Vous êtes sur la page 1sur 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. N DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG NUSA


INDAH RSUD Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA

Oleh:
Intan Kusuma Fabriyani
2014.B.15.0373

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN
2016
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Stroke Non Hemoragik
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA
(Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda
yang sesuai dengan daerah yang terganggu.
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.
Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United
State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia
antara 75-85 tahun.
2. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke
non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.
1) Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
- Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
- Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
- Fibrilasi atrium
- Infarksio kordis akut
- Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
- Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
- Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
- Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
- Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
2) Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
3. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1) Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2) Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).
3) Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
4) Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5) Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang
berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
1) Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3) Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
- Mengalami hemiparese kanan - Hemiparese sebelah kiri tubuh
- Perilaku lambat dan hati-hati - Penilaian buruk
- Kelainan lapan pandang kanan - Mempunyai kerentanan terhadap
- Disfagia global sisi kontralateral sehingga
- Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi yang
- Mudah frustasi berlawanan tersebut
4. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya
dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
1) Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
3) Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4) Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1) Keadaan pembuluh darah.
2) Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran
darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak
menjadi menurun.
3) Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak
yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar
pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan
perfusi otak.
4) Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosi
t dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler.
Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
Pathway
5. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalami komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2) Berhubungan dengan paralisis  nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh.
3) Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4) Hidrocephalus.
5) Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.

6) Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin).
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
7. Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
- Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
- Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
- Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
- Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
- Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan.
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas klien
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak.
4) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah
dan menelan.
5) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
3. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala
- GCS 456
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)
Intervensi:
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan
perfusi jaringan otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap
dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel.

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.


Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi:
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah
yang jelek pada daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak.
Tujuan: Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria hasil:
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
Intervensi:
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat.
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak”.
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
Rasional:
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.
4) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan.
Tujuan: tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi:
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang.
Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan
nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
5) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
Tujuan: klien tidak mengalami konstipasi
Kriteria hasil:
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensi feses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon (scibala)
- Bising usus normal (7-12 kali per menit)
Intervensi:
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema)
Rasional
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
reguler
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses
yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan membantu eliminasi
4. Implementasi Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
a) Memberikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
b) Menganjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Mengobservasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua jam
d) Memberikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
bantal tipis)
e) Menganjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Melakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
a) Mengubah posisi klien tiap 2 jam.
b) Mengajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas
yang tidak sakit.
c) Melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.

3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah


otak.
a) Memberikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat.
b) Mengantisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
c) Melakukan pembicaraan dengan klien secara pelan dan gunakan
pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.
d) Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
e) Menghargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
f) Melakukan kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
4) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan.
a) Menentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek
batuk
b) Meletakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan
c) Menstimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d) Meletakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Memberikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Memulai untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air
g) Menganjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Menganjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Melakukan kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui
iv atau makanan melalui selang.
5) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema)
5. Evaluasi
1) Klien tidak gelisah.
2) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
3) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat.
4) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.
5) Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Vous aimerez peut-être aussi