Vous êtes sur la page 1sur 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi medis dapat memperburuk kehamilan. Kondisi medis yang paling sering muncul ialah anemia,
khususnya anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi atau asam fola, penyakit atau galur sel sabit
(sickle cell trait) dan talasemia. Gangguan autoimun, pulmoner, saluran cerna, integument, dan
neorologi juga dapat ditemukan. Aspek - aspek terkait kehamilan pada kondisi ini dibahas dalam bagian
berikut.

Anemia pada kehamilan di Indonesia masih tinggi, dengan angka nosional 65% yang setiap daerah
mempunyai variasi berbeda.

Anemia, gangguan medis yang paling umum ditemui pada masa hamil, mempengaruhi sekurang –
kurangnya 20% wanita hamil. Wanita ini memiliki insiden komplikasi puerperal yang lebih tinggi, seperti
infeksi, daripada wanita hamil dengan nilai hematologi normal.

Anemia menyebabkan penurunan kapasitas darah untuk membawa oksigen. Jantung berupaya
mengonpensasi kondisi ini dengan meningkatkan curah jantung. Upaya ini meningkatkan kebebasan
kerja jantung dan menekan fungsi ventricular. Dengan demikian, anemia yang menyertai komplikasi lain
(misalnya, preeklampsia) dapat mengakibatkan jantung kongestif.

Apabila seorang wanita mengalami anemia selama hamil, kehilangan darah pada saat ia melahirkan,
bahkan kalaupun minimal, tidak ditoleransi dengan baik. Ia berisiko membutuhkan transfusi darah.
Sekitar 80% kasus anemia pada masa hamil merupakan anemia tipe defisiensi besi (Arias, 1993). Dua
puluh persen (20%) sisanya mencakup kasus anemia herediter dan berbagai variasi anemia didapat,
termasuk anemia defisiensi asam folat, anemia sel sabit dan talasemia.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai anemia

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat memahami pengertian anemia

b. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan klasifikasi anemia


c. Mahasiswa dapat menjelaskan hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya anemia

d. Mahasiswa dapat membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan pada anemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count)
berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus diingat terdapat
keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada
dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya
sampai pada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut. (Sudoyo Aru,dkk 2009)

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%
(Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin,
2002).

Dapat disimpulkan bahwa anemia adalah penurunan kadar sel darah merah (Hb) dibawah rentang
normal.

2.2 ETIOLOGI

Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak
jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002). Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada
umumnya adalah sebagai berikut:

1. Kurang gizi (malnutrisi)

2. Kurang zat besi dalam diit

3. Malabsorpsi

4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain

5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

2.3 KLASIFIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN

Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:

1. Anemia Defisiensi Zat Besi

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan zat
besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.

a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero
bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini
program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis
anemia (Saifuddin, 2002).

b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya
gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002).
Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10
ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).

Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa
didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada
hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli,
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli
dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Hb 11 gr% : Tidak anemia

b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang

d. Hb < 7 gr% : Anemia berat

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari,
sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan
massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.
Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3
kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan
perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat
besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).

a. Gambaran Klinis

Curigai adanya anemia defisiensi zat besi bila terdapat:

1. Satu atau lebih factor-faktor predisposisi anemia

2. Kadar Ht < 30%

Konfirmasi diagnosis sebagai anemia defisiensi zat besi bila terdapat:

1. Morfologi menunjukkan SDM hipokrom mikrositik

2. Saturasi zat besi serum <15% setelah terapi zat besi pasien dihentikan selama satu minggu.

b. Penatalaksaan

krining rutin

1. Pada kunjungan awal, tanyakan tentang riwayat anemia atau masalah pembekuan darah
sebelumnya.

2. Minta hitung darah lengkap pada kunjungaan awal.


3. Diskusikan pentingnya mengonsumsi vitamin prenatal (disertai zat besi).

4. Periksa ulang Ht pada 28 minggu kehamilan.

c. Terapi anemia:

1. Terapi oral ialah dengan pemberian : fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat.

2. Bila Hb <10 g/dl dan Ht <30%, lakukan tindakan berikut:

Berikan konseling gizi.

· Tinjau diet pasien.

· Diskusikan sumber-sumber zat besi dalam diet.

· Berikan kepada pasien selebaran mengenai makanan tinggi zat besi.

· Rujuk ke ahli gizi.

3. Sarankan suplemen zat besi sebagai tambahan vitamin paranatal. Kebutuhan zat besi saat
kehamilan adalah 60 mg unsure zat besi.

· Tablet zat besi time-release merupaka pilihan terbaik, namun lebih mahal. Setiap sediaan garam
zat besi standar sudah mencukupi kebutuhan zat besi.

· Minum 1-3 tablet per hari dalam dosis yang terbagi.

· Zat besi diabsorbsi lebih baik pada keadaan lambung kosong. Minum 1 jam sebelum makan atau
2 jam sesudahnya.

· Vitamin C membantu absorbs zat besi. Minum zat besi disertai jus yang tinggi vitamin C atau
tablet vitamin C.

· Antasid dan produk susu dapat mengganggu absorbs zat besi.

· Lebih baik mengkonsumsi zat besi bersama antasid atau makanan daripada tidak mengkonsumsi
sama sekali.

4. Bila Hb <9 g/dl dan Ht <27% pertimbangkan anemia megaloblastik. Kelola pasien ini menurut
panduan terapi anemia.

5. Bila kadar Hb <9 g/dl dan Ht ≤27% saat mulai persalinan, pertimbangkan pemberian cairan IV atau
heparin lock saat persalinan.

6. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 g%/bulan. Efek samping
pada traktus gastrointestinal relatif kecil pada pemberian preparat Na-fero bisitrat dibandingkan dengan
ferosulfat.
7. Kini program nasional mengajukan kombinasi 60 mg besi dan 50µg asam folat untuk profilaksis
anemia.

8. Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena
atau 2 x 10 ml/im pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 g%. Pemberian
parenteral ini mempunyai indikasi : intoleransi besi pada gastrointestinal, anemia yang berat, dan
kepatuhan yang buruk. Efek samping utama ialah reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan
dosis 0,5 cc/im dan bila tak ada reaksi, dapat diberikan seluruh dosis.

1) Anemia Megaloblastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan
vitamin B12.

Pengobatannya:

1. Asam folik 15 – 30 mg per hari

2. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari

3. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari

4. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi
darah.

a. Gambaran klinis

Gejala

1. Mual dan muntah

2. Anoreksia

Morfologi

1. SDM hipokrom makrositik

2. Kadar Hb dan Ht rendah serta tidak berespon terhadap terapi zat besi

Riwayat diet menunjukkan asupan rendah sayuran segar, protein hewani, atau keduanya.

b. Penatalaksanaan

1. Suplemen

· Vitamin prenatal yang mengandung asam folat dan zat besi

· Satu sampai dua milligram asam folat per hari untuk memperbaiki defisiens asam folat.
· Suplemen zat besi, dengan pertimbangan bahwa anemia megaloblastik jarang terjadi tanpa
anemia defisiensi zat besi.

2. Konseling gizi

· Kaji diet pasien

· Rekomendasikan sumber-sumber asam folat dalam diet

· Rujuk ke ahli gizi

3. Hitung darah lengkap

· Ulangi hitung darah lengkap dalam 1 bulan.

· Perhatikan adanya peningkatan hitung retikulosit sebesar 3-4% dalam 2-3 minggu, dan sedikit
peningkatan pada hitung Hb dan Ht.

2) Anemia Hipoplastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru.
Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap,
pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.

3) Anemia Hemolitik

Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari
pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan,
kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.

Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi
maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis
obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita
ini.

4) Anemia: hemolitik didapat (acquired hemolytic anemia)

adalah suatu defek enzimatik yang terkait-kromosom X dan diturunkan, yang ditandai dengan ketidak
mampuan tubuh memproduksi enzim G6PD, yaitu enzim yang berfungsi sebagai katalis penggunaan
glukosa secara aerob oleh SDM. Anemia ini dapat ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika, Asia, dan
Mediterania.

1. Insidens.

Dua persen dari semu wanta keturunan Afrika-Amerika menderita penyakit ini.

2. Etiologi.
Infeksi dan beberapa obat oksidik pada kondisi defisiensi G6PD akan memicu hemolisis SDM yang
megakibatkan anemia hemolitik ringan sampai berat.

3. Penatalaksanaan

a. Skrining: Pasien keturunan Afrika-Amerika yang mengalami anemia atau kerap mengalami infeksi
saluran kemih (ISK) berulang harus menjalani skrining G6PD.

b. Terapi

· Resepkan 1 mg asam folat setiap hari.

· Berikan daftar obat-obatan yang perlu dihindari.

· Bila pasien hamil, lakukan kultur dan sensitivitas (culture and sensitivity, C&S) urine bulanan.

· Konsultasikan dengan dokter bila pasien dalam keadaan krisis atau mengalami anemia berat.

c. Pengobatan: Pasien harus menghindari obat-obat berikut:

· Aldomet

· Asam askorbat (dosis besar)

· Asam nalidiksik

· Asam para-aminosalisilat

· Aspirin

· Diafenilsulfon

· Fenasetin

· Isoniazid

· Kloramfenikol

· Kuinakrin (atabrine)

· Kuinidin

· Kuinin

· Kuinosid

· Methylene blue

5) Anemia: Pernisiosa
1. Defisiensi dan Etologi

a. Anemia pernisiosa disebabkan kekurangan faktor intrinsik pada asam lambung, yang diperlukan
untuk absorbsi vitamin B12 dari makanan . karena B12 tidak dapat diabsorbsi, SDM tidak matang
dengan normal.

b. Kasus ini jarang dijumpai pada individu dibawah usia 35 tahun.

2. Gambaran Klinis

a. Anemia pernisiosa ditandai dengan SDM makrositik, yang bias juga normokrom atau hipekrom.

b. SDM pada anemia sulit dibedakan dengan SDM pada defisiensi asam folat.

c. Terapi asam folat dapat menyamarkan anemia pernisiosa karena SDM menjadi normositik,
meskipun penyakit ini masih ada.

3. Diagnosis

a. Curigai adanya anemia pernisiosa bila setelah terapi asam folat, morfologi SDM menjadi normal,
namun hematokrit tdak meningkat.

b. Diagnosis ditegakkan bila terjadi perbaikan setelah percobaan terapi dengan 1000 mg vitamin B12
per parenteral selama 3 bulan.

4. Penatalaksanaan

a. Kaji diet pasien terhadap produk hewani. Bila asupan dietnya kurang sumber-sumber vitamin B12
berikan konseling gizi.

b. Berikan 1 cc (1000 ng) vitamin B12 parenteral per IM setiap bulan.

c. Tawarkan rujukan ke ahli gizi.

d. Ulangi hitung sel darah lengkap dalam 1 bulan.

1. Kondisinya membaik bila:

· Morfologi normal

· Kadar Ht meningkat

2. Bila tidak ada perubahan, konsultasikan ke dokter.

6) Anemia: Sel Sabit

1. Definisi dan Etiologi

a. Jenis
· Pada sifat (trait) sel sabit, ada satu gen normal dan satu gen Hb-S. gejala tidak tampak kecuali
pada keadaan deprivasi oksigen berat.

· Pada penyakit sel sabit, kedua gen adalah Hb-S. penyakit ini kronik dan melemahkan. Angka
morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi.

b. Insidens

· Satu dari 12 keturunan Afrika-Amerika membawa sifat sel sabit.

· Satu dari 500 keturuna Afrika-Amerika menderita penyakit ini.

2. Penatalaksanaan

a. Programkan skrining sel sabit pada semua pasien Afrika-Amerika:

· Bila uji negatif, kedua gen normal dan tidak ada masalah.

· Bila uji positif, minta pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.

· Bila gen homozigot,pasien dianggap beresiko tinggi dan harus dirujuk ke dokter.

· Bila gen heterozigot, pasien dianggap beresiko rendah dapat dikelola secara normal selama
kehamilan dan persalinan.

b. Pertimbangkan kultur dan sensitivitas urine bulanan karena peningkatan resiko ISK selama
kehamilan.

c. Beri konseling kepada pasien:

· Jelaskan kepada pasien mengenai sifat sel sabit yang dibawanya.

· Sarankan pemeriksaan ayah bayi. Bila gen ayah juga heterozigot, ada kemungkinan bayinya
menderita penyakit ini.

· Rujuk pasien untuk konseling genetik bila perlu.

A. PATOFISIOLOGI

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah
berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat
akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat
beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system
retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang
terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl
atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.

Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel
darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh.
Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-
organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang,
maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak,
tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

B. PATWAYS

C.

Kekurangan Nutrisi

Pendarahan Hemolisis (destruksi sel darah merah)

Kegagalan sumsum tulang


Kehilangan sel darah merah

Anemia (HB)

Pertahanan sekunder tidak

adekuat

Resistensi aliran darah

perifer

Penurunan transport O2

Resiko infeksi

Hipoksia

Lemah lesu

Gg fungsi otak

Ketidakefektifan perfusi

Jaringan perifer

Intake nutrisi turun

anoreksia

Ketidak seimbangan nutrisi

Kurang dari kebutuhan

tubuh

Intoleransi aktivitas
sumber: asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda

E. GEJALA ANEMIA PADA IBU HAMIl

Gejala anemia pada kehamilan yaitu:

· Ibu mengeluh cepat lelah,

· Sering pusing,

· Mata berkunang-kunang,

· Malaise,

· Lidah luka,

· Nafsu makan turun (anoreksia),

· Konsentrasi hilang,

· Nafas pendek (pada anemia parah); dan

· Keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.

D. GAMBARAN KLINIS

a. Riwayat:

1. Mentruasi berlebihan

2. Kehilangan darah kronik

3. Riwayat keluarga

4. Diet yang tidak adekuat

5. Jarak kehamilan yang terlalu dekat

6. Anemia pada kehamilan sebelumnya

7. Pika ( nafsu makan terhadap bahan bukan makanan )

b. Tanda dan Gejala

1. Keletihan, malaise, atau mudah megantuk

2. Pusing atau kelemahan


3. Sakit kepala

4. Lesi pada mulut dan lidah

5. Aneroksia,mual, atau muntah

6. Kulit pucat

7. Mukosa membrane atau kunjung tiva pucat

8. Dasar kuku pucat

9. Takikardi

E. TES LABORATORIUM

Hitung sel darah lengkap dan Apusan darah: untuk tujuan praktis, maka anemia selama kehamilan dapat
didefinisikan sabagai hemoglobin kurang dari pada 10 atau 11 gr/100 ml dan hematokrit kurang dari
pada 30% sampai 33% .

Apusan darah tepi memberikan evaluasi morfologo eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan
keadekutan trombosit.

F. PENATALAKSANAAN

a. Pada saat kunjungan awal, kaji riwayat pasien

1. Telusuri riwayat anemia, masalah pembekuan darah, penyakit sel sabit, anemia glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6PD), atau peyakit hemolitik herediter lain.

2. Kaji riwayat keluarga

b. Lakukan hitungan darah lengkap pada kunjungan awal.

1. Morfologi

· Morfologi normal menunjukkan sel darah merah (SDM) yang sehat dan matang

· SDM mikrositik hipokrom menunjukkan anemia defisiensi zat besi

· SDM makrositik hipokrom menunjukkan anemia pernisiosa

2. Kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrin (Ht) pada kehamilan


3. Kadar Hb lebih dari 13 g/dl dengan Ht lebih dari 40% dapat menunjukkan hipovolemia. Waspada
dehidrasi dan preklamsi

4. Kadar Hb 11,5-13 g/dl dengan Ht 34%-40% menunjukkan keadaan yang normal dan sehat.

5. Kadar Hb 10,5-11,5 g/dl dengan Ht 31%-32% menunjukkan kadar yang rendah, namun masih
normal.

6. Kadar Hb 10 g/dl disertai Ht 30% menunjukkan anemia

· Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling gizi,atau keduanya

· Berikan suplemen zat besi 1 atau 2 kali/hari, atau satu kapsul time-release, seperti Slow-Fe setiap
hari

7. Kadar Hb < 9-10 g/dl dengan Ht 27%-30% dapat menunjukkan anemia megaloblastik.

· Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling diet.

· Rekomendasikan pemberian suplemen ferum-sulfat 325 mg per oral, 2 atau 3 kali/hari.

8. Kadar Hb <9g/dl dengan Ht <27% atau anemia yang tidak berespon terhadap pengobatan di atas,
diperlukan langkah-langkah berikut:

· Periksa adanya pendarahan samara tau infeksi.

· Pertimbangkan untuk melakukan uji laboratorium berikut:

- Hb dan Ht (untuk meyingkirkan kesalahan laboratorium)

- Kadar kosentrasizat besi serum

- Kapasitas pegikat zat besi

- Hitung jenis sel (SDP dan SDM)

- Hitung retikulosit (untuk megukur produksi eritrosit)

- Hitung trombosit

- uji guaiac pada feses untuk medeteksi pendarahan samar

- Kultur feses untuk memeriksa telur dan parasit

- Skrining G6PD (lahat panduan untuk anemia: Hemolitik didapat) bila klien keturunan Afika-Amerika.

· Konsultasikan dengan dokter

· Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling gizi.


c. Bila pasien hamil, periksa kadar hematokrin pda awal kunjungan , yaitu 28 minggu kehamilan dan
4 minggu setelah memulai terapi.

1. Atasi tanda-tanda anemia (sesuai informasi sebelumnya pada poin IV-Penatalaksanaan B2).

2. Konsultasikan ke dokter bila:

a. Terdapat penurunan Ht yang menetap walaupun sudah mendapat terapi

b. Terdapat penurunan yang signifikan, dibandingkan dengan hasil sebelumnya (singkirkan kesalahan
labotaturium).

c. Tidak berespons trhadap terapi setelah 4-6 minggu

d. Kadar Hb <9,0 g/dl atau Ht <27%.

G. AKIBAT LANJUTAN

Pada ibu hamil yang anemia dapat mengalami:

1. Keguguran.

2. Lahir sebelum waktunya

3. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

4. Perdarahan sebelum dan pada waktu persalinan.

5. Dapat menimbulkan kematian.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL

DENGAN ANEMIA

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994).
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem reproduksi sehubungan
dengan anemia tergantung pada penyebab dan adanya komplikasi pada penderita. Pengkajian
keperawatan anemia meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik
dan pengkajian psikososial.

1. Identitas Klien dan keluarga (penanggung jawab) :

a. Nama

b. Umur

Pada anemia,

c. Jenis kelamin

Biasanya wanita lebih cenderung mengalami anemia ,disebabkan oleh kebutuhan zat besi wanita yang
lebih banyak dari pria terutama pada saat hamil.

d. Pekerjaan

Pekerja berat dan super ekstra dapat menyebabkan seseorang terkena anemia dengan cepat seiring
dengan kondisi tubuh yang benar-benar tidak fit.

e. Hubungan klien dengan penanggung jawab

f. agama

g. Suku bangsa

h. Status perkawinan

i. Alamat

j. Golongan darah

2. Keluhan Utama

keluhan utama meliputi 5L, letih, lesu, lemah, lelah lalai, pandangan berkunang-kunang.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan apa yang terjadi. (Ignatavicius, Donna D, 1995).

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anemia. Penyakit-penyakit tertentu seperti
infeksi dapat memungkinkan terjadinya anemia. tulang

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit darah merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya anemia yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

6. Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995)

7. Riwayat Bio-psiko-sosial-spiritual

Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk
bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.

Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis,
lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh
tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan
keletihan.

b. Sirkulasi

Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina,
CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia
kompensasi).

Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural.
Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia.
Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak
sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera :
biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan
vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut :
kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).

c. Integritas ego

Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi


darah.
Tanda : depresi.

d. Eleminasi

Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses
dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.

Tanda : distensi abdomen.

e. Makanan/cairan

Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi
(DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.
Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung
jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).

Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane
mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan
glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).

f. Neurosensori

Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia,
penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;
parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.

Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat
dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang
(aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif,
paralysis (AP).

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)

h. Pernapasan

Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.

Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.

i. Keamanan

Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap
pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas.
Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis
(aplastik).

j. Seksualitas

Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan
wanita). Imppoten.

Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

8. Pemeriksaan Fisik

a. Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.

2) BB sebelum sakit

3) BB saat ini

4) BB ideal

5) Status gizi

6) Status Hidrasi

7) Tanda-tanda vital:

a) TD

b) Nadi

c) Suhu

d) RR

b. Pmeriksaan head toe toe

1) KepalaTidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala.

2) Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

3) MukaWajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada
lesi, simetris, tak oedema.

4) MataTidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
5) TelingaTes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

6) Hidung tak ada pernafasan cuping hidung.

7) Mulut dan FaringTak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.

8) ThoraksTak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

9) Paru

Inspeksi ; Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.

Palpasi ;Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

Perkusi ;Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

Auskultasi ; Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.

10) Jantung

Inspeksi; Tidak tampak iktus jantung.

Palpasi; Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

Auskultasi ;Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

11) Abdomen

Inspeksi; Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

Palpasi; Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

Perkusi; Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

Auskultasi ; Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

12) Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

13) Ekstremitas ;

9. Pemeriksaan Diagnostik

a. Jumlah darah rutin. Sampel darah yang diambil dari urat di lengan dinilai untuk darah hitungan.
Anemia terdeteksi jika tingkat hemoglobin lebih rendah daripada normal.
b. Mungkin ada lebih sedikit sel darah merah daripada normal. Di bawah mikroskop sel mungkin
tampak kecil dan pucat daripada biasanya dalam kasus besi kekurangan anemia.

c. Ukuran kecil disebut microcytic anemia. Dalam vitamin B12 folat kekurangan sel mungkin tampak
pucat tetapi lebih besar daripada ukuran mereka biasa. Ini disebut macrocytic anemia.

d. Feritin toko-feritin adalah protein yang toko besi. Jika tingkat darah feritin rendah menunjukkan
rendah besi toko dalam tubuh dan membantu mendeteksi besi kekurangan anemia.

e. Tes darah termasuk berarti sel volume (MCV) dan lebar distribusi sel darah merah (RDW).

f. Retikulosit adalah ukuran dari sel muda. Ini menunjukkan jika produksi RBC tingkat normal.

g. Vitamin B12 dan folat tingkat dalam darah-ini membantu mendeteksi jika anemia jika karena
kekurangan vitamin ini.

h. Analisis sumsum tulang untuk mendeteksi sel dewasa terlalu banyak seperti yang terlihat dalam
aplastic anemia atau kanker darah. Kurangnya besi dalam sumsum tulang juga menunjuk ke arah besi
kekurangan anemia.

3.2 Analis Data

no

Pengelompokan data

Masalah

Etiologi

DS;

Klien mengatakan sesak nafas saat beraktifitas.

Klien mengatakan lemah dan lesu.

DO;

- TD kurang dari 120/80 mmhg


- tampak eritema

Intoleransi Aktifitas

DS;

Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan

DO;

-Tampak kurang minat terhadap makanan

- membran mukosa pucat

- bising usus

Nutrisi

DS;

Pasien mengatakan.
DO;

Resiko infeksi

DS;

Klien mengatakan

DO;

-tampak warna kulit membiru

- tampak kuku tumbuh lambat

-ekstremitas dingin

-TD menurun

-Nadai lemah tidak teraba

Ketidaefektifan perfusi jaringan perifer

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
anoreksia

3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (mis:
penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi)

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan konsentrasi Hb dan darah, suplai
oksigen berkurang.

B. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx1: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Tujuan/Kriteria hasil: Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas(termasuk aktivitas sehari-hari.

Intervensi:

1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan untuk melakukan tugas/AKS normal.

2. Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.

3. Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktivitas.

4. Berikan lingkungan tenang

5. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

6. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi.

Rasional:

1. Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan

2. Menunjukkan perubahan neurologi karena defesiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan


pasien/resiko cedera.

3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat
ke jaringan.

4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan
jantung dan paru.

5. Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan
resiko cedera.
6. Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan kegagalan.

Dx2: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mencerna makanan.

Tujuan/Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai
laboratorium normal.

Intervensi:

1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.

3. Timbang berat badan tiap hari.

4. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan.

5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan.

6. Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus
untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral luka.

7. Kolaborasi :

1. Berikan obat sesuai indikasi, mis.Vitamin dan suplemen mineral, seperti sianokobalamin (vitamin
B12), asam folat (Flovite); asam askorbat (vitamin C),

2. Besi dextran (IM/IV.)

Rasional:

1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.

2. Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.

3. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.

4. Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah
distensi gaster.

5. Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

6. Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri,


meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

7. Kolaborasi :
1. Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan/atau adanya masukan oral yang buruk
dan defisiensi yag diidentifikasi.

2. Diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi dan disimpan untuk yang tak dapat diabsorpsi atau
terapi besi oral, atau bila kehilangan darah terlalu cepat untuk penggantian oral menjadi efektif.

Dx3: Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (mis:
penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi).

Tujuan/Kriteria hasil: Mngidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.

Intervensi:

1. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh oemberi perawatan dan pasien.

2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/ perawatan luka.

3. Tingkatkan masukan cairan adekuat.

4. Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam

5. Kolaborasi: berikan antiseptic topical, antibiotic sistemik.

Rasional:

1. Mencegah kontaminasi silang.

2. Menurunkan resiko infeksi bakteri.

3. Membantu dalam pengenceran secret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan


mencegah statis cairan tubuh.

4. Adnya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.

5. Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses
infeksi local.

Dx4: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan konsentrasi Hb dan darah, suplai
oksigen berkurang.

Tujuan/Kriteria hasil:

Intervensi:

1. Adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.

2. Monitor adanya paretase

3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi

5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

6. Kolaborasi pemberian analgetik

C. IMPLEMENTASI

Dx1: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Tujuan/Kriteria hasil: Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas(termasuk aktivitas sehari-hari.

IMPLEMENTASI

RASIONAL

1. Mengkaji kemampuan pasien untuk melakukan untuk melakukan tugas/AKS normal.

2. Mengkaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.

3. Mengawasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktivitas.

4. Memberikan lingkungan tenang

5. Mengubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

6. Menganjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi.

1. Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan

2. Menunjukkan perubahan neurologi karena defesiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan


pasien/resiko cedera.

3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat
ke jaringan.

4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan
jantung dan paru.

5. Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan
resiko cedera.

6. Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan kegagalan.


Dx2: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mencerna makanan.

Tujuan/Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai
laboratorium normal.

IMPLEMENTASI

RASIONAL

1. Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

2. Mengobservasi dan catat masukan makanan pasien.

3. Menimbang berat badan tiap hari.

4. Memberikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan.

5. Mengobservasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan.

6. Memberikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi
halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral luka.

7. Kolaborasi :

a. Memberikan obat sesuai indikasi, mis.Vitamin dan suplemen mineral, seperti sianokobalamin
(vitamin B12), asam folat (Flovite); asam askorbat (vitamin C),

b. Besi dextran (IM/IV.)

1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.

2. Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.

3. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.

4. Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah
distensi gaster.

5. Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

6. Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri,


meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
7. Kolaborasi :

a. Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan/atau adanya masukan oral yang buruk
dan defisiensi yag diidentifikasi.

b. Diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi dan disimpan untuk yang tak dapat diabsorpsi atau
terapi besi oral, atau bila kehilangan darah terlalu cepat untuk penggantian oral menjadi efektif.

Dx3: Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (mis:
penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi).

Tujuan/Kriteria hasil: Mngidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.

IMPLEMENTASI

RASIONAL

1. Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh oemberi perawatan dan pasien.

2. Memoertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/ perawatan luka.

3. Meningkatkan masukan cairan adekuat.

4. Memantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam

5. Kolaborasi: Memberikan antiseptic topical, antibiotic sistemik.

1. Mencegah kontaminasi silang.

2. Menurunkan resiko infeksi bakteri.

3. Membantu dalam pengenceran secret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan


mencegah statis cairan tubuh.

4. Adnya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.

5. Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses
infeksi local.

Dx4: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan konsentrasi Hb dan darah, suplai
oksigen berkurang.
Tujuan/Kriteria hasil:

IMPLEMENTASI

RASIONAL

1. Adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas, dingin, tajam, tumpul.

2. Memonitor adanya paretase

3. Menginstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi

4. Menggunakan sarung tangan untuk proteksi

5. Membatasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

6. Kolaborasi pemberian analgetik

D. EVALUASI

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga
dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau perkembangan klien dugunakan komponen
SOAP. Yang dimaksud dengan SOAP adalah:

S : data subyektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan

O : data obyektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang
dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

A : analisis

Interpretasi dari data sunyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah atau diagnosis
keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat
perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.
P : planing

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari
rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.

EVALUASI

Masalah Keperawatan

Catatan Perkembangan

Intoleransi aktifitas

S : klien mengatakan lemas

O: keluhan utama lemah

A: masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Masalah Keperawatan

Catatan Perkembangan

Intoleransi aktifitas

S : klien mengatakan lemas

O: keluhan utama lemah

A: masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
Masalah Keperawatan

Catatan Perkembangan

Intoleransi aktifitas

S : klien mengatakan lemas

O: keluhan utama lemah

A: masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Masalah Keperawatan

Catatan Perkembangan

Intoleransi aktifitas

S : klien mengatakan lemas

O: keluhan utama lemah

A: masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah eritrosit yang beredar atau konsentraisi hemoglobin
menurun. Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12
gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin,
2002). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya
relatif mudah, bahkan murah.

B. SARAN

Hendaknya pelajar selalu menggali ilmu pengetahuan yang baru tentang ilmu keperawatan lainnya yang
menunjang bidang keperawatan serta dapat memanfaatkan buku-buku yang ada di perpustakaan untuk
menambah ilmu dan wawasan akan dunia keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bothamley, judy dan Maureen boyle. 2011. Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta: EGC

M, Judith wilkinson dan Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC

Kusuma, Hardi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan
NANDA.

Vous aimerez peut-être aussi