Vous êtes sur la page 1sur 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Obat merupakan komponen penting dari suatu pelayanan kesehatan, oleh
karena itu diperlukan suatu pengelolaan yang benar, efektif dan efisien secara
berkesinambungan. Pengelolaan obat merupakan kegiatan yang meliputi
tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan
penggunaan obat dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia.
Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu baik,
tersebar merata, dengan jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan
kesehatan dasar (BPOM, 2001).

Obat yang sudah melewati masa kadaluarsa dapat membahayakan, karena


berkurangnya stabilitas obat tersebut dan dapat mengakibatkan efek toksik
(racun). Hal ini dikarenakan kerja obat sudah tidak optimal dan kecepatan
reaksinya telah menurun sehingga obat yang masuk kedalam tubuh hanya
akan mengendap dan menjadi racun. Sebenarnya obat yang belum kadaluarsa
juga dapat menyebabkan efek buruk yang sama, ini disebabkan karena
penyimpanan yang salah menyebabkan zat di dalam obat tersebut rusak.

Obat rusak dan kadaluarsa mengalami perubahan fisik seperti terjadinya


perubahan rasa, warna (timbul noda/bintik), dan bau; kerusakan berupa
bentuk fisik pecah, retak, berlubang, bernoda, berbintik-bintik dan atau
terdapat perubahan bentuk menjadi bubuk dan saat kondisi lembab pada jenis
tablet tertentu ada yang menjadi basah dan lengket satu dengan tablet yang
lainnya. Pada sediaan kapsul akan menjadi terbuka, tidak berisi, rusak atau
lengket satu sama lainnya.
Obat dapat rusak sebelum tanggal kadaluarsa yang ditetapkan oleh pabrik.
Demikian pula obat masih dapat dikonsumsi walaupun sudah lewat dari

1
2

tanggal kadaluarsa. Karena itu kita perlu mengetahui tanda-tanda kadaluarsa


obat untuk menghindari penggunaan obat kadaluarsa, memperhatikan masa
kadaluarsa suatu produk obat penting untuk menghindari dikonsumsinya
suatu produk yang sebenarnya sudah tidak layak dikonsumsi.

Pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa di lingkup Gudang Farmasi Dinas


Kesehatan Kota Banjarmasin masih menggunakan prosedur lama, dengan
cara manual, memilah dan mengelompokkan obat-obat yang sudah rusak atau
kadaluarsa. Tenaga ahli dalam pengelolaan obat rusak atau kadaluarsa yang
ada masih kurang dan sarana-prasarana di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan
Kota Banjarmasin yang belum representatif dengan ruangan pendingin.

Pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan


Kota Banjarmasin biasanya bekerja sama dan dibantu oleh pihak rumah sakit
provinsi dengan memakai sistem pembakaran tingkat tinggi yang tidak
mencemari lingkungan sekitar baik lingkungan udara, air, dan tanah. Di
RSUD Ulin Banjarmasin sistem pembakaran obat rusak dan kadaluarsa
menggunakan incinerator yang masih terbatas hanya mempunyai satu alat,
sehingga pengelolaan obat rusak atau kadaluarsa tidak bisa secara langsung
ditangani, harus menunggu jangka waktu dan kuantitas obat rusak dan
kadaluarsa tertentu.

Dalam rangka antisipasi penggunaan obat rusak atau kadaluarsa yang


berbahaya, maka pihak Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin
mengikuti acuan standar pemusnahan obat rusak dan kadaluarsa sesuai
BPOM dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Untuk itu penulis
akan mengadakan penelitian dan observasi tentang “pengelolaan obat rusak
dan kadaluarsa di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin”.
3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1. Bagaimana cara mengetahui konsep dasar teoritis tentang pengelolaan
obat rusak dan kadaluarsa?
1.2.2. Bagaimana cara pengklasifikasian pengelolaan obat rusak dan
kadaluarsa sesuai standar operasional prosedur?
1.2.3. Bagaimana cara pendokumentasian hasil pengelolaan obat rusak dan
kadaluarsa?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan umum pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas
akhir program studi, memberikan informasi serta mengetahui sesuai atau
tidaknya pengelolaan obat rusak dan obat kadaluarsa di ruang lingkup
Gudang Farmasi Kota Banjarmasin berdasarkan teori yang didapatkan dari
perkuliahan dan praktik langsung melalui proses observasi dan dokumentasi
langsung di lahan praktek.

Adapun tujuan khusus pembuatan karya tulis pengelolaan obat rusak dan
kadaluarsa di lingkup Gudang Farmasi Kota Banjarmasin adalah:
1.3.1 Mengetahui konsep dasar teoritis tentang pengelolaan obat rusak dan
kadaluarsa
1.3.2 Melaksanakan klasifikasi pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa
sesuai standar operasional prosedur
1.3.3 Melakukan dokumentasi hasil pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa
4

1.4 Manfaat
1.4.1 Secara Teoritis
Manfaat yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa.
1.4.2 Secara Praktis
1.4.2.1 Bagi pelayanan kesehatan, khususnya petugas Dinas
Kesehatan terkait:
Membantu meningkatkan upaya pelayanan kesehatan dengan
memberikan penjelasan tentang pengelolaan obat rusak dan
kadaluarsa sesuai standar operasional prosedur sehingga
mutu pelayanan kesehatan dapat meningkat dan menuju ke
arah yang lebih baik.
1.4.2.2 Bagi institusi pendidikan farmasi, khususnya:
a. Menjadi salah satu acuan dasar bagaimana melaksanakan
klasifikasi pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa sesuai
standar operasional prosedur
b. Menambah keterampilan, keahlian dalam pelaksanaan
klasifikasi pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa sesuai
standar operasional prosedur
c. Memberikan data dasar bagi peneliti selanjutnya yang
lebih luas dalam lingkup materi yang sama
d. Sebagai sumbangsih pemikiran dalam usaha
meningkatkan pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa
sesuai standar operasional prosedur.

1.5 Penelitian Yang Terkait


Wulan Febriyanti Nuraini (2013) melakukan penelitian terhadap pengelolaan
obat di Instalasi Farmasi RSUD Sukoharjo tahun 2011 dengan hasil sudah
baik. Hasil analisa jumlah obat keseluruhan yang kadaluarsa yaitu sebesar
0,000347%. Obat kadaluarsa berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu sediaan
5

tablet sebesar 96,89%; injeksi 1,76%; alat kesehatan 0,25%; sirup 1,02%; dan
infus 0,08%. Tahap pengelolaan obat kadaluarsa yang di lakukan meliputi
pencatatan, pemilahan, pengumpulan, penampungan sementara, dan
pengangkutan sedangkan metode penanganan obat kadaluarsa dilakukan
dengan 2 cara yaitu pengembalian kepada distributor dan pemusnahan
menggunakan incenerator.

Ika Purwidyaningrum, dkk. (2012) melakukan analisa terhadap persentase dan


nilai obat yang kadaluwarsa dan atau rusak pada tahun 2008 sebanyak 0,36%
sedangkan tahun 2009 sebesar 0,52%. Hal itu menandakan kerugian bagi
rumah sakit, seharusnya tidak ada obat yang rusak atau kadaluwarsa (0%).
Berdasarkan pengamatan data sekunder yang sudah diolah, jenis obat yang
mengalami expired date (ED) dan/rusak adalah vaksin (vaksin campak dan
DPT HB) dikarenakan expired date vaksin pendek (enam bulan) dan
merupakan jenis obat yang harus tersedia di rumah sakit. Pengatasan terhadap
ED vaksin dapat dilakukan dengan sosialisasi ke sekolah-sekolah atau
masyarakat sekitar tentang pengadaan vaksin gratis, sehingga dapat
meminimalkan biaya expired date obat.

Muhammad Djatmiko, dkk. (2009) melakukan pengumpulan data obat


kadaluarsa di IPF DKK Semarang tahun 2007, terdapat 2 jenis obat kadaluarsa
dari 127 total jenis obat yang tersedia sehingga persentase obat kadaluarsa
adalah 1,57% dengan nilai obat sebesar Rp. 10.094.590. Obat kadaluarsa di
IPF disebabkan adanya pendistribusian obat dari Departemen Kesehatan Pusat
yang tidak sesuai dengan kebutuhan IPF sehingga obat akan menumpuk
karena tidak ada kasus penyakit atau KLB dan akan rusak atau kadaluarsa.

Vous aimerez peut-être aussi