Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

PENDAHULUAN

Pengobatan kanker sering dikaitkan dengan tingkat morbiditas dan


mortalitas yang signifikan. Salah satu terapi andalan untuk mengatasi kanker
adalah tindakan pembedahan. Pembedahan dapat menginduksi respon stres dan
menghambat sistem kekebalan tubuh, dan tindakan bedah pada kasus kanker
berhubungan dengan pelepasan sel tumor ke sistemik yang berhubungan dengan
prosedur anestesi.1
Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi
terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri
dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan
prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan
anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan, tahap
pemulihan serta perawatan pasca anestesi.2,3
Pada operasi kista ovarium permagna dari segi anestesiologi dapat
dikerjakan secara anestesi umum dan anestesi regional. Masing-masing
pendekatan memiliki keuntungan dan kekurangan tertentu. Teknik anestesi pada
pasien kanker atau curiga kanker masih menjadi pembahasan yang menarik
karena efek yang ditimbulkan obat-obatnya terhadap angka kekambuhan kanker di
kemudian hari. Berikut ini akan dibahas kasus pada pasien operasi kista ovarium
permagna dengan spinal anestesi.4

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. H
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Perempuan

1
BB : 57 Kg
Agama : Islam
Alamat : Rantau Embacang, Muaro Bungo
Tanggal masuk : 1 Juli 2016

2.2 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Riwayat Penyakit
A. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah yang semakin memberat ± 1 minggu SMRS
B. Riwayat penyakit sekarang: ± 6 tahun SMRS pasien mengeluh terdapat
benjolan di perut kanan bawah. Benjolan berukuran sebesar telur ayam
dan tidak disertai rasa nyeri. ± 1 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri
perut kanan bawah. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan tidak
berkurang dengan perubahan posisi. ± 1 minggu SMRS nyeri terasa
lebih sering dan tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri yang
biasa pasien beli dari apotek. Riwayat menstruasi tidak teratur (+),
riwayat penggunaan KB suntik dan pil (+), demam (-), mual muntah (-),
keluhan BAK (-), keluhan BAB (-).
C. Riwayat penyakit dahulu :
 Riwayat hipertensi : -
 Riwayat Asma :-
 Riwayat DM :-
 Riwayat Batuk Lama :-
 Riwayat Operasi : -
 Riwayat Alergi Obat :-
 Riwayat Penyakit Lain :-
D. Riwayat kebiasaan :-
E. Pemeriksaan Fisik :
1. Tanda Vital
 Kesadaran : Compos mentis
 Suhu : 36,70C
 Tekanan Darah: 110/80 mmHg
 RR : 18 kali/menit
 Nadi : 80 kali/menit
2. Kepala : Normochepal
a. Mata : CA (-/-), SI (-/-), RC (+/+), nistagmus
b. THT : Tidak ada kelainan
c. Leher : Pembesaran KGB (-)
3. Thorax
 Inspeksi : simetris, sikatriks (-), massa (-)
 Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)

2
 Perkusi : sonor kiri dan kanan
 Auskultasi :
 Cor : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
 Pulmo : Vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-),
rhonki (-/-)
4. Abdomen :
 Inspeksi : simetris, sikatriks (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
5. Genitalia : Tidak diperiksa
6. Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)
7. Ginekologi : Teraba massa di regio kanan bawah, ukuran ±
sebesar telur ayam, nyeri tekan (+)

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium tanggal : 1 Juli 2016
Darah lengkap
Hb : 12,3 gr/dl
Leukosit : 8,1 x 109/L
Hematokrit : 35,2 %
Eritrosit : 4,33 x 1012/L
Trombosit : 251 x 109/L
Protein Total : 7,5 g/dL
Albumin : 4,3 g/dL
Globulin : 3,2 g/dL
SGOT : 14 u/l
SGPT : 7 u/l
Ureum : 15,8 mg/dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl
GDS : 124 mg/dL

Urin Rutin
Warna : Kuning muda
Berat Jenis : 1015
Reaksi pH :6
Protein :-
Albumin :-
Reduksi Glukosa : -
Sedimen : Leukosit 3-4, Eritrosit 1-2, Epitel 2-4 /LPB

Pemeriksaan rontgen thoraks : Cord dan pulmo normal


USG : Tumor kistik ovarium padat, suspek ganas
2.4 Pra Anestesi

3
 Penentuan Status Fisik ASA: 1 / 2 / 3 / 4 / 5 karena pasien tidak memiliki
penyakit sistemik dan sehat psikiatrik serta biokimia
 Mallampati: grade 1
 Persiapan Pra Anestesi:
- Pasien telah diberikan Informed Consent
- Rawat inap bila setuju operasi
- Pro Laparatomi
- Persiapan operasi :
a. Puasa 6 jam pre op
b. Surat persetujuan tindakan operasi
c. Persiapkan PRC 3 kolf
d. Lanjutkan terapi Sp.PD

2.5 Laporan Anestesi Pasien


a) Diagnosis pra-bedah : Tumor kistik ovarium dekstra suspek ganas
b) Diagnosis post-bedah : Kista ovarium permagna + severe adhesiva
c) Jenis pembedahan : Salfingoovorektomi + adhesiolisis
d) Jenis anestesi : Anestesi Spinal
Premedikasi anestesi : Ranitidin 50 mg, Ondansentron 4 mg,
Deksametason 5 mg
Induksi : Bupivacaine 20 mg
Adjuvant : Midazolam 2 mg
Pemeliharaan anestesi : O2
Posisi : Terlentang
Infus : Ringer Laktat
Status fisik : ASA I
Induksi mulai : 10.00 WIB
Operasi mulai : 10.15 WIB
Operasi selesai : 11.15 WIB
Berat badan pasien : 57 Kg
Durasi operasi : 1 jam
Pasien puasa : 8 jam
Terapi cairan
 Maintenance = 2 cc/KgBB/jam
= 2 cc x 57 Kg/jam
= 114 cc/jam

 Pengganti puasa = puasa x maintenance


= 8 jam x 114 cc/jam
= 912 cc

 Stress operasi = 6 cc/KgBB/jam


= 6 cc x 57 Kg/jam
= 342 cc/jam
Jadwal pemberian cairan (lama operasi 1 jam)

4
Jam I = ½ PP + SO + M
= 456 + 342 + 114
= 912 cc

e) Monitoring
Jam (WIB) Nadi (x/menit) RR (x/menit) TD (mmHg)

10.00 80 21 110/60

10.15 81 20 110/70

10.30 83 20 120/70

10.45 85 20 110/60

11.00 85 21 115/65

11.15 100 20 120/65

f) Ruang Pemulihan
1. Masuk Jam : 11.15 WIB
2. Keadaan Umum : Kesadaran: CM, GCS: 15
3. Tanda vital : TD : 120/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
4. Pernafasan : Baik
5. Scoring Alderate:
Aktifitas :1
Pernafasan :2
Warna Kulit :2
Sirkulasi :2
Kesadaran :2
Jumlah : 9

Instruksi Post Operasi:


 Cek Hb post op
 Cek TTV dan perdarahan tiap 15 menit
 Mobilisasi bertahap
 Boleh makan dan minum bertahap
 Tidur dengan menggunakan satu bantal
 Terapi sesuai dr. Rudi Gunawan, SpOG (K) Onk

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anestesi Regional


3.1.1 Definisi
Anastesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah
pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal kedalam ruang subaraknoid.
Anestesi spinal diperkenalkan oleh August Bier pada tahun 1898, teknik ini telah
digunakan untuk anestesi, terutama untuk operasi pada daerah bawah umbilikus.
Kelebihan utama teknik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang
minimal, memiliki efek minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari
analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan napas, serta
membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang minimal. Spinal
anestesi dilakukan di bawah lumbal 1 pada orang dewasa dan lumbal 3 pada anak-
anak dengan menghindari trauma pada medula spinalis.5

3.1.2 Pembagian Anestesi regional5


1. Blok Sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal.
2. Blok perifer (blok saraf), yaitu meliputi blok pleksus bracialis, aksiler,
analgesia regional intravena dan lain-lain

3.1.3 Indikasi dan Kontra Indikasi5


Indikasi pada anastesi :
 Bedah ekstremitas bawah
 Bedah panggul
 Tindakan sekitar rektum-perineum
 Bedah Obgyn
 Bedah Urologi
 Bedah Abdomen bawah
 Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasikan
dengan anestesia umum ringan
Kontra Indikasi Absolut :

6
 Pasien Menolak
 Infeksi pada tempat suntikan
 Hipovolemia berat, syok
 Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
 Tekanan intrakranial meninggi
 Fasilitas resusitasi minim
 Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anestesia
Kontraindikasi Relatif : 5
 Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
 Infeksi sekitar tempat suntikan
 Kelainan neurologis
 Kelainan psikis
 Bedah lama
 Penyakit jantung
 Hipovolemia ringan
 Nyeri punggung kronis

3.1.4 Permasalahan Anestesi pada Kasus Keganasan


Teknik anestesi yang berbeda-beda dapat mempengaruhi angka kekambuhan
kanker pada pasien onkologi yang menjalani operasi. Hampir semua agen anestesi
telah terbukti memiliki dampak negatif pada berbagai komponen dari sistem
kekebalan tubuh seperti menghambat imunitas seluler atau mengganggu
keseimbangan sitokin. Agen anestesi umum diperkirakan dapat menekan sistem
kekebalan tubuh dan meningkatkan metastasis.1,4
Obat-obatan seperti ketamin, tiopental, dan halotan terbukti meningkatkan
kemampuan metastase tumor dengan menekan aktivitas sel NK. Anestesi inhalasi
isofluran juga memberikan efek peningkatan keganasan sel sehingga menginduksi
perkembangan sel dan metastase. Pada pemberiannya, opioid harus dibatasi
karena dapat menekan imunitas seluler dan imunitas humoral dan penggunaan
jangka panjang juga dapat meningkatkan kemungkinan metastase. Berbeda
dengan propofol yang memiliki efek pelindung anti tumor yang menghambat
siklooksigenase dan prostaglandin pada sel kanker dan dapat menstimulasi sistem
imun sehingga dapat menurunkan angka kekambuhan kanker pasca operasi.4
Anestesi regional jika dibandingkan denga anestesi umum, anestesi regional
dapat mengurangi kekambuhan kanker setelah operasi. Penelitian menyebutkan
bahwa bupivakain memiliki efek sitotoksik, anti proliferasi dan anti metastasis
pada sel ovarium.1,4,6

7
Menggabungkan teknik anestesi regional dan anestesi umum pada operasi
mayor sudah mulai banyak dilakukan di berbagai institusi dan diharapkan dapat
menurunkan penggunaan anestesi inhalasi dan opioid.7

3.1.5 Persiapan pra anestesi


Pasien yang akan menjalani operasi harus disiapkan dengan baik.
Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya,
sedangkan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Tujuan dari kunjungan pra
anestesi ini yakni mempersiapkan baik fisik maupun mental pasien, serta
merencanakan teknik dan obat-obatan apa saja yang digunakan.2

1. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus, misalnya alergi, muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak pasca
bedah, sehingga kita dapat merancang anestesia selanjutnya.
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya utnuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa
hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan nafas dan 1-2 minggu untuk mengurangi
produksi sputum. Kebiasaan minum jamu-jamuan juga patut dicurigai akan
adanya penyakit hepar.2
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak
boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem
organ tubuh pasien.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Sebaiknya tepat indikasi, sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai. Pada usia pasien diatas 50 tahun dianjurkan pemeriksaan EKG dan foto
thoraks.
4. Kebugaran untuk Anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
spasien dalam keadaaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak
perlu harus dihindari.
5. Klasifikasi Status Fisik
Untuk menilai kebugaran seseorang sesuai The American Society of
Anesthesiologists (ASA) yaitu:2,3

8
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atas sedang, tanpa pembatasan
aktivitas.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
6. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia.Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia
harus dipantangkan dari masukan oral selama periode tertentu sebelum induksi
anestesi.2
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan bayi
3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia.
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum
obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesi. 2
7. Premedikasi
Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, diantaranya: 2
a. Meredakan kecemasan
b. Memperlancar induksi anestesi
c. Mengurangi seksresi kelenjar ludah dan bronkus
d. Meminimalkan jumlah obat-obat anestetik
e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
f. Menciptakan amnesia
g. Mengurangi isi cairan lambung
h. Mengurangi refleks yang berlebihan

3.2 Kista Ovarium


3.2.1 Definisi
Kista ovarium adalah suatu kantong berisi cairan seperti balon berisi air
yang terdapat di ovarium. Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak
ginekologi yang paling sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya.
Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non

9
neoplastik. Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang
besar, kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium.8
Kista ovarium adalah tumor jinak yang diduga timbul dari bagian ovum
yang normalnya menghilang saat menstruasi, asalnya tidak teridentifikasi dan
terdiri atas sel-sel embrional yang tidak berdiferensiasi, kista ini tumbuh
lambat dan ditemukan selama pembedahan yang mengandung material
sebasea kental berwarna kuning yang timbul dari lapisan kulit.8

3.2.2 Manifestasi Klinis9


a. Nyeri pinggang yang menyebar ke punggung bawah dan paha
b. Nyeri pinggang akut sebelum atau sesudah berakhir mensruasi
c. Nyeri saat berhubungan badan (dispareunia)
d. Mual an muntah atau nyeri pada payudara seperti pada wanita hamil
e. Rasa penuh atau verat pada perut
f. Penekanan yang berlebih pada kandung kemih yang menyebabkan
pasien sering BAK
g. Masa di perut bagian bawah dan biasanya bagian – bagian organ tubuh
lainnya sudah terkena.
3.2.3 Tatalaksana9
Apabila kista sudah terlanjur tumbuh dan didiagnosa sebagai kista
ovarium yang berbahaya, biasanya tindakan medis perlu dilakukan. Operasi
pengangkatan biasanya akan dilakukan untuk mencegah kista ovarium
tumbuh lebih besar. Penyembuhan dari kista juga tergantung pada jenisnya
masing-masing. Kista ovarium neoplastik memerlukan operasi dan kista
nonneoplastik tidak.
Jika menghadapi kista yang tidak memberi gejala atau keluhan pada
penderita dan yang besar kistanya tidak melebihi jeruk nipis dengan diameter
kurang dari 5 cm, kemungkinan besar kista tersebut adalah kista folikel atau
kista korpus luteum, jadi merupakan kista nonneoplastik. Tidak jarang kista-
kista tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan menghilang, sehingga
pada pemeriksaan ulangan setelah beberapa minggu dapat ditemukan ovarium
yang kira-kira besarnya normal. Oleh sebab itu, dalam hal ini perlu menunggu
selama 2 sampai 3 bulan, sementara mengadakan pemeriksaan ginekologik
berulang. Jika selama waktu observasi dilihat peningkatan dalam
pertumbuhan kista tersebut, maka dapat mengambil kesimpulan bahwa

10
kemungkinan besar kista itu bersifat neoplastik, dan dapat dipertimbangkan
satu pengobatan operatif.
Tindakan operasi pada kista ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah
pengangkatan kista dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
mengandung kista.Akan tetapi, jika kistanya besar atau ada komplikasi,
perlu dilakukan pengangkatan ovarium, biasanya disertai dengan
pengangkatan tuba (salpingo-ooforektomi). Pada saat operasi kedua ovarium
harus diperiksa untuk mengetahui apakah ditemukan pada satu atau pada dua
ovarium.
Pada operasi kista ovarium yang diangkat harus segera dibuka, untuk
mengetahui apakah ada keganasan atau tidak.Jika keadaan meragukan, perlu pada
waktu operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan (frozen
section) oleh seorang ahli patologi anatomik untuk mendapatkan kepastian
apakah kista ganas atau tidak.Jika terdapat keganasan, operasi yang tepat ialah
histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral. Akan tetapi, wanita muda
yang masih ingin mendapat keturunan dan tingkat keganasan kista yang rendah
(misalnya kista sel granulosa), dapat dipertanggung-jawabkan untuk mengambil
resiko dengan melakukan operasi yang tidak seberapa radikal.
Terapi bergantung pada ukuran dan konsistensi kista dan
penampakannya pada pemeriksaan ultrasonografi. Mungkin dapat diamati kista
ovarium berdiameter kurang dari 80 mm, dan skening diulang untuk melihat
apakah kista membesar. Jika diputuskan untuk dilakukan terapi, dapat dilakukan
aspirasi kista atau kistektomi ovarium.Kista yang terdapat pada wanita hamil,
yang berukuran >80 mm dengan dinding tebal atau semisolid memerlukan
pembedahan, setelah kehamilan minggu ke 12. Kista yang dideteksi setelah
kehamilan minggu ke 30 mungkin sulit dikeluarkan lewat pembedahan dan
dapat terjadi persalinan prematur. Keputusan untuk melakukan operasi hanya
dapat dibuat setelah mendapatkan pertimbangan yang cermat dengan
melibatkan pasien dan pasangannya. Jika kista menimbulkan obstruksi jalan
lahir dan tidak dapat digerakkan secara digital, harus dilakukan seksio
sesaria dan kistektomi ovarium.

11
BAB IV
PEMBAHASAN

Pemeriksaan pra anestesi


Kunjungan pra anestesia dilakukan kurang dari 24 jam sebelum operasi, hal
ini benar dilakukan karena perkenalan dengan keluarga pasien sangat penting
untuk memberi penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anestesi yang
dilakukan. Pada kunjungan tersebut dilakukan penilaian tentang keadaan pasien
secara umum, keadaan fisik dan mental pasien.2 Dimana didapatkan keadaan
pasien secara umum baik.
Untuk menilai kebugaran seseorang sesuai The American Society of
Anesthesiologists (ASA) yaitu:2,3
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atas sedang, tanpa
pembatasan aktivitas.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.
Kelas IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap
saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
Berdasarkan The American Society of Anesthesiologists (ASA), Ny.H
merupakan ASA I, dimana pasien tidak memiliki penyakit sistemik dan hanya
membutuhkan operasi untuk keluhannya.

Pemilihan Jenis Anestesi


Pasien ini direncanakan untuk dilakukan operasi salfingoovorektomi, yaitu
operasi pengangkatan ovarium beserta tuba falopinya.
Pada operasi salfingoovorektomi, kita membutuhkan efek analgesi setinggi
T10. Oleh karena itu, maka jenis anestesi yang dipilih adalah anestesi spinal.
Anestesi spinal diindikasikan untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi
cabang T4 ke bawah (daerah papila mammae ke bawah). Anestesi spinal ini
digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah, bedah obstetri,
bedah urologi, rektum-perineum, dan ekstremitas bawah.2

12
Adapun beberapa keuntungan spinal anestesi dibandingkan general anestesi
yaitu jumlah perdarahan yang lebih sedikit, angka kejadian thrombosis vena
dalam lebih kecil, menghindari efek samping general anestesi seperti mual,
tenggorokan kering, gangguan kesadaran, dan sebagainya, serta kontrol nyeri
yang lebih baik.10

Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dilakukan,
dengan tujuan melancarkan anastesia. Tujuan Premedikasi sangat beragaman,
diantaranya :2,3 Mengurangi kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi dan anesthesia
- Mengurangi sekresi ludah dan broncus
- Meminimalkan jumlah obat anesthetic
- Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi reflek yang membahayakan
Pada pasien ini diberikan obat-obat premedikasi yaitu Ranitidine 50 mg
(golongan antagonis reseptor H2 Histamin) tujuannya yaitu untuk mencegah
pneumonitis asam yang disebabkan oleh cairan lambung yang bersifat asam
dengan pH 2,5. Untuk meminimalkan kejadian tersebut dipilihlah antagonis
reseptor H2 Histamin. Pada pasien ini juga diberikan ondansetron 4 mg (golongan
antiemetik) dan untuk mengurangi mual dan muntah pasca pembedahan.
Mekanisme kerja obat ini adalah mengantagonisasi reseptor 5HT-2 yang terdapat
pada Chemoreseptor Trigger Zone di area postrema otak dan pada aferen vagal
saluran cerna, Ondancentron juga mempercepat pengosongan lambung, mual dan
muntah pasca pembedahan. Obat-obatan lainnya yang biasa dipakai sebagai anti
emetik adalah dexamethasone (4 mg I.V), droperidol (0.625 mg I.V),
diphenhydramine (25 mg I.V) yang dapat diberikan tunggal ataupun kombinasi.
Dalam pemberian obat premedikasi pada pasien ini terdapat kesalahan
waktu pemberian obat. Obat premedikasi seharusnya diberikan di ruangan rawat
1-2 jam sebelum dilakukan induksi, namun pada pasien diberikan sekitar 15 menit
sebelum induksi spinal.
Induksi Anestesi
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala
menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis

13
yang menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara
vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian
disterilkan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27
ditusukkan dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih)
kemudian dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara
perlahan-lahan.2
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL hiperbarik 20 mg dan
dikombinasikan dengan midazolam 2 mg. Bupivacain merupakan anestesi lokal
golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit
atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses
konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. MulaI kerja lambat
dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jam. Sedangkan midazolam adalah
golongan benzodiazepine yang memiliki efek hipnotik sedatif.
Permasalahan pada pasien ini terdapat pada dosis anestesi bupivacain yang
terlalu besar. Berdasarkan tabel diatas, pada bedah perut bagian bawah, dosis yang
dianjurkan adalah sebesar 5-10 mg, sedangkan dosis yang diberikan 2 kali lipat
dari dosis anjuran yakni 20 mg.

Monitoring Intraoperatif
Pada pasien dengan anestesi spinal, maka perlu dilakukan monitoring
tekanan darah serta nadi setiap 15 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan
darah sebesar 20-30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi dan
bradikardi merupakan salah satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena
penurunan kerja dari syaraf simpatis. Untuk mencegah hipotensi yang terjadi,
dapat dilakukan pemberian cairan kristaloid secara cepat 10-15 ml/kgBB dalam
10 menit segera setelah penyuntikan spinal. Namun bila dengan cairan infus
masih terjadi hipotensi, maka dapat diberikan vasopresor berupa efedrin dengan
dosis 10 mg intravena yang dapat diulang tiap 3-4 menit sampai tekanan darah
yang dikehendaki. Sebaiknya penurunan tidak lebih dari 10-15 mmHg dari
tekanan darah awal. Efedrin bekerja pada reseptor α dan β, termasuk α1, α2, β1
dan β2, baik bekerja langsung maupun tidak langsung, efek tidak langsung yaitu
dengan merangsang pelepasan noradrenalin.

14
Pada pasien ini, untuk mencegah hipotensi, maka perlu dilakukan pemberian
cairan kristaloid secara cepat sebanyak 570-855 ml dalam 10 menit segera setelah
penyuntikan spinal dan tindakan tersebut sudah dilakukan dengan benar dengan
pemberian kristaoid ±750 ml sehingga tekanan darah pasien selama operasi dapat
stabil.

Terapi cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloid
secara intravena. Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan
sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit
cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin
saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang
pindah ke ruang ketiga.2
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 1 jam,
jam I 50% Pasien ini selama operasi telah diberikan cairan infus RL sebanyak
1500 ml (3 kolf) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang karena pasien sudah tidak makan dan minum ± 8 jam.
 Kebutuhan cairan pasien ini
Diketahui :
o Berat badan : 57 kg
o Lama puasa : 8 jam
o Lama anestesi : 1 jam 15 menit
o Stress operasi : Sedang

 Maintenance = 2 cc/KgBB/jam
= 2 cc x 57 Kg/jam
= 114 cc/jam
 Pengganti puasa = puasa x maintenance
= 8 jam x 114 cc/jam
= 912 cc
 Stress operasi = 6 cc/KgBB/jam
= 6 cc x 57 Kg/jam
= 342 cc/jam
Jadwal pemberian cairan (lama operasi 1 jam)
Jam I = ½ PP + SO + M
= 456 + 342 + 114
= 912 cc

15
Karena pada pasien ini operasi hanya memakan waktu 1 jam, maka
pemberian 1000 ml kristaloid selama operasi sudah mencukupi kebutuhan cairan
pasien.

BAB IV
KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi


yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung
dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Tedore, T. Regional anesthesia and analgesia: relationship to cancer


recurrance survival. BJA. 2015 Sep;115(S2): ii34–ii45.
2. Latief SA., Suryadi KA., dan Dachlan MR., Eds. Petunjuk praktis
anestesiologi. Edisi Ke-2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI; 2009.
3. Dahlan MR., Soenarto RF. Buku ajar anestesiologi. Jakarta: Departemen
Anestesiologi dan Intensif Care FKUI; 2009.
4. Fodale, V., Arrigo, MG. Triolo, S., Mondello, S., Torre DL. Anesthetic
techniques and cancer recurrence after surgery. Hindawi. 2014 Feb;328513.
5. Lubis, A. Anestesi spinal. 2011. (diakses 11 Jul 2016). Diunduh dari URL:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../4/Chapter%20II.pdf
6. Xuan, W., Zhao, H., Hankin, J., Chen, L., Yao, S., Ma, D. Local anesthetic
bupivacaine induced ovarian and prostate cancer apoptotic cell death and
underlying mechanisms in vitro. Scient Rep. 2016 May 19; 6:26277.
7. Cassinello, F., Prieto, I., Olmo, Md., Strichartz, GR. Cancer surgery: how
may anesthesia influence outcome?. Elsevier. 2015 Mar;10.1016.
8. Fadhilah, E. Kista ovarium. 2015. (diakses 12 Juli 2016). Diunduh dari
URL: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../4/Chapter%20II.pdf
9. Staff. Diseases and conditions ovarian cysts. Mayo Clinic (serial online)
2014 Ags 13 (diakses 12 Juli 2014). Diunduh dari URL:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/ovarian-
cysts/basics/symptoms/con-20019937
10. Regional anesthesia for postoperative pain control. Medscape (serial online)
2015 (diakses 110 Juli 2016). Diunduh dari URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1268467-overview#a1

17

Vous aimerez peut-être aussi