Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh
Ida Bagus Ngurah Indra Pramana
Putu Shandya Maharani
Mandala Githa Perwira
Chrismendo Haniel
Greafi Glenn
1
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................3
PEMBAHASAN
A. Wanprestasi..................................................................................................................4
KESIMPULAN................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................12
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hal-hal yang menjadi persoalan dalam hukum perjanjian adalah pengingkaran atau
kelalaian seorang debitur kepada kreditur, atau pemenuhan janji yang dilakukan oleh debitur.
Suatu perjanjian dapat dilakukan dengan baik apabila semua pihak telah melakukan
prestasinya masing-masing sesuai dengan yang telah diperjanjikan tanpa ada yang dirugikan.
Dalam hukum perdata, keduanya disebut dengan prestasi bagi yang memenuhi janji dan
wanprestasi bagi yang tidak memenuhi janji. Dari adanya wanprestasi tersebut akan
mengalami beberapa kendala yang nantinya akan terjadi, contohnya seperti terjadi kerugian
kecil maupun besar. Oleh karena itu orang yang melakukan wanprestasi akan menanggung
resiko-resiko yang harus ditanggung, seperti mengganti kerugian yang telah disebabkan
olehnya, maupun pembatalan perjanjian yang telah disepakati tersebut.
3
PEMBAHASAN
A. Wanprestasi
1. Pengertian Wanprestasi
Seringnya hal-hal yang menjadi persoalan dalam hukum perjanjian adalah pengingkaran
atau kelalaian seorang debitur kepada kreditur, atau pemenuhan janji yang dilakukan oleh
debitur. Dalam hukum perdata, keduanya disebut dengan prestasi bagi yang memenuhi
janji dan wanprestasi bagi yang tidak memenuhi janji. Riduan Syahrani mendefinisikan
bahwa prestasi adalah suatu yang wajib dan harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap
perikatan.[1]
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk.[2] Wanprestasi
artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan[3]. Wanprestasi
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Dalam restatement of the law of
contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
Total breachts Artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan
Partial breachts Artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan.
Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh
kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh
kreditur atau Juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak
membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan,
apakah debitur wanprestasi atau tidak.
Menurut pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang
menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya
dianggap wanprestasi bila seseorang: [4]
4
Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan
kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara.sebagai contoh seorang
debitur (si berutang) dituduh melakukan perbuatan melawan hukum, lalai atau secara
sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang telah disepakati dalam kontrak, jika
terbukti, maka debitor harus mengganti kerugian (termasuk ganti rugi + bunga + biaya
perkaranya). Meskipun demikian, debitor bisa saja membela diri dengan alasan :
5
d. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Contoh:(Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat pukul 10.00 pada hari itu dan
membawamotor Snoopy, namun menyertakan si C sebagai pihak ketiga yang sudah
jelas-jelas dilarang dalam kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya.
3. Mulai terjadinya Wanprestasi
Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah lalai untuk
memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada kalau debitur tidak dapat
membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu di luar kesalahannya atau karena
keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan
tenggang waktunya, maka seorang kreditur dipandang perlu untuk
memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi kewajibannya. Teguran ini disebut
dengan sommatie (Somasi).
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi
ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka
waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu dengan kata lain somasi adalah
peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tegoran kelalaian
yang telah disampaikan kreditur kepadanya.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis
itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa
si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.[7]
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila
sudah ada somasi (in gebreke stelling).
Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
a. Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan
surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan
selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
b. Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
c. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri
Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya
wanprestasi.
Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan
kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian
dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya
6
diberikan peringatan secara tertulis. Dalam keadaan tertentu, somasi tidak diperlukan
untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya
batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak
berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.
B. Akibat Hukum Wanprestasi
4. Akibat adanya Wanprestasi
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut.
a. Perikatan tetap ada.
b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
c. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah
debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak
kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan
memaksa.
d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri
dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266
KUH Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur,
sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
a. Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal
1243 KUH Perdata).
b. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267
KUH Perdata).
c. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat
2 KUH Perdata).
d. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1
HIR).
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya
sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena ada unsur salah
padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hokum yang atas tuntutan
dari kreditur bisa menimpa dirinya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal debitur lalai untuk
memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian
kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Selanjutnya pasal 1237
mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi
tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian
7
timbale balik, maka berdasarkan pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut
pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.
5. Ganti Kerugian dalam Wanprestasi
a. Pengertian ganti-kerugian
Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian, barulah
mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perjanjiannya
tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat
diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya (Pasal 1243
KUH Perdata). Dengan demikian pada dasarnya, ganti-kerugian itu adalah ganti-
kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi.
b. Unsur-unsur ganti-kerugian
Menurut ketentuan Pasal 1246 KUH Perdata, ganti-kerugian itu terdiri atas 3 unsur,
yaitu :
Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah
dikeluarkan.
Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian debitur.
Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh
kreditur apabila debitur tidak lalai.
Ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar
janji” (Pasal 1248 KUHPerdata) dan kerugian dapat diduga atau sepatutnya diduga
pada saat waktu perikatan dibuat. Ada kemungkinan bahwa ingkar janji
(wanprestasi) itu terjadi bukan hanya karena:
- kesalahan debitur (lalai atau kesengajaan), tetapi juga terjadi karena keadaan
memaksa.
- Kesengajaan adalah perbuatan yang diketahui dan dikehendaki.
- Kelalaian adalah perbuatan yang mana si pembuatnya mengetahui akan
kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.
8
sedianya harus dapat diduganya sewaktu perjanjian dibuat, kecuali jika hal tidak
dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.
Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Menurut Pasal 1248 KUH
Perdata, jika tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya debitur,
pembayaran ganti-kerugian sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh
kreditur dan keuntungan yang hilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang
merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perjanjian.
6. Pembelaan Debitur yang Wanprestasi
Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya diberikan hukuman
atas kelalaiannya, ia dapat membela dirinya dengan mengajukan beberapa macam alas an
untuk membebaskan dirinya dari hukuman-hukuman itu. Pembelaan tersebut ada 3
macam, yaitu:
9
Kalau debitur menunutut debitur agar ia memenuhi kewajiban prestasinya, maka kreditur
menuntut debitur berdasarkan perikatan yang ada antara mereka. Karena dasar
tuntutannya adalah perikatan yang memang sudah ada antara mereka, maka untuk
menuntut pemenuhan perikatan, kreditur tidak perlu untuk mendahuluinya dengan suatu
somasi.
9. Memperbaiki Kelalaian
Dalam hal seorang debitur telah disomir dan dia telah melewatkan tenggang waktu yang
diberikan kepadanya, tanpa memberikan prestasi yang menjadi kewajiban perikatannya,
maka ia ada dalam keadaan lalai.
KESIMPULAN
10
Daftar Pustaka
Abdul Rosyid Sulaiman, SH., MM. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh
Kasus. Prenada Media, Jakarta, 2005.
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.
Gr. Van der Burght, Buku Tentang Perikatan, Mandar Maju, Bandung 1999.
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2013, hl m.
218.
[1] Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm.
235.
[2] Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1991, hlm. 45.
[3] Ibid, hlm.241
11
[4]Rohmadi Jawi, Ketentuan-Ketentuan Umum dalam Hukum Kontrak,
melalui:https://ulahcopas.blogspot.co.id/2016/05/hukum-perikatan-
wanprestasi.html diakses pada 26 Maret 2018 pukul 18.00
[5] Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta, Djambatan,
2009) melalui https://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/ diakses pada
26 Maret 2018 pukul 18.15
[6] Yogi Ikhwan. Wanprestasi Sanksi Ganti Kerugian dan Keadaan,melalui:
http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-
kerugian-dan-keadaan-memaksa/.html. . Diakses pada 26 Maret 2018 pukul
19.12
[7] Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,
1999,hlm. 323 dalam https://ulahcopas.blogspot.co.id/2016/05/hukum-
perikatan- wanprestasi.html diakses pada 26 Maret 2018 pukul 20.00
12