Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A
TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN USIA
JOMPO DENGAN MASALAH HIPERTENSI
Asuhan Keperawatan
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktik Klinik
Keperawatan Keluarga
Disusun Oleh
Fanny Julianti (043315150013)
A. PENGKAJIAN
1. DATA UMUM
a. Nama Kepala Keluarga (KK) : Tn. A
b. Usia : 69 Tahun
c. Pendidikan : SD
d. Pekerjaan : Tidak Bekerja
e. Alamat : Kp. Kendal Gede, RT. 07/ 02,
Sukagalih
f. Tanggal Pengkajian : Senin, 16 April 2018
g. Komposisi Anggota Keluarga :
No Nama Jenis Hub. Umur Pendidikan Pekerjaan
Kelamin Dengan
KK
1. Ny.T Perempuan Istri 65 Thn SD IRT
h. Genogram
69 65
44 39 35 31
Keterangan:
: Laki-laki : Meninggal
Penjelasan Genogram:
Keluarga Tn. A memiliki 4 orang anak, semuanya sudah menikah
dan memiliki rumah masing- masing. Kini ia tinggal dengan istrinya Ny.
T. Tn. A mulanya adalah seorang buruh, dan istrinya adalah seorang ibu
rumah tangga. Sekarang Tn. A sudah tidak bekerja lagi karena faktor
usia, namun ia memiliki investasi berupa rumah kontrakan.
Kehidupannya sebagian di dukung oleh keempat anaknya dan sebagian
dari penghasilan rumah kontrakan. motivasi keluarga khususnya anak-
anaknya untuk mengetahui wawasan baru cukup tinggi sehingga mampu
mendukung upaya perawatan di keluarga.
Riwayat kesehatan keluarga meliputi penyakit diabetes mellitus
pada almarhum ibu Ny. T, kakak dan adik Ny. T juga mengidap penyakit
yang sama, namun Ny. T tidak memiliki penyakit diabetes mellitus. Ny.
T mengidap penyakit stroke sejak 2 tahun yang lalu. Masalah stroke yang
pada saat ini di alami merupakan stroke ulang, jadi sampai dengan saat
ini Ny. T sudah mengalami serangan stroke selama 2x. saat ini Ny. Stroke
ulang terjadi pada tahun 2016, sebelum terjadi stroke Ny. T jatuh di
kamar mandi, dan tekanan darahnya mencapai 170/ 100 dan . Ny. T
memiliki riwayat kolesterol tinngi, namun tidak memiliki riwayat
hipertensi namun pada saat terjadi stroke Ny. T menjadi hipertensi. Ny.
T mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan, dan segala
kebutuhan dasarnya dibantu secara penuh. Setelah menjalani terapi
selama 2 tahun, Ny. T mampu menggerakan anggota gerak kanan nya,
dan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri namun Ny. T
masih kesulitan dalam berjalan. Serta Ny. T seringkali merasa kesemutan
pada kaki kiri. Keluarga sendiri masih belum mengetahui secara pasti
cara memberikan latihan gerak di rumah yang secara efektif mempu
melatih ekstremitas bawah Ny.T. keluarga hanya mengetahui bahwa Ny.
T harus sering latihan berjalan agar dapat kembali berjalan secara
normal.
i. Tipe Keluarga
Keluarga Tn. A termasuk kedalam tipe Nuclear Family, dimana
semua yang tinggal didalam rumah adalah keluarga inti yang terdiri dari
ibu dan bapak. Tn. A berperan sebagai kepala keluarga yang berfungsi
untuk mencari nafkah dalam memenuhi semua kebutuhan anggota
keluarga sebagai wirausahawan (pemilik rumah kontrakan).
j. Suku Bangsa
Tn. A dan Ny. T merupakan orang Sunda, tepatnya Bandung.
Bahasa yang digunakan didalam rumah adalah bahasa Sunda/ Indonesia.
Dilingkungan sekitar keluarga Tn. A kebanyakan adalah orang asli
sunda, sebagian kecil orang jawa. Ny. T mengatakan tidak ada norma
atau kebiasaan keluarga yang tidak sesuai dengan prinsip kesehatan.
Pola kebiasaan makanan dan menu makanan yang dimasak sehari-hari
tidak dipengaruhi oleh budaya, seperti ikan asin, jengkol, Ny. T jarang
mengkonsumsi makanan tersebut, namun Tn. A masih menyukai ikan
asin.
k. Agama
Keluarga Tn. A menganut agama Islam dan masing-masing anggota
keluarga menjalan ibadahnya sesuai dengan ajaran agama yang dianut
dan tidak ada perbedaan agama dalam keluarga Tn. A. Tn. A dan Ny. T
telah menunaikan ibadah haji. Terdapat tempat peribadatan yaitu Mesjid
di dekat rumah Tn. A, Tn. A rutin mengikuti sholat berjamaah di Mesjid
tersebut. Ny. T mengatakan pada saat sebelum sakit, ia sering mengikuti
pengajian yang ada dimasyarakat, namun dikarnakan sekarang ia tidak
dapat menjangkau lokasi pengajian, Ny. T cukup mengaji di rumah.
3. LINGKUNGAN
a. Karakteristik Rumah
Tipe bangunan keluarga Tn. A adalah permanen dengan memakai
semen dan batu bata. Status kepemilikan rumah adalah milik sendiri.
Ukuran rumah Tn. A kurang lebih 30 m2, lantai rumah menggunakan
keramik dan dalam keadaan bersih. Keluarga membersihkan dan
merapihkan rumahnya 1 kali sehari secara bergantian. Jumlah ruangan
terdiri dari 1 ruang utama, 2 buah kamar tidur, 1 ruang dapur dan ruang
makan, 1 kamar mandi. Rumah keluarga Tn. A memiliki ventilasi yaitu
terdapat jendela di depan rumah dekat pintu diatasnya terdapat banyak
lubang- lubang ventilasi kecil, selain itu ventilasi terdapat di samping
dapur, dan di setiap kamar ventilasi dibuka setiap hari. Cahaya matahari
dapat langsung masuk kedalam rumah khususnya dapur dan ruang
tengah.
Keluarga memiliki sumber air sendiri yang berupa jet pump yang
ditampung kedalam bak air, dimana airnya tidak berasa, tidak berbau dan
tidak berubah warna sehingga layak untuk dikonsumsi dan digunakan
untuk aktivitas sehari-hari keluarga yang menggunakan air. Keluarga
juga memiliki jamban sendiri dengan pembuangan kotoran ke sarana
pembuangan khusus yang dibuatkan, jaraknya dengan sumur pompa
lebih dari 10 meter. Adapun untuk pembuangan sampah dikumpulkan
ditempat sampah yang berada di dalam dapur untuk dibuang didepan
rumah dan kemudian dibuang ke tempat khusus pembuangan sampah
atau dibakar oleh Tn. A di pekarangan rumahnya,
Denah Rumah:
b. Karakteristik Tetangga
Tetangga disekitar rumah keluarga Tn. A kebanyakan berasal dari
suku sunda dan jawa. Hubungan keluarga Tn. A dengan tetangga sekitar
sangat baik. Kebersihan jalan di sekitar rumah cukup bersih dan tidak
terdapat pabrik industri sehingga tidak terdapat limbah pabrik atau
limbah industri. Keluarga Tn. A seringkali memanfaatkan pelayanan
kesehatan, sering pergi ke posbindu, puskesmas, balai pengobatan
yayasan, dan praktek dokter klinik atau rumah sakit yang berada
diwilayah Sukagalih- Sukajadi.
4. STRUKTUR KELUARGA
a. Pola Komunikasi Keluarga
Komunikasi antara anggota keluarga Tn. A sering dilakukan dan
berjalan dengan baik dan lancar. Pola komunikasi yang digunakan oleh
keluarga Tn. A adalah pola komunikasi Switchboard (Segala arah),
dimana semua anggota keluarga berhak dan bebas mengutarakan
pendapatnya. Keluarga Tn. A selalu mengusahakan keterbukaan diantara
sesama anggota keluarganya. Jika terdapat masalah pada salah satu
anggota keluarga, Tn. A akan mencoba memecahkan masalah dan
mencari jalan keluarnya.
c. Struktur Peran
1) Formal
(a) Tn. A sebagai kepala keluarga mampu menjalankan perannya
sebagai suami Ny. T.
(b) Ny. T sebagai istri dari Tn. A dapat menjalankan perannya sebagai
istri dari Tn. A.
2) Informal
(a) Tn. A berperan sebagai pendorong dan koordinator keluarga. Tn.
A selalu memberikan semangat kepada anggota keluarganya
terutama kepada istrinya yang sebelumnya terserang stroke, untuk
memiliki semangat juang untuk sembuh.
(b) Ibu. S berperan sebagai penjaga, pengontrol serta merawat
kondisinya sendiri saat ini untuk mencapai pemulihan yang
optimal.
5. FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi Afektif
Menurut keluarga Tn. A mereka saling menyayangi satu sama lain.
Ny. T mengatakan, ia dan suaminya selalu memberikan perhatian satu
sama lain, serta berusaha memenuhi dan memberikan yang terbaik.
b. Fungsi Sosial
Keluarga Tn. A merupakan keluarga yang sering dan mudah
bersosialisasi serta keluarga yang di hormati di sekitar wilayahnya
karena merupakan sesepuh juga di wilayah tersebut.
b. Aktivitas
Aktivitas sehari- hari anggota keluarga berbeda- beda. Tn. A mengambil
alih sebagian besar pekerjaan rumah. Ketika pagi hari, Tn. A
membersihkan rumah dan mengantarkan cucu nya sekolah, setelah itu Tn.
A biasanya menggandeng Ny. T untuk berjemur di pekarangan rumah.
Biasanya Tn. A rutin mengikuti Sholat berjamaah di masjid dekat
rumahnya. Sedangkan Ny. T, aktivitasnya terbatas, dikarenakan ada
keterbatasan berjalan, karena masih dalam pemulihan pasca stroke,
aktivitasnya hanya sekitar area rumahnya, Ny. T tidak mampu berjalan
terlalu jauh.
c. Olahraga
Tn. A sesekali bermain bulu tangkis di gor sukagalih, kadang Tn. A
menyempatkan untuk lari pagi, atau hanya sekedar jalan kaki. Sedangkan
Ny. T berjalan- jalan di dalam rumahnya/ sekitar pekarangan untuk
melatih kakinya.
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Fisik Ny. T
Pemeriksaan Ny. T
Penampilan Umum Kesadaran: Komposmentis, E: 4, V:5, M: 6.
1) Penampilan umum: Klien sadar tidak
kebingungan ketika di tanya klien sedang
dimana klien dapat menjawab dengan
benar, klien kooperatif ketika diajak
berkomunikasi dengan perawat, klien
gemuk, cara berjalan seperti robot, terlihat
kaku ketika berjalan.
2) Personal Hygiene: Penampilan klien
bersih dan rapi, badan tidak berbau, kuku
bersih, gigi bersih.
Tanda- Tanda Vital 1) Tekanan darah : 160/ 100 mmHg
2) Nadi : 83 x/ menit
3) Respirasi rate : 20 x/ menit
4) Suhu : 36,7 °C
2) Sosial
Pada saat dilakukan pengkajian, Ny. T mengatakan bahwa ia
sudah lama tidak keluar rumah, seperti sengaja keluar rumah untuk
bersosialisasi dengan tetangga. Akan tetapi, seringkali tetangganya
mengunjungi ketika Ny. T sedang berjemur di pekarangan rumah, atau
sengaja mendatangi rumah Ny, T, karena tetangganya mengganggap
Ny. T dan Tn. A sebagai salah satu tetua di RT. 07/02.
3) Budaya
Budaya yang diikuti Ny. T adalah budaya sunda, Ny. T merasa
tidak ada masalah dengan budaya yang diikuti.
4) Spiritual
Ny. T mengatakan tetap menjalani ibadan Sholat dengan posisi
duduk, serta terkadang melaksanakan Sholat tahajud. Ny. T juga
seringkali menghabiskan waktu luang dengan mengaji di rumah. Ny.
T berharap dan selalu berdo’a agar di sembuhkan dari sakit yang ia
alami.
9. Mengenakan pakaian 5 10
Total Score : 110 Jadi, bartel indeks klien termasuk ke dalam kategori
ketergantungan sebagian.
17
10
14
11
Jadi, Ny. S mengalami Fungsi Intelektual utuh (Skor 0).
f. Pengkajian Keseimbangan Ny. T
Komponen
utama dalam Langkah Kriteria Nilai
bergerak
Perubahan Mata dibuka Tidak bangun dari
posisi/gerakan Bangun dari tempat duduk dengan
keseimbangan kursi satu gerakan, tetapi
mendorong tubuhnya
keatas dengan tangan 1
atau bergerak ke depan
kursi terlebih dahulu,
tidak stabil pada saat
berdiri pertama kali
Duduk ke Menjatuhkan diri ke
kursi kursi, tidak duduk 0
ditengah kursi
Menahan Pemeriksa mendorong
dorongan pada sternum (perlahan-lahan
sternum sebanyak 3 kali). Klien
menggerakkan kaki, 0
memegang objek untuk
dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya
Mata ditutup Kriteria sama dengan
Bangun dari kriteria untuk mata 1
kursi terbuka
Duduk ke Kriteria sama dengan
kursi kriteria untuk mata 1
terbuka
Menahan Kriteria sama dengan
dorongan pada kriteria untuk mata
sternum terbuka 0
3) Budaya
Budaya yang diikuti Tn. A adalah budaya sunda, Tn. A merasa
tidak ada masalah dengan budaya yang diikuti.
4) Spiritual
Tn. A mengatakan jika ia masih suka sholat berjamaah di masjid
dekat rumahnya, seringkali ia menjalani sholat dan puasa sunah, serta
mengaji di rumah.
d. Bartel Indeks
Dengan
No Kriteria Mandiri Ket
Bantuan
1. Makan Frekuensi: 3x/ hari
Jumlah: 3 porsi
5 10
Jenis: nasi, sayur, daging,
telur, ikan asin.
9. Mengenakan pakaian 5 10
Total Score : 135 Jadi, bertel indeks klien termasuk ke dalam kategori
mandiri.
17
10
14
11
f. Pengkajian Keseimbangan Tn A
Komponen
utama dalam Langkah Kriteria Nilai
bergerak
Perubahan Mata dibuka Tidak bangun dari
posisi/gerakan Bangun dari tempat duduk dengan
keseimbangan kursi satu gerakan, tetapi
mendorong tubuhnya
keatas dengan tangan 0
atau bergerak ke depan
kursi terlebih dahulu,
tidak stabil pada saat
berdiri pertama kali
Duduk ke Menjatuhkan diri ke
kursi kursi, tidak duduk 0
ditengah kursi
Menahan Pemeriksa mendorong
dorongan pada sternum (perlahan-lahan
sternum sebanyak 3 kali). Klien
menggerakkan kaki, 0
memegang objek untuk
dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya
Mata ditutup Kriteria sama dengan
Bangun dari kriteria untuk mata 0
kursi terbuka
Duduk ke Kriteria sama dengan
kursi kriteria untuk mata 0
terbuka
Menahan Kriteria sama dengan
dorongan pada kriteria untuk mata
sternum terbuka 0
Data Objektif:
Ny. T: Tekanan darah: 160/100 mmHg,
Kolesterol total: 342mg/dl, riwayat stroke
2x.
Tn. A: Tekanan Darah: 150/100 mmHg
Data Objektif:
Bartel indeks klien termasuk ke dalam
kategori ketergantungan sebagian (Skor:
110).
Total skor pengkajian keseimbangan Ny.
T: 10 (Resiko Jatuh Sedang).
Rentang gerak ekstremitas bawah kurang
maksimal/mengalami kekakuan. Gerakan
fleksi jari- jari kaki kanan kurang, gaya
berjalan seperti robot. Kekuatan oto 5 5
5 5
Angka
Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
Tertinggi
Sifat masalah: 3 3 1 3/3 x 1 = 1 Masalah bersifat aktual
Aktual karena sudah terjadi
(keluarga tidak dapat
melakukan tindakan
mengurangi resiko
terjadinya penyakit.
Kemungkinan
masalah untuk 1 2 2 1/2 x 2 = 1 Tn. A memiliki motivasi
diubah: yang cukup kuat untuk
sebagian menyehatkan keluarganya.
Potensi
masalah untuk Keluarga mengatakan akan
dicegah: 2 3 1 2/3 x 1 = 2/3 berusaha mencoba
cukup berhenti dan mengurangi
hal- hal yang merugikan
kesehatannya.
TOTAL 3 2/3
SKOR
Angka
Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
Tertinggi
Sifat 3 3 1 3/3 x 1 = 1 Masalah bersifat aktual
masalah : karena sudah terjadi
Aktual kekakuan jari- jari kaki dan
keterbatasan berjalan.
Disusun oleh
Fanny Julianti (043315150013)
C. Materi (Terlampir)
1. Pengertian penyakit hipertensi.
2. Penyebab hipertensi.
3. Tanda dan Gejala hipertensi.
4. Pencegahan hipertensi.
5. Perawatan keluarga pada lansia hipertensi
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. Media
1. Leaflet
3. 3 menit Terminasi:
Evaluasi kegiatan berupa Aktif menjawab
post tes
Merangkum materi yang Mendengarkan
telah diberikan
Mengucap salam Menjawab
salam
G. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. SAP telah dikonsultasikan kepada pembimbing sebelum pelaksanaan
kegiatan
b. Tersedianya media dan alat
c. Mahasiswa dan peserta berada di tempat sesuai kontrak waktu yang
telah disepakati
2. Evaluasi Proses
a. Pelaksanaan sesuai rencana
b. Peserta berperan aktif dalam tanya jawab
c. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta mampu menjelaskan pengertian penyakit hipertensi.
b. Peserta mampu menjelaskan 1 dari 2 penyebab hipertensi.
c. Peserta mampu menjelaskan 5 dari 9 tanda dan gejala hipertensi.
d. Peserta mampu menjelaskan 2 dari 3 pencegahan hipertensi.
e. Keluarga mampu menjelaskan perawatan keluarga pada lansia
hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Vol I . Jakarta: EGC.
Mansjoer, et al. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Prince A. Silvia. (1995). Pathofisiologi. Edisi 4. Jakarta: EGC
Tim Editor. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan.
Lampiran 1: Materi
A. Definisi
Hipertensi secara umum adalah tekanan darah persisten dimana tekanan darah
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diatas 90 mmHg tetapi
pada populsi lansia didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
diastoliknya 90 mmHg.
Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik (TDS) ≥140
mmHg atau tekanan darah diatolik (TDD) ≥ 90 mmHg.
Menurut Kaplan menyatakan bahwa Pria usia <45 tahun, dikatakan hipertensi
apabila tekanan darah pada waktu berbaring atau sama dengan 130/90 mmHg dan
pria usia >45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas 145/95
mmHg.sedangkan pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/90
mmHg dinyatakan hipertensi.
B. Penyebab
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi hipertensi ada dua yaitu sebagai
berikut:
1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko
terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan
usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %
diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya
dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang
hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan.
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila
tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini
disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa
memicu terjadinya hipertensi.
b. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita.
Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan
daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7%
wanita. Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan
darah sistolik. Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita
menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi.
Menurut MN. Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi
dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada
wanita.
c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga
dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi
risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-
5 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
menderita hipertensi. Menurut Sheps, hipertensi cenderung merupakan
penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi
maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya
pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita
mendapatkan penyakit tersebut 60%.
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-
50 tahun akan timbul tanda dan gejala.
b. Konsumsi Asin/Garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi
garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi
melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga
kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada
hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang
berpengaruh. Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa
orang, baik yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun
mereka mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan
darah sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak
natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya
hipertensi. Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan
garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-
20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Garam
menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar
sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram
tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400
mg/hari. Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara
asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium
akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan
volume darah.
d. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah
rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa,
sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi
kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka
asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah
kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin,
pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan berbeda
adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang
didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam
lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80%
ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga
matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ. Penggunaan minyak
goreng sebagai media penggorengan bisa menjadi rusak karena minyak
goreng tidak tahan terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi kandungan
ALTJ-nya pun memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama saja,
selebihnya minyak tersebut menjadi rusak. Bahan makanan kaya omega-3
yang diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol darah, akan tidak berkasiat
bila dipanaskan dan diberi kesempatan untuk dingin kemudian dipakai untuk
menggoreng kembali, karena komposisi ikatan rangkapnya telah rusak.
Minyak goreng terutama yang dipakai oleh pedagang goreng-gorengan
pinggir jalan, dipakai berulang kali, tidak peduli apakah warnanya sudah
berubah menjadi coklat tua sampai kehitaman. Alasan yang dikemukakan
cukup sederhana yaitu demi mengirit biaya produksi. Dianjurkan oleh Ali
Komsan, bagi mereka yang tidak menginginkan menderita
hiperkolesterolemi dianjurkan untuk membatasi penggunaan minyak goreng
terutama jelantah karena akan meningkatkan pembentukan kolesterol yang
berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu
terjadinya penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan lain-
lain.
g. Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas
pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan
memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan
risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat
badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut
jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa,
makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
h. Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap
tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang
percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat
binatang tersebut menjadi hipertensi. Menurut Sarafindo (1990) yang dikutip
oleh Bart Smet, stres adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem
biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres adalah yang kita rasakan
saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi
daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus
dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar itu.
Stres adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu. Stres atau
ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar,
rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut
lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika
stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian
sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang
muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Menurut Slamet Suyono
stres juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini diduga melalui saraf
simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila
stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang
menetap. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan
bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa
mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun
akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat
dipastikan.
D. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
a. Pola Makan yang Baik
1) Mengurangi asupan garam dan lemak tinggi
Terlalu banyak mengonsumsi garam dapat meningkatkan tekanan
darah hingga ke tingkat yang membahayakan. Panduan terkini dari
British Hypertension Society menganjurkan asupan natrium dibatasi
sampai kurang dari 2,4 gram sehari. Mengurangi diet lemak dapat
menurunkan tekanan darah TDS/TDD 6/3 mmHg.
2) Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
Dengan mengonsumsi sayur dan buah secara teratur dapat
menurunkan risiko kematian akibat hipertensi, stroke, dan penyakit
jantung koroner, menurunkan tekanan darah, dan mencegah kanker.
Sayur dan buah mengandung zat kimia tanaman (phytochemical)
yang penting seperti flavonoids, sterol, dan phenol. Mengonsumsi
sayur dan buah dengan teratur dapat menurunkan tekanan darah
TDS/TDD 3/1 mmHg.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan hipertensi yang sudah
pernah terjadi atau menjadi berat. Pencegahan ini ditujukan untuk mengobati
para penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit,
yaitu:
a. Melalui diagnosis dini (pemeriksaan tekanan darah secara teratur).
b. Pemberian pengobatan (kepatuhan berobat).
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat atau kematian. Upaya yang dilakukan pada pencegahan tersier
ini yaitu :
a. Menurunkan tekanan darah sampai
batas yang aman dan mengobati penyakit yang dapat memperberat
hipertensi.
d. Follow up penderita hipertensi yang mendapat terapi dan rehabilitasi
dimana Follow up ditujukan untuk menentukan kemungkinan
dilakukannya pengurangan atau penambahan dosis obat.
Disusun oleh
Fanny Julianti (043315150013)
C. Metode
1. Ceramah dan tanya jawab
2. Demonstrasi
D. Media
Leaflet
G. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
Ny. T dan keluarga dapat kooperatif, respon mendengarkan dan
memperhatikan penyampaian materi.
2. Evaluasi Akhir
Setelah diberikan pendidikan kesehatan Ny. T dan keluarga dapat
menjelaskan dan mendemonstrasikan kembali teknik ROM yang
disampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. EGC, Jakarta.
Price S.A, Lorraine MW. Patophysiology, konsep klinis proses-proses penyakit.
EGC, Jakarta.
Potter & perry, 2006, Buku ajar fundamental keperawatan edisi 4, EGC, Jakarta.
Triyanto, E. 2006. Range of motion. Modul skill lab keperawatan edisi 3 univ.
Jenderal Soedirman NANDA, 2005, Nursing diagnoses; Definitions &
Classification, Nanda Internasional, Philadelphia.
Lampiran 1: Materi ROM
1. Pengertian
Range of Motion adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan
terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan
masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif
ataupun pasif. (Potter and Perry, 2006)
2. Tujuan
a. Memelihara dan mempertahankan kekuatan otot
b. Memelihara mobilitas persendian
c. Menstimulasi persendian
d. Mencegah kontraktur sendi
3. Indikasi
a. Pasien tirah baring lama
b. Pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran
c. Pasien dengan kasus fraktur
d. Pasien post operasi yang kesedarannya belum pulih
4. Prosedur ROM
1) Leher, spina, serfikal
a. Fleksi : Menggerakkan dagu menempel ke dada, rentang 45°
b. Ekstensi : Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°
c. Hiperektensi : Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, rentang
40-45°
d. Fleksi lateral : Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin
kearah setiap bahu, rentang 40-45°.
e. Rotasi :Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler,
rentang 180°.
f. Ulangi gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
2) Bahu
a. Fleksi : Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke
posisi di atas kepala, rentang 180°
b. Ekstensi : Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh, rentang
180°
c. Hiperektensi : Menggerakkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap
lurus, rentang 45-60°
d. Abduksi : Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala, rentang 180°
e. Adduksi : Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh
sejauh mungkin, rentang 320°
f. Rotasi dalam : Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan
menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke
belakang, rentang 90°
g. Rotasi luar : Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari
ke atas dan samping kepala, rentang 90°
h. Sirkumduksi : Menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh, rentang
360°
i. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
3) Siku
1) Fleksi : Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke
depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu, rentang 150°
2) Ektensi : Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang 150°
4) Lengan bawah
a. Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan
menghadap ke atas, rentang 70-90°.
b. Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap
ke bawah, rentang 70-90°
c. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
5) Pergelangan tangan
a. Fleksi : Menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan
bawah, rentang 80-90°
b. Ekstensi : engerakkan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan,
lengan bawah berada dalam arah yang sama, rentang 80-90°
c. Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang
sejauh mungkin, rentang 89-90°
d. Abduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari, rentang
30°
e. Adduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari,
rentang 30-50°.
f. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
6) Jari- jari tangan
a. Fleksi : Membuat genggaman, rentang 90°
b. Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°
c. Hiperekstensi : Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin, rentang 30-60°
d. Abduksi : Meregangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain,
rentang 30°
e. Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°
f. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
7. Ibu jari
a. Fleksi : Menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan,
rentang 90°
b. Ekstensi : Menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan, rentang
90°
c. Abduksi : Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
d. Adduksi : Menggerakkan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
e. Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan
yang sama
f. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
8. Pinggul
a. Fleksi : Menggerakkan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°
b. Ekstensi : Menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain,
rentang 90-120°
c. Hiperekstensi : Menggerakkan tungkai ke belakang tubuh, rentang
30-50°
d. Abduksi : Menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh, rentang
30-50°
e. Adduksi : Menggerakkan tungkai kembali ke posisi media dan
melebihi jika mungkin, rentang 30-50°
f. Rotasi dalam : Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain,
rentang 90°
g. Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain,
rentang 90°
h. Sirkumduksi : Menggerakkan tungkai melingkar
i. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
9. Lutut
a. Fleksi : Menggerakkan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-
130°
b. Ekstensi : Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°
c. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
10. Mata kaki
a. Dorsifleksi : Menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
atas, rentang 20-30°
b. Flantarfleksi : Menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk
ke bawah, rentang 45-50°
c. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
11. Kaki
a. Inversi : Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°
b. Eversi : Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°
c. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
12. Jari-jari kaki
a. Fleksi : Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
b. Ekstensi : Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
c. Abduksi : Menggerakkan jari-jari kaki satu dengan yang lain,
rentang 15°
d. Adduksi : Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°
e. Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
Lampiran 2: Leaflet
Lampiran C: Dokumentasi