Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1
6. Faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel
endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah, fibroblas, sehingga dapat
menimbulkan pertumbuhan sel-sel untuk memperbaiki dinding pembuluh darah
yang rusak.
7. Membran sel trombosit juga penting. Dipermukaannya terdapat lapisan
glikoprotein yang menyebabkan trombosit dapat menghindari pelekatan pada
endotel normal dan justru melekat pada daerah dinding pembuluh yang luka.
2
akselerator pembentukan trombin
XII Faktor Hageman; faktor kaca Faktor plasma yang mengaktivasi faktor XI
(ATP)
XIII Faktor penstabil – fibrin; faktor Laki- Faktor plasma yang menghasilkan bekuan
Lorand fibrin yang lebih kuat dan tidak larut dalam
urea
- Faktor Fletcher (Prakalikrein) Faktor pengaktivasi kontak
- Faktor Fitzgerald (Kininogen dengan Faktor pengaktivasi kontak
berat molekul besar)
Trombosit
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau ruptur, dinding pembuluh darah
yang rusak itu sendiri menyebabkan otot polos dinding pembuluh berkontraksi, sehingga
dengan segera aliran darah dari pembuluh yang ruptur akan berkurang. Trombosit akan
saling bersinggungan dengan pembuluh darah dan yang rusak dan trombosit akan
membengkak dan mengaktifkan berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya
perlengkatan antar trombosit. Segera setalah 15-20 detik pada trauma hebat dan 1-2 menit
pada trauma kecil akan terbentuk bekuan darah sehingga luka akan menutup.
3
3) Efek dari Faktor X yang teraktivasi (Xa) dalam membentuk aktivator
protrombin-peranan Faktor V.
Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid jaringan
yang merupakan bagian dari faktor jaringan, atau dengan fosfolipid tambahan
yang dilepaskan dari trombosit, juga termasuk faktor V, untuk membentuk
suatu senyawa yang disebut aktivator protrombin. Dalam beberapa detik,
dengan adanya ion kalsium, senyawa itu memecah protrombin menjadi
trombin, dan berlangsunglah proses pembekuan.
4
disebut faktor 3 trombosit, yang juga memegang peranan dalam proses
pembekuan selanjutnya.
2) Pengaktifan faktor XI.
Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI
dan juga mengaktifkannya. Ini merupakan langkah kedua dalam jalur intrisik.
Reaksi ini juga memerlukan kininogen HMW (berat molekul tinggi), dan
dipercepat oleh prekalirein.
3) Pengaktifan faktor IX
Oleh karena Faktor XI teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja
secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.
4) Pengaktifan Faktor X-peranan Faktor VIII.
Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja sama dengan faktor VIII
teraktivasi dan dengan fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit yang
rusak, mengaktifkan faktor X.
5) Kerja faktor X teraktivasi dalam pembentukan aktivator protrombin-peranan
faktor V.
Langkah dalam jalur intrinsik ini prinsipnya sama dengan langkah terakhir
dalam jalur ekstrinsik. Artinya, faktor X yang teraktivasi bergabung dengan
faktor V dan trombosit atau fosfolipid jaringan untuk membentuk suatu
kompleks yang disebut aktivator protrombin. Aktivator protrombin dalam
beberapa detik mengawali pemecahan protrombin menjadi trombin, dan
dengan demikian proses pembekuan selanjutnya dapat berlangsung.
5
Jadi, faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah darah biasanya adalah
pembentukan aktivator protrombin dan bukan reaksi-reaksi berikutnya, karena
langkah akhir biasanya terjadi sangat cepat untuk membentuk bekuan itu sendiri.
Trombosit juga berperan penting dalam mengubah protrombin menjadi trombin,
karena banyak protrombin mula-mula melekat pada reseptor protrombin pada
trombosit yang telah berikatan dengan jaringan yang rusak.
Skema Jalur Bersama Pembekuan Darah
XII
Kalikrein Prakalikrein
XIIa
Trombin HMWK
Faktor Jaringan
XI XIa VIIa
Ca ++ VII
VIIa
IX IXa
VIII
Ca++ Ca++
Fosfolipid trombosit
X Xa
Ca++
V
Protombin Trombin
Jalur Bersama
Fibrinogen Monomer + Fibrinopeptida
Fibrin A+B
Polimer Fibrin
XIII XIIIa
= Kofaktor
Fibrin Stabil
Seperti yang diperhatikan pada gambar, aktivitas faktor X akibat reaksi jalur ekstrinsik
dan intrinsik. Langkah berikutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika kator Xa,
6
dibantu oleh fospolipid dari trombosit yang diaktivasi sehingga memecah protrombin
membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin.
Fibrin ini awalnya merupakan jeli yang terlarut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan
mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit dan merangkap sel-sel
darah merah..
Trombin bekerja pada fibrinogen dengan cara melepaskan empat peptide dengan
berat molekul rendah dari setiap molekul fibrinogen, sehingga membentuk satu molekul
fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis untuk berpolimerisasi dengan
molekul fibrin monomer yang lain untuk membentuk benang fibrin. Dengan cara
demikian, dalam beberapa detik banyak molekul fibrin monomer berpolimerisasi menjadi
benang-benang fibrin yang panjang, yang merupakan retikulum bekuan darah. Pada
tingkat awal polimerisasi, molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan
hidrogen nonkovalen yang lemah, dan benang-benang yang baru tebentuk ini tidak
berikatan silang yang kuat antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, bekuan yang
dihasilkan tidaklah kuat dan mudah dicerai-beraikan. Tetapi proses lain terjadi dalam
beberapa menit berikutnya yang akan sangat memperkuat jalinan fibrin tersebut. Proses
ini melibatkan suatu zat yang disebut faktor stabilisasi fibrin, yang terdapat dalam jumlah
kecil dalam bentuk globulin plasma yang normal, tetapi juga dilepaskan dari trombosit
yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor stabilisasi fibrin ini dapat bekerja
terhadap benang-benang fibrin, ia sendiri harus diaktifkan terlebih dahulu.
Trombin yang sama menyebabkan pembentukan fibrin juga mengaktifkan faktor
stabilisasi fibrin. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk
menimbulkan ikatan kovalen antara molekul fibrin monomer yang semakin banyak, dan
juga ikatan silang antara benang-benang fibrin yang berdekatan, sehingga sangat
menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi. Bekuan darah terdiri dari
jaringan benang fibrin yang berjalan ke segala arah yang menjerat sel-sel darah,
trombosit dan plasma. Bekuan fibrin juga melekat pada permukaan pembuluh darah yang
rusak untuk mencegah kebocoran darah berikutnya.
7
memudahkan bekuan menjadi besar. Salah satu sebab paling penting terjadinnya proses
ini adalah kerja proteolitik dari trombin yang memungkinkan untuk bekerja pada faktor-
faktor pembekuan lain selain fibrinogen. Trombin mempunyai efek proteolitik langsung
terhadap protrombin sendiri sehingga lebih banyak membentuk trombin, dan ini bekerja
terhadap beberapa faktor pembekuan yang bertanggung jawab terhadap pembentukan
aktivator protombin
Protrombin
Aktivator Ca++
protrombin
Trombin
Benang-benang fibrin
Trombin Faktor
Stabilisasi fibrin
Yang teraktivasi
A. Definisi Hemofilia
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 kata yaitu haima dan
philia. Haima berarti darah sedangkan philia berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia
8
adalah penyakit perdarahan kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan
(herediter) secara sex linked recessive pada kromosom X.
B. Epidemiologi
1. Adanya anak perempuan dari seorang pria penderita hemophilia menjadi seorang
karier.
2. Kemungkinan 50% anak lelaki dari keturunan anak wanita yang menjadi karier
hemofilia.
3. Anak yang dilahirkan dari ayah yang menderita hemophilia dan ibu yang
menderita karier hemofilia.
4. Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah
pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi.
5. Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia
dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun
pertama kelahirannya.
9
intrakranial, epistaksis, dan hematuria. Sering dijumpai perdarahan yang berkelanjutan
pascaoperasi kecil (sirkumsisi, ektraksi gigi).
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai
berikut, sendi lutut, siku, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendir peluru, karena ketidakmampuannya
menahan gerakan memutar dan menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter,
sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya otot
betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini
sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf
dan kontraktur otot.
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian yang dapat terjadi
spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan regrofaringeal yang
membahayakan jalan nafas dapat mengancam kehidupuan. Hematuria masif sering
ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan.
Perdarahan pascaoperasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa hari,
yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buru.
D. Klasifikasi Hemofilia
Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked
recessive yaitu :
1. Hemofilia A ( hemofilia klasik), terjadi akibat defisiensi atau disfungsi faktor
pembekuan VIII
2. Hemofilia B ( Christmas disease), terjadi akibat defisiensi atau disfungsi faktor
IX.
Sedangkan Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
XI yang dirunkan secara autosomal recessive. biasanya hemofilia C ini terjadi pada
keturunan Yahudi.
Legg mengklasifikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktifitas faktor pembekuan
( F VIII dan F IX) dalam plasma.
10
A. Tanda dan Gejala
Perdarahan adalah gejala dantanda klinis yang khas yang sering di jumpai pada kasus
hemophilia.Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai
sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak.
1. hemartrosis
2. hematom subkutan/intramuscular
3. perdarahan mukosa mulut
4. perdarahan intracranial
5. epistaksis
6. hematuria
B. Patofisiologi
Pada orang normal, ketika perdarahan terjadi maka pembuluh darah akan
mengecil dan keping-keping darah (trombosit) akan menutupi luka pada pembuluh. Pada
saat yang sama, trombosit tersebut bekerja membuat anyaman (benang-benang fibrin)
untuk menutup luka agar darah berhenti mengalir keluar dari pembuluh. Pada penderita
hemofilia, proses tersebut tidak berlangsung dengan sempurna.Kurangnya jumlah faktor
pembeku darah menyebabkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna sehingga
darah terus mengalir keluar dari pembuluh yang dapat berakibat berbahaya. Perdarahan di
11
bagian dalam dapat mengganggu fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi
kaku dan lumpuh, bahkan kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan kematian
pada usia dini
C. Diagnosis
D. Penatalaksanaan
Terapi Suportif
13
dilakuakan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik serta
khususnya selama fisioterapi.
1. Konsentrat F VIII/ F IX
2. Kriopesipitat AHF
Kriopesipitat AHF adalah salah satu komponen darah non selular yang merupakan
konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, faktor von
Willebrand.Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan.Efek samoing
dapat menimbulkan alergi dan demam.
4. Antifibrinolitik
14
Digunakan pada pasien hemophilia B untuk menstabilisasikan bekuan / fibrin
dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Epsilon aminocaproic acid(EACA) dapat
diberikan secara oral maupun intravena dengan dosis awal 200mg/ kg BB ( maksimum 5
g setiap pemberian ). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25mg/kg BB (
maksimum 1,5g ) secara oral, atau 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) secara intravena setiap
8 jam. Asam traneksamat juga dapat dilarutkan 10 % bagian dengan perenteral, terutama
salin normal.
5. Terapi Gen
Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo denga memindahkan vector
adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII relatif lebih
sulit dibandingkan gen F IX, karena ukurannya (9 kb) lebih besar,namun akhir tahun
1998 para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-based faktor VIII secara ex vivo
ke fibroblas.
E. Komplikasi
15
BAB III
PEMBAHASAN
Dari pemeriksaan fisik ditemukan konjuntiva anemis pada kedua mata, luka
robek dibawah lidah dengan perdarahan aktif dan sukar berhenti. nyeri tekan
epigastrium.
Dari kepustakan anemia ditegakkan jika kadar Hb dibawah 11 g/dl dengan gejala
kelemahan, pusing, dan konjungtiva anemis. Anemia bisa terjadi karena adanya
perdarahan yang tidak berhenti sehingga darah terus menerus keluar yang akan
menyebabkan turunnya kadar hemoglobin dalam darah. Pada pasien ditemukan
konjugtiva anemis pada kedua konjungtiva dan kadar Hb dari pemeriksaan darah
16
rutin 4,4 g/dl. Turunnya kadar Hb pada pasien ini disebabkan adanya perdarahan
aktif dari luka robek dibawah lidah pasien.
17
pasien ini juga diberikan obat pengganti faktor pembekuan yaitu dengan
memberikan KOATE DVI.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dorland.2002. Kamus Kedokteran, edisi 26, Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC, Pp
523,638,1119.
19