Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A.Pengertian Asma
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth, 2002)
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan cirri broncospasme
periodic (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang
dapat diakibatkan oleh factor biokoimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologis ().
B. Etiologi
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun suatu hal yang
sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronchus.
Bronchus penderita asma sangat peka terhadap rangsang imunologi maupun nonimunologi.
Bronchus penderita asma sangat peka peka terhadap rangsang baik fisik, metabolism, kimia,
alergen, infeksi, dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering menimbulkan asma perlu
diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Factor-faktor tersebut adalah :
a. Alergen utama: debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan.
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan.
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus.
d. Perubahan cuaca yang eksterm.
e. Aktivitas fisik yang berlebihan.
f. Lingkungan kerja.
g. Obat-obatan.
h. Emosi.
i. Lain-lain seperti refluks gastro esophagus.
C. Patofisiologi Asma
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan
mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin
dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat
banyak.Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf
pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi
yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor a- dan b-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor a adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi
terjadi ketika reseptor b-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor a- dan b-
adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi
reseptor -alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta-
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi
dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan b-
adrenergik terjadi pada individu dengan asmatik. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan kontraksi otot polos.
D.Manifetasi Klinis
Batuk
Dispnea
Mengi
Hipoksia
Takikardi
Berkeringat
Pelebaran tekanan nadi
E. Tes Diagnostik
Biasanya normal.
serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun.
F. Insiden
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis,
gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.
H. Penatalaksanaan Medis
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas b.d.
Respon sistemis dan psikologis
risiko tinggi infeksi
pernafasan
A. Pengkajian PPOM
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut
dipertimbangkan untuk mendaptkan data lebih lanjut termasuk :
1. Berapa frekuensi nadi dan pernafasan pasien ?
2. Apakah pernafasan sama dan tanpa upaya ?
3. Apakah pasien mengkonstraksi otot-otot abdomen selama inspirasi ?
4. Apakah pasien menggunakan oto-otot aksesori pernafasan selama bernafas ?
5. Apakah tampak sianosis ?
6. Apakah vena leher pasien tampak membesar ?
7. Apakah pasien mengalami edema perifer ?
8. Apakah pasien batuk ?
9. Apa warna, jumlah, dan konsistensi sputum pasien ?
10. Bagaimana status sensorium pasien ?
11. Apakah terdapat peningkatan stupor ? kegelisahan ?
B.Diagnosa Keperawatan
C.Intervensi
1. Memperbaiki pertukaran gas
Perubahan dalam jalan nafas ini mengharuskan, pasien dipantau terhadap dispnea dan
hipoksia jika diresepkan bronkodilator atau kortikosteriod perawat harus
memberikannya dan waspada terhadaap efek sampingnya.
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu
pernapasan.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk
bernapas.
Kaji kulit dan warna membran mukosa
Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan.
Auskulatasi bunyi nafas.
Palpasi fremitus.
Awasi tingkat kesadaran.
Batasi aktivitas pasien.
Awasi TTV dan irama jantung.
Kolaborasi:
Awasi GDA dan nadi oksimetri.
Berikan oksigen sesuai indikasi.
Berikan penekan SSP (antiansietas, sedatif atau narkotik).
Bantu intubasi, berikan ventilasi mekanik.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Terapi aerosol membantu mengencerkan sekresi sehingga dapat dibuang. Aerosol
harus diberikan sebelum waktu makan untuk memperbaiki ventilasi paru.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi,
peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Intervensi mandiri :
Auskultasi bunyi nafas
Kaji frekuensi pernapasan
Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan
otot
bantu pernapasan.
Berikan posisi yang nyaman pada pasien : peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
Dorong latihan napas abdomen
Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Berikan air hangat
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV
dan inhalasi, antimikrobial, analgesic.
Berikan humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik.
Fisioterapi dada.
Awasi AGD, foto dada, nadi oksimetri.
Kolaborasi :
Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna.
Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum.
Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
Kolaborasi:
Dapatkan spesimen sputum
Berikan antimikrobial sesuai indikasi.
D. Evaluasi
1. Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan bronkodilator
a) Tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah, konfusi.
b) Mempunyai nila-nilai gas darah arteri yang stabil.
2. Mencapai bersihan jalan nafas
a) Berhenti merokok
b) Menghindari bahan-bahan yang merangsang daan suhu ekstrim
c) Meningkatkan masukan cairan hingga 6-8 gelas sehari
3. Memperbaiki pola pernafasan
a) Berlatih dan menggunakan pernafasan diafragmatis dan bibir dirapatkan
4. Melakukan aktivitas perawatn diri dalam batasan toleransi
a) Mengatur aktivitas untuk menghindari keletihan dan dispnea
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif serta ikut serta dalam program
rehabilitasi paru.