Vous êtes sur la page 1sur 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan percobaan titrasi oksidimetri beserta aplikasinya yaitu iodo-


iodimetri. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan standarisasi larutan Natrium Tiosulfat
serta menentukan kadar Cl2 dalam pemutih. Dasar reaksi titrasi oksidimetri ini adalah reaksi
oksidasi reduksi (reaksi redoks) antara zat penitrasi dan zat yang dititrasi. Reaksi reduksi-
oksidasi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan pelepasan
elektron. Pada reaksi redoks ini yang terjadi adalah reaksi antara senyawa atau ion yang
bersifat oksidator sebagai analit dengan senyawa atau ion yang bersifat reduktor sebagai
titran, begitu pula sebaliknya. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan KIO3
untuk membantu proses standarisasi dari larutan Natrium Tiosulfat. Dalam melakukan titrasi
ini percobaan pertama dengan percobaan kedua sangat berhubungan dengan adanya proses
standarisasi larutan.

 Membuat dan menentukan standarisasi larutan Na2S2O3 ± 0,1N dengan larutan KIO3 sebagai
larutan baku.

Pada percobaan pertama yaitu untuk menentukan standarisasi larutan Natrium


Tiosulfat dengan menggunakan larutan KIO3 sebagai larutan baku, larutan baku adalah
larutan yang sudah diketahui konsentrasi. Dalam proses standarisasi, larutan baku sangat
diperlukan untuk menentukan konsentrasi dari larutan natrium tiosulfat yang juga akan
digunakan untuk menentukan kadar Cl2 yang nantinya akan dilakukan pada percobaan
aplikasi iodo-iodimetri. Penentuan standarisasi ini sangat penting dilakukan yaitu untuk
memastikan bahwa larutan natrium tiosulfat yang digunakan sudah sesuai yang diharapkan
dalam percobaan yaitu ± 0,1 N. Pada titrasi ini larutan Na2S2O3 bertindak sebagai titran serta
larutan KIO3 bertindak sebagai sebagai analit. Titrasi ini didasarkan pada reaksi redoks
antara penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi
dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. Berdasarkan larutan baku
yang digunakan, titrasi oksidasi-reduksi dibagi atas Iodimetri dan Iodometri yang
melibatkan kesetimbangan antara Iodium dan Iodide. Iodium merupakan oksidator lemah.
Sebaliknya ion iodide merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses
analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodide digunakan
sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Pada iodimetri atau iodometri, iod dapat bertindak
sebagai oksidator dan juga sebagai reduktor. Sebagai reduktor biasanya adalah
Na2S2O3.Cara iodometri digunakan untuk untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya
penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan larutan KI dan asam sehingga
akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3. Larutan baku dalam
percobaan ini berupa KIO3 yang berbentuk butiran serbuk kecil yang berwarna putih yang
memiliki kemurnian tinggi serta komposisi kimia yang tersedia dalam proses standarisasi.
Hal pertama dalam praktikum yaitu membuat larutan baku KIO3. Langkah pertama
yaitu menimbang serbuk KIO3 di dalam botol timbang sebesar 0,1783 gram menggunakan
neraca analitik. Setelah menimbang serbuk KIO3, langkah selanjutnya yaitu melarutkan
KIO3. Serbuk KIO3 dipindahkan ke dalam gelas kimia kemudian ditambahkan 20 mL
aquades. Karena praktikum ini bersifat kuantitatif maka botol timbang yang berisi KIO3 tadi
dibilas 3 kali menggunakan aquades agar meminimalkan zat yang tertinggal dalam botol
timbang serta memaksimalkan hasil praktikum. Larutan KIO3 tidak berwarna. Setelah KIO3
dilarutkan dalam gelas kimia, langkah selanjutnya yaitu memindahkannya ke dalam labu
ukur 100 mL. Setelah mendapatkan larutan KIO3 100 mL, langkah selanjutnya yaitu
melakukan standarisasi larutan Na2S2O3 ±0,1N dengan cara titrasi. Larutan Na2S2O3
bertindak sebagai titran sedangkan larutan KIO3 sebagai analit. Sebelum melakukan titrasi,
alat-alat yang digunakan untuk titrasi dibersihkan terlebih dahulu termasuk buret yang
hendak digunakan. Buret dicuci dengan cara dibilas dengan larutan Na2S2O3. Setelah
dibilas, buret diisi dengan larutan Na2S2O3 sampai tanda batas atau angka nol pada buret.
Setelah buret terisi larutan natrium tiosulfat, selanjutnya siapkan wadah di bawah buret
kemudian buka kran buret sampai dasar buret tidak ada gelembung atau udara yang
tertinggal. Setelah gelembung atau udara hilang tutup kran buret dan buret diisi kembali
dengan larutan natrium tiosulfat sampai tanda batas. Setelah buret siap, langkah selanjutnya
yaitu mengambil 10 mL larutan KIO3 dengan pipet gondok dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan dengan larutan KI 20%. Penambahan larutan
KI 20% ini untuk memberikan ion I- berlebih sehingga dapat mereaksikan seluruh Na2S2O3
dan diperoleh larutan jernih tidak berwarna. Setelah ditambah larutan KI 20%, langkah
selanjutnya yaitu menambah larutan HCl 4 N. Fungsi penambahan HCl adalah untuk
memberi suasana asam pada larutan. Setelah ditambahkan HCl, larutan berubah warna
menjadi coklat yang mengindikasikan terbentuknya I2. Reaksinya yaitu:

10𝑒 − + 12𝐻 + + 2𝐼𝑂3− → 𝐼2 + 6𝐻2 𝑂

2𝐼 − → 𝐼2 + 2𝑒 −

6𝐻 + + 𝐼𝑂3 + 5𝐼 − → 3𝐼2 + 3𝐻2 𝑂

Setelah analit dibuat maka titrasi dapat dilakukan. Erlenmeyer yang berisi larutan KIO3,
larutan KI 20%, dan larutan HCl dititrasi dengan Na2S2O3. Erlenmeyer ditaruh di bawah
buret kemudian kran pada buret dibuka secara perlahan sampai menghasilkan tetes demi
tetes Na2S2O3. Ketika analit ditambahkan dengan natrium tiosulfat secara perlahan lahan
akan memudarkan warna coklat dari larutan analit yang mengindikasikan bahwa telah
terjadi reaksi antara analit dengan titran. Setelah penambahan titran sampai membuat warna
dari analit berubah menjadi kuning pudah maka kran pada buret ditutup kemudian
ditambahkan larutan amilum sampai warna larutan menjadi biru keunguan. Perubahan
warna dari kuning muda ke biru keunguan mengindikasikan bahwa masih ada I2 dalam
larutan. Setelah larutan ditambah amilum dan menghasilkan warna biru keunguan maka
titrasi dilanjutkan kembali sampai warna dari analit tadi hilang. Reaksi antara I2 dengan
tiosulfat yaitu:
2𝑆2 𝑂32− → 𝑆4 𝑂62− + 2𝑒 −

2𝑒 − + 𝐼2 → 2𝐼 −

2𝑆2 𝑂32− + 𝐼2 → 𝑆4 𝑂62− + 2𝐼 −


Setelah warna larutan hilang maka titrasi dihentikan. Perubahan warna dari larutan berwarna
biru keunguan menjadi tidak berwarna mengindikasikan tidak adanya I2 dalam analit dan
merupakan titik akhir titrasi. Setelah titrasi dihentikan maka dicatat volume pada buret.
Kemudian titrasi diulang sebanyak 3 kali. Pada percobaan ini kami memperoleh volume
Na2S2O3 berturut turut yaitu 9,8 mL; 9,8 mL, 9,8 mL. Setelah volume didapatkan maka
langkah selanjutnya yaitu menentukan konsentrasi dari Na2S2O3. Konsentrasi dari Na2S2O3
berturut-turut yaitu 0,085 N, 0,085 N, 0,085 N.

 Menentukan kadar Cl2 dalam pemutih “Vanish”

Setelah melakukan percobaan pertama yaitu standarisasi maka langkah selanjutnya


adalah melakukan aplikasi Iodo – Iodimetri yang bertujuan untuk menentukan kadar Cl2
dalam pemutih. Dalam percobaan ini kami menggunakan sampel pemutih bermerek
“Vanish” dan sampel berwarna merah muda. Percobaan ini dilakukan berdasarkan titrasi
oksidimetri yang melibatkan reaksi oksidasi reduksi (reaksi redoks) antara zat penitrasi dan
zat yang dititrasi. Pada reaksi redoks ini yang terjadi adalah reaksi antara senyawa atau ion
yang bersifat oksidator sebagai analit dengan senyawa atau ion yang bersifat reduktor
sebagai titran, begitu pula sebaliknya.

Langkah pertama dalam penentuan kadar Cl2 yaitu menimbang terleih dahulu
sampel dan dimasukkan ke dalam picnometer. Tujuannya yaitu untuk mengetahui massa
jenis dari pemutih tersebut. Sampel dimasukan ke dalam picnometer 50 mL kemudian
ditimbang dengan neraca analitik diperoleh massa yaitu 51,3605 gram, setelah itu dibagi
dengan 50 mL didapatkan nilai massa jenisnya yaitu 1,02721 gram/mL. Langkah
selanjutnya yaitu mengencerkan pemutih ke dalam aquades. Pemutih diambil 2 mL dengan
menggunakan pipet volume kemudian diamsukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian di
tambahkan aquades sampai tanda batas. Kemudian kocok dengan sempurna secara perlahan-
lahan. Tujuan pengenceran ini dikarenakan konsentrasi dari sampel terlalu tinggi sehingga
ketika di titrasi membutuhkan banyak volume larutan natrium tiosulfat. Setelah diencerkan
langkah selanjutnya yaitu mengambil 10 mL sampel menggunakan pipet gondok kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan dengan larutan KI 20%.
Penambahan larutan KI 20% ini untuk memberikan ion I- berlebih sehingga dapat
mereaksikan seluruh Na2S2O3 dan diperoleh larutan jernih tidak berwarna. Setelah ditambah
larutan KI 20%, langkah selanjutnya yaitu menambah larutan H2SO4 4 N. Fungsi
penambahan H2SO4 adalah untuk memberi suasana asam pada larutan. Setelah ditambahkan
H2SO4, larutan berubah warna menjadi coklat yang mengindikasikan terbentuknya I2.
Setelah ditambah asam sulfat kemudian analit ditambah dengan ammonium molibdat 3%.
Ammonium molibdat berfungsi sebagai katalis pada reaksi. Reaksinya yaitu:

10𝑒 − + 12𝐻 + + 2𝐼𝑂3− → 𝐼2 + 6𝐻2 𝑂

2𝐼 − → 𝐼2 + 2𝑒 −

6𝐻 + + 𝐼𝑂3 + 5𝐼 − → 3𝐼2 + 3𝐻2 𝑂


Setelah analit dibuat maka titrasi dapat dilakukan. Erlenmeyer yang berisi larutan KIO3,
larutan KI 20%, larutan H2SO4, dan larutan ammonium molibdat 3% dititrasi dengan
Na2S2O3. Erlenmeyer ditaruh di bawah buret kemudian kran pada buret dibuka secara
perlahan sampai menghasilkan tetes demi tetes Na2S2O3. Ketika analit ditambahkan dengan
natrium tiosulfat secara perlahan lahan akan memudarkan warna coklat dari larutan analit
yang mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi antara analit dengan titran. Setelah
penambahan titran sampai membuat warna dari analit berubah menjadi kuning pudah maka
kran pada buret ditutup kemudian ditambahkan larutan amilum sampai warna larutan
menjadi biru keunguan. Perubahan warna dari kuning muda ke biru keunguan
mengindikasikan bahwa masih ada I2 dalam larutan. Setelah larutan ditambah amilum dan
menghasilkan warna biru keunguan maka titrasi dilanjutkan kembali sampai warna dari
analit tadi hilang. Reaksi antara I2 dengan tiosulfat yaitu:
2𝑆2 𝑂32− → 𝑆4 𝑂62− + 2𝑒 −

2𝑒 − + 𝐼2 → 2𝐼 −

2𝑆2 𝑂32− + 𝐼2 → 𝑆4 𝑂62− + 2𝐼 −

Setelah warna larutan hilang maka titrasi dihentikan. Perubahan warna dari larutan berwarna
biru keunguan menjadi tidak berwarna mengindikasikan tidak adanya I2 dalam analit dan
merupakan titik akhir titrasi. Setelah titrasi dihentikan maka dicatat volume pada buret.
Kemudian titrasi diulang sebanyak 3 kali. Pada percobaan ini kami memperoleh volume
Na2S2O3 berturut turut yaitu 9,9 mL; 10,4 mL, 10,7 mL. Setelah volume didapatkan maka
langkah selanjutnya yaitu menentukan kadar Cl2 dalam sampel. kadar Cl2 dalam sampel
berturut-turut yaitu 14,5%; 15,3%; 15,72%. Kemudian kadar tersebut dirata-rata dan
didapatkan hasil 15,17 %.

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah kami lakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pada proses
standarisasi diperoleh konsentrasi Na2S2O3 adalah 0,085 N, 0,085 N, 0,085 N.sehingga
konsentrasi Na2S2O3 rata – rata adalah 0,085 N. Sedangkan pada proses aplikasi yang
dilakukan diperoleh %Cl2 pada pemutih “Vanish” adalah 14,5%; 15,3%; 15,72%. Sehingga
kadar rata – rata Cl2 pada pemutih vanish adalah 51,71 %. Penentuan aplikasi ini diperoleh
dari proses standarisasi.

Vous aimerez peut-être aussi