Nim : 20160703040041 1. Jawab: a. Koreksi Fiskal Positif: apabila laba menurut fiskal bertambah. Contoh: Uraian Komersial Fiskal Keterangan Pemberian sembako Di akui Tidak Harus dikoreksi untuk pegawai diakui Pemberian fasilitas Diakui Tidak Harus dikoreksi rekreasi untuk diakui pegawai Pemberian Fasilitas Diakui Tidak Harus dikoreksi tempat tinggal untuk diakui pegawai
b. Koreksi Fiskal Negatif: terjadi apabila laba menurut fiskal berkurang.
Contoh: Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-nya adalah sbb: Harga perolehan Rp100.000.000 Penyusutan tahun pertama 20% Rp20.000.000 Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb: Harga perolehan Rp100.000.000 Penyusutan tahun pertama 20% Rp20.000.000 Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai bukunya sama dengan nilai perolehan. Jika diperbandingkan antara penyusutan komersial dengan penyusutan komersial akan tampak sebagai berikut: Uraian Komersial Fiskal Keterangan Penyusutan Rp.20.000.000 Rp.25.000.000 Harus dikoreksi sebesar Rp5.000.000
Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000
dari pada penyusutan komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar maka akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal menjadi lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut koreksi fiskal negatif. 2. Jawab: a. Beda Tetap (permanent differences): Pengahasilan dan biaya yang diakui dalam perhitungan laba neto untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak. Contoh Penghasilan: Hibah, Sumbangan, Penghasilan bunga deposito Contoh Biaya: Biaya Sumbangan, Biaya Sanksi Perpajakan, Biaya Pajak Penghasilan. b. Beda Waktu (time differences): Penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial atau sebaliknya, tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbeaan metode pengakuan. Contoh Penghasilan: Pendapatan laba Selisih Kurs Contoh Biaya: Biaya Penyusutan, Biya sewa. 3. Jawab: a. PPh kurang bayar (PPh Pasal 29): PPh pasal 29 adalah bagian dari rangkaian sejumlah pajak penghasilan yang harus diketahui. Berbeda dengan PPh yang lain, PPh Pasal 29 hanya dihitung serta dibayar sekali di dalam tahun pajak. Yang artinya akan dilaporkan saat melaporkan SPT tahunan, baik untuk wajib pajak orang Pribadi maupun wajib pajak Badan. Jika terdapat PPh kurang bayar, wajib pajak (WP) berkewajiban untuk melunasi kekurangan dari pembayaran pajak yang terutang sebelum dikeluarkannya SPT pajak penghasilan. PPh pasal 29 wajib disetor dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), yakni paling lambat sebelum SPT Tahunan dilaporkan pada kantor pelayanan Pajak (KPP) ataupun pada akhir bulan ke-3 tahun pajak berikutnya bagi wajb pajak Badan (WPB), penyetorannya dilakukan paling lambat pada akhir bulan ke -4 tahun pajak berikutnya. b. PPh 28 adalah kelebihan pembayaran pajak pada akhir tahun. Pelaporan PPh pasal 28 yang lebih bayar maka kelebihan bayar dari pajak tersebut haruslah dikembalikan kepada wajib pajak atau dapat juga diakumulasikan pada tahun pajak berikutnya. Sedangkan jika sampai akhir tahun pajak masih adanya kekurangan dalam pembayaran pajak tahunan (PPh Pasal 29), maka wajib pajak diwajibkan untuk membayarkan kekurangan tersebut. Bagi wajib pajak dalam Negeri, pajak yang terutang untuk seluruh tahun pajak menurut undang-undang ini, dikurangi dengan kredit pajak berupa: 1. Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 2. Pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 3. Pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, royalti, sewa, dan imbalan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23. 4. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 24. 5. Pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri untuk tahun pajak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25. Contoh PPh Pasal 28 Penghasilan kena pajak Ibu Nunu di tahun 2016 dianggap Rp. 200.000.000. selain itu, dia juga memiliki kredit pajak PPh Pasal 22 sebesar Rp 7.000.000 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp 9.500.000. Ibu Nunu juga terdapat penyerahan barang kena pajak (BKP) terhadap kementerian sebesar Rp. 1.000.000.000. jadi: PPh Terutang Ibu Nunu: (5% x Rp. 50.000.000) + (Rp 150.000.000 x 15%)= Rp 25.000.000 Kredit pajak: PPh 22 = Rp 7.000.000 PPh 23 = Rp 9.500.000 PPh 22 = 1,5% x Rp 1.000.000.000 = Rp 15.000.000 Jumlah kredit pajak: Rp. 31.500.000 PPh Pasal 28 = PPh terutang – Kredit Pajak Rp 25.000.000 – Rp 31.500.000 = - Rp 6.500.000 Pada perhitungan di atas diketahui pajak penghasilan pasal 28 yaitu adanya kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp. 6.500.000 inilah yang dinamakan PPh Pasal 28 c. PPh Nihil: Status SPT bisa nihil/kurang bayar. Artinya, bagi perorangan, ini terjadi karena penghasilannya kurang dari penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Sementara bagi pengusaha Kena Pajak, SPT Nihil terjadi karena nihil pajak masukan sama dengan pajak keluaran. Untuk badan usaha, SPT Nihil terjadi karena tidak adanya kegiatan usaha, status pajaknya final, atau pajak kurang bayar. Sekalipun nihil, wajib pajak tetap diharuskan buat laporan SPT nihil tersebut. Namun, bagi yang biasa melaporkan SPT masa nihil, kini pelaporan SPT Nihil tidak lagi wajib lapor. 4. Jawab: Tidak boleh, karena laporan keuangan yang disusun perusahaan biasanya harus disesuaikan dengan peraturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut sebagai dasar pada SPT PPh yang disampaikan ke kantor pajak. Hal ini di sebabkan laporan keuangan perusahaan mengacu pada standar akuntansi komersial. Untuk memenuhi kebutuhan pelaporan pajak maka perusahaan melakukan koreksi fiskal. 5 Jawab: Perlu, karena suatu mekanisme untuk menyesuaikan laporan keuangan komersial perusahaan menjadi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Rekonsiliasi fiskal yang tujuannya adalah agar laporan keuangan komersia sebelum datanya dimasukkan dalam SPT tahunan PPh terlebih dahulu disesuaikan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Rekonsiliasi fiskal perlu dilakukan kaarena terdapat beberapa perbedaan perlakuan baik mengenai pengakuan penghasilan maaupun mengenai biaya/beban. Rekonsiliasi yang dilakukan akan menghasilkan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya laba kena pajak serta pajak penghasilan (PPh) terutang. Dalam masalah perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, sama halnya dengan membicarakan masalah akuntansi fiskal, karena menyangkut masalah kapan suaatu penghasilan diakui sebagai pengurangan dari penghasilan tersebut. 6 Jawab: Termasuk kedalam beda waktu, sebagaimana dalam pengertian beda waktu sendiri adalah Penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial atau sebaliknya, tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbeaan metode pengakuan. Contoh Penghasilan: Pendapatan laba Selisih Kurs Contoh Biaya: Biaya Penyusutan, Biya sewa. 7 Jawab: Perhitungan koreksi fiskal dan laba fiskal setelah koreksi biaya penyusutan Penyusutan menurut akuntansi 120.000.000/10 = 12.000.000 Jurnal: Biaya penyusutan truk 12.000.000 Akumulasi penyusutan truk 12.000.000 Perpajakan: Kelompok II/8 tahun Penyusutan menurut pajak 31 Desember 2011: 6/12 x 120.000.000 x 12,5 = 750.000.000 = 7.500.000 a. Menggunakan metode garis lurus Keterangan Akuntansi (Rp) Pajak (Rp) Harga Perolehan 120.000.000 120.00.000 Akumulasi Penyusutan ( 12.000.000) ( 7.500.000) Nilai Buku 108.000.000 112.500.000 Harga pasar ( 56.000.000) ( 56.000.000) Laba penjualan Asset 52.000.000 56.500.000
b. Menggunakan metode saldo menurun
Keterangan Akuntansi (Rp) Pajak (Rp) Harga Perolehan 120.000.000 120.00.000 Akumulasi Penyusutan ( 12.000.000) (15.000.000) Nilai Buku 108.000.000 105.000.000 Harga pasar ( 56.000.000) ( 56.000.000) Laba penjualan Asset 52.000.000 49.000.000 6/12 x 120.000.000 x 25% = 15.000.000 1). Koreksi fiskal penyusutan metode garis lurus yaitu koreksi positif dimana 12.000.000 – 7.500.000 = 4.500.000 Koreksi laba fiskal metode garis lurus yaitu koreksi positif dimana 52.000.000 – 56.500.000 = 4.500.000 2). Koreksi fiskal penyusutan metode saldo menurun yaitu koreksi negatif dimana 12.000.000 – 15.000.000 = (3.000.000) Koreksi laba fiskal metode saldo menurun yaitu koreksi negatif dimana 52.000.000 – 49.000.000 = 3.000.000