Vous êtes sur la page 1sur 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Banjir merupakan salahsatu persoalan yang sering muncul secara berkala,

seiring datangnya musim hujan. Selain akibat intensitas hujan yang tinggi, banjir

juga terjadi akibat tatakelola linkungan yang kurang baik dan tata ruang yang

salah. Banyak wilayah yang sering menjadi lokasi terdampak bencana banjir yang

datang secara rutin, sehingga banjir menjadi fenomena yang sering dibicarakan.

Hal ini tentu saja karena banyak wilayah Indonesia yang sering dilanda banjir.

Banjir berada pada urutan tertinggi dari seluruh jenis bencana yang terdapat di

Indonesia. Bencana banjir tersebut meliputi banjir yang disebabkan oleh peran

manusia baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh

alam maupun oleh manusia sendiri yang mengakibatkan korban dan penderitaan

manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana

umum,serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan

manusia (Purba, 2005 :145). Rusaknya lingkungan yang mengakibatkan

terjadinya bencana seperti banjir atau banjir bandang adalah karena adanya

kegiatan pengundulan hutan yang tidak memperhatikan aturan dan rusaknya

kadar produktif tanah sebab dieksploitasi secara terus- menerus. Sehingga, hutan

yang dijadikan sebagai penyangga sistem lingkungan hidup telah mengalami

kerusakan (Susilo, 2009 : 71).

1
2

Sebagai negara yang beriklim tropis, Indonesia memiliki curah hujan yang

cukup tinggi, yaitu mencapai 2000-3000 mm/tahun. Kondisi seperti ini sepatutnya

memberikan nilai positif bagi Indonesia, karena dengan curah hujan yang tinggi,

ketersediaan air akan melimpah untuk menunjang kebutuhan penduduk Indonesia

yang mencapi ratusan juta jiwa. Akan tetapi, jika air tersebut akan menyebabkan

luapan sungai yang pada akhirnya manjadi banjir. Jika penutup lahan di bagian

hulu merupakan vegetasi yang rapat maka ketika hujan tidak akan menjadi

masalah besar karena air tersebut akan ditahan oleh vegetasi dan lama-kelamaan

menyerap ke dalam tanah. Akan tetapi fenomena yang terjadi di Indonesia malah

berbeda karena bagian hulu sungai umumnya menjadi lahan olah, sehingga ketika

hujan, air tersebut akan langsung menjadi air limpasan dan pada akhirnya menjadi

bencana banjir.

Menurut Ramli (2010), banjir merupakan salah satu jenis bencana alam

yang sering terjadi diIndonesia, khususnya Pulau Jawa dan sering dihubungkan

dengan penggundulan hutan dikawasan hulu dari sistem Daerah Aliran Sungai

(DAS). Pengertian bencana banjir menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2007

tentang Banjir umumnya terjadi di dataran rendah di bagian hilir daerah aliran

sungai, dimana daerah dataran rendah umumnya menjadi pusat permukiman

dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti pada Daerah Aliran

Bengawan Solo, Dataran Sungai Citarum, dan Sungai Brantas (Ramli, 2010).

Bencana banjir di daerah aliran sungai (DAS) Citarum sering terjadi pada

bagian DAS Citarum Hulu yang merupakan daerah cekungan Bandung (BBWS,

2011). Bencana banjir di daerah cekungan Bandung dikarenakan kepadatan


3

penduduk yang semakin meningkat, khususnya di daerah bantaran Sungai

Citarum, disertai dengan perubahan tutupan lahan di hulu Sungai Citarum yang

mengganggu fungsi Sungai Citarum (BBWS, 2011). Menurut Dinas Pertanian

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bandung (2010), pertumbuhan penduduk

di cekungan Bandung yang tidak terkendali (sekitar 3% per tahun) sebagai

pengaruh migrasi menyebabkan terjadinya peningkatan eksploitasi ruang dan

pemanfaatan sumber daya air. Bentuk eksploitasi sumber daya air yaitu adanya

pengambilan air tanah yang tidak terkendali (untuk kegiatan rumah tangga dan

kegiatan industri) sehingga menyebabkan turunnya permukaan tanah dan

memperbesar potensi daerah rawan banjir. Selain itu, beberapa penyebab lainnya

yang dapat memperbesar potensi daerah rawan banjir di Kawasan Cekungan

Bandung yaitu perilaku masyarakat yang menjadikan Sungai Citarum sebagai

tempat pembuangan dan saluran drainase perkotaan yang kurang terkelola dengan

baik.

Kampung Cieunteung, Desa Baleendah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten

Bandung merupakan salah satu desa yang dilewati oleh aliran Sungai Citarum dan

merupakan daerah yang selalu mengalami bencana banjir jika musim hujan tiba.

Bencana banjir terjadi di kampung ini sejak puluhan tahun yang lalu dan hingga

saat ini dampaknya dirasakan semakin parah. Hal ini dikarenakan kondisi Sungai

Citarum yang semakin memburuk seperti sedimentasi yang semakin parah akibat

perubahan guna lahan di daerah hulu dan pembuangan limbah industri dan rumah

tangga. Bencana banjir terparah terjadi di desa ini pada tahun 2010 dengan

ketinggian air maksimal mencapai 4 m dan lama genangan mencapai 11 bulan


4

(Hasil Wawancara Ketua RW 20, Desa Cieunteung, 2016). Bencana banjir yang

terjadi menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat seperti kondisi

fisik rumah dan lingkungan yang semakin menurun, kesulitan mobilitas untuk

bekerja dan sekolah, serta terserang oleh berbagai macam penyakit. Hingga saat

ini telah banyak penduduk yang pindah dari kampung ini karena banjir.

Berikut data terbaru korban bencana banjir kampung Cieunteung

Kelurahan Baleendah yaitu :

Tabel 1.1 Data Korban Bencana Banjir Kelurahan Baleendah 2016

No. LOKASI BENCANA JUMLAH KK JUMLAH JIWA


1 RW 09 510 1381
2 RW 17 286 1210
3 RW 18 742 2133
4 RW 19 440 1565
5 RW 20 351 1326
6 RW 21 432 1486
7 RW 27 488 1530
8 RW 28 432 1450
JUMLAH 3681 12081
Sumber: Laporan Kejadian Bencana Kelurahan Baleendah Tahun 2011

Data tersebut menunjukan bahwa pada tahun 2016 masyarakat yang

terdampak banjir yang terjadi setiap tahun masih tinggi.

Upaya penanganan permasalahan di DAS Citarum dilakukan melalui

pendekatan struktural dan non-struktural (BBWS, 2011). Dalam kasus

penanganan permasalahan banjir di Kampung Cieunteung telah dilakukan

berbagai metode struktural seperti pengerukan sungai dalam rangka normalisasi

sungai, pembuatan tanggul penahan banjir, pembuatan pintu-pintu air di anak

Sungai Citarum yaitu Sungai Cigado, dan pembuatan kolam retensi yang masih

dalam tahap perencanaan. Pembuatan kolam retensi atau danau buatan di


5

Kampung Cieunteung diusulkan oleh pihak BBWS serta dirundingkan bersama-

sama oleh beberapa pihak seperti Pemerintah Kabupaten Bandung dan Pemerintah

Provinsi Jawa Barat. Usulan rencana pembuatan kolam retensi hingga saat ini

masih dalam tahap perundingan penandatanganan kerjasama atau MoU. Rencana

ini belum menemukan solusi yang tepat karena terkendala oleh masalah

pembebasan lahan untuk lokasi kolam retensi tersebut. Kendala yang dihadapi

terutama dalam hal persetujuan masyarakat Cieunteung serta kesepakatan diantara

pemerintah terhadap rencana relokasi.

Keberhasilan atau kegagalan program relokasi dipengaruhi oleh

keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan (Ozden,

2006). Tanpa adanya keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan

pelaksanaan relokasi permukiman pasca-bencana akan menimbulkan berbagai

persoalan seperti keterlambatan waktu pelaksanaan serta dampak negatif lainnya

setelah relokasi dilaksanakan. Tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam proses

perencanaan dan pelaksanaan, peluang timbulnya berbagai kekurangan yang

dirasakan oleh masyarakat akan semakin besar karena tidak disesuaikan dengan

kebutuhan dan keinginan masyarakat (Dikmen, 2006). Tinjauan tentang partisipasi

masyarakat korban banjir tersebut tentunya terkait dengan kondisi masyarakat

korban banjir itu sendiri. Kondisi masyarakat dalam penelitian ini ditinjau dari

kondisi biopsikososial spiritual masyarakat korban banjir tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas maka, penelitian ini bermaksud

mendeskripsikan kondisi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual masyarakat

yang menjadi korban banjir Cieunteung. Adapun judul penelitian ini


6

adalah:”Kondisi Biopsikososial Spiritual Masyarakat Korban Banjir di Kampung

Cieunteung”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas, maka identifikasi

masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi biopsikososial spiritual masyarakat korban banjir di

Kampung Cieunteung ?

2. Bagaimana implikasi praktis pekerja sosial terhadap masyarakat korban

banjir di Kampung Cieunteung ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Mengacu pada permasalahan yang diuraikan diatas, penelitian ini memiliki

kualitas ekspektasi yang diharapkan mampu menjaab pertanyaan ataupun

pernyataan dari permasalahan yang akan diteliti. Maka dari itu, tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menggambarkan kondisi biopsikososial spiritual masyarakat

korban banjir di Kampung Cieunteung.

2. Untuk menggambarkan implikasi praktis pekerja sosial terhadap

masyarakat korban banjir di Kampung Cieunteung.

2. Kegunaan Penelitian
7

Segala bentuk penelitian ilmiah fenomena sosial, dirancang untuk

kesempurnaan suatu deskripsi permasalahan sosial. Penelitian dibuat untuk

memberi manfaat yang signifikan dalam suatu realita sosial. Maka dari itu

kegunaan atau manfaat dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a) Teoritis

Secara teoritis kegunaan penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu

pekerjaan sosial terutama mengenai kondisi psikososial spiritual

masyarakat korban banjir di Kampung Cieunteung.

b) Praktis

Secara praktis kegunaan penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan sebagai pemecahan masalah-masalah

tentang kondisi psikososial spiritual masyarakat korban banjir di

Kampung Cieunteung.

D. Kerangka Konseptual

Kesejahteraan sosial bagi masyarakat merupakan kegiatan-kegiatan yang

terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari sesgi sosial melalui

pemberian bantuan kepada individu untuk memenuhi kebituhan-kebutuhan di

dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,

penyesuaian sosial, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial.

Kondisi sejahtera apabila kehidupan manusia dapat dikelola dengan baik

serta dapat terpenuhi fungsi sosialnya. Kesejahteraan Sosial menurut Uu No.11


8

tahun 2009 yang dikutip oleh Rukminto (2013: 23) adalah sebagai berikut”

Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual,

dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri

sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.

Definisi kesejahteraan sosial yang dikutip oleh Rukminto tersebut dapat

dijelaskan bahwa, kondisi sejahtera dimana manusia dalam kedaan aman dan

bahagia, serta terpenuhinya kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan,

tempat tinggal, dan pendapatan yang layak, fan kedaan dimana manusia

melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan peranan-peranan dalam

kehidupannya.

Pekerjaan sosial adalah profesi yang telah mengikuti pendidikan pekerjaan

sosial di suatu lembaga pendidikan tinggi pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial.

Pekerjaan sosial pada prinsipnya membantu individu maupun kolevtivitas

(keluarga, kelompok kecil, kelompok, organisasi, komuniti, maupun masyarakat).

Tujuan utama profesi pekerjaan sosial adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

manusia dan membantu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia

dengan perhatian khusus pada kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang rawan,

tertindas, dan miskin.

Fokus utama pekerjaan sosial adalah meningkatkan keberfungsian sosial

(social functioning) melalui intervensi yang bertujuan atau bermakna.

Keberfungsian sosial merupakan konsepsi penting bagi pekerjaan sosial. Adapun

definisi keberfungsian sosial menurut Huraerah (2011: 38) yakni “Kemampuan


9

seseorang dalam melaksanakan fungsi sosialnya atau kapasitas seseorang dalam

menjalankan tugas-tugas kehidupannya sesuai dengan status sosialnya”.

Berdasarkan definisi tersebut dijelaskan bahwa keberfungsian sosial

merupakan kemampuan seseorang dalam melaksanakan peranan sosialnya dalam

menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Misalnya, status seorang ayah memiliki

peranan sebagai pencari nafkah, pelindung dan pembimning segenap anggota

keluarga. Maka seorang ayah dikatakan berfungsi sosial apabila ia mampu

menjalankan perannanya tersebut.

Salah satu praktik pelayanan sosial adalah pelayanan sosial personal

(Personal Social Service). Menurut Kahn (dalam Fahrudin, 2014: 53) pelayanan

sosial personal adalah : “program-progrma yang melindungi atau mengembalikan

kehidupan keluarga, membantu individu-individu mengatasi masalah-masalah

yang berasal dari luar ataupun dari dalam diri, meningkatkan perkembangan, dan

memudahkan akses melalui pemberian informasi, bimbingan, advokasi, dan

beberapa jenis bantuan kongkrit. Pelayanan ini menunjukan berbagai bentuk

perawatan sosial (social care) di luar pelayanan kesehatan, pendidikan, dan

jaminan sosial (Suharto, 2007: 165). Dalam garis besar pelayanan ini mencakup

tiga jenis:

1. Perawatan anak (child care)

2. Perawatan masyarakat (community care)

3. Peradilan kriminal (criminal justice)

Terkait dengan korban banjir di Kampung Cieunteng, pelayanan sosial

yang dibutuhkan adalah perawatan masyarakat guna mengetahui dan/atau


10

mengarahkan kondisi psikososial spiritual masyarakat Kampung Cieunteng

sebagai upaya menemukan praktek pekerjaan sosial yang tepat untuk

diaplikasikan untuk mengembalikan keberfungsian sosial masyarakat yang

menjadi korban banjir tersebut.

Adapun untuk mengetahui kondisi psikososial masyarakat korban banjir di

Kampung Cieunteung dalam penelitian ini dapat ditinjau dari ketiga kondisi yaitu

biologis, psikologis, dan sosial. Barbara dan Philip dalam Yeane dkk (2013:17)

mengemukakan bahwa kehidupan manusia sebagaimana pengalaman-pengalaman

individu dihasilkan dari interaksi dan modifikasi dari tiga sistem utama, yakni :

sistem biologis (the biological system), psikologis (the physicological system) dan

sistem sosial kemasyarakatan (the societal system). Interaksi ketiga sistem ini

sebagai berikut:

a Sistem biologis

Proses biologis berkembang dan berubah sebagai suatu konsekuensi dari:

kematangan yang dikendalikan secara genetika; sumber-sumber

lingkungan seperti gizi, dan sinar matahari; pengaruh buruk dari

lingkungan; mengalami kecelakaan dan penyakit; pola-pola perilaku dan

gaya hidup, termasuk olah raga, makan, tidur, dan penggunaan obat-

obatan.

b Sistem psikologis
11

Sistem psikologis termasuk semua proses mental ang berpusat pada

kemampuan seseorang untuk mengartikan pengalaman-pengalamannya

dan mengambil tindakan. Emosi, memori, persepsi, persepsi, pemecahan

masalah, bahasa, kemampuan simbolik dan orientasi terhadap masa depan,

semuanya menghasuskan pengguanaan psikologis. Seperti proses biologis,

proses psikologis berkembang dan berubah sepanjang daur kehidupan.

Perubahan dikendalikan sebagian informasi genetik. Kemampuan untuk

keberfungsi sebagian oleh informasi genetik kemampuan untuk

keberfungsian intelektual dan arah kematangan kognisi dikendalikan

secara genetik. Perubahan juga diakibatkan dari akumulasi pengalaman-

pengalaman berhadapan dengan setting pendidikan. Proses psikologis

ditingkatkan oleh banyak pengalaman-pengalaman hidup seperti

berolahraga, kemping, membaca, dan berbicara dengan orang-orang.

Akhirnya perubahan dikendalikan oleh diri sendiri. Seseorang dapat

memutuskan untuk mengejar suatu kepentingan belajar bahasa lain, atau

mengadopsi serangkaian ide-ide baru. Melalui wawasan terhadap diri

sendiri, seseorang dapat memenuhi berpikir tentang dirinya sendiri dan

orang lain dalam suluh atau sorotan baru.

c Sistem societal atau sosial

Dampak dari sistem societal terhadap perkembangan psikososial berakibat

secara luas dari relasi-relasi interpersonal dan hubungan-hubungan lain

dengan significant others. Lewat undang-undang dan kebijakan

publik,struktur politik dan ekonomi dan kesempatan pendidikan


12

masyarakat mempengaruhi perkembangan psikososial individu dan

mengubah jalan hidup untuk generasi masa depan.

Makna dari ketiga sistem diatas ialah sebuah pendekatan paripurna yang

akan menjadi patokan pada penelitian ini. Manusia dalam masalah tumbuh

kembang akan dipengaruhi oleh sistem kognisi, dimana adanya sistem yang

mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan

biologis berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian semua manusia.

Kesehatan seseorang tergantung pada ketersediaan sumber gizi yang memadai,

treatment terhadap penyakit.

Kemudian bila ditinjau dari aspek psikologis, perubahan juga diakibatkan

dari akumulasi pengalamn-pengalaman berhadapan dengan berbagai setting

pendidikan Proses psikologis ditingkatkan oleh banyaknya pengalaman-

pengalaman hidup seperti berolahraga kemping membaca dan berbicara dengan

orang-orang.

Sedangkan dari aspek sosial masyarakat mempengaruhi perkembangan

psikososial individu dan mengubah jalan hidup untuk generasi masa depan karena

adanya relasi-relasi interpersonal dan hubungan-hubungan lain dengan significant

others. Demikian kehidupan manusia sebagaimana pengalaman-pengalaman

individu dihasilkan dari interaksi dan modifikasi dari tiga sistem utama, yaitu:

sistem biologis (the biological system), psikologis (the pshysicological system)

dan sistem sosial kemasyarakatan (the societal system).

Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang

manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan


13

dasar tersebut meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta

kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan

spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, suka

cita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahan hati serta memiliki tujuan

hidup yang jelas (Prijosaksono, 2003).

Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa

dan Maha Pencipta (Hamid, 2000). Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang

dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat

diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang

lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang.

Spiritual adalah kehidupan, tidak hanya do’a, mengenal dan mengakui Tuhan

(Nelson, 2002).

E. Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mendapatkan gambaran

(deskripsi) dari kondisi psikososial spiritual masyarakat korban banjir di

Kampung Cieunteung. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka tipe

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian kualitatif.

Metode penelitian kualitatif merupakan suatu cara dalam meneliti untuk

mengungkapkan permasalahan dengan cara menggambarkan serta menjelaskan

fenomena pada masa sekarang yang terjadi sesuai dengan fakta yang ada

dilapangan, sehingga dapat menghasilkan data yang berupa kata – kata tertulis dan

lisan, dari perilaku, keadaan, dan kondisi. Fakta – fakta tersebut bias didapatkan
14

dari sekelompok manusia yang diamati, gambar atu foto, dokumen resmi, dan

catatan hasil wawancara.

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang menurut

Alwasilah (2012: 100) yakni “ Penelitian kualitatif berfokus pada Fenomena

tertentu yang tidak memiliki generalizability dan comparability, tetapi memiliki

internal validity dan contextual understanding. Metode penelitian kualitatif

menurut Sugiyono (2013:7), adalah : Metode penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)

dimana peneliti adalah sebagai instrumen kecil. Teknik pengumpulan data

dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan kepada makna dari pada generalisasi.

David Williams (dalam Moleong, 2007:5) mendefinisikan penelitin

kualitatif adalah: ”pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan

menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang

tertarik secara alamiah”. Sedangkan menurut Denzin dan Lincoln (dalam

Moleong, 2007:5) penelitian kualitatif adalah ”penelitian yang menggunakan latar

alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan

dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada”.

Sedangkan karakteristik penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Biklend

(dalam Sugiyono 2013:13) diantaranya adalah :

1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah

eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen

kunci.
15

2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul

berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau

outcome.

4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.

5. Penelitian kualitatif lebih menekankan kepada makna (data di balik yang

teramati).

Adapun ciri-ciri atau karakteristik dari penelitian kualitatif menurut

Arikunto (2002:13) adalah sebagai berikut :

1. Mempunyai sifat induktif yaitu pengembangan konsep yang didasarkan

atas data yang ada, mengikuti desain penelitian yang flexibel sesuai

dengan konteksnya maksudnya desainnya bersifat tidak kaku sehingga

memberi peluang kepada peneliti untuk menyesuaikan diri dilapangan.

2. Melihat setting dan respons secara keseluruhan dalam hal ini peneliti

berinteraksi dengan responden.

3. Memahami responden. Dari tolak ukur pandangan responden sendiri yang

dialami oleh peneliti tentang jati diri, interaksi tindakan dan interaksi

sosial responden.

4. Menekankan validitas penelitian-penelitian ditekankan pada kemampuan

sendiri, peneliti dihadapkan langsung pada responden sehingga peneliti

dapat menangkap dengan cermat apa yang diucapkan dan dilakukan oleh

responden.
16

5. Menekankan pada setting alami. Penelitian kualitatif sangat menekankan

pada perolehan data asli untuk itu peneliti harus menjaga keaslian kondisi

jangan sampai mengubahnya.

6. Mengutamakan proses dari pada hasil. Dianjurkan pada peneliti untuk

dapat melakukan pengamatan atau ikut serta dalam kegiatan yang

dilakukan responden agar hasil pengamatannya maksimal.

7. Menggunakan non-probabillity sampling. Karena peneliti tidak bermaksud

menarik secara umum atas hasil yang diperoleh tetapi menelusurinya

secara mendalam.

8. Peneliti sebagai instrumen. Maksudnya peneliti harus memiliki daya

respon yang tinggi dan mampu menyesuaikan diri mengikuti kondisi

lapangan.

9. Menganjurkan penggunaan triangulasi. Yaitu memilih informasi yang

diperoleh dari sumber sehingga data yang absah saja yang digunakan

untuk mencapai hasil penelitian.

10. Menguntungkan diri pada teknik dasar studi lapangan. Kebenaran hanya

diperoleh hanya dari lapangan yaitu dengan meneropong dan menganalisis

lingkungan dengan cermat.

11. Mengadakan analisis sejak awal. Pada penelitian ini diharapkan sejak awal

mengumpulkan data sudah langsung menganalisis data untuk memecahkan

masalah yang dihadapi.

Metode penelitian kualitatif yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

dipilih berdasarkan pertimbangan untuk menganalisis penelitian mengenai kondisi


17

psikososial spiritual masyarakat korban banjir di Kampung Cieunteung, yang

merupakan kondisi objek yang alamiah untuk itu harus dilakukan penelusuran

secara mendalam dan bukan menarik secara umum atas hasil yang diperoleh.

2. Subjek Penelitian

John dan Lyn H. Lofland ( dalam Moleong, 2007:157) mengatakan bahwa:

“sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata – kata dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain – lain”. Sejalan dengan

pendapat tersebut, Nasution (2003:29) mengemukakan bahwa : “dalam penelitian

kualitatif tidak ada yang dinamakan populasi”. Sehingga dengan demikian, dalam

penelitian kualitatif pengambilan informan dengan teknik purposive sampling

(sampel bertujuan), karena penelitian kualitatif ini menjaring dan membutuhkan

sebanyak – banyaknya informasi dari berbagai pihak atau berbagai sumber yang

dianggap dapat memberikan data yang dibutuhkan.

Sesuai dengan pengambilan purposive sampling (sampel bertujuan),

menurut Nasution (2003:29) mengemukakan bahwa : “sampel adalah pilihan

kualitatif, peneliti menentukan aspek apa dari peristiwa apa dan siapa yang

dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu dan karena itu dilakukan terus

menerus sepanjang penelitian sampling bersifat purposive, yakni tergantung pada

tujuan fokus suatu saat. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pihak –

pihak yang terkait dengan kondisi psikososial spiritual masyarakat korban banjir

di Kampung Cieunteung. Jumlah informan dalam penelitian ini terdiri dari

beberapa pihak, yaitu:

1. Staf Dinas Sosial Kabupaten Bandung,


18

2. Staf Kecamatan Baleendah,

3. Staf Desa Baleendah, dan

4. Perwakilan warga sebanyak 3 orang

3. Sumber dan Jenis Data

a. Sumber Data

Sumber data yang digunakan sebagai bahan penunjang suatu penelitian, agar

hasil penelitian lebih akurat sesuai dengan fenomena sosial yang nyata. sumber

data menurut alwasilah (2012:105); “tidak ada persamaan atau hubungan deduktif

antara pernyataan penelitian dan metode pengumpulan data selebihnya adalah data

tambahan beerupa dokumen , arsip dan lainnya”. sumber data yang dikumpulkan

dalam penelitian ini, terdiri dari:

1) Data Primer, yaitu sumber data yang terdiri dari kata kata dan tindakan

yang diamati atau diwawancarai, sehingga diperoleh secara langsung dari

para informan. penelitian menggunakan pedoman wawancara mendalam

(indepth interview) sebagai data yang akurat. Masyarakat Kampung

Cieunteung yang terkena banjir adalah informan utama yang akan

dimintai keterangan untuk memberikan informasi tentang situasi dan latar

penelitian.

2) data sekunder, yaitu sumber data tambahan, diantaranya:

a) sumber data tertulis dibagi atas buku dan majalah ilmiah, sumber

dari arsip dan dokumen resmi.

b) pengamatan keadaan fisik lokasi penelitian


19

b. Jenis Data

Berdasarkan sumber data yang telah diuraikan di atas, maka dapat

diidentifikasi jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini. jenis data

tersebut akan diuraikan berdasarkan identifikasi masalah dan konsep penelitian

agar peneliti mempu mendeskripsikan permasalahan yang akan diteliti, yaitu

sebagai berikut:

Tabel 1.1 Informasi yang dibutuhkan

No Informasi yang dibutuhkan Penjabaran informan yang informan


dibutuhkan
1 Kondisi Biologi ‒ Kesehatan Masyarakat
masyarakat korban
‒ Sanitasi bencana
lingkungan banjir

2 Kondisi Psikologis ‒ Trauma Masyarakat


‒ Merasa tidak korban
diperhatikan/meras bencana
a dikucilkan banjir

3 Kondisi Sosial -Lingkungan Masyarakat


Sosial korban
masyarakat bencana
korban banjir banjir
- Hubungan
dengan
masyarakat
luar
Cieunteung
sumber: data yang diperoleh pada bulan November tahun 2016

Jenis data yang telah diuraikan di atas, akan digunakan oleh peneliti

sebagai pedoman wawancara dan pedoman observasi yang dapat mengungkap

fenomena-fenomena dan realitas yang terjadi pada masyarakat korban banjir di


20

Kampung Cieunteung. Dengan demikian, pedoman wawancara tersebut dapat

mempermudah peneliti melakukan proses penelitian kepada informan.

4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013:137) mengemukakan bahwa : “bila dilihat dari

segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat

dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi

(pengamatan), dan gabungan ketiganya. Selain ketiga teknik wawancara, peneliti

juga menggunakan teknik studi kepustakaan dalam mengumpulkan data dengan

tujuan untuk melengkapi data – data dalam penelitian ini. Adapun pengumpulan

data yang dilakukan dalam pengertian ini menggunakan teknik :

a.Interview (wawancara)

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti

ingin melakukan studi penadahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus

diteliti, dan juga apabila peneliti ingin menegtahui hal – hal dari responden yang

lebih mendalam dan jumlah respondennyasedikt/kecil. Teknik pengumpulan data

ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak

– tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Menurut Hadi (dalam

Sugiyono, 2013:137) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh

peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah

sebagai berikut :
21

1. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang

dirinya sendiri

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah

benar dan dapat dipercaya

3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan – pertanyaan yang

diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang

dimaksudkan oleh peneliti

Data dari hasil interview ini adalah data primer, karena peneliti mendapatkan

data langsung dari responden yang dipilih menjadi narasumber dalam

pengumpulan data untuk penelitian ini.

b. Studi Kepustakaan

Cara ini dilakukan dengan menghimpun dan menyusun data yang diperoleh

dari buku – buku, dokumen – dokumen, artikel – artikel, catatan kuliah, dan

peraturan perundang – undangan yang berlaku dalam membahas materi yang

berhubungan dengan judul yang diteliti. Data yang dihasilkan dari studi

kepustakaan ini adalah sumber data sekunder, menurut Sugiyono (2013:137) data

sekunder adalah : “sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen”.

c. Observasi

Menurut Hadi (dalam Sugiyono, 2013:145) mengemukakan bahwa :

“observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun

dari pelbagai proses biologis dan psikhologis, dua diantara yang terpenting adalah

proses – proses pengamatan dan ingatan”.


22

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan

dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala – gejala alam dan bila responden

yang diamati tidak terlalu besar.

Teknik- teknik diatas merupakan teknik yang akan didunakan peneliti

untuk mempelajari dan mendeskripsikan secara mendalam serta untuk dapat

memberikan data secara optimal dan nyata mengenai kondisi psikososial spiritual

masyarakat korban banjir di Kampung Cieunteung.

5. Analisis Data

Menurut Nasution (2003:128) : “Analisis data dalam penclitian kualitatif

harus dimulai sejak awal, data yang diperoleh dari lapangan segera harus

dituangkan dalam bentuk tulisan yang masih bersifat umum diantaranya:

a) Reduksi Data

Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis/ diketik dalam bentuk

uraian atau laporan terperinci. Laporan ini harus terus ditambah dan

akan menambah kesulitan apabila tidak segera dianalisis sejak semula.

Laporan perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok,

difokuskan kepada hal-hal yang penting, dicari tema polanya. Jadi

laporan lapangan sebagai bahan mentah disingkat, direduksi, disusun,

yang lebih sisternatis sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang

direduksi memberikan gambaran yang lebih tajarn tentang hasil

pengamatan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data

yang diperlukan. Reduksi data juga memberikan kode kepada

aspek-aspek tertentu.
23

b) Display Data

Data yang bertumpuk-tumpuk, laporan yang tebal, sulit ditangani, sulit

melihat hubungan antara detail yang banyak. Dengan demikian sulit

pula melihat gambaran keseluruhannya/ bagian-bagian tertentu dari

peneliti itu. Harus dibuatkan membuat berbagai macam matriks,

grafik, networks, charts, dengan demikian peneliti dapat menguasai

data dan tidak tenggelarn dalam tumpukan detail.

c) Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi

Sejak mulanya peneliti berusaha untuk mencari makna data yang

dikumpulkannya. Untuk itu ia mencari pola, tema, hubungan

persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya. Jadi

dari data yang diperolehnya ia sejak mulanya mengambil kesimpulan.

Kesimpulan itu mula-mula masih sangat tentatif. kabur, diragukan

akan tetapi dengan bertambahnya data maka kesimpulan itu lebih

"grounded" jadi kesimpulan harus senantiasa diferivikasi selama

penelitian berlangsung.

Ketiga komponen tersebut berjalan bersama pada waktu kegiatan

pengumpulan data. Setelah memperoleh data, reduksi data segera dibuat dan

diteruskan dengan penyusunan kajian data. Dengan demikian setiap kesimpulan

yang salah segera dapat dibenarkan atau diperbaiki melalui data yang diperoleh

selanjutnya. Demikian seterusnya perjalanan data dan analisis berjalan bersama

sampai seluruh data selesai dikumpulkan. Ketiga macam kegiatan analisis yang
24

menyatu dengan pengumpulan data diatas saling berhubungan dan berlangsung

terus selama penelitian dilakukan.

6. Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dilakukan untuk menetapkan keabsahan data

sehingga diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan

didasarkan dengan kriteria tertentu, yaitu dengan uji kredibilitas.

Menurut Sugiyono (2013:270) mengemukakan bahwa : Uji kredibilitas

data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain

dilakukan dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam

penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif,

member check dan menggunakan bahan referensi.

Uji kredibilitas yang dilakukan penulis adalah :

a. Memperpanjang Masa Observasi; Dalam

memperpanjang masa observasi ini, maka peneliti mengadakan hubungan

baik dengan orang-orang disana, dan betul-betul mengenal lingkungan

setempat. Menurut Sugiyono (2013:270) menyatakan bahwa : perpanjangan

pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan,

wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.

Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan

narasumber akan semakin terbentuk rapport , semakin akrab (tidak ada jarak

lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi

uang disembunyikan lagi.


25

b. Meningkatkan ketekunan ; dengan meningkatkan

ketekunan itu, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah

data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan

meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan deskripsi data

yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. Menurut Sugiyono

(2013:272) menyatakan bahwa : “meningkatkan ketekunan berarti melakukan

pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan, dengan cara tersebut

maka kepastian data dan urutan peristiwa akan direkam secara pasti dan

sistematis”

c. Triangulasi ; menurut Wiersma (dalam Sugiyono,

2013:273) menyatakan bahwa : “triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai

cara, dan berbagai waktu, dengan demikian terdapat triangulasi sumber,

triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu”. Jenis – jenis triangulasi

dalam penelitian ini adalah :

1. Triangulasi Sumber. Menurut Sugiyono (2013:274) triangulasi

sumber yaitu : “triangulasi yang digunakan untuk menguji

kredibilitas data dilakukan dengan cara megecek data yang diperoleh

oleh beberapa sumber”. Data yang telah dianalisis oleh peneliti

sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan

kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data tersebut.

2. Triangulasi Teknik. Menurut Sugiyono (2013:274) triangulasi teknik

yaitu : “ triangulasi yang digunakan untuk menguji kredibilitas data


26

dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama

dengan teknik yang berbeda”. Contoh dari triangulasi teknik adalah

data yang diperoleh dengan wawancara, lalu di cek dengan observasi

, dokumentasi, atau kuesioner.

3. Triangulasi Waktu. Menurut Sugiyono (2013:274) triangulasi waktu

yaitu : “pengujian kredibilitas data yang dilakukan dengan cara

melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik

lain dalam waktu atau situasi yang berbeda”. Bila hasil uji

menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang –

ulang sehingga samai ditemukan kepastian datanya.

d. Menggunakan bahan referensi; Sebagai bahan

referensi untuk meningkatkan kepercayaan. akan kebenaran data, dapat

digunakan hasil rekaman tape atau video tape atau bahan dokumentasi.

Menurut Sugiyono (2013:275) yang dimaksud dengan bahan referensi

adalah : “adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan

oleh peneliti”.

e. Mengadakan membercheck ; menurut Sugiyono

(2013:276) membercheck adalah : “proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data”. Tujuan membercheck adalah untuk

mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang

diberikan oleh pemberi data.


27

F. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi peneliatian ini bertempat di Kampung Cieunteung Desa

Baleendah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Peneliti memilih lokasi

tersebut sebagai lokasi penelitian karena daerah tersebut merupakan salahsatu

wilayah yang selalu terkena banjir sebagai dampak dari luapan Sungai Citarum.

Kejadian banjir di daerah tersebut menjadi sebuah bencana tahunan yang selalu

menimpa warga, sehingga hal tersebut mempengaruhi keberfungsial sosial warga

masyarakatnya.

2.Waktu Penelitian .

Tabel 1.1 Waktu Penelitian

Jan Feb Mar Apr Mei Jun


No JENIS KEGIATAN
2017 2017 2017 2017 2017 2017
Tahap Pra Lapangan
1 Penjajakan
2 Studi Literatur
3 Penyusunan Proposal
4 Seminar Proposal
Penyusunan Pedoman
5
wawancara
Tahap Pekerjaan Lapangan
Pengumpulan data di
6
lapangan
Pengolahan dan
7
Analisis Data
Penyusunan Laporan Akhir
28

8 Bimbingan Penulisan

Pengesahan Hasil
9 Penelitian Akhir

10 Sidang laporan Akhir

Sumber: Hasil Penjajakan Penelitian, 2017.

Vous aimerez peut-être aussi