Vous êtes sur la page 1sur 19

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi Pembekuan Darah

Trombosit bukan merupakan sel tetapi merupakan fragmen – fragmen sel


berdiameter 1 – 4 µm, berbentuk cakram dan tidak berinti. Trombosit merupakan unsul
selular sum – sum tulang terkecil dan berperan dalam hemostasis dan koagulasi.
Membran trombosit menyerap dan mengaktivasi faktor V, VIII dan IX, protein kontraktil
aktomiosin/trombostenin dan berbagai protein dan enzim lain dalam proses koagulasi saat
terjadi trauma atau cedera. Sedangkan granula trombosit menghasilkan substansi yang
akan menyebabkan trombosit menempel satu sama lain membentuk sumbatan untuk
menghentikan perdarahan saat terjadi trauma atau cedera.
Trombosit memiliki jumlah dalam darah sekitar 150.000 – 450.000. Jumlah ini
tergantung pada jumlah yang dihasilkan oleh megakariosit, bagaimana digunakan dan
kecepatan kerusakan. Sebagian besar trombosit beredar dalam sirkulasi sedang sepertiga
bagiannya disimpan di limpa sebagai cadangan (Price & Wilson, 2013; Smeltzer & Bare,
2001; Morton, dkk, 2012).
Trombosit mempunyai banyak ciri khas fungsional sebagai sebuah sel, walaupun
tidak mempunyai inti dan tidak dapat bereproduksi. Didalam sitoplasmanya terdapat
faktor-faktor aktif seperti :
1. Molekul aktin dan miosin, sama seperti yang terdapat dalam sel-sel otot, juga
protein kontraktil lainnya, yaitu tromboplastin, yang dapat menyebabkan
trombosit berkontraksi.
2. Sisa-sisa retikulum endoplasma dan aparatus golgi yang mensintesis berbagai
enzim dan menyimpan sejumlah besar ion kalsium.
3. Mitokondria dan sistem enzim yang mamapu membentuk adenosin trifosfat dan
adenosin difosfat.
4. Sistem enzim yang mensintesis protaglandin, yang merupakan hormon setempat
yang menyebabkan berbagai jenis reaksi pembuluh darah dan reaksi jaringan
setempat lainnya.
5. Suatu protein penting yang disebut faktor stabilisasi fibrin.

1
6. Faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel
endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah, fibroblas, sehingga dapat
menimbulkan pertumbuhan sel-sel untuk memperbaiki dinding pembuluh darah
yang rusak.
7. Membran sel trombosit juga penting. Dipermukaannya terdapat lapisan
glikoprotein yang menyebabkan trombosit dapat menghindari pelekatan pada
endotel normal dan justru melekat pada daerah dinding pembuluh yang luka.

FAKTOR NAMA FAKTOR FUNGSI/PERAN


I Fibrinogen Prekursor fibrin (protein terpolimerasi) atau
dengan kata lain merupakan enzim pemecah
protein (protease serin) yang berguna untuk
aktiviasi prokoagulan berikutnya.
II Protrombin Prekursor enzim proteolitik trombin dan
mungkin akselerator lain pada konversi
protrombin
III Tromboplastin Aktivator lipoprotein jaringan pada
protrombin
IV Kalsium Diperlukan untuk aktivasi protrombin dan
pembentukan fibrin
V Proakselerin/akselerator plasma Faktor plasma yang mempercepat konversi
globulin protrombin menjadi trombin
VII Prokonvertin; protrombinogen; Faktor serum yang mempercepat konversi
konvertin/akselerator konversi protrombin
protrombin serum
VIII Faktor A antihemofilik (faktor VIIIR- Faktor plasma yang berkaitan dengan faktor
von Willebrand)/Globulin hemofilik III trombosit dan faktor Christmas IX;
mengaktivasi protrombin
IX Faktor B antihemofilik; faktor Faktor serum yang berkaitan dengan faktor
Christmas; kofaktor II trombosit – faktor trombosit III dan VIIIAHG ;
mengaktivasi protrombin
X Faktor Stuart – Prower; Faktor plasma dan serum yang berperan
protrombinase sebagai akselerator konversi protrombin
XI Anteseden tromboplastin plasma Faktor plasma yang diaktivasi oleh faktor
(ATP) Hageman (XII) yang berperan sebagai

2
akselerator pembentukan trombin
XII Faktor Hageman; faktor kaca Faktor plasma yang mengaktivasi faktor XI
(ATP)
XIII Faktor penstabil – fibrin; faktor Laki- Faktor plasma yang menghasilkan bekuan
Lorand fibrin yang lebih kuat dan tidak larut dalam
urea
- Faktor Fletcher (Prakalikrein) Faktor pengaktivasi kontak
- Faktor Fitzgerald (Kininogen dengan Faktor pengaktivasi kontak
berat molekul besar)
Trombosit

Segera setelah pembuluh darah terpotong atau ruptur, dinding pembuluh darah
yang rusak itu sendiri menyebabkan otot polos dinding pembuluh berkontraksi, sehingga
dengan segera aliran darah dari pembuluh yang ruptur akan berkurang. Trombosit akan
saling bersinggungan dengan pembuluh darah dan yang rusak dan trombosit akan
membengkak dan mengaktifkan berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya
perlengkatan antar trombosit. Segera setalah 15-20 detik pada trauma hebat dan 1-2 menit
pada trauma kecil akan terbentuk bekuan darah sehingga luka akan menutup.

Proses pembekuan darah melibatkan aktivator protrombin yang dibentuk dengan 2


cara, walaupun kedua cara ini pada hakekatnya saling berinteraksi secara konstan satu
sama lain.
a. Jalur ekstrinsik sebagi awal pembentukan
1) Pelepasan faktor jaringan.
Jaringan yang luka melepaskan beberapa faktor yang disebut faktor
jaringan atau tromboplastin jaringan. Faktor ini terutama terdiri dari fosfolipid
dari membran jaringan ditambah kompleks lipoprotein yang terutama berfungsi
sebagai enzim proteolitik.
2) Aktivasi Faktor X-peranan Faktor VII dan faktor jaringan.
Kompleks lipoprotein dari faktor jaringan selanjutnya bergabung dengan
faktor VII dan, bersamaan dengan hadirnya ion kalsium, faktor ini bekerja
sebagai enzim terhadap faktor X untuk membentuk faktor X yang teraktivitas
(Xa).

3
3) Efek dari Faktor X yang teraktivasi (Xa) dalam membentuk aktivator
protrombin-peranan Faktor V.
Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid jaringan
yang merupakan bagian dari faktor jaringan, atau dengan fosfolipid tambahan
yang dilepaskan dari trombosit, juga termasuk faktor V, untuk membentuk
suatu senyawa yang disebut aktivator protrombin. Dalam beberapa detik,
dengan adanya ion kalsium, senyawa itu memecah protrombin menjadi
trombin, dan berlangsunglah proses pembekuan.

Pada tahap permulaan, faktor V yang terdapat dalam kompleks aktivator


protrombin bersifat inaktif, tetapi sekali proses pembekuan dimulai dan trombin mulai
terbentuk, kerja proteolitik dari trombin akan mengaktifkan faktor V. Faktor ini kemudian
akan menjadi akselerator tambahan yang kuat dalam pengaktifan protrombin akhir,
Faktor X yang teraktivasilah (Xa) yang merupakan protease sesungguhnya yang
menyebabkan pemecahan protrombin untuk membentuk thrombin. Faktor V yang
teraktivasi (Va) sangat mempercepat kerja protease ini, sedangkan fosfolipid trombosit
bekerja sebagai alat pengangkut yang mempercepat proses tersebut.

b. Jalur intrinsik sebagi awal pembentukan


1) Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang
terkena trauma.
Trauma terhadap darah atau berkontaknya darah dengan kolagen dinding
pembuluh darah akan mengubah dua faktor pembekuan penting dalam darah :
faktor XII dan trombosit. Bila faktor XII terganggu, misalnya karena berkontak
dengan kolagen atau dengan permukaan yang basah seperti gelas, ia akan
berubah menjadi bentuk molekul baru yaitu enzim pro-teolitik yang disebut
“faktor XII yang teraktivasi/XIIa”. Pada saat yang bersamaan, trauma terhadap
darah juga akan merusak trombosit akibat bersentuhan dengan kolagen atau
dengan permukaan basah (atau rusak karena cara lain), dan ini akan
melepaskan berbagai fosfolipid trombosit yang mengandung lipoprotein, yang

4
disebut faktor 3 trombosit, yang juga memegang peranan dalam proses
pembekuan selanjutnya.
2) Pengaktifan faktor XI.
Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI
dan juga mengaktifkannya. Ini merupakan langkah kedua dalam jalur intrisik.
Reaksi ini juga memerlukan kininogen HMW (berat molekul tinggi), dan
dipercepat oleh prekalirein.
3) Pengaktifan faktor IX
Oleh karena Faktor XI teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja
secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.
4) Pengaktifan Faktor X-peranan Faktor VIII.
Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja sama dengan faktor VIII
teraktivasi dan dengan fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit yang
rusak, mengaktifkan faktor X.
5) Kerja faktor X teraktivasi dalam pembentukan aktivator protrombin-peranan
faktor V.
Langkah dalam jalur intrinsik ini prinsipnya sama dengan langkah terakhir
dalam jalur ekstrinsik. Artinya, faktor X yang teraktivasi bergabung dengan
faktor V dan trombosit atau fosfolipid jaringan untuk membentuk suatu
kompleks yang disebut aktivator protrombin. Aktivator protrombin dalam
beberapa detik mengawali pemecahan protrombin menjadi trombin, dan
dengan demikian proses pembekuan selanjutnya dapat berlangsung.

c. Interaksi antara jalur ekstrinsik dan intrinsik (jalur bersama)

1) Aktivator protrombin terbentuk sebagai akibat rupturnya pembuluh darah atau


sebagai akibat kerusakan zat-zat khusus dalam darah.
2) Aktivator protrombin dengan adanya ion Ca++ dalam jumlah yang mencukupi
akan menyebabkan perubahan protrombin menjadi trombin.
3) Trombin menyebabkan polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi
benang-benang fibrin dalam waktu 10 sampai 15 detik berikutnya.

5
Jadi, faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah darah biasanya adalah
pembentukan aktivator protrombin dan bukan reaksi-reaksi berikutnya, karena
langkah akhir biasanya terjadi sangat cepat untuk membentuk bekuan itu sendiri.
Trombosit juga berperan penting dalam mengubah protrombin menjadi trombin,
karena banyak protrombin mula-mula melekat pada reseptor protrombin pada
trombosit yang telah berikatan dengan jaringan yang rusak.
Skema Jalur Bersama Pembekuan Darah

Aktifitas intrinsik Aktifitas ekstrinsik

XII

Kalikrein Prakalikrein

XIIa

Trombin HMWK
Faktor Jaringan
XI XIa VIIa

Ca ++ VII
VIIa

IX IXa
VIII
Ca++ Ca++
Fosfolipid trombosit

X Xa
Ca++
V
Protombin Trombin
Jalur Bersama
Fibrinogen Monomer + Fibrinopeptida
Fibrin A+B

Polimer Fibrin
XIII XIIIa
= Kofaktor
Fibrin Stabil

Seperti yang diperhatikan pada gambar, aktivitas faktor X akibat reaksi jalur ekstrinsik
dan intrinsik. Langkah berikutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika kator Xa,

6
dibantu oleh fospolipid dari trombosit yang diaktivasi sehingga memecah protrombin
membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin.
Fibrin ini awalnya merupakan jeli yang terlarut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan
mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit dan merangkap sel-sel
darah merah..
Trombin bekerja pada fibrinogen dengan cara melepaskan empat peptide dengan
berat molekul rendah dari setiap molekul fibrinogen, sehingga membentuk satu molekul
fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis untuk berpolimerisasi dengan
molekul fibrin monomer yang lain untuk membentuk benang fibrin. Dengan cara
demikian, dalam beberapa detik banyak molekul fibrin monomer berpolimerisasi menjadi
benang-benang fibrin yang panjang, yang merupakan retikulum bekuan darah. Pada
tingkat awal polimerisasi, molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan
hidrogen nonkovalen yang lemah, dan benang-benang yang baru tebentuk ini tidak
berikatan silang yang kuat antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, bekuan yang
dihasilkan tidaklah kuat dan mudah dicerai-beraikan. Tetapi proses lain terjadi dalam
beberapa menit berikutnya yang akan sangat memperkuat jalinan fibrin tersebut. Proses
ini melibatkan suatu zat yang disebut faktor stabilisasi fibrin, yang terdapat dalam jumlah
kecil dalam bentuk globulin plasma yang normal, tetapi juga dilepaskan dari trombosit
yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor stabilisasi fibrin ini dapat bekerja
terhadap benang-benang fibrin, ia sendiri harus diaktifkan terlebih dahulu.
Trombin yang sama menyebabkan pembentukan fibrin juga mengaktifkan faktor
stabilisasi fibrin. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk
menimbulkan ikatan kovalen antara molekul fibrin monomer yang semakin banyak, dan
juga ikatan silang antara benang-benang fibrin yang berdekatan, sehingga sangat
menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi. Bekuan darah terdiri dari
jaringan benang fibrin yang berjalan ke segala arah yang menjerat sel-sel darah,
trombosit dan plasma. Bekuan fibrin juga melekat pada permukaan pembuluh darah yang
rusak untuk mencegah kebocoran darah berikutnya.

Setelah bekuan darah terbentuk, bekuan tersebut akan meluas ke dareah


sekelilingnya. Bekuan tersebut mengalami daur berantai (umpan balik positif) untuk

7
memudahkan bekuan menjadi besar. Salah satu sebab paling penting terjadinnya proses
ini adalah kerja proteolitik dari trombin yang memungkinkan untuk bekerja pada faktor-
faktor pembekuan lain selain fibrinogen. Trombin mempunyai efek proteolitik langsung
terhadap protrombin sendiri sehingga lebih banyak membentuk trombin, dan ini bekerja
terhadap beberapa faktor pembekuan yang bertanggung jawab terhadap pembentukan
aktivator protombin

Skema Perubahan Protombin Menjadi Trombin Dan Polimerisasi Fibrinogen


Untuk Membentuk Benang Fibrin

Protrombin

Aktivator Ca++
protrombin

Trombin

Fibrinogen Fibrinogen monomer


Ca++

Benang-benang fibrin

Trombin Faktor
Stabilisasi fibrin
Yang teraktivasi

Benang fibrin yang saling berikatan

A. Definisi Hemofilia

Hemofilia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 kata yaitu haima dan
philia. Haima berarti darah sedangkan philia berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia

8
adalah penyakit perdarahan kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan
(herediter) secara sex linked recessive pada kromosom X.

B. Epidemiologi

Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A


sekitar 1 : 10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1 : 25.000-30.000 orang. Belum ada data
mengenai angka kekerapan di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari
200 juta penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai
dibandingkan hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa
memandang ras, geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan
diperkirakan 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga.

1. Adanya anak perempuan dari seorang pria penderita hemophilia menjadi seorang
karier.
2. Kemungkinan 50% anak lelaki dari keturunan anak wanita yang menjadi karier
hemofilia.
3. Anak yang dilahirkan dari ayah yang menderita hemophilia dan ibu yang
menderita karier hemofilia.
4. Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah
pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi.
5. Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia
dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun
pertama kelahirannya.

C. Manifestasi Klinis Hemofilia


Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada
kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontal atau akibat trauma ringan sampai
sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestaasi klinis tersebut
tergantung pada beratnya hemofilia. Tanda perdarahan sering dijumpai yaitu berupa
hemartrosis, hematom subkutan/intramuscular, perdarahan submukosa mulut, perdarahan

9
intrakranial, epistaksis, dan hematuria. Sering dijumpai perdarahan yang berkelanjutan
pascaoperasi kecil (sirkumsisi, ektraksi gigi).
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai
berikut, sendi lutut, siku, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendir peluru, karena ketidakmampuannya
menahan gerakan memutar dan menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter,
sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya otot
betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini
sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf
dan kontraktur otot.
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian yang dapat terjadi
spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan regrofaringeal yang
membahayakan jalan nafas dapat mengancam kehidupuan. Hematuria masif sering
ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan.
Perdarahan pascaoperasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa hari,
yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buru.

D. Klasifikasi Hemofilia
Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked
recessive yaitu :
1. Hemofilia A ( hemofilia klasik), terjadi akibat defisiensi atau disfungsi faktor
pembekuan VIII
2. Hemofilia B ( Christmas disease), terjadi akibat defisiensi atau disfungsi faktor
IX.
Sedangkan Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
XI yang dirunkan secara autosomal recessive. biasanya hemofilia C ini terjadi pada
keturunan Yahudi.
Legg mengklasifikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktifitas faktor pembekuan
( F VIII dan F IX) dalam plasma.

10
A. Tanda dan Gejala

Perdarahan adalah gejala dantanda klinis yang khas yang sering di jumpai pada kasus
hemophilia.Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai
sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak.

Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu :

1. hemartrosis
2. hematom subkutan/intramuscular
3. perdarahan mukosa mulut
4. perdarahan intracranial
5. epistaksis
6. hematuria

B. Patofisiologi

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui


kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka
hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat
saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom
X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier.Penyakit hemofilia ditandai oleh
perdarahan spontan maupun perdarahan yang sukar berhenti.Selain perdarahan yang tidak
berhenti karena luka, penderita hemophilia juga bisa mengalami perdarahan spontan di
bagian otot maupun sendi siku.

Pada orang normal, ketika perdarahan terjadi maka pembuluh darah akan
mengecil dan keping-keping darah (trombosit) akan menutupi luka pada pembuluh. Pada
saat yang sama, trombosit tersebut bekerja membuat anyaman (benang-benang fibrin)
untuk menutup luka agar darah berhenti mengalir keluar dari pembuluh. Pada penderita
hemofilia, proses tersebut tidak berlangsung dengan sempurna.Kurangnya jumlah faktor
pembeku darah menyebabkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna sehingga
darah terus mengalir keluar dari pembuluh yang dapat berakibat berbahaya. Perdarahan di

11
bagian dalam dapat mengganggu fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi
kaku dan lumpuh, bahkan kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan kematian
pada usia dini

Berat Sedang Ringan


F VIII/F IX- <0,01 (<1%) 0,01-0,05( 1-5%) > 0,05 ( >5%)
U.ml(%)
Frekuensi Hemofilia 70 15 15
A
Frekuensi Hemofilia 50 30 20
B
Usia Awitan < 1 tahun 1-2 tahun > 2 tahun
Perdarahan oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi
Perdarahan Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup kuat
otot/sendi
Perdarahan post Sering dan fatal Butuh bebat Pada operasi besar
operasi

C. Diagnosis

Walaupun terdapat 20-30% kasus hemophilia terjadi akibat mutasi spontan


kromosom X pada gen peyandi VIII dan F IX. Seorang anak lelaki diduga menderita
hemophilia jika terdapat riwayat pendarahan berulang ( hematrosis, hematom ) atau
riwayat perdarahan yang memanjang setelah trauma atau tindakan tertentu dengan atau
riwayat keluarga. Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji hemeostatis,
seperti pemanjangan masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin partial terativasi
(aPTT), abnormalital uji tromboplastin generation, dengan masa perdarahan dan masa
protombin (PT) dalam batas normal.

Diagnosis definitive ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas F VIII/ F IX, dan


jika sarana pemeriksaan sitogenik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan petanda gen F
12
VIII/ F XI. Aktivitas F VIII / F IX dinyatakan dalam U/ml denhgan arti aktivitas factor
pembekuan darah 1 ml plasma normal adalah 100%. Nilai normal aktivitas F VIII/ F IX
adalahn0,5 – 1,5 U/ ml atau 50 – 150%. Harus diinga adalah membedakan hemophilia A
dengan penyakit von Willebrand, dengan melihat rasio F VIIIc: F VIIIag dan aktivitas F
vW (uji risositin) rendah.

D. Penatalaksanaan

Terapi Suportif

1. Melakukan pencegahan baik menghindari luka / benturan


2. Merencanakan suatu tindakkan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30 – 50%.
3. Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakkan
pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan
4. Kortikosteroid sangat membentu untuk menghilangkan proses inflamasi
pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartroisis
5. Analgetika diindikasi pada pasien hemartroisis dengan nyeri hebat dan
sebaiknya dipilih analgetik yang tidak mengganggu agregasi trombosit
(harus dihindari penggunaan aspirin dan antikoagulan).
6. Rehabilitas medik dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan
holistik dalam sebuah tim karena keterlambatan dalam pengelolaan akan
kecacatan atau ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial
dan edukasi.

Terapi Pengganti Faktor Pembekuan

Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan dengan


pemmberian F VIII dan F IX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah
yang mengandung cukup banyak faktor – faktor pembekuan tersebut.Pemberian biasanya

13
dilakuakan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik serta
khususnya selama fisioterapi.

1. Konsentrat F VIII/ F IX

Hemofila A berat maupun hemophilia ringan dan sedang dengan episode


perdarahan yang serius membutuhkan koreksi faktor pembekuan dengan kadar yang
tinggi yang harus diterapi dengan konsentrat F VIII yang telah dilemahkan virusnya.

Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu prothrombin complex concentrates (PCC)


yang berisi F II, VIII, IX, dan X dan purified F IX concentrates yang berisis berjumlah F
IX tanpa faktor yang lain. PCC dapat menyebabkan thrombosis paradoksial dan koagulasi
interavena tersebar yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain.
Resiko ini meningkatkan pada pemberian F IX berulang, sehingga purifefied kosentrat F
IX lebih diinginkan.

2. Kriopesipitat AHF

Kriopesipitat AHF adalah salah satu komponen darah non selular yang merupakan
konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, faktor von
Willebrand.Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan.Efek samoing
dapat menimbulkan alergi dan demam.

3. 1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin

Hormon sintetik anti diuretic (DDAVP) merangsang peningkatan kadar aktivitas


F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat sementara. Pemberian dapat
dengan intravena dengan dosis 0,3mg/kg BB dalam 30-50 NaCl 0,9% selama 15 menit
atau 20 menit dengan lama kerja 8 jam. Efek samping yang dapat terjadi berupa
takikardia, flushing, thrombosis (sangat jarang) dan hiponatremia.

4. Antifibrinolitik

14
Digunakan pada pasien hemophilia B untuk menstabilisasikan bekuan / fibrin
dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Epsilon aminocaproic acid(EACA) dapat
diberikan secara oral maupun intravena dengan dosis awal 200mg/ kg BB ( maksimum 5
g setiap pemberian ). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25mg/kg BB (
maksimum 1,5g ) secara oral, atau 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) secara intravena setiap
8 jam. Asam traneksamat juga dapat dilarutkan 10 % bagian dengan perenteral, terutama
salin normal.

5. Terapi Gen

Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo denga memindahkan vector
adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII relatif lebih
sulit dibandingkan gen F IX, karena ukurannya (9 kb) lebih besar,namun akhir tahun
1998 para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-based faktor VIII secara ex vivo
ke fibroblas.

E. Komplikasi

Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemophilia, yaitu penimbunan


darah intra artikuler yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi
secara progesif.Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi.
Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik
akibat proses peradangan jaringan synovial yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering
mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan lutut.

15
BAB III

PEMBAHASAN

Tn R (21 tahun) dirawat di Bangsal Penyakit Dalam Raden


Mattaher dengan keluhan perdarahan dibawah lidah sukar berhenti sejak ± 2
minggu yang lalu. Frekuensi perdarahan 1 kali sehari sebanyak setengah
gelas belimbing. Perdarahan muncul saat OS mencoba untuk mengunyah,
muntah, dan kadang secara tiba-tiba dan akan berhenti setelah ± 5 jam
kemudian. Os juga mengeluh nyeri pada ulu hati dirasakan sejak Os
dipuasakan di rumah sakit. Mual (+), Muntah (+), Demam (+). ± 2 minggu
sebelum masuk Bangsal Penyakit Dalam, os datang ke RSUD Kuala Tungkal
dengan keluhan luka dibawah lidah setelah terjatuh dari sepeda motor. Di
RSUD Kuala Tungkal luka dibawah lidah dijahit namun perdarahan sukar
berhenti kemudian OS dirawat selama 1 minggu dan mendapatkan transfusi
darah. ± 1 minggu sebelum masuk Bangsal Penyakit Dalam, Os dirujuk ke
RSUD Raden Mattaher Jambi dikarenakan tidak ada perbaikan di RSUD
Kuala Tungkal dan dirawat di bangsal Bedah. Os mendapatkan perawatan di
Bedah selama 3 setelah luka dijahit ulang. Namun tidak ada perbaikan
kemudian Os dipindahkan ke Bangsal Penyakit Dalam. Dari riwayat penyakit
dahulu Os mengaku pernah mengalami perdarahan yang sukar berhenti saat
khitanan. Riwayat penggunaan obat antiplatelet (-)

Dari pemeriksaan fisik ditemukan konjuntiva anemis pada kedua mata, luka
robek dibawah lidah dengan perdarahan aktif dan sukar berhenti. nyeri tekan
epigastrium.

 Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan eritrosit 2,32 juta, Hb 4,4. Berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium diatas maka pasien
ini didiagnosis dengan anemia ec. perdarahan vulnus laceratum post hecting ec.
suspect hemofilia A dengan gastritis.

Dari kepustakan anemia ditegakkan jika kadar Hb dibawah 11 g/dl dengan gejala
kelemahan, pusing, dan konjungtiva anemis. Anemia bisa terjadi karena adanya
perdarahan yang tidak berhenti sehingga darah terus menerus keluar yang akan
menyebabkan turunnya kadar hemoglobin dalam darah. Pada pasien ditemukan
konjugtiva anemis pada kedua konjungtiva dan kadar Hb dari pemeriksaan darah

16
rutin 4,4 g/dl. Turunnya kadar Hb pada pasien ini disebabkan adanya perdarahan
aktif dari luka robek dibawah lidah pasien.

Hemofilia adalah penyakit ganguan perdarahan yang disebabkan terganggunya


faktor pembekuan darah. Hemofilia prevalensinya lebih tinggi dibandingkan
dengan hemofilia B. Pada hemofilia yang ringan jarang terjadi perdarahan yang
spontan. perdarahan terjadi biasanya apabila ada trauma yang mendasarinya.
Pasien dengan hemofilia biasanya mengeluh perdarahan yang sukar berhenti pada
saat sirkumsisi. Perdarahan pada mukosa mulut juga sering terjadi pada penderita
hemofilia. Hemofilia biasanya hereditier, namun 20-30 % kasus yang ditemukan
tidak memiliki hubungan dengan faktor keturunan, hal ini diduga disebabkan oleh
faktor endogen dan eksogen. pada penderita hemofilia bisa ditemukan anemia dan
luka yang sukar sembuh. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien yaitu datang
dengan luka dibawah lidah yang sukar berhenti sejak 2 minggu yang lalu. Dari
anemnisis yang dilakukan didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat perdaharan
yang sukar berhenti pada saat khitanan. Meskipun pasien ini tidak memiliki
riwayat penyakit keluarga hemofilia namun sekitar 20-30% kasus hemofilia
disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. pada pasien ini juga ditemukan
anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah dari perdarahan aktif dibawah
lidah.
Pasien ini juga didiagnosis dengan gastitiris. Gastiritis merupakan peradangan
pada gaster yang ditandai dengan nyeri ada epigastirum disertai dengan mual dan
muntah. Gastiritis biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur.
Hal ini sesusai dengan gejala yang dialami pasien selama dirawat yaitu mual
muntah dengan nyeri tekan epigastrium.
Pengobatan pada pasien dengan hemofilia meliputi menghindari benturan,
pemberian kortikosteroid, dan terapi pemberian pengganti faktor pembekuan
darah. Hal ini sesuai dengan terapi yang diberikan yaitu pasien tidak
diperbolehkan makan makanan yang keras karena akan menyebabkan benturan
pada bawah lidah sehingga akan menyebebkan perdarahan berulang pada pasien
ini. Pada pasien ini juga diberikan kortikosteroid yaitu metilprednisolon. Pada

17
pasien ini juga diberikan obat pengganti faktor pembekuan yaitu dengan
memberikan KOATE DVI.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dorland.2002. Kamus Kedokteran, edisi 26, Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC, Pp
523,638,1119.

Price, Sylvia Anderson.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


(Edisi VI). Jakarta: EGC.Pp. 340-84

Robbins.2002. Buku Ajar Patologi Anatomi.Jakarta : EGC. Pp. 862-89

Sedoyo, dkk.Nyeri.2007.In BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi II Jilid II.Jakarta: Pusat


Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia,; 759-
69

Sulistia,dkk.2007.Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan


Terapeutik FK-UI,Pp.210-99

Sutejo, AY.2007.Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan


Laboratorium.Yogyakarta:Amara Books
Setyabudi, Rahajuningsih D. et al.2007.Hemostasis dan Trombosis.Jakarta:Balai
Penerbit FK UI

19

Vous aimerez peut-être aussi