringan sekalipun, akan dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan pada
kemampuan berbicara, penguasaan bahasa serta belajar. Oleh karena itu merupakan sesuatu
yang esensial bahwa terdapatnya kehilangan pendengaran pada anak dapat dikenali sedini
mungkin serta pengelolahannya direncanakan dengan segera. Ketrampilan yang dimiliki
oleh audiologist yang bersangkutan adalah esensial dalam mengenali terdapatnya derajat tipe
gangguan pendengaran yang bersangkutan.

Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai suatu sarana untuk


mengungkapkan konsep pikiran, perasaan dan emosi. Salah satu komponen utama dalam
berkomunikasi adalah kemampuan untuk berbicara dan berbahasa. Wicara merupakan salah
satu kemampuan yang diperoleh melalui suatu proses perkembangan yang rumit, dimulai
segera setelah bayi lahir. Secara umum gangguan wicara diakibatkan oleh faktor organik,
fungsional, ataupun keduanya. Wicara adalah kemampuan berbahasa vokal (motorik) dengan
mengartikulasikan bahasa. Untuk dapat berbahasa membutuhkan kemahiran reseptif
(memahami bahasa), mengelolah infformasi yang diterima dan kemampuan ekspresif
(mengemukakan ide/kehendak, gagasan, dan pengetahuan kepada orang lain). Ekspresi
bahasa dapat disampaikan dalam bentuk wicara, mimik, isyarat, tulisan maupun bahasa
tubuh. Gangguan wicara pada anak erat kaitannya dalam proses tumbuh kembang. Ada
tidaknya gangguan wicara pada anak dapat dinilai dan dievaluasi dengan membandingkan
proses pematangan dan kemampuan inividu normal.

Pada anak kemampuan berbahasa dan/atau wicara dapat normal, terlambat, terganggu
atau menyimpang dari pola normal. Ketidaktahuan akan tahap perkembangan mendengar dan
wicara menyebabkan kelambatan penemuan dini kasus-kasus gangguan wicara yang tentu
saja berakibat pada terlambatnya penanganan kasus.

Saat ini di Indonesia beluam ada data pasti mengenai jumlah kasus anak dengan
gangguan wicara dan berbahasa. Data dari 808 anak yang datang dengan masalah gangguan
wicara di Pusat Kesehatan Telinga dan Gangguan Komunikasi bagian THT RSCM
menunjukan 82.79 % disebabkan gangguan pendengaran, sedangkan 15.35 % anak dengan
gangguan wicara tanpa masalah pendengaran.

3
I.2 Rumusan Masalah

Kemampuan berbicara daan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses
tumbuh kembang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor usia. Proses
perkembangan dan pertumbuhan ini tentunya melalui berbagai tahapan yang harus dialalui
oleh anak/bayi untuk dapat mencapai kemampuan berbicara dan mendengar secara baik.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang menjadi term of reference dalam makalah ini
adalah :

Apa yang dimaksudkan dengan cacat ganda ?

Bagaimana proses perkembangan mendengar dan berbicara pada anak ?

Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya (etiologi) gangguan bicara
dan gangguan pendengaran ?

Bagaimana pathofisiologi, manifestasi klinis yang terjadi serta pemeriksaan penunjang


yang dapat dilakukan pada cacat ganda ?

Bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien (anak)
yang menderita cacat ganda ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Cacat ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan atau disfungsi


perkembangan pendengaran yang bersifat sensorineural yang diikuti oleh kerusakan
perkembangan berbahasa atau komunikasi. Gangguan pendengaran pada usia berapapun
dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan pendengaran dengan derajat ringan
sekalipun akan dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan pada kemampuan berbicara,
penguasaan bahasa serta belajar.

Permasalahan yang paling utama dalam perkembangan anak-anak yang menderita


kehilangan pendengaran yang parah sampai berat/mendalam, adalah kemampuan mereka
untuk mengadakan komunikasi secara lisan dan bahasa yang mengalami gangguan. Anak
yang tuli memang memperkembangkan suatu bahasa serta serta anak tuli, yang lahir pada
orang tua yang tuli pulah mampu melakukan komunikasi satu sama lainnya serta serta dengan
para orang tua mereka dengan efektif.

Kemampuan berbicara seseorang erat kaitannya dengan kemampuan mendengar.


Stimulus bunyi dalam perjalannya akan sampai pada pusat pendengaran yang terletak pada
salah satu bagian belahan otak kiri. Informasi bunyi ini akan diteruskan kebagian lainnya dari
otak yang berperan sebagai pusat bicara dan akan menghasilkan sinyal bicara. Berdasarkan
sinyal bunyi ini dimulai proses produksi bunyi.

Untuk menghasilkan bunyi prosesnya juga tidak sederhana karena dibutuhkan


kerjasama berbagai organ tubuh dimulai dari aliran udara pernafasan yang berasal dari paru-
paru, getaran pita suara (fonasi) yang dilewati aliran udara sehingga di hasilkan nada tertentu,
pipa tenggorokan yang berperan sebagai tabung udara yang menimbulkan getaran pada saat
dilalui udara (resonansi), penutupan langit-langit lunak agar udara tidak memasuki rongga
hidung dan pengatupan bibir dengan maksud udara terkumpul di rongga mulut, yang akan
membuka pada saat telah terjadi getaran pita suara. Proses ini masih diikuti dengan gerakan
tertentu dari otot-otot lidah, rongga mulut dan gigi sehingga terjadi penyusupan suara
kedalam bentuk kata-kata yang akan menandai karakter ujaran manusia (artikulasi).

Kerja berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan
terkoordinasi dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali otak
melalui syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas bahwa
gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan berat), yang terjadi
didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan gangguan wicara.

5
2.2 Proses Perkembangan Bicara dan Mendengar

 Proses Perkembangan Mendengar

Kemampuan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses tumbuh kembang
sehingga dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama faktor usia. Pada bayi spektrum frekuensi
suara masih terbatas dan umumnya lebih sensitif terhadap bunyi dengan nada inggi.
Demikian pulah dengan reaksi yang diperlihatkan terhadap bunyi dipengaruhi oleh faaktor
usia. Sampai beberapa minggu setelah setelah lahir reaksi bayi terhadap bunyi masih bersifat
refleks, seperti menangis, terkejut, mengejapkan mata, membuka mata, gerakan menarik
lengan kearah tubuh, dan bernapas cepat.

Pada usia sekitar 4 bulan, saat otot-otot mata telah cukup kuat maka iaa akan berupaya
mencari sumber bunyi dengan menggerakan bola matanya dan bila otot-otot lehernya telah
kuat bayi akan mampu mencari sumber bunyi dengan menolehkan kepalanya. Reaksi
terhadap bunyi juga dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh sebelumnya, baik berupa
hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Kekerasan bunyi (intesitas) yang
dibutuhkan untuk menimbulkan respon juga dipengaruhi oleh faktor usia.

6
Secara lebih terperinci tahap perkembangan fungsi pendengaran dapat dilihat pada tabel
berikut

Usia (bulan lahir) Perkembangan fungsi Pendengaran


2–3 - Berespon terhadap bunyi keras dengan refleks jejak

3–4 - Berespon terhadap suara manusia dibandingkan dengan suara


lain
4–6 - Menjadi tenang dengan bunyi bernada rendah, seperti
ninabobok atau denyut jantung.
Memalingkan kepala kesamping bila bunyi dibuat setinggi
telinga
Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala ke samping
melihat kearah yang sama.
6–8 - Dapat melokalisasi bunyi yg dibuat dibawah telinga, diatas
telinga, akan memalingkan muka keatas atau kebawah.
8 – 10 - Mulai membuat bunyi tiruan
10 – 12 - Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala kearah
melengkung
18 - Berespon terhadap nama sendiri
Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala secara
diagonal dan langsung kearah bunyi.
24 - Mengetahui beberapa kata dan artinya seperti tidak atau nama
anggota keluarga.
36 - Belajar untuk mengendalikan dan menyesuaikan respon
sendiri pada bunyi.
Mulai mendiskriminasikan antara bunyi yang sangat berbeda,
seperti mendengarkan bunyi bel pintu dan telpon.
Menyaring keterampilan diskriminatif kasar
Mulai membedakan perbedaan yang lebih halus dalam bunyi
bicara, seperti antara e dan er.
48 - Mulai membedakan bunyi serupa seperti f dan th atau
antara s dan f.
- Mendengarkan menjadi lebih halus
- Mampu untuk diuji dengan audiometer

 Proses Perkembangan Bicara

Ada beberapa tahap perkembangan berbicara pada seorang anak. Pada bayi baru lahir
kontak dengan lingkungan telah dimulai walaau hanya berupa ekspresi wajah atau menangis.
Tahap perkembangan berbicara paling awal adalah menangis (refleks vocalization), yang
akan diikuti oleh tahap kedua yang berlangsung pada usia 5 – 6 bulan berupa ocehan ulang
(babbling). Bunyi yang dihasilkan merupakan penggabungan konsonan atau huruf mati
seperti p, m, b, g dengan huruf vokal yang diulang, misalnya: papapa, mamama, atau gagaga
seperti sedang berguman.

7
Pada usia sekitar 6 – 7 bulan, penggulangan bunyi tidak lagi bersifat refleks namun
karena bayi benar-benar mendengarkannya dan menyukaianya (lailing), bunyi yang
diproduksi misalnya: pa..pa, ma..ma, mi..mi dan sebagainya. Pada usia 10 bulan suara yang
dihasilkan merupakan peniruan terhadap sejumlah bunyi suara sendiri atau bunyi yang
didengar dari lingkungannya (echolalia). Selanjutnya pada usia 12-18 bulan telah dapat
memproduksi kelompok kjata atau kalimat pendek (true speech), anak sudah memperlihatkan
kemampuan pemahaman bicara dan bahasa. Anak telah dapat mengerti pembicaraan orang
lain sebatas pengalaman dengar yang telah dimilikinya. Apabila pada usia ini anak tidak
mampu mengoceh atau meniru pembicaraan orang lain maka perlu diwaspadai terhadap
kemungkinan adanya gangguan berbicara.

Secara lebih terperinci tahap perkembangan kemampuan berbicara serta berbahasa dapat
dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 2 Karakteristik utama perkembangan bahasa dan bicara

Usia Perkembangan Perkembangan bicara Kejelasan


(tahun) bahasa normal normal
1 - Mengatakan 2 – 3 - Mengabaikan - Biasanya
kata dengan arti. hampir semua tidak lebih dari
- Meniru bunyi- konsonan akhir dan 25% kejelasan
bunyi binatang. beberapa konsonan untuk
awal. pendengaran yang
- Mengganti tidak di kenal.
konsonan m, w, p, b, - Ketinggian
k, g, n, t, d, dan h bahasa tertentu
dengan bunyi yang yang tidak jelas
lebih sulit. pada usia 18
bulan

2 - Menggunakan - Menggunakan kon- Pada usia 2 tahun


frase 2 atau tiga sonan diatas dengan kejelasan 50%
kata. huruf hidup, tetapi dalam konteks.
- Mempunyai secara tidak
perbenda-haraan konsisten dgn
kata kira-kira 300 banyak penggan-tian.
kata. - Pengabaian
- Menggunakan konsonan akhir
‘saya’, ‘aku’ dan - Keterlambatan
‘kamu.’ artiku-lasi
dibelakang perben-
daharaan kata.

8
3 - Mengatakan empat - Menguasai ‘b, t, d, Pada usia 3 tahun,
sampai lima kalimat. k dan g’, bunyi ‘r’ kejelasan 75%.
- Mempunyai 900 dan ‘l’ mungkin Bicara jelas 100%
per-bendaharaan masih tidak jelas, meskipun bunyi
kata. mengabai-kan atau ma-sih tidak
- Menggunakan menambahkan ‘w’ sempurna.
siapa, apa, dimana - Pengulangan dan
dalam bertanya. keragu-raguan umum
- Menggunakan kata terjadi.
majemuk & kata
ganti.

4–5 - Mempunyai 1500 - Menguasai ‘f’ dan


sa-mpai 2100 ‘v’ mungkin masih
perbenda-haraan tidak jelas ‘r’, ‘l’, ‘s’,
kata. ‘z’, ‘ch’, ‘y’, dan
- Mampu ‘th.’
menggunakan - Sedikit atau tidak
bentuk gramatik dgn ada pengabaian dari
benar seperti kalimat konso-nan awal atau
masa lampau dari akhir.
kata kerja ‘kemarin.’
- Menggunakan
kalimat lengkap
dengan kata benda,
kata kerja, pre-
disposisi, kata sifat,
kata keterangan dan
penghubung.

5–6 - Mempunyai Mengiasai r, l, dan th


perbenda-haraan mungkin
kata 3000 kata, menyimpang pada s,
memahami ‘jika’, z, sh, dan j (biasanya
‘ka-rena’ dan dikuasai pada usia
‘mengapa’ 7,5 sampai 8 tahun)

9
2.3 Etiologi

Secara umum diketahui beberapa faktor yang diketahui menjadi faktor penyebab
terjadinya kerusakan pendengaran yang berdampak pada gangguan berbicara (cacat ganda)
yaitu sebagai berikut :

Masa prenatal :

1) Genetik herediter

2) Non genetik, seperti gangguan pada masa kehamilan (infeksi oleh bakteri atau virus:
TORCH, campak, parotis), kelainan struktur anatomik (misalnya akibat obat-obatan
ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea), dan kekurangan zat gizi.

Masa perinatal :

Prematuritas, berat badan lahir rendah (< 2.500 gram), tindakan dengan alat pada proses
kelahiran (ekstraksi vacum, forcep), hiperbilirubinemia (> 20 mg/100ml), asfiksia, dan
anoksia otak merupakan faktor resiko terjadinya cacat ganda.

Masa postnatal :

Adanya infeksi bakterial atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi otak, perdarahan
pada telinga tengah dan trauma temporal dapat menyebabkan tuli konduktif yang dapat
mengakibatkan gangguan wicara

2.4 Patofisiologi

Permasalahan yang paling utama dalam perkembangan anak-anak yang menderita


kehilangan pendengaran yang parah sampai berat/mendalam, adalah kemampuan mereka
untuk mengadakan komunikasi secara lisan dan bahasa yang mengalami gangguan. Untuk
menghasilkan bunyi prosesnya juga tidak sederhana karena dibutuhkan kerjasama berbagai
organ tubuh dimulai dari aliran udara pernafasan yang berasal dari paru-paru, getaran pita
suara (fonasi) yang dilewati aliran udara sehingga di hasilkan nada tertentu, pipa tenggorokan
yang berperan sebagai tabung udara yang menimbulkan getaran pada saat dilalui udara
(resonansi), penutupan langit-langit lunak agar udara tidak memasuki rongga hidung dan
pengatupan bibir dengan maksud udara terkumpul di rongga mulut, yang akan membuka
pada saat telah terjadi getaran pita suara. Proses ini masih diikuti dengan gerakan tertentu dari
otot-otot lidah, rongga mulut dan gigi sehingga terjadi penyusupan suara kedalam bentuk
kata-kata yang akan menandai karakter artikulasi.

Berbagai faktor penyebab seperti kelainan struktur anatomi, infeksi oleh


mikroorganisme, atau penyebab lain akan menyebabkan kerusakan pada struktur koklea dan
nervus akustik berupa atrophi dan degererasi sel-sel rambut penunjang pada organ dan
reseptor cortidisertai perubahan vasculer pada stria vaskularis. Hal ini akan menyebabkan
gangguan penghantaran/transmisi impuls pada nuclei cochlearis(sebagai tempat untuk
merespon frekuensi bunyi) dan nuclei olivaris superior (sebagai penentu ketepatan lokasi dan
10
arah sumber bunyi) yang menyebabkan impuls ini tidak dapat dipersepsikan oleh nervus
auditorius melalui serabut eferent.

Kerja berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan
terkoordinasi dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali otak
melalui syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas bahwa
gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan berat), yang terjadi
didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan gangguan wicara.

2.5 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang timbul pada anak yang mengalami gangguan pendengaran yang
diikuti oleh gangguan berkomunikasi adalah :

Pendengaran akan berkurang secara perlahan-lahan, progresif dan simetris pada kedua
telinga.

Telinga berdenging

Klien dapat mendengar suara tetapi sulit memahaminya

Dapat disertai oleh nyeri, tinitus, dan vertigo

Berdasarkan perkembangan fungsi pendengaran diatas, ada beberapa indikator yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya adanya kerusakan pendengaran :

Respon Orientasi

- Kurangnya refleks beguman atau mengedip pada bunyi keras

- Menetapnya refleks Moro diatas 4 bln (dihubungkan dengan retardasi mental)

- Kegagalan untuk terbangun oleh kebisingan lingkungan yang keras selama masa bayi

- Kegagalan untuk melokalisasi sumber bunyi pada usia 6 bln

- Kesamaan umum pada bunyi

- Kurangnya respon terhadap kata yang diucapkan, gagal untuk mengikuti petunjuk
verbal

- Respon terhadap bising keras sebagai perlawanan terhadap bunyi

Vokalisasi dan Produksi Bunyi

- Kualitas monoton, bicara tidak jelas, kurang tertawa

- Kualitas normal pada kehilangan auditorius pusat


11
- Kurang pengalaman bermain bunyi dan menjerit

- Penggunaan normal jargon selama awal masa bayi kehilangan auditorius pusat.

- Tidak ada gumanan atau perubahan nada suara pada usia 7 tahun.

- Kegagalan untuk mengembangkan bicara yang jelas pada usia 24 bulan.

- Bermain vokal, membenturkan kepala, atau ketukan kaki untuk sensasi


vibrasiBerteriak atau bunyi melengking untuk mengekspresikan kesenangan, kejengkelan,
atau kebutuhan.

Perhatian Visual

- Menambah kesadaran visual dan perhatian

- Berespon lebih banyak pada ekspresi wajah daripada penjelasan verbal.

- Waspada pada sikap tubuh dan gerakan

- Penggunaan sikap tubuh bukan verbalisasi untuk mengekspresikan keinginan,


khususnya setelah 15 bulan

Hubungan Sosial dan Adaptasi

- Kuang berminat dan kurang terlibat dalam permainan vokal preokupasi terus-menerus
dengan benda daripada orang

- Menghindari interaksi sosial, sering bingung dan tidak bahagia dalam situasi tersebut

- Ekspresi wajah bertanya, kadang bingung

- Kesadaran curiga, kadang diintepretasikan sebagai paranoia, bergantian dengan


kerjasama

- Reaktivitas nyata terhadap pujian, perhatian, dan afeksi fisik

- Menunjukan kurang minat kepada teman sebaya dalam percakapan

- Sering tidak memperhatikan kecuali jika lingkungan tenang dan pembicara dekat
dengan anak

- Lebih responsif pada gerakan darpada bunyi

- Terus menerus memperhatikan kecuali wajah pembicara, berespon lebih terhdap


ekspresi wajah daripada verbalisasi

- Sering meminta pengulangan pertanyaan

- Mungkin tidak mengikuti pengarahan dengan tepat

12
Perilaku Emosional

- Menggunakan kemarahan untuk memancing perhatian pada dirinya atau kebutuhannya

- Sering keras kepala karena kurangnya pemahaman

- Peka rangsang karena tidak memahami

- Malu, takut dan menarik diri

- Sering tampak bermimpi dalam dunianya sendiri atau tidak perhatian sama sekali.

Selain itu adapun petunjuk yang dapat dijadikan sebagai pedoman rujukan mengenai
kerusakan komunikasi yaitu sebagai berikut :

Tabel. Pedoman rujukan mengenai kerusakan komunikasi

Usia Temuan Pengkajian


2 tahun - Gagal untuk berbicara kata-kata bermakna secara spontan
- Penggunaan sikap tubuh yang konsisten bukan vokalisasi
- Kesulitan dalam mengikuti petunjuk verbal
- Gagal untuk berespon secara konsisten terhadap bunyi

3 tahun - Bicara sangat tidak jelas


- gagal untuk menggunakan kalimat dari tiga kata-kata atau lebih
- Sering mengabaikan konsosnan awal
- Penggunaan huruf hidup bukan konsonan

5 tahun - Gagap atau jenis ketidakfasihan yang lain


- Struktur kalimat secara nyata terganggu
- Mengganti suara-suara yang mudah dihasilkan dengan bunyi-
bunyi yang sulit
- Menghilangkan ujung kata (jamak, kalimat kerja, dan
sebagainya)
Usia Sekolah
- Kualitas suara buruk (monoton, keras, atau hampir tidak
terdengar)
- Nada suara tidak jelas untuk usianya
- Adanya distorsi, pengabaian atau penambahan bunyi setelah 7
tahun
Umum - Bicara yang berhubungan dicirikan dengan penggunaan konfusi
yang tidak biasa atau kebalikan

- Ada anak dengan tanda-tanda yang menunjukan kerusakan


pendengaran
- Ada anak yang malu atau terganggu oleh bicaranya sendiri
13
- Orang tua yang perhatiannya terlalu berlebihan atau yang
terlalu menekan anak untuk bicara pada tingkat diatas usia yang
seharusnya.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Terdapat berbagai jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai kemampuan
mendengar yang dapat merusak gangguan wicara anak/bayi yaitu :

1) Pemeriksaan secara kualitatif dengan menggunakan garpu tala yang meliputi :

Tes penala

Tes Rinne

Tes Weber

Tes Schwabach

2) Pemeriksaan secara kuantitatif yang meliputi :

Free field test untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap
sumber bunyi.

Behavioral observation, (0-6 bulan)

Conditioned test, (2-4 tahun)

Audiometri nada murni (anak > 4 tahun yang kooperatif)

BERA (brain evoked response audiometry), yang dapat memberikan informasi obyektif
tentang fungsi pendengaran pada bayi baru lahir.

2.7 Penatalaksanaan

Penemuan kasus gangguan pendengaran dan bicara serta berbahasa dalam bentuk apapun
harus dilakukan sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan penanganan lebih cepat sehingga
cacat bicara ataupun komunikasi ini dapat diatasi. Dengan memahami tahapan perkembangan
bicara dan mendengar, diharapkan orang tua dapat segera membawa anak yang diduga
mengalami keterlambatan atau gangguan berbicara dan mendengar tersebut pada ahlinya.

Untuk memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran serta upaya
penanganan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah ahli dari berbagai disiplin
ilmu, antara lain: dokter THT, dokter syaraf anak, ahli psikologi, ahli jiwa, dan ahli terapi
bicara

14
2.8 Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian :

Pengkajian Fisik

Anamnese, yang meliputi :

1. Riwayat Keluarga :

- Gangguan genetik yang berhubungan dengan kerusakan pendengaran atau berbicara.

- Anggota keluarga, khususnya saudara ataupun orang tua dengan gangguan


pendengaran atau bicara.

2. Riwayat Prenatal :

- Keguguran/abortus

- Penyakita yang menyeratai kehamilan (rubella, sifilis, diabetes)

- Pengobatan yang diperoleh selama kehamilan

- Eklamsia

3. Riwayat Persalinan :

- Durasi persalinan, tipe persalinan

- Gawat janin

- Presentasi (terutama letak sungsang)

- Pengobatan yang digunakan

- Ketidakcocokan darah

4. Riwayat Kelahiran

- Berat badan lahir < 1500 g

- Hiperbilirubinemia yang berlebihan merupakan indikasi untuk exchange transfusi

- Asfiksia berat

- Prematuritas

- Infeksi virus perinatal kongenital (sitomegalivirus, rubela, herpes, sifilis,


toksoplasmosis)

15
- Anomali kongenital yang mengenai kepala dan leher

5. Riwayat Kesehatan Masa lalu

- Immunisasi

- Penyakit sistem syarat seperti meningitis bakterial

- Kejang

- Demam tinggi yang tidak diketahui penyebabnya

- Obat ototoksik

- Pilek, infeksi telinga dan alergi

- Kesulitan penglihatan

- Terpapar bising yang berlebihan

6. Perkembangan Pendengaran

- Kekhawatiran orang tua mengenai kerusakan pendengan (apa petunjuknya serta usia
berapa)

- Respon terhadap suara, bising yang keras, bunyi dengan frekuensi yang berbeda.

- Akibat pengujian audiometrik sebelumnya

7. Perkembangan Bicara

- Usia berguman, kata pertama yang bermakna dan frase

- Kejelasan bicara

- Perbendaharaan kata terakhir

8. Perkembangan Motorik

- Usia duduk, berdiri dan berjalan

- Tingkat kemandirian dalam perawatan diri, makan, toileting, dan berdandan

9. Perilaku Adaptif

- Aktivitas bermain

- Sosialisasi dengan anak lain

- Perilaku; tempertranum, menyerang, self-vexation, stimulus fibrasi

- Pencapaian pendidikan
16
- Perilaku terbaru/atau perubahan kepribadian

b. Diagnosa Keperawatan :

1) Perubahan sensori/persepsi (auditorius) berhubungan dengan kerusakan pendengaran.

2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mendengar


petunjuk audiotorius.

3) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kerusakan


komunikasi.

4) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan diagnosa ketulian pada anak.

5) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan, infeksi.

6) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi/peradangan.

7) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang konisi


anaknya.

c. Intervensi Keperawatan/Rasional

 Perubahan sensori/persepsi (auditorius) berhubungan dengan kerusakan


pendengaran.

Sasaran : Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum.

Hasil yang diharapkan :

- Anak memerlukan dan menggunakan alat bantu dengar dengan tepat.

- Anak tidak memakan/teraspirasi batere alat bantu dengar

Intervensi :

- Bantu keluarga mencari penyalur alat bantu dengar.

Rasional : Untuk menentukan satu alat yang dapat dipercaya.

- Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat.

Rasional : Untuk menjamin keuntungan yang lebih maksimum.

17
- Tekankan pada keluarga pentingnya penyimpanan alat batu dengar dan ajari anak
untuk menggunakan dan mengatur alat bantu dengar tersebut.

Rasional : Untuk mencegah anak memakan alat bantu dan memanfaatkannya secara
maksimum.

- Bantu anak berfokus pada semua bunyi dilingkungan dan mendiskusikan hal tersebut.

Rasional : Untuk memaksimalkan pendengaran.

- Untuk anak yang lebih besar, diskusikan metode penyamaran alat bantu

Rasional : Untuk membuatnya tidak menyolok dimata/dilihat.

 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk


mendengar petunjuk audiotorius.

Sasaran :

- Pasien terlibat dalam proses komunikasi dalam batas kerusakan

- Pasien menunjukan kemampuan membaca gerak bibir.

Hasil yang diharapkan :

- Klien terlibat dalam proses komunikasi dalam batas kerusakan.

- Pasien menunjukan kemampuan untuk membaca gerak bibir.

- Anak berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang diajarkan.

- Individu yang berkomunikasi denga anak menggunakan teknik komunikasi yang baik.

Intervensi :

- Dorong keluarga untuk ikut dalam program rehabilitasi dengan mempelajari bahasa
isyarat.

Rasional : Melanjutkan pembelajaran dirumah dengan bahasa isyarat sebagai metode


komunikasi.

- Ajari bahasa untuk menyampaikan tujuan yang bermanfaat.

Rasional : Membantu dalam proses komunikasi.

- Dorong penggunaan bahasa dan buku dirumah.

Rasional : Merangsang komunikasi verbal dan meningkatkan perkembangan normal.

18
- Dorong klien untuk memperbaiki bicara dan menggunakan bahasa spontan.

Rasional : Meningkatkan perkembangan bicara.

- Melakukan tes untuk masalah penglihatan.

Rasional : Mengidentifikasi masalah penglihatan yang dapat mengganggu pembelajaran


membaca gerak bibir atau penggunaan bahasa isyarat.

- Ajari keluarga dan orang lain yang terlibat dengan anak tentang perilaku yang
memudahkan untuk membaca gerak bibir.

Rasional : Meningkatkan proses komunikasi.

 Perubahan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kerusakan


komunikasi.

Sasaran :

- Pasien mencapai kemandirian optimal sesuai dengan usia.

- Pasien mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas bermain dan


sosialisasi.

- Pasien mendapat kesempatan pendidikan dikelas reguler.

Hasil yang diharapkan :

- Anak melakukan aktivitas hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangan.

- Anak mempunyai hubungan dan pengalaman dengan teman sebaya.

- Anak masuk sekolah dengan teratur.

- Anak berkomunikasi dengan orang lain dikelas.

Intervensi :

- Bantu keluarga mengalihkan praktik membesarkan anak normal pada klien.

Rasional : Meningkatkan perkembangan optimal.

- Ajarkan anak untuk mandiri dalam perawatan diri dan berikan alat-alat yang
membantu kemandiriannya.

Rasional : Membantu meningkatkan perkembangan yang optimal.

- Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya disiplin dan penyusunan batasan-


batasan.
19
Rasional : Merangsang anak memenuhi kebutuhan ini.

- Bantu keluarga dalam memilih mainan.

Rasional : Memaksimalkan penggunaan indera penglihatan dan taktil, serta pendengaran


residual.

- Dorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas kelompok dan mengembangkan


persahabatan dengan teman sebaya.

Rasional : Membantu meningkatkan sosialisasi dan menciptakan kesenangan pada anak.

- Bantu anak mengikuti diskusi kelompok dengan menunjuk pembicara dan mengatur
kelompok untuk duduk semi lingkaran.

Rasional : Membantu dalam mendengar dan/atau membaca gerak bibir.

- Anjurkan menggunakan televisi yang memakai tulisan.

Rasional : meningkatkan kesenangan pada anak.

- Diskusikan dengan guru dan anak tentang cara berkomunikasi efektif..

Rasional : Memfasilitasi pendidikan anak

 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan diagnosa ketulian pada anak.

Sasaran :

- Pasien (keluarga) menyesuaikan diri terhadap kehilangan pendengaran.

- Pasien (keluarga) mendapat dukungan emosional.

- Keluarga menunjukan kedekatan pada anak.

Hasil yang diharapkan :

- Keluarga mengekspresikan kekhawatirannya terhadap kehilangan pendengaraan pada


anak

- Keluarga menunjukan pemahaman tentaang implikasi kehilangan pendengaran.

- Keluarga terlibat dalam program yang tepat dan menyediakan diri menjadi sumber.

- Keluarga menunjukan hubungan yang positif.

Intervensi :
20
- Beri kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan dan kekhawatirannya

Rasional : Meningkatkan penyesuaian.

- Antisipasi reaksi berduka dan bantu keluarga menghadapi perasaannya tentang respon
sebelumnya terhadap anak.

Rasional : Meminimalkan perasaan bersalah dan sebagai penyesuaian terhadap


kehilangan.

- Diskusikan keuntungn dan batasan alat bantu dengan jenis kehilangan pendengaran
yang berbeda.

Rasional : Membantu keluarga untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.

- Dorong rehabilitasi formal sesegera mungkin.

Rasional : Membantu mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan normal anak.

- Bantu keluarga untuk bepartisipasi dan mendiskusikan perasaan mereka.

Rasional : Meningkatkan koping dan membantu memberikan dukungan bagi klien.

- Tekankan kemampuan anak bukan ketidakmampuannya.

Rasional : Meningkatkan perkembangan optimal pada anak.

- Bantu keluarga mengidentifikasi petunjuk-petunjuk verbal untuk meningkatkan


komunikasi anaknya.

Rasional : Membantu meningkatkan kemampuan komunikasi sebagai bagian penting dari


proses kedekatan.

- Dorong keluarga untuk menstimuli anak dengan isyarat visual dan tekankan untuk
terus berbicara dengan anak meskipun ia tidak mendengar.

Rasional : Meningkatkan normalisasi dan membantu anak memahami penggunaan bahasa


isyarat.

 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan, infeksi.

Sasaran :

- Pasien tidak mengalami kehilangan pendengaran yang lebih parah.

Hasil yang diharapkan :

- Anak tidak mengalami pendengaran.

21
- Anak tidak terpapar pada tingkat kebisingan yang berlebihan.

- Anak diimunisasi dengan cepat.

Intervensi :

- Bagi bayi, anjurkan untuk imunisasi pada usia yang tepat.

Rasional : Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural yang didapat karena penyakit


masa anak-anak.

- Minimalkan tingkat kebisingan

Rasional : Mencegah kerusakan atau kehilangan pendengaran.

- Cegah infeksi telinga dengan melakukan deteksi ini.

Rasional : Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural.

- Tingkatkan kepatuhan terhadap terhadap program pengobatan terhadap otitis media.

Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan pendengaran akibat otitis media dan membantu
perbaikan.

- Evaluasi kemampuan auditorius yang cenderung mengalami masalah telinga.

Rasional : Mendeteksi dini kerusakan pendengaran.

- Kaji sumber-sumber kebisingan yang berlebihan disekitar anak dan lakukan tindakan
untuk mengurangi tingkat kebisingan.

Rasional : Kebisingan yang berlebihan menyebabkan kehilangan pendengaran


sesorineural.

 Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi/peradangan.

Hasil yang diharapkan : Anak menunjukan suhu tubuh dalam batas normal (37˚C)

Intervensi :

- Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, perhatikan apakah anak menggigil.

Rasional : Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba. Suhu 38,9˚C – 41,1˚C


menunjukan proses infeksi. Menggigil sering mendahului puncak peningkatan suhu.

- Pertahankan lingkungan yang sejuk.

Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahakan suhu mendekati normal.

22
- Beri kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol/es.

Rasional : Membantu mengurangi demam. Alkohol/air es dapat menyebabkan kedinginan


dan mengeringkan kulit.

- Beri antipiretik (asetaminofen, ibuprofen) esuai indikasi.

Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus.

 Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang konisi


anaknya.

Hasil yang diharapkan : Kecemasan orang tua berkurang yang ditandai dengan
meningkatnya kemampuan mereka dalam mendampingi dan memberi dukungan pada anak
dengan menjelaskan kondisinya.

Intervensi :

- Berikan informasi yang adekuat pada orang tua dan keluarga.

Rasional : Informasi yang adekuat merupakan suatu apek penting dalam membantu proses
perawatan klien.

- Biarkan orang tua tetap mendampingi klien selama hospitalisasi.

Rasional : Orang tua dapat mengetahui perkembangan informasi tentang kondisi anaknya.

- Kaji pehaman orang tua tentang kondisi anaknya dan gambaran perawatan.

Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman orang tua tentang konsi anaknya dan
gambaran perawatan sehingga dapat membantu dalam melaksanakan intervensi selanjutnya.

- Jelaskan semua prosedur pada anak dan orang tua (keluarga).

Rasional : Untuk meminimalkan rasa takut/cemas terhadap hal-hal yang tidak diketahui.

- Beri dukungan emosional pada orang tua selama anak masih dirawat di RS.

Rasional : Diharapkan orang tua dapat mengenal dan menghadapi rasa cemas dengan
adanya dukungan dan konseling.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dismpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut

1. Cacat ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan / ketidakmampuan dalam


proses pendengaran yang baik itu konduktif ataupun sensorineural, yang diikuti oleh
gangguan dalam berbicara/berbahasa sebagai manifestasi dari kerusakan reseptor yang
berfungsi sebagai transmisi impuls suara.

2. Gangguan pendengaran ini disebabkan oleh berbagai faktor terutama selama masa pre-
nataal, perinatal dan post-natal. Tidak semua gangguan pendengaran akan menyebabkan
kerusakan/gangguan pada komunikasi.

3. Untuk memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran serta
upaya penanganan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah ahli dari berbagai
disiplin ilmu. Oleh karenya penting untuk mengenal sejak dini tanda-tanda perkembangan
pendengaran yang abnormal.

3.2 Saran

Makalah kecil ini mencoba mengupas konsep medis dan konsep keperawatan tentang
cacat ganda. Kelompok menyadari bahwa apa yang disajikan masih jauh dari kesempurnaan,
dan oleh karenya kelompok sangat mengharapkan masukan dari rekan-rekan mahasiswa dan
terlebih kepada Ibu dosen pembimbing mata kuliah ini, sehingga apa yang dibahas diatas
tidak hanya merupakan sesuatu yang sifatnya hanya merupakan sebuah konseptual,
melainkan dapat menjadi pijakan bagi mahasiswa dalam konteks aplikatifnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2010.

Suwanto R. Hendarmin, Deteksi Dini Gangguan Pendengaran pada Anak untuk Optimalisasi
Perkembangan Kecerdasan, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2011

Roamadewi, Terapi Wicara pada Anak dengan Gangguan Keterlambatan Wicara dan
Bahasa, Akademi Terapi Wicara – YBC, Jakarta, 2010.

Donna L. Wong, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2013.

Arif Manjoer dkk., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta, 2013.

25

Vous aimerez peut-être aussi