Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.6,7
2
LAPORAN KASUS
TUBERKULOSIS
PEMBIMBING
PENULIS
3
Intan Rhama Safitry, S.Ked
030.13.099
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam
kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam dengan judul “TUBERKULOSIS”. Laporan
kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di
Stase Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
Dalam penyusunan tugas Laporan Kasus ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan serta dukungan dalam membantu penyusunan dan penyelesaian
makalah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih terutama kepada dr. Irwin Sp.PD selaku pembimbing atas pengarahannya
selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam dan
kepada para dokter dan staff Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Karawang, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam.
Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Tuhan memberkati kita semua.
i
DAFTAR ISI
ii
3.8 Komplikasi ........................................................................................25
3.9 Prognosis............................................................................................25
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas
1.2 Anamnesis
1
hingga sekarang os belum mengonsumsi obat
untuk sesak.
Os mengeluh batuk berdahak berwarna putih
dan terkadang mengeluarkan darah sejak 6
bulan yang lalu namun Os hanya meminum
obat warung untuk batuknya namun semakin
lama tidak membaik.
Os juga mengeluh adanya demam dan keringat
dimalam hari.
Os mengeluh adanya penurunan berat badan
yang tidak disadarinya sebanyak 7kg 3 bulan
SMRS. Os mengeluh nafsu makan juga
menurun.
Os mengaku ada tetangganya juga
mengeluhkan hal yang serupa.
Os menyangkal adanya nyeri dada.
Riwayat Penyakit Dahulu Diabetes Mellitus Tipe 2 (-), hipertensi (-),
Penyakit jantung(-), riwayat jatuh (-), riwayat
penyakit paru (-), riwayat penyakit ginjal (-),
riwayat penyakit hati (-).
Riwayat Penyakit Keluarga Diabetes Mellitus Tipe 2 (-), hipertensi (-) dan
stroke hemoragik (-), riwayat penyakit serupa
(-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit
hati (-), riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat Kebiasaan Os mengatakan jarang melakukan olahraga.
2
1.3 Pemeriksaan Fisik
3
membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Nyeri tekan - + +
- - -
- - -
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-, kebas (-), baal (-),
kesemutan (-) pada telapak kaki kanan dan kiri.
4
1.4 Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM
5
EKG
6
RONTGEN THORAX
1.5 Diagnosis
Differential Diagnosis:
- Bronkitis Kronik
- PPOK
- Asthma
Working Diagnosis:
- TB Paru aktif
1.6 Tatalaksana
Non - Medikamentosa :
- Tirah Baring
7
- Perbaikan nutrisi
Medikamentosa :
- O2 Nasal Kanul
- IVFD Ringer Lactat 12 tpm
- Antibiotik: Inj. Ceftriaxone 2 x 2 g / 24 jam
- Erdosteine 2 x 300 mg
- 4 FDC 1 x 3
- Cobazim 3000 2 x 1
1.7 Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
8
Hari 1 ( 19 Desember 2017 ) 06.15
S OS mengeluh sesak nafasnya telah membaik, batuk menjadi jarang,
namun adanya nyeri tenggorok hanya sedang batuk, tidur nyenyak.
Mual dan muntah disangkal, BAB dan BAK dalam batas normal.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 110/70 mmHg Nadi: 83 x/menit
Suhu: 35,5 ˚C Pernapasan: 28 x/menit
SO2 : 99%
Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB, Tiroid DBN
Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (-), SNV +/+, wh (-), rh (-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+)
Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
A TB Paru
P - O2 Nasal Kanul
- Infus Ringer Lactat 12 tpm
- Antibiotik: Inj. Ceftriaxone 2 x 2 g / 24 jam
- Erdosteine 2 x 300 mg
- 4 FDC 1 x 3
- Cobazim 3000 2 x 1
9
Hari 2 ( 20 Desember 2017 ) 06.15
S OS merasa sesak nafasnya telah membaik, dan batuk telah
membaik, tidur nyenyak. Mual dan muntah disangkal, BAB dan
BAK dalam batas normal.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 110/70 mmHg Nadi: 86 x/menit
Suhu: 36,5 ˚C Pernapasan: 24 x/menit
SO2 : 99%
Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB, Tiroid DBN
Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (-), SNV +/+, wh (-), rh (-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+)
Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
A TB Paru
P - O2 Nasal Kanul
- Infus Ringer Lactat 12 tpm
- Antibiotik: Inj. Ceftriaxone 2 x 2 g / 24 jam
- Erdosteine 2 x 300 mg
- 4 FDC 1 x 3
- Cobazim 3000 2 x 1
10
Hari 3 ( 20 Desember 2017 ) 06.15
S OS mengeluh sesak nafas dan batuk sudah mulai menghilang.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi: 86 x/menit
Suhu: 36,5 ˚C Pernapasan: 22 x/menit
SO2 : 99%
Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB, Tiroid DBN
Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (-), SNV +/+, wh (-), rh (-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+)
Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-)
A TB Paru
P - Cefixime 3 x 100 mg
- Erdosteine 2 x 300 mg
- 4 FDC 1 x 3
- Cobazim 3000 2 x 1
11
BAB II
ANALISIS KASUS
12
2.1 Dasar diagnosis
Memenuhi kriteria pasti diagnosa Tuberkulosis:
A. Gejala Respiratorik
1. Batuk > 2 minggu
2. Batuk darah
3. Dypsnea dan ortopneu
B. Gejala Sistemik
4. Demam
5. Keringat malam
6. Berat badan menurun
7. Malaise
8. Anoreksia
13
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronki -/+, wheezing -/-, Bunyi
Jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
9. Abdomen:
Inspeksi: bentuk datar, ikterik (-), kemerahan (-), spider naevi (-),
benjolan (-)
Auskultasi: bising usus 4x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Nyeri tekan - + +
- - -
- - -
Perkusi: shifting dullness (-)
10. Ekstremitas:
Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2 detik,
akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2 detik,
akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-, kebas (-), baal (-), kesemutan (-)
pada telapak kaki kanan dan kiri.
Rontgen Thorax
- TB Paru Dupleks Aktif
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO)
telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan
WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi
di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila
dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di
Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000
penduduk.5
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari
dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa
jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu
625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000
penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul.1
Provinsi dengan CNR semua kasus tuberkulosis tertinggi yaitu
Sulawesi Utara (238), Papua Barat (235), dan DKI Jakarta (222).
Sedangkan CNR semua kasus tuberkulosis terendah yaitu Provinsi Bali
(70), DI Yogyakarta (73), dan Riau (91). CNR dianggap baik jika terjadi
peningkatan minimal 5% dibandingkan dengan sebelumnya. 2
3.3 Patogenesis
15
16
3.4 Klasifikasi
3.5 Diagnosis1
3.5.1 GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya
Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
• batuk ≥ 3 minggu
• batuk darah
• sesak napas
• nyeri dada
17
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak
ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas
& kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik
• Demam
• gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.
3.6.1 OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Rifampisin
b. INH
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari :
a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg
dan
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
Dosis OAT
1. Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg BB 40-60 kg : 450 mg
18
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali
2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg
BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
19
imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi
- TB Paru (kasus baru), BTA negatif
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
20
- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadual
- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
0 1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT STOP
1 2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama
2 3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
3 4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan
tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang sama
4 5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.
TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif
dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain
seperti kuinolon, betalaktam, makrolid
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
21
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
napas atau keluhan lain.
.1 Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang
lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan
OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
.2 Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :
22
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OA T
harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus.
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan
dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
.3 Pirazinamid
.4 Etambutol
.5 Streptomisin
23
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging
(tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila
obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan
maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan
ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
24
3.8 Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah:
Batuk darah
Pneumotoraks
Luluh paru
Efusi Pleura
Gagal napas
Gagal Jantung
3.9 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama TY, Soedarsono, Thabrani Z, Wirokusumo HS, Sembiring H, Rai
IBN, et al. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar [serial online] 2013 [diakses 11
jan 2018]. Available:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013
3. Intiantoro HY, Rianto S. Tuberkulostatik. Dalam: Farmakologi dan Terapi.
Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2008.
4. Surya A, Basri C, Kamso S. Dalam: Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan; 2011.
5. TB CARE I. Internatonal standards for tuberculosis care. Edisi ke-3.The
Hague; 2014.
26
27
28