Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH
KELOMPOK : 1
AGUSLIADEN
ABDULLAH
PRODI S1 KEPERAWATAN
T.A 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke-hadiran tuhan yang maha esa. Atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang
telah memberi arahan pada penulis dalam proses pembuatan makalah ini.
Makalah yang penulis susun ini membahas tentang “ASUHAN KEPERAWATAN
KOMUNITAS DENGAN GANGGUAN TUNA RUNGU” mungkin dalam pembuatan
makalah ini penulis banyak mengalami kesalahan dan kekurangan dari hal penyampaian
maupun dalam penulisan beserta isinya, sebagai tim penulis megharapkan kritik dan saran
dari dosen ataupun pembaca.
Demikian makalah ini penulis sampaikan mudahan makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pendengaran merupakan lintasan sensorik yang primer melalui anak, secara normal
memperkembangkan kemampuan berbicara serta bahasa mereka. Gangguan pendengaran
pada usia berapapun dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan pendengaran dengan
derajat yang ringan sekalipun, akan dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan pada
kemampuan berbicara, penguasaan bahasa serta belajar. Oleh karena itu merupakan sesuatu
yang esensial bahwa terdapatnya kehilangan pendengaran pada anak dapat dikenali sedini
mungkin serta pengelolahannya direncanakan dengan segera. Ketrampilan yang dimiliki
oleh audiologist yang bersangkutan adalah esensial dalam mengenali terdapatnya derajat tipe
gangguan pendengaran yang bersangkutan.
Pada anak kemampuan berbahasa dan/atau wicara dapat normal, terlambat, terganggu
atau menyimpang dari pola normal. Ketidaktahuan akan tahap perkembangan mendengar dan
wicara menyebabkan kelambatan penemuan dini kasus-kasus gangguan wicara yang tentu
saja berakibat pada terlambatnya penanganan kasus.
Saat ini di Indonesia beluam ada data pasti mengenai jumlah kasus anak dengan
gangguan wicara dan berbahasa. Data dari 808 anak yang datang dengan masalah gangguan
wicara di Pusat Kesehatan Telinga dan Gangguan Komunikasi bagian THT RSCM
menunjukan 82.79 % disebabkan gangguan pendengaran, sedangkan 15.35 % anak dengan
gangguan wicara tanpa masalah pendengaran.
3
I.2 Rumusan Masalah
Kemampuan berbicara daan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses
tumbuh kembang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor usia. Proses
perkembangan dan pertumbuhan ini tentunya melalui berbagai tahapan yang harus dialalui
oleh anak/bayi untuk dapat mencapai kemampuan berbicara dan mendengar secara baik.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang menjadi term of reference dalam makalah ini
adalah :
Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya (etiologi) gangguan bicara
dan gangguan pendengaran ?
Bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien (anak)
yang menderita cacat ganda ?
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kerja berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan
terkoordinasi dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali otak
melalui syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas bahwa
gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan berat), yang terjadi
didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan gangguan wicara.
5
2.2 Proses Perkembangan Bicara dan Mendengar
Kemampuan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses tumbuh kembang
sehingga dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama faktor usia. Pada bayi spektrum frekuensi
suara masih terbatas dan umumnya lebih sensitif terhadap bunyi dengan nada inggi.
Demikian pulah dengan reaksi yang diperlihatkan terhadap bunyi dipengaruhi oleh faaktor
usia. Sampai beberapa minggu setelah setelah lahir reaksi bayi terhadap bunyi masih bersifat
refleks, seperti menangis, terkejut, mengejapkan mata, membuka mata, gerakan menarik
lengan kearah tubuh, dan bernapas cepat.
Pada usia sekitar 4 bulan, saat otot-otot mata telah cukup kuat maka iaa akan berupaya
mencari sumber bunyi dengan menggerakan bola matanya dan bila otot-otot lehernya telah
kuat bayi akan mampu mencari sumber bunyi dengan menolehkan kepalanya. Reaksi
terhadap bunyi juga dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh sebelumnya, baik berupa
hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Kekerasan bunyi (intesitas) yang
dibutuhkan untuk menimbulkan respon juga dipengaruhi oleh faktor usia.
6
Secara lebih terperinci tahap perkembangan fungsi pendengaran dapat dilihat pada tabel
berikut
Ada beberapa tahap perkembangan berbicara pada seorang anak. Pada bayi baru lahir
kontak dengan lingkungan telah dimulai walaau hanya berupa ekspresi wajah atau menangis.
Tahap perkembangan berbicara paling awal adalah menangis (refleks vocalization), yang
akan diikuti oleh tahap kedua yang berlangsung pada usia 5 – 6 bulan berupa ocehan ulang
(babbling). Bunyi yang dihasilkan merupakan penggabungan konsonan atau huruf mati
seperti p, m, b, g dengan huruf vokal yang diulang, misalnya: papapa, mamama, atau gagaga
seperti sedang berguman.
7
Pada usia sekitar 6 – 7 bulan, penggulangan bunyi tidak lagi bersifat refleks namun
karena bayi benar-benar mendengarkannya dan menyukaianya (lailing), bunyi yang
diproduksi misalnya: pa..pa, ma..ma, mi..mi dan sebagainya. Pada usia 10 bulan suara yang
dihasilkan merupakan peniruan terhadap sejumlah bunyi suara sendiri atau bunyi yang
didengar dari lingkungannya (echolalia). Selanjutnya pada usia 12-18 bulan telah dapat
memproduksi kelompok kjata atau kalimat pendek (true speech), anak sudah memperlihatkan
kemampuan pemahaman bicara dan bahasa. Anak telah dapat mengerti pembicaraan orang
lain sebatas pengalaman dengar yang telah dimilikinya. Apabila pada usia ini anak tidak
mampu mengoceh atau meniru pembicaraan orang lain maka perlu diwaspadai terhadap
kemungkinan adanya gangguan berbicara.
Secara lebih terperinci tahap perkembangan kemampuan berbicara serta berbahasa dapat
dilihat pada tabel berikut :
8
3 - Mengatakan empat - Menguasai ‘b, t, d, Pada usia 3 tahun,
sampai lima kalimat. k dan g’, bunyi ‘r’ kejelasan 75%.
- Mempunyai 900 dan ‘l’ mungkin Bicara jelas 100%
per-bendaharaan masih tidak jelas, meskipun bunyi
kata. mengabai-kan atau ma-sih tidak
- Menggunakan menambahkan ‘w’ sempurna.
siapa, apa, dimana - Pengulangan dan
dalam bertanya. keragu-raguan umum
- Menggunakan kata terjadi.
majemuk & kata
ganti.
9
2.3 Etiologi
Secara umum diketahui beberapa faktor yang diketahui menjadi faktor penyebab
terjadinya kerusakan pendengaran yang berdampak pada gangguan berbicara (cacat ganda)
yaitu sebagai berikut :
Masa prenatal :
1) Genetik herediter
2) Non genetik, seperti gangguan pada masa kehamilan (infeksi oleh bakteri atau virus:
TORCH, campak, parotis), kelainan struktur anatomik (misalnya akibat obat-obatan
ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea), dan kekurangan zat gizi.
Masa perinatal :
Prematuritas, berat badan lahir rendah (< 2.500 gram), tindakan dengan alat pada proses
kelahiran (ekstraksi vacum, forcep), hiperbilirubinemia (> 20 mg/100ml), asfiksia, dan
anoksia otak merupakan faktor resiko terjadinya cacat ganda.
Masa postnatal :
Adanya infeksi bakterial atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi otak, perdarahan
pada telinga tengah dan trauma temporal dapat menyebabkan tuli konduktif yang dapat
mengakibatkan gangguan wicara
2.4 Patofisiologi
Kerja berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan
terkoordinasi dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali otak
melalui syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas bahwa
gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan berat), yang terjadi
didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan gangguan wicara.
Manifestasi klinik yang timbul pada anak yang mengalami gangguan pendengaran yang
diikuti oleh gangguan berkomunikasi adalah :
Pendengaran akan berkurang secara perlahan-lahan, progresif dan simetris pada kedua
telinga.
Telinga berdenging
Berdasarkan perkembangan fungsi pendengaran diatas, ada beberapa indikator yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya adanya kerusakan pendengaran :
Respon Orientasi
- Kegagalan untuk terbangun oleh kebisingan lingkungan yang keras selama masa bayi
- Kurangnya respon terhadap kata yang diucapkan, gagal untuk mengikuti petunjuk
verbal
- Penggunaan normal jargon selama awal masa bayi kehilangan auditorius pusat.
- Tidak ada gumanan atau perubahan nada suara pada usia 7 tahun.
Perhatian Visual
- Kuang berminat dan kurang terlibat dalam permainan vokal preokupasi terus-menerus
dengan benda daripada orang
- Menghindari interaksi sosial, sering bingung dan tidak bahagia dalam situasi tersebut
- Sering tidak memperhatikan kecuali jika lingkungan tenang dan pembicara dekat
dengan anak
12
Perilaku Emosional
- Sering tampak bermimpi dalam dunianya sendiri atau tidak perhatian sama sekali.
Selain itu adapun petunjuk yang dapat dijadikan sebagai pedoman rujukan mengenai
kerusakan komunikasi yaitu sebagai berikut :
Terdapat berbagai jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai kemampuan
mendengar yang dapat merusak gangguan wicara anak/bayi yaitu :
Tes penala
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach
Free field test untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap
sumber bunyi.
BERA (brain evoked response audiometry), yang dapat memberikan informasi obyektif
tentang fungsi pendengaran pada bayi baru lahir.
2.7 Penatalaksanaan
Penemuan kasus gangguan pendengaran dan bicara serta berbahasa dalam bentuk apapun
harus dilakukan sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan penanganan lebih cepat sehingga
cacat bicara ataupun komunikasi ini dapat diatasi. Dengan memahami tahapan perkembangan
bicara dan mendengar, diharapkan orang tua dapat segera membawa anak yang diduga
mengalami keterlambatan atau gangguan berbicara dan mendengar tersebut pada ahlinya.
Untuk memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran serta upaya
penanganan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah ahli dari berbagai disiplin
ilmu, antara lain: dokter THT, dokter syaraf anak, ahli psikologi, ahli jiwa, dan ahli terapi
bicara
14
2.8 Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian :
Pengkajian Fisik
1. Riwayat Keluarga :
2. Riwayat Prenatal :
- Keguguran/abortus
- Eklamsia
3. Riwayat Persalinan :
- Gawat janin
- Ketidakcocokan darah
4. Riwayat Kelahiran
- Asfiksia berat
- Prematuritas
15
- Anomali kongenital yang mengenai kepala dan leher
- Immunisasi
- Kejang
- Obat ototoksik
- Kesulitan penglihatan
6. Perkembangan Pendengaran
- Kekhawatiran orang tua mengenai kerusakan pendengan (apa petunjuknya serta usia
berapa)
- Respon terhadap suara, bising yang keras, bunyi dengan frekuensi yang berbeda.
7. Perkembangan Bicara
- Kejelasan bicara
8. Perkembangan Motorik
9. Perilaku Adaptif
- Aktivitas bermain
- Pencapaian pendidikan
16
- Perilaku terbaru/atau perubahan kepribadian
b. Diagnosa Keperawatan :
c. Intervensi Keperawatan/Rasional
Intervensi :
17
- Tekankan pada keluarga pentingnya penyimpanan alat batu dengar dan ajari anak
untuk menggunakan dan mengatur alat bantu dengar tersebut.
Rasional : Untuk mencegah anak memakan alat bantu dan memanfaatkannya secara
maksimum.
- Bantu anak berfokus pada semua bunyi dilingkungan dan mendiskusikan hal tersebut.
- Untuk anak yang lebih besar, diskusikan metode penyamaran alat bantu
Sasaran :
- Individu yang berkomunikasi denga anak menggunakan teknik komunikasi yang baik.
Intervensi :
- Dorong keluarga untuk ikut dalam program rehabilitasi dengan mempelajari bahasa
isyarat.
18
- Dorong klien untuk memperbaiki bicara dan menggunakan bahasa spontan.
- Ajari keluarga dan orang lain yang terlibat dengan anak tentang perilaku yang
memudahkan untuk membaca gerak bibir.
Sasaran :
Intervensi :
- Ajarkan anak untuk mandiri dalam perawatan diri dan berikan alat-alat yang
membantu kemandiriannya.
- Bantu anak mengikuti diskusi kelompok dengan menunjuk pembicara dan mengatur
kelompok untuk duduk semi lingkaran.
Sasaran :
- Keluarga terlibat dalam program yang tepat dan menyediakan diri menjadi sumber.
Intervensi :
20
- Beri kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan dan kekhawatirannya
- Antisipasi reaksi berduka dan bantu keluarga menghadapi perasaannya tentang respon
sebelumnya terhadap anak.
- Diskusikan keuntungn dan batasan alat bantu dengan jenis kehilangan pendengaran
yang berbeda.
- Dorong keluarga untuk menstimuli anak dengan isyarat visual dan tekankan untuk
terus berbicara dengan anak meskipun ia tidak mendengar.
Sasaran :
21
- Anak tidak terpapar pada tingkat kebisingan yang berlebihan.
Intervensi :
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan pendengaran akibat otitis media dan membantu
perbaikan.
- Kaji sumber-sumber kebisingan yang berlebihan disekitar anak dan lakukan tindakan
untuk mengurangi tingkat kebisingan.
Hasil yang diharapkan : Anak menunjukan suhu tubuh dalam batas normal (37˚C)
Intervensi :
- Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, perhatikan apakah anak menggigil.
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahakan suhu mendekati normal.
22
- Beri kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol/es.
Hasil yang diharapkan : Kecemasan orang tua berkurang yang ditandai dengan
meningkatnya kemampuan mereka dalam mendampingi dan memberi dukungan pada anak
dengan menjelaskan kondisinya.
Intervensi :
Rasional : Informasi yang adekuat merupakan suatu apek penting dalam membantu proses
perawatan klien.
Rasional : Orang tua dapat mengetahui perkembangan informasi tentang kondisi anaknya.
- Kaji pehaman orang tua tentang kondisi anaknya dan gambaran perawatan.
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman orang tua tentang konsi anaknya dan
gambaran perawatan sehingga dapat membantu dalam melaksanakan intervensi selanjutnya.
Rasional : Untuk meminimalkan rasa takut/cemas terhadap hal-hal yang tidak diketahui.
- Beri dukungan emosional pada orang tua selama anak masih dirawat di RS.
Rasional : Diharapkan orang tua dapat mengenal dan menghadapi rasa cemas dengan
adanya dukungan dan konseling.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dismpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut
2. Gangguan pendengaran ini disebabkan oleh berbagai faktor terutama selama masa pre-
nataal, perinatal dan post-natal. Tidak semua gangguan pendengaran akan menyebabkan
kerusakan/gangguan pada komunikasi.
3. Untuk memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran serta
upaya penanganan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah ahli dari berbagai
disiplin ilmu. Oleh karenya penting untuk mengenal sejak dini tanda-tanda perkembangan
pendengaran yang abnormal.
3.2 Saran
Makalah kecil ini mencoba mengupas konsep medis dan konsep keperawatan tentang
cacat ganda. Kelompok menyadari bahwa apa yang disajikan masih jauh dari kesempurnaan,
dan oleh karenya kelompok sangat mengharapkan masukan dari rekan-rekan mahasiswa dan
terlebih kepada Ibu dosen pembimbing mata kuliah ini, sehingga apa yang dibahas diatas
tidak hanya merupakan sesuatu yang sifatnya hanya merupakan sebuah konseptual,
melainkan dapat menjadi pijakan bagi mahasiswa dalam konteks aplikatifnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2010.
Suwanto R. Hendarmin, Deteksi Dini Gangguan Pendengaran pada Anak untuk Optimalisasi
Perkembangan Kecerdasan, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2011
Roamadewi, Terapi Wicara pada Anak dengan Gangguan Keterlambatan Wicara dan
Bahasa, Akademi Terapi Wicara – YBC, Jakarta, 2010.
Donna L. Wong, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2013.
Arif Manjoer dkk., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta, 2013.
25