Vous êtes sur la page 1sur 35

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3

bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.6,7

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:6
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
 Rifampisin
 INH
 Pirazinamid
 Streptomisin
 Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin
150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275
mg dan
 Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):
 Kanamisin
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
 Derivat rifampisin dan INH

PADUAN OBAT TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

 TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk


a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk
luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat.
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7
bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3,
seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll) Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi,
pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

 TB Paru (kasus baru), BTA negatif


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan

 TB paru kasus kambuh


Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT
pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat
diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase
lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga
paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH Bila tidak ada / tidak
dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2
RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

 TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal
menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif
( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan
minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat
diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi - Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif
diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil
yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

2
LAPORAN KASUS
TUBERKULOSIS

PEMBIMBING

dr. Irwin Sp.PD

PENULIS

3
Intan Rhama Safitry, S.Ked
030.13.099

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JANUARI 2018

4
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam
kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam dengan judul “TUBERKULOSIS”. Laporan
kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di
Stase Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
Dalam penyusunan tugas Laporan Kasus ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan serta dukungan dalam membantu penyusunan dan penyelesaian
makalah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih terutama kepada dr. Irwin Sp.PD selaku pembimbing atas pengarahannya
selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam dan
kepada para dokter dan staff Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Karawang, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam.
Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Tuhan memberkati kita semua.

Karawang, 08 Januari 2018

Intan Rhama Safitry


030.13.099

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. x

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………... ii

BAB I LAPORAN KASUS..................................................................................1


1.1 Identitas................................................................................................1
1.2 Anamnesis............................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................3
1.4 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................5
1.5 Diagnosis..............................................................................................7
1.6 Tatalaksana...........................................................................................7
1.7 Prognosis..............................................................................................8

BAB II ANALISIS KASUS................................................................................12


2.1 Dasar Diagnosis.................................................................................13
2.2 Temuan Pemeriksaan Fisik................................................................13
2.3 Temuan Pemeriksaan Penunjang........................................................14

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL..............15


3.1 Definisi dan Etiologi..........................................................................15
3.2 Epidemiologi......................................................................................15
3.3 Patogenesis.........................................................................................16
3.4 Klasifikasi..........................................................................................17
3.5 Diagnosis............................................................................................17
3.6 Tatalaksana.........................................................................................18
3.7 Efek Samping.....................................................................................22

ii
3.8 Komplikasi ........................................................................................25
3.9 Prognosis............................................................................................25

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas

Nama : Tn. Wari Anwari


Jenis kelamin : Laki - Laki
Usia : 42 tahun
Tempat Tanggal Lahir : Karawang, 01 Februari 1975
Alamat : Dusun Ulekan
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pekerjaan : Wiraswasta (pedagang elektronik)
Pendidikan : SMP
Status pernikahan : Menikah
Tanggal MRS : 19 Desember 2017
No. RM : 00.70.90.38
Ruang : Cikampek Bawah

1.2 Anamnesis

Autoanamnesis pada tanggal 21 Desember 2017 jam 09.00 WIB

Keluhan Utama Os mengeluh sesak nafas sejak 30 menit SMRS


Keluhan Tambahan Batuk disertai dahak berwarna putih busa sejak
6 bulan SMRS pasien juga pernah mengalami
batuk mengeluarkan darah. Os juga mengeluh
keringat pada malam hari sejak 1 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang OS datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas
sejak 30 menit SMRS. Sesak tidak disertai
dengan mengi. Sesak dirasakan terus menerus,
dan semakin memberat. Sesak timbul tidak
dipengaruhi aktivitas, namun sesak juga tidak
berkurang ketika istirahat. Os juga mengeluh
ketika malam hari terbangun karena adanya
sesak dan berkeringat pada malam hari. Sesak
semakin memberat apabila os dalam posisi
berbaring dan berkurang saat posisi duduk. Os
mengatakan lebih nyaman tidur dalam posisi
tubuh yang lebih tinggi dengan menggunakan
3-4 bantal.
Pada 3 bulan lalu sebelumnya, os mengaku
pernah mengalami keluhan yang serupa, namun
pada saat itu sesak yang dirasakan belum
separah seperti saat ini. Pada 3 bulan lalu

1
hingga sekarang os belum mengonsumsi obat
untuk sesak.
Os mengeluh batuk berdahak berwarna putih
dan terkadang mengeluarkan darah sejak 6
bulan yang lalu namun Os hanya meminum
obat warung untuk batuknya namun semakin
lama tidak membaik.
Os juga mengeluh adanya demam dan keringat
dimalam hari.
Os mengeluh adanya penurunan berat badan
yang tidak disadarinya sebanyak 7kg 3 bulan
SMRS. Os mengeluh nafsu makan juga
menurun.
Os mengaku ada tetangganya juga
mengeluhkan hal yang serupa.
Os menyangkal adanya nyeri dada.
Riwayat Penyakit Dahulu Diabetes Mellitus Tipe 2 (-), hipertensi (-),
Penyakit jantung(-), riwayat jatuh (-), riwayat
penyakit paru (-), riwayat penyakit ginjal (-),
riwayat penyakit hati (-).
Riwayat Penyakit Keluarga Diabetes Mellitus Tipe 2 (-), hipertensi (-) dan
stroke hemoragik (-), riwayat penyakit serupa
(-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit
hati (-), riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat Kebiasaan Os mengatakan jarang melakukan olahraga.

Riwayat Sosioekonomi Os berobat dengan menggunakan jalur Umum.

2
1.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum Kesadaran: Compos Mentis


Kesan sakit: Tampak sakit sedang
BB: 55 kg
TB: 170 cm
IMT: 19,0 (Normal)
Kesan gizi: Gizi baik
Tanda vital Tekanan darah: 100/70 mmHg
Nadi: 101 x/menit
Respirasi: 32 x/menit
Suhu: 36.6°C
SO2 : 97%
Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata, tidak
terdapat jejas atau bekas luka
Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-
Telinga: deformitas (-), kemerahan (-), oedem (-), serumen (-), nyeri
tekan (-), nyeri tarik (-)
Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Tenggorokan: uvula ditengah, arcus faring simetris, tonsil T1/T1
Mulut: mukosa bibir baik, sianosis (-), gusi kemerahaan (-) oedem
(-), plak gigi (-)
Leher KGB dan kelenjar tiroid tidak membesar, JVP 5+2 cm
Thorax Inspeksi: bentuk dada normal, gerak dinding dada simetris, tipe
pernapasan Abdominotorakal, sela iga normal, sternum datar,
retraksi sela iga (-)
Palpasi: pernapasan simetris, vocal fremitus melemah pada
hemitoraks kanan, tidak teraba thrill, ictus cordis teraba di ICS V
linea midclavicularis sinistra
Perkusi: hemitoraks kanan dan hemitoraks kiri sonor, batas paru
dan hepar setinggi ICS VI linea midclavicularis dextra dengan
perkusi redup, batas bawah paru dan lambung setinggi ICS VIII
linea axillaris anterior sinistra dengan perkusi timpani. Batas paru
dan jantung kanan setinggi  2 cm lateral parasternal dextra ICS IV,
batas paru dan jantung kiri setinggi ICS VI linea eaksilaris anterior,
batas atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra, pinggang
jantung setinggi ICS III ± 1 cm lateral dari linea parasternal sinistra
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronki -/+, wheezing -/-,
Bunyi Jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi: bentuk datar, ikterik (-), kemerahan (-), spider naevi (-),
benjolan (-)
Auskultasi: bising usus 4x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak

3
membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Nyeri tekan - + +
- - -
- - -
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-, kebas (-), baal (-),
kesemutan (-) pada telapak kaki kanan dan kiri.

4
1.4 Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM

KIMIA ( 19 Desember 2017 )


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Glukosa Darah Sewaktu 115 mg/dL 70 – 110
Ureum 8 mg/dL 15 – 50
Kreatinin 0,57 mg/dL 0,5 – 0,9

HEMATOLOGI ( 19 Desember 2017 )


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,6 g/dL 12.5 – 16
Eritrosit 5,01 x10^6/uL 4,1 – 5,1
Leukosit 10,26 x10^3/uL 4,0 – 10,5
Trombosit 297 x10^3/uL 150 – 400
Hematokrit 40 % 35 – 47
MCV 80 fL 78 – 100
MCH 27 pg 27 – 31
MCHC 34 g/dL 32 -36
RDW-CV 14,6 % 12,2 – 14,8
LED 64 mm/jam 0 - 10

5
EKG

6
RONTGEN THORAX

Jenis foto : Foto Thorax


Deskripsi :- CTR < 50%
- Sinus costofrenikus tajam dikedua lapang paru
- Tidak terdapat deviasi trakea
- Corakan bronkovaskular meningkat dan tampak
adanya bercak mengawan / infiltrate dikedua
hemithorax
- Tulang dan jaringan lunak baik
Kesan : TB Paru Duplex aktif

1.5 Diagnosis
Differential Diagnosis:
- Bronkitis Kronik
- PPOK
- Asthma
Working Diagnosis:
- TB Paru aktif

1.6 Tatalaksana
Non - Medikamentosa :
- Tirah Baring

7
- Perbaikan nutrisi
Medikamentosa :
- O2 Nasal Kanul
- IVFD Ringer Lactat 12 tpm
- Antibiotik: Inj. Ceftriaxone 2 x 2 g / 24 jam
- Erdosteine 2 x 300 mg
- 4 FDC 1 x 3
- Cobazim 3000 2 x 1

1.7 Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

8
Hari 1 ( 19 Desember 2017 ) 06.15
S OS mengeluh sesak nafasnya telah membaik, batuk menjadi jarang,
namun adanya nyeri tenggorok hanya sedang batuk, tidur nyenyak.
Mual dan muntah disangkal, BAB dan BAK dalam batas normal.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 110/70 mmHg Nadi: 83 x/menit
Suhu: 35,5 ˚C Pernapasan: 28 x/menit
SO2 : 99%
Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB, Tiroid DBN
Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (-), SNV +/+, wh (-), rh (-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+)
Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
A  TB Paru
P - O2 Nasal Kanul
- Infus Ringer Lactat 12 tpm
- Antibiotik: Inj. Ceftriaxone 2 x 2 g / 24 jam
- Erdosteine 2 x 300 mg
- 4 FDC 1 x 3
- Cobazim 3000 2 x 1

9
Hari 2 ( 20 Desember 2017 ) 06.15
S OS merasa sesak nafasnya telah membaik, dan batuk telah
membaik, tidur nyenyak. Mual dan muntah disangkal, BAB dan
BAK dalam batas normal.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 110/70 mmHg Nadi: 86 x/menit
Suhu: 36,5 ˚C Pernapasan: 24 x/menit
SO2 : 99%
Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB, Tiroid DBN
Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (-), SNV +/+, wh (-), rh (-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+)
Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
A  TB Paru
P - O2 Nasal Kanul
- Infus Ringer Lactat 12 tpm
- Antibiotik: Inj. Ceftriaxone 2 x 2 g / 24 jam
- Erdosteine 2 x 300 mg
- 4 FDC 1 x 3
- Cobazim 3000 2 x 1

10
Hari 3 ( 20 Desember 2017 ) 06.15
S OS mengeluh sesak nafas dan batuk sudah mulai menghilang.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi: 86 x/menit
Suhu: 36,5 ˚C Pernapasan: 22 x/menit
SO2 : 99%
Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB, Tiroid DBN
Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (-), SNV +/+, wh (-), rh (-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+)
Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
A  TB Paru
P - Cefixime 3 x 100 mg
- Erdosteine 2 x 300 mg
- 4 FDC 1 x 3
- Cobazim 3000 2 x 1

11
BAB II
ANALISIS KASUS

Os mengeluh sesak nafas sejak 30 menit SMRS. Os juga mengeluh batuk


disertai dahak berwarna putih busa sejak 6 bulan SMRS pasien juga pernah
mengalami batuk mengeluarkan darah, keringat pada malam hari sejak 1 bulan
SMRS. OS datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 30 menit SMRS.
Sesak tidak disertai dengan mengi. Sesak dirasakan terus menerus, dan semakin
memberat. Sesak timbul tidak dipengaruhi aktivitas, namun sesak juga tidak
berkurang ketika istirahat. Os juga mengeluh ketika malam hari terbangun karena
adanya sesak dan berkeringat pada malam hari. Sesak semakin memberat apabila
os dalam posisi berbaring dan berkurang saat posisi duduk. Os mengatakan lebih
nyaman tidur dalam posisi tubuh yang lebih tinggi dengan menggunakan 3-4
bantal.
Pada 3 bulan lalu sebelumnya, os mengaku pernah mengalami keluhan
yang serupa, namun pada saat itu sesak yang dirasakan belum separah seperti saat
ini. Pada 3 bulan lalu hingga sekarang os belum mengonsumsi obat untuk sesak.
Os mengeluh batuk berdahak berwarna putih dan terkadang mengeluarkan darah
sejak 6 bulan yang lalu namun Os hanya meminum obat warung untuk batuknya
namun semakin lama tidak membaik. Os juga mengeluh adanya demam dan
keringat dimalam hari. Os mengeluh adanya penurunan berat badan yang tidak
disadarinya 3 bulan SMRS. Os mengeluh nafsu makan juga menurun. Os
mengaku ada tetangganya juga mengeluhkan hal yang serupa. Os menyangkal
adanya nyeri dada.
Riwayat penyakit dahulu pasien yaitu tidak didapatkan Diabetes Mellitus
Tipe 2 (-), Hipertensi (-), riwayat jatuh (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat
penyakit ginjal (-), riwayat penyakit hati (-). Riwayat pengakit keluarga pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 (-), hipertensi (-) riwayat penyakit serupa (-), riwayat
penyakit paru (-), riwayat penyakit hati (-), riwayat penyakit ginjal (-). Riwayat
kebiasaan Os mengatakan jarang melakukan olahraga.

12
2.1 Dasar diagnosis
Memenuhi kriteria pasti diagnosa Tuberkulosis:
A. Gejala Respiratorik
1. Batuk > 2 minggu
2. Batuk darah
3. Dypsnea dan ortopneu

B. Gejala Sistemik
4. Demam
5. Keringat malam
6. Berat badan menurun
7. Malaise
8. Anoreksia

2.2 Temuan Pemeriksaan Fisik

1. Kepala : Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata,


tidak terdapat jejas atau bekas luka
2. Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik
-/-
3. Telinga: deformitas (-), kemerahan (-), oedem (-), serumen (-), nyeri tekan
(-), nyeri tarik (-)
4. Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan cuping
hidung (-)
5. Tenggorokan: uvula ditengah, arcus faring simetris, tonsil T1/T1
6. Mulut: mukosa bibir DBN, sianosis (-), gusi kemerahaan (-) oedem (-),
plak gigi (-)
7. Leher: KGB dan kelenjar tiroid tidak membesar, JVP 5+2 cm, terlihat otot
bantu napas.
8. Thorak:
Inspeksi: bentuk dada normal, gerak dinding dada simetris, tipe
pernapasan Abdominotorakal, sela iga normal, sternum datar, retraksi sela
iga (-)
Palpasi: pernapasan simetris, vocal fremitus melemah pada hemitoraks
kanan, tidak teraba thrill, ictus cordis teraba di ICS VI linea
midclavicularis sinistra
Perkusi: hemitoraks kanan terdengar redup dan hemitoraks kiri sonor,
batas paru dan hepar setinggi ICS VI linea midclavicularis dextra dengan
perkusi redup, batas bawah paru dan lambung setinggi ICS VIII linea
axillaris anterior sinistra dengan perkusi timpani. Batas paru dan jantung
kanan setinggi  2 cm lateral parasternal dextra ICS IV, batas paru dan
jantung kiri setinggi ICS VI linea aksilaris anterior, batas atas jantung ICS
II linea parasternalis sinistra, pinggang jantung setinggi ICS III ± 1 cm
lateral dari linea parasternal sinistra.

13
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronki -/+, wheezing -/-, Bunyi
Jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
9. Abdomen:
Inspeksi: bentuk datar, ikterik (-), kemerahan (-), spider naevi (-),
benjolan (-)
Auskultasi: bising usus 4x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Nyeri tekan - + +
- - -
- - -
Perkusi: shifting dullness (-)
10. Ekstremitas:
Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2 detik,
akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2 detik,
akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-, kebas (-), baal (-), kesemutan (-)
pada telapak kaki kanan dan kiri.

2.3 Temuan pemeriksaan penunjang


Laboratorium
1. Glukosa Darah Sewaktu : 115 mg/dL
2. Ureum : 8 mg/dL
3. Kreatinin : 0,57 mg/dL
4. Hemoglobin : 13,6 g/dL
5. Leukosit : 5,01 x 103/uL
6. Trombosit : 297 x 103/uL
7. Hematokrit : 40 %
8. MCV : 80 fL
9. MCH : 27 pg
10. MCHC : 34 g/dL
11. RDW-CV : 14,6 %

Rontgen Thorax
- TB Paru Dupleks Aktif

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Etiologi


Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya
hingga kematian.1

3.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO)
telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan
WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi
di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila
dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di
Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000
penduduk.5
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari
dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa
jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu
625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000
penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul.1
Provinsi dengan CNR semua kasus tuberkulosis tertinggi yaitu
Sulawesi Utara (238), Papua Barat (235), dan DKI Jakarta (222).
Sedangkan CNR semua kasus tuberkulosis terendah yaitu Provinsi Bali
(70), DI Yogyakarta (73), dan Riau (91). CNR dianggap baik jika terjadi
peningkatan minimal 5% dibandingkan dengan sebelumnya. 2

3.3 Patogenesis

15
16
3.4 Klasifikasi

3.5 Diagnosis1
3.5.1 GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya

Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik
• batuk ≥ 3 minggu
• batuk darah
• sesak napas
• nyeri dada

17
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak
ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas
& kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2. Gejala sistemik
• Demam
• gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

3.6 Tatalaksana TB Paru3

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.
3.6.1 OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Rifampisin
b. INH
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari :
a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg
dan
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg

3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)


a. Kanamisin
b. Kuinolon
c. Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
d. Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT
1. Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg BB 40-60 kg : 450 mg

18
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali
2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg
BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali

3. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu,50


mg /kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg: 1500 mgBB 40-60 kg : 1
000 mgBB < 40 kg: 750 mg
4. Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg
BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mgBB < 40 kg : 750 mgDosis intermiten 40 mg/
kgBB/ kali
5. Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg BB 40 - 60 kg : 750 mg BB
< 40 kg : sesuai BB
6. Kombinasi dosis tetap Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap,
penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif,
sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat
antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan
pedoman pengobatan. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis
tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah
sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.

3.6.2 PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS1


Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
- TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3
atau(program P2TB) 2 RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat

19
imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi
- TB Paru (kasus baru), BTA negatif
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan

• TB paru kasus kambuh


Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai
hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari
pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6
RH
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

• TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal
menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif
( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal
selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2
RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

 TB Paru kasus lalai berobat

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai


pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

20
- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadual
- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
0 1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT STOP
1 2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama
2 3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
3 4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan
tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang sama
4 5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.
 TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif
dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain
seperti kuinolon, betalaktam, makrolid
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

3.6.3.PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK


Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan.
Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Penderita rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan
vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk
penderita tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)

21
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
napas atau keluhan lain.

2. Penderita rawat inapa. Indikasi rawat inap :


TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
← - Batuk darah (profus)
← - Keadaan umum buruk
← - Pneumotoraks
← - Empiema
← - Efusi pleura masif / bilateral
← - Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

0 TB di luar paru yang mengancam jiwa :
← - TB paru milier
← - Meningitis TB b. Pengobatan suportif / simtomatik yang
diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat

3.7 Efek samping4

Efek Samping OAT : Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan


pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping
sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simptomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

.1 Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang
lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan
OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

.2 Rifampisin
 Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :

22
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
 Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OA T
harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus.
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan
dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,


keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada
penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

.3 Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai


pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang- kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout,
hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan
asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan
reaksi kulit yang lain.

.4 Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa


berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.
Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang
dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30
mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.
Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan
okuler sulit untuk dideteksi .

.5 Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan


dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut
akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan
umur penderita.

23
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging
(tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila
obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan
maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan
ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

24
3.8 Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah:
 Batuk darah
 Pneumotoraks
 Luluh paru
 Efusi Pleura
 Gagal napas
 Gagal Jantung

3.9 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama TY, Soedarsono, Thabrani Z, Wirokusumo HS, Sembiring H, Rai
IBN, et al. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar [serial online] 2013 [diakses 11
jan 2018]. Available:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013
3. Intiantoro HY, Rianto S. Tuberkulostatik. Dalam: Farmakologi dan Terapi.
Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2008.
4. Surya A, Basri C, Kamso S. Dalam: Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan; 2011.
5. TB CARE I. Internatonal standards for tuberculosis care. Edisi ke-3.The
Hague; 2014.

26
27
28

Vous aimerez peut-être aussi