Vous êtes sur la page 1sur 102
PENATALAKSANAAN DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM Acute Respiratory Distress Syndror Bronkiektasis... Emboli Paru Flu Burung Gagal Napas.. Massa Mediastinum. Penyakit Paru Kerja. Penyakit Paru Obstrukif Kron (PPOK] . Penyakit Pleura Pneumonia Atipi Pneumonia Didapat Di Rumal Pneumonia Didapat Di Masyarakdj Sindrom Vena Kava Superior Kelainan Napas Saat Tidur (Sleep-Disordered Breathing/Sieep Tuberkulosis Paru Tumor Paru.. ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME PENGERTIAN Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu kondisi ketika paru mengalami jejas berat yang tersebar, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk mengambil oksigen. Rendahnya kadar oksigen dalam darah dan ketidakmampuan untuk mengambil oksigen pada tingkat normal merupakan gejala khas ARDS. Jejas paru akut (acute lung injury/ALI) merupakan istilah baru yang saat ini digunakan, yang meliputi ARDS dan juga jejas paru yang lebih ringan. Penyakit yang dapat menyebabkan ARDS banyak sekali, dan dapat merusak organ lain selain paru, namun jejas paru biasanya mendominasi gambaran klinis.’ Gangguan klinis yang umumnya berkaitan dengan ARDS dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Ganggvan Klinis yang Umumnya Berkaitan dengan ARDS* PENDEKATAN DIAGNOSIS. Anamnesis!? Identifikasi penyakit yang mendasari: sepsis, pneumonia, aspirasi isi lambung, pankreatitis, transfusi darah, atau trauma berat Pemeriksaan Fisik'? + Demam, takipneu, takikardi, ronki difus Pemeriksaan Penunjang'? + Laboratorium: darah perifer lengkap, analisa gas darah, elektrolit, plasma brain natriuretic peptide (BNP) + EKG, ekokardiografi + Radiologis: foto toraks menunjukkan infiltrat bilateral yang konsisten dengan edema paru, CT scan tidak rutin dilakukan Kriteria diagnosis ALI dan ARDS dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Kriteria Diagnosis ALI dan ARDS? Pendekatan Diagnosis'? + Pendekatan umum - ALI/ARDS merupakan suatu diagnosis eksklusi; sehingga sebaiknya penegakan diagnosis dilakukan setelah penyebab infiltrat bilateral akut, hipoksemia berat, dan distres pernapasan lain telah disingkirkan. + Edema paru kardiogenik adalah satu penyakit yang harus selalu disingkirkan, karena sering terjadi dan seringkali sulit dibedakan secara klinis, Setelah edema paru kardiogenik disingkirkan, pertimbangan lainnya termasuk pneumonia, perdarahan alveolar difus, pneumonia eosinofilik idiopatik akut, cryptogenic organizing pneumonia (COP), pneumonia interstitial akut (Hamman-Rich syndrome), dan kanker progresif. Untuk menyingkirkan diagnosis edema paru kardiogenik — Dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu plasma BNP, ekokardiografi, dan kateterisasi jantung kanan, + Menyingkirkan penyebab gagal napas lainnya - Apabila penyakit tersebut tidak bisa disingkirkan berdasarkan gambaran klinis dan tanda dan gejala yang menyertai, pemeriksaan diagnostik tambahan (mis. bronkoskopi) sebaiknya dilakukan. Biopsi paru sebaiknya dilakukan pada beberapa pasien dengan etiologi gagal napas akut yang masih belum pasti setelah bronkoskopi nondiagnostik dan pada pasien yang memiliki kemungkinan diagnosis: perdarahan alveolar difus, COP, metastasis kanker, vaskulitis, atau penyakit paru difus yang tidak terdiagnosis. + Diagnosis akhir - ALI/ARDS ditegakkan setelah semua diagnosis banding disingkirkan, DIAGNOSIS BANDING Edema paru kardiogenik, pneumonia difus, perdarahan alveolar, penyakit paru interstitial akut (misalnya pneumonitis interstitial akut), jejas imunologis akut (mis. pneumonitis hipersensitivitas), jejas toksin (mis. pneumonitis radiasi), dan edema paru neurogenik? TATALAKSANA'? + Prinsip umum: (1) identifikasi dan tatalaksana penyakit primer dan kelainan bedah (mis. sepsis, aspirasi, trauma); (2) meminimalisir tindakan dan komplikasinya; (3) profilaksis terhadap tromboemboli vena, perdarahan saluran cerna, aspirasi, sedasi berlebihan, dan infeksi kateter vena sentral; (4) identifikasi infeksi nosokomial; dan (5) nutrisi adekuat. + Dukungan ventilasi mekanik : tidal volum rendah, kurangi tekanan pengisian atrium kiri > lebih lengkap lihat pada bab Ventilasi Mekanik + Kebutuhan cairan : restriksi cairan dan diuretik digunakan untuk mengurangi tekanan pengisian atrium kiri, monitor tanda hipotensi dan hipoperfusi organ seperti ginjal + Glukokortikoid: beberapa studi menunjukkan adanya penurunan mortalitas dan perbaikan prognosis pada pemberian kortikosteroid dosis rendah.™* KOMPLIKASI Fibrosis paru, pneumotoraks, emboli paru, infeksi akibat pemasangan ventilator.* PROGNOSIS Mortalitas diperkirakan 26-44%, Pasien usia >75 tahun memiliki mortalitas lebih tinggi (~60%) dibandingkan dengan <45 tahun (~20%)2* UNIT YANG MENANGANI + RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Pulmonologi + RSnon Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSPendidikan —_: Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik + RSnon Pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Radiologi | REFERENS! 1. Hudson LD. Acute Respiratory Distress Syndrome. In : Schraugnagel DE, Breathing in America : Diseases, Progress, and Hope. American Thoracic Society, 2010, Hal 15-24, 2. Chol AMK, Levy BD. Acute Respiratory Distress Syndrome. In : Longo Dl. Fauc AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscaizo J. Horton's Pinciples of intemal Medicine. 18% Edition. New York, McGraw-Hil 2012, Tang BMP, Craig JC, Eslick GD, Seppelt |, McLean AS, Use of corticosteroids in acute lung injury ‘and acute respiratory distress syndrome: A systematic review and meta-analysis. Crit Care Med 2009 Vol. 37, No. 5 4. Amin Z. Sindrom Gangguan Respirasi Akut [ARDS]. Dalam : Amin Z, Dahlan Z, Yuwono A (Eds). Panduan Tataloksana/Frosedur Resptologi dan Penyakit Ks Par, BRONKIEKTASIS PENGERTIAN Dilatasi jalan napas yang ireversibel dan melibatkan paru-paru lokal atau difus, dengan gambaran pelebaran alveoli dapat berupa silindris atau tubular, varicose, bronkiektasis pada banyak kasus tidak diketahui, kemungkinan penyebabnya dapat dilihat di tabel 1 :* Tabel Etiologl Bronkiektasis'* Fokal ‘Obstruksi Tpengan Ronigen foraks dan/atau CT + Infinsik: tumor di dalam jalan fengah scan toraks, bronkoskopi napas, aspiras| benda asing, pom stenosis/jaringan porut pada jalan napas, atresia brokus ‘akibat perkembangan tidak sempuma {kongenital) * Eksirinsk : imfadenopati, tumor parenkimal bitus Infeksi:bokter mikobakterium non lapangan Kultur, pewamaan Gram, tubetkulosis (Mycobacterium avium- tengah BAL (bronchoaiverolar inracetviare complex (MAC)} pau lavage) jka tidak citemukan kuman patogen Imunodefiiensi: fapangen DPL. immunoglobulin, tes hipogamagiobulinemia, HIV, bawah HIV bronkioliisseteloh transplantasiparuy pau Genetik: cystic Nbross sindroma Pengukuran kadar Kirida Kartegener, defsiensi al antiipsin. dalam keringat, kadar 01 antiipsin, atau biopsi/ sikatan saluran napas. + Autoimun atau rematologi: Pemeritsaan sendi serologis cris ramatoid, sindrom Sjogren, daerah__faktorrematoid. inflammatory bowel disease. sentrol pow + Penyokit terkait imun : allergic bronchopuimonary aspergilosis (ABPA) Aspirosi berulang, lapangan Tes fungsi menelan dan awh kekuatan neuromuskvlar. poru Loinain : yellow nail syndrome Kondis lin Idliopatik (25-50 %) Singkirkan penyakt lain PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Pada pasien bronkiektasis dapat ditemukan riwayat batuk produktif persisten dengan sputum yang purulen (fika ada infeksi sekunder) atau mukoid (Jika tidak ada infeksi sekunder) dengan jumlah banyak terutama pada pagi hari sesudah perubahan posisi tidur. Bau mulut yang tidak sedap (fetor ex ore) ditemukan jika ada infeksi sekunder. Batuk darah, sesak napas, demam berulang dapat dikeluhkan pasien." Pada kasus bronkiektasis harus dicari kemungkinan penyebab seperti kelainan kongenital, aspirasi cairan lambung, riwayat infeksi saluran napas bawah yang disebabkan bakteri atau virus pneumonia, pertusis, atau tuberkulosis, kelainan imunitas seperti pada tabel 1, Pada orang dewasa jika tidak ditemukan penyebab bronkiektasis, riwayat asma harus ditanyakan.* Bronkiektasis harus dicurigal jika ada gejala :* + Batuk produktif persisten, terutama jika ada satu dari kriteria di bawah ini © Usia muda © Riwayat keluhan selama beberapa tahun Tidak ada riwayat merokok Jumlah sputum yang banyak dan purulen setiap hari Batuk darah Pada sputum ditemukan kolonisasi P. aeruginosa + Batuk darah yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya atau batuk tidak produktif + Pasien yang dicurigai mempunyai Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat terjadi pula bronkiektasis, dan membutuhkan pemeriksaan lanjutan jika : © penyembuhan infeksi saluran napas bawah yang lambat © eksaserbasi rekuren © tidak ada riwayat merokok ooo Pemeriksaan fisik Pada kasus bronkiektasis dapat ditemukan sianosis, retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena disertai pergeseran mediastinum akibat bagian paru yang terkena luas, ronki, mengi, jari tabuh, serta dapat disertai demam.* Pada kasus berat dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun gagal jantung kanan, ‘Sindrom kartagener terdiri atas gejala: dengan silia bronkus imotil, situs invertus, sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya ronkiektasis Kongenital, sering disertai sinus frontalis. Pemeriksaan Penunjang '* + Pemeriksaan sputum: kultur dan uji sensitivitas antibiotik. Untuk memperbesar kemungkinan menemukan kuman H.influenzae dan S, pneumonia, spesimen hendaknya diperiksa di laboratorium dalam waktu 3 jam setelah spesimen didapatkan? + Imunoglobulin serum (Ig G, Ig A, Ig M) dan elektroforesis serum : sesuai indikasi + IgE serum, tes skin prick : untuk mencari kemungkinan aspergilus + Bronkoskopi dilakukan bila:* © Pada kasus kelainan lokal : untuk menyingkirkan adanya obstruksi proksimal © Pemeriksaan sputum negatif dan tidak membaik dengan pengobatan © Jika pada pemeriksaan HRCT (high-resolution CT scanning) dicurigai adanya infeksi mikobakterium atipikal dan kultur sputum yang negatif. © Bronkoskopi saluran napas bawah dengan pengambilan sampel, tidak dianjurkan dilakukan secara rutin pada pasien dengan bronkiektasis. + Pemeriksaan fungsi silia :+ ‘kukan jika ada riwayat kelainan kronik pada saluran napas atas, otitis media, atau adanya riwayat otitis media kronik saat anak-anak, bronkiektasis di lobus medius, infertilitas, atau dekstrokardia. © Tes sakarin dan/atau NO ekspirasi dari hidung dapat digunakan untuk menyingkirkan kelainan yang tidak membutuhkan pemeriksaan fungsisilia. * Rontgen thoraks : dapat menunjukkan tram track yang menandakan adanya dilatasi jalan napas, gambaran sarang lebah, kista-kista kecil dengan air fluid level (13 9), bercak-bercak pneumonia, fibrosis, kolaps, bahkan dapat menunjukkan gambaran paru normal (7%)? + Pemeriksaan Faal paru:* © Tergantung pada luas dan beratnya penyakit © Bronkiektasis ringan : fungsi ventilasi masih normal © Keadaan berat dan difus: VC (vital capacity) dan FEV1 (forced expiratory volume in 15) cenderung menurun karena obstruksi aliran udara pernapasan. + CT'scan toraks: lebih spesifik untuk bronkiektasis. Bronkiektasis pada CT scan toraks dapat menunjukkan adanya dilatasi jalan napas (tram track atau signet ring yang merupakan area cross sectional dengan diameter minimal 1,5 kali dari pembuluh darah sekitarnya), tidak adanya bronchial tapering (termasuk adanya struktur tubular 1 cm dari permukaan pleura), penebalan dinding bronkus, the “tree-in-bud” pattern, serta adanya kista yang berasal dari dinding bronkus (cystic bronchiectasis) smeriksaan Fungs! Paru Yang Harus Dilakukan Pada Orang Dewasa* PPOK/emfsema Sebemdonsetelah VG FEVI ‘ ‘antibiotic intravena : Antibiotik oral atau nebullsasi — Sprometridan volume a oe a ities carve Pemeriksaan untuk menyingkirkan cystic fibrosis dilakukan terutama pada :* + Usia > 40 tahun dan tidak ditemukan penyebabnya + Ditemukannya S.aureus persisten pada sputum + Adanya malabsorbsi + Infertilitas primer pada laki-laki + Bronkiektasis pada lobus atas + Riwayat steatorrhoea pada anak-anak + Penapisan (screening) mencakup pemeriksaan kadar klo} CFTR genetic mutation analysis. ia pada keringat dan Bronkiektasis karena infeksi mikobakterium non tuberkulosis! Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, yaitu: + Pemeriksaan kultur sputum minimal 2 menunjukkan hasil positif dengan minimal 1 pemeriksaan BAL (bronchoalveolar lavage) cairan sampel positif pada kultur, + Atau pemeriksaan kultur sputum atau cairan pleura minimal 1 hasil positif disertai sampel biopsi histopatologik menunjukkan adanya mikobakterium non tuberculosis (granuloma atau pewarnaan asam-basa positif). DIAGNOSIS BANDING* + Bronkitis kronik + Tuberkulosis paru Abses paru Karsinoma paru, adenoma paru Fistula bronkopleural dengan empiema TATALAKSANA'? Mengontrol infeksi dan meningkatkan sekresi sputum dan higienitas bronkus untuk menurunkan jumlah mikroba dalam jalan napas dan risiko infeksi berulang Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien :* © Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering © Menghentikan merokok © Mencegah/meghindari debu, asap Memperbaiki drainase sekret bronkus dan menjaga higienitas bronkus? © Drainase postural: dikerjakan 10-20 menit 2-4 kali setiap hari, atau sampai sputum tidak keluar lagi, dibantu dengan memberikan tepukan pada punggung pasien. © Mencairkan sputum yang kental: hidrasi, mukolitik, inhalasi uap air panas/ dingin © Mengatur posisi tempat tidur pasien ‘© Nebulisasi dengan bronkodilator dan cairan hiperosmolar (saline hipertonik): Ketika nebulisasi dengan cairan saline hipertonik, sebelumnya diberikan bronkodilator pada pasien yang mempunyai hipereaktivitas bronkus. Sebelum dan 5 menitsetelah dilakukan nebulisasi, FEV1 atau PEF harus diperiksa untuk menilai adanya bronkokonstriksi.* © Fisioterapi dada: drainase postural, chest lapping, oscillatory positive expiratory pressure flutter valve, atau high-frequency chest wall oscillation vest. © Sebelum dilakukan fisioterapi dapat diberikan nebulisasi dengan B2 agonis untuk meningkatkan pengeluaran sputum. ©. Setiap 3 bulan harus dinilai keefektifan terapi. Latihan rehabilitasi paru © Jika ada kesulitan bernapas ketika melakukan aktivitas sehari-hari © Latihan kekuatan otot pernapasan Antiinflamasi © Glukokortikoid oral/sistemik: jika disebabkan ABPA, kondisi autoimun © Glukokortikoid inhalasi: tidak dianjurkan secara rutin, kecuali pada pasien asma.* Anti jamur ©. Jika disebabkan ABPA: itrakonazol Antibiotik © Eksaserbasi akut: patogen terduga paling sering adalah Haemophilus influenzae dan P. aeruginosa. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari. © Pada kasus infeksi MAC dan HIV negatif : makrolid dengan rifampisin dan etambutol © Kombinasi antibiotik tidak diberikan jika infeksi disebabkan H. influenza, Moraxella catarhalis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. © aeruginosa yang sensitif terhadap siprofloksasin dapat diberikan siprofloksasin secara oral sebagai antibiotik lini pertama, dan diganti ke intravena jika tidak membaik, © Nebulisasi dengan antibiotik: jika eksaserbasi 2 3 kali setahun atau episode eksaserbasi yang jarang tetapi diperkirakan menyebabkan morbiditas yang signifikan, Antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur sensitivitas.* Operasi 34 © Tujuan : mengangkat/reseksi segmen atau lobus paru yang terkena © Indikasi: + _ Bronkiektasis terbatas dan dapat tereseksi, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat - Bronkiektasis terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari derah tersebut. © Kontraindikasi: = Bronkiektasis dengan PPOK (penyakit paru obstruksi kronik) - Bronkiektasis berat - _ Bronkiektasis dengan komplikasi kor pulmonal kronik dekompensata © Jenis operasi: elektif dan paliatif (pada keadaan gawat darurat dan tidak terdapat kontraindikasi) © Persiapan operasi: + Pemeriksaan faal paru : spirometri, analisa gas darah, bronkospirometri - CT scan atau USG - Meneliti ada tidaknya kontraindikasi operasi - Memperbaiki keadaan umum pasien Ventilasi non-invasif:? © Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gagal napas kronik akibat bronkiektasis + Pada kasus refrakter: © Operasi dengan reseksi bagian paru yang mengalami supurasi. © Transplantasi paru: sesuai indikasi + Pada kasus eksaserbasi (3 episode dalam setahun) : © Antibiotik oral: siprofloksasin selama 1-2 minggu/bulan © Merotasi jadwal pemberian antibiotik untuk menurunkan risiko resistensi © Makrolid setiap hari atau 3 kali seminggu © Inhalasi antibiotik: tobramycin inhalation solution (TOBN dengan jadwal rotasi 30 hari pemakaian, 30 hari penghentian © Antibiotik intravena intermiten: pada kasus bronkiektasis berat dan/atau resistensi kuman. KOMPLIKASI Perdarahan sampai hemoptisis masif karena kerusakan mukosa pembuluh darah akibat infeksi berulang. Resistensi terhadap antibiotik karena infeksi berat, berulang, atau pemakaian antibiotik terlalu sering Pneumonia dengan /atau tanpa atelektasis, pleuritis, efusi pleura atau empiema, abses metastasis di otak, hemoptisis, sinusitis, kor pulmonal kronik, kegagalan pernapasan, a idosis.** PROGNOSIS Prognosis tergantung etiologi penyebab dan frekuensi eksaserbasi. FEV1 menurun 50-55 ml/tahun, sedangkan pada orang sehat 20-30 ml/tahun. Risiko infeksi berulang dapat diturunkan dengan memberikan vaksinasi pada kasus infeksi pernapasan kronik (seperti influenza, pneumokokus).* Pada kasus berat dan tidak diobati lama harapan hidup <5-15 tahun, Penyebab kematian dikarenakan pneumonia, empiema, gagal jantung kanan, hemoptisis.** UNIT YANG MENANGANI + RSPendidikan _: Departemen IImu Penyakit Dalam Divisi Pulmonologi + RSnon Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSPendidikan _: Departemen Radiologi, Bedah/toraks, Departemen Rehabilitasi Medik * RSnon Pendidikan : Bagian Radiologi, Bedah REFERENSI 1. Baron &. Bronchiectasis and Lung Abscess. In: Fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscaizo J, editors. Harison’s principles of internal medicine. 18th ed. United States of America; The McGraw-Hill Companies, 2012.chapter 258. 2. lseman M. Bronchiectasis. in: Mason: Murray & Nadel's Textbook of Respiratory Medicine, 4" ed. United States of America : Saunders .2005. chapter 39, 3. Rahmatullah P, Bronkiektasis. Dalam: Alwi | Setiat S, Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW. Buku Ajar imu Penyokit Dolam Jd Il Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010: Hol 2297-2304. 4, Bish Thoracic Society. 81S Guideline for non-CF Bronchiectasis A Quick Reference Guide.2010. Diunduh dari www.bri-thoracic.org.uk pada tanggal 30 met 2012. 5. O'Donnell A. Bronchiectosis. Chest 2008;134;815-823, Diunduh dari htip://ches!joumal.chestpubs. ‘org/content/134/4/815,ulLhtm pada tanggal 30 Mei 2012. 6. Pranggono E. Mikobaktetiosis Non-TB. Dalam : Amin Z, Ochian 2, Yuwono A (Eds). Panduan Tattalaksana/Prosedur Respirologi dan Penyakit Kills Par. EMBOLI PARU PENGERTIAN Emboli paru adalah kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus pada arteri pulmonalis paru. Bekuan vena sistemik yang menyangkut di percabangan arteri pulmonalis, merupakan komplikasi Deep Vein Thrombosis (DVT) yang umumnya terjadi pada kaki atau panggul, Faktor predisposisi trombosis vena yaitu:!? * Trias Virchow, yaitu (© Stasis: Imobilitas, tirah baring, anestesi, gagal jantung kongestif/kor pulmonal, trombosis vena sebelumnya © Hiperkoagulabilitas: keganasan, antibodi antikardiolipin, sindrom nefrotik, trombositosis esensial, terapi estrogen, heparin-induced thrombocytopenia, inflammatory bowel disease, Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria, koagulasi intravaskular diseminata, defisiensi protein C dan S, defisiensi antitrombin II] © Kerusakan dinding pembuluh darah: trauma, pembedahan + Keganasan + Riwayat trombosis + Preparat estrogen PENDEKATAN DIAGNOSIS Pada 50 % kasus dapat asimptomatik Tabel 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Emboll Paru’ beraktivitas yang dach snjaton, pucat, sesak ‘eriadi beruiang somoai ‘apes ber berbulan-buian, mudah ig ey lelah, pingsan saat erates ‘Pemeriscan Tidak spesitk, Dapat Peningkatan sunu tubuh, pleural tanda-tanda gagal tsk berupa takioneu {laju rub, suara nopas dan gerck pany jantung kanan akut Pemapasan > 20 kal berkurang padassiyang terkena, (berkeringat, JVP menit), takikardia, ffemitus raba mengercs, pertusi meningkai, bunyi P2 “demam, sianoss, pleural redup pada ssiyangterkena,suara:mengeres. murmur sstolk ‘ub, fande-tand efusi bronchial den egofoni mengeras. daerahkatuepumonal). pleura. Dopat citerukan efus pleura dan wheezing. Pemeriksaan Penunjang? + Laboratorium: DPL, hemostasis (PT, aPTT, INR, aktivitas protrombin, kadar fibrinogen), kadar protein C dan S, ACA + Urin lengkap + Analisa gas darah/AGD: hipoksemia, alkalosis respiratorik + D-dimer plasma: meningkat (sensitif, tidak spesifik). Bila > 500 ng/ml, dilanjutkan dengan pemeriksaan + Foto toraks: menyingkirkan penyebab lain berupa emboli paru infiltrat, efusi, atelektasis, gambaran khas emboli paru Hampton's sign, Westermark’s sign, Palla’s sign, pada sebagian kasus: tidak tampak kelainan + EKG: terutama menyingkirkan penyakitlain, perubahan ST-T tidak spesifik. Inversi gelombang T di V1 - V4, kadang-kadang dijumpai RBBB, fibrilasi atrium. Dapat dijumpai perubahan aksis tiba-tiba, Pada emboli paru masif dapat dijumpai RAD, P pulmonal, $1 Q3 3 (Meginn White Pattern). + Ekokardiografi: jika terlihat adanya peningkatan tekanan atau volume ventrikel kanan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, maka dapat dicurigai adanya emboli paru. Ekokardiografi trans esophageal mempunyai sensitivitas dan spesifisitas mencapai 90 % untuk mendeteksi emboli paru proksimal. + Ventilation/Perfusion Lung Scan: (sensitif, tidak spesifik) © Pada emboli paru: kelainan perfusi tidak disertai kelainan ventilasi, atau kelainan perfusi lebih menonjol © Berdasarkan adanya, ukuran, dan hubungan defek ventilasi-perfusi, hasil dibagi atas: high-probability lung scan, non-high probablity lung scan (= low dan intermediate probability lung scan ), normal lung scan. + USG (ultrasonografi) tungkai. © Indikasi: jika hasil scan menunjukkan non-high probablity lung scan, sedangkan klinis sangat mengarah ke emboli paru, mencari adanya trombosis vena dalam, © Jika hasil scan adalah high-probability lung scan, atau USG kaki positif DVT: diterapi sebagai emboli paru. ‘+ Angiografi pulmoner: baku emas. © Indikasi: hasil diagnostik lain tidak jelas, dan dibutuhkan diagnosis pasti (seperti pada pasien yang tidak stabil, atau yang memiliki risiko tinggi bila diterapi antikoagulan atau trombolitik). Terdapat 2 cara penilaian klinis untuk memprediksi adanya emboli paru Tabel 2. Penilaian klir Faktor predispossi > 65 iahun 41 Riwayat trombosis vena dalam atau emboliparysebelumnya +3 " Riwayat operas! otau fraktur dalam 1 bulan 2 ree Kegonasan 2 Kelunan z yeti pada fungkal bawoh unilateral 8 Batukdorch 42 kins Denyut jantung 75-94 kalimenit 43 2 95 kalimenit : 45 Nyeri tekan pada tungkal bawah dan edema unilateral +4 Kelerangan emungknan emboli paru: rendat : skor 0-3 sedang :skor 4-10 finggl :skor 2 11 Tabel 3. nilaian Klinis Berdasarkan Skor Wells! forpredispossi __Rivayat omboss vena dolam atau embol pry sebelumaya Riayat operasictav imobiscs +15 Kegoneson_ + Kelvhan ~ Batuk darah +1 2 Klis enyut jantung >100 kali/menit +15 Tanda kiinis frombosis vena dalam +3 “Adanya attematif diagnosis sei +3) Kemungkinan emboli paru: rendaih: kor 0-1 sedang :skor 26 tinggi skor= 7 emungkinan emboll paru kecil kc skor 0-4, secongkan kemungkinan paru besarjika skor> 4 DIAGNOSIS BANDING Pneumonia, bronkitis, asma bronkial, bronkitis kronis eksaserbasi akut, infark miokard, sindrom koroner akut, edema paru, kanker paru, pneumotoraks, kostokondritis, aorta dissekans, tamponade, fraktur iga, hipertensi pulmoner primer, nyeri muskukoskeletal, ansietas? | ako ngaisunpek enbol pow Sengon ipotens clavrenioton 1 Chacan eae | Teese | ‘veroae vente! Kanon | f 1 Chacon eedio i | | dan paren stati [*{E1220] Pest east [E=ipenveba6] [ Pemerisaon in Toropiembot pau. | [Catpenvebse] ton | [rac tonaca dan bs perimoongken rombois ten patient tah ‘tau embolakom | Gambar 1. Algoriima Pendekatan Diagnosis Bersiko Tinggi Emboll Paru dengan Gangguan | Hemodinamik’ | Tito rendoh suspak embal paw Yanpa hipotens ctu renjatan | Taneniacan eemratinen ins embat pan Rea EAR es prone Femonatnan Kemonakinon cembol parurendoh ember peru tna J Pemetlsoan ‘Dome f 1 { 1 Tiaacaaa | Aa Taakods 7a cembot par || embotpow | Lembaipou | — | embotipars J 1 1 Tsar 1 "aarareran eas] [raga itera |_| | pemertsean ionat co) Gambar 2. Aigoritma Pendekatan Diagnosis Berisiko Rendah Emboll Paru Tanpa Gangguan Hemodinamik’ TATALAKSANA Terapi Suportif* Oksigen Infus cairan Inotropik: dobutamin drip, bila hipotensi, atau tanda-tanda gagal jantung akut lain Vasopresor sesuai indikasi Anti aritmia sesual indikasi Analgetik Terapi Emboli Paru Akut®* Unfractionated heparin (UFH) © Bolus inisial intravena 80 IU/kgBB atau sekitar 5.000 IU, dilanjutkan dengan drip 18 1U/kgBB/jam IV © Pemantauan dengan pemeriksaan aPTT setiap 6 jam: target <1.2 kali kontrol Tabel 4. Perubahan Dosis Berdasarkan Nilai aPTT1 Low Molecular Weight Heparin (LMWH) © Diberikan subkutan tiap 12 jam Enoxaparin 1 mg/kgBB subkutan Dalteparin 200 IU/kgBB subkutan Nadroparin 0,1 mL/kgBB Tinzaparin 175 U/kg satu kali sehari Fondaparinux (diberikan sekali sehari). Beratbadan < 50 kg dosis Smg, berat 50-100 kg dosis 7.5 mg, dan berat > 100 kg dosis 10 mg, eo000 Terapi Emboli Paru*? ‘Trombolitik : © Indikasi: emboli paru masif, pemberian dipertimbangkan jika emboli paru tanpa gangguan hemodinamik, tetapi berisiko tinggi (emboli paru submasif), adanya trombois vena dalam, adanya penyakit jantung atau paru yang belum ‘mengalami perbaikan dengan pemberian heparin, dan risiko perdarahan rendah © Streptokinase: dosis loading 250.000 IU dalam larutan garam fisiologis atau glukosa 5% drip IV dalam 30 menit. Dilanjutkan 100.000 IU per jam drip IV, selama total 24-72 jam. Perbaikan biasanya terlihat dalam 24 jam. © Urokinase 4400 unit/kgBB/jam selama 12-24 jam, Perbaikan biasanya terlihat dalam 12 jam. © Recombinant tissue plasminogen activator (rTPA) 100 mg dalam 2 jam atau 0.6 mg/kgBB dalam 15 menit. Dosis maksimum 50 mg. © Terapi trombolitik terbukti mengurangi obstruksi dan memperbaiki hemodinamik. © Kontraindikasi absolut: - Stroke hemoragik atau stroke yang tidak diketahui penyebabnya ~ Stroke iskemik yang terjadi dalam 6 bulan ~ Kerusakan susunan saraf pusat atau keganasan - Baru saja terkena trauma /operasi/trauma kepala (dalam waktu 3 minggu) - Perdarahan saluran cerna dalam waktu 1 bulan - Adanya perdarahan © Kontraindikasi relatif: - Transient ischaemic attack dalam 6 bulan = Mengkonsumsi antikoagulan oral = Kehamilan atau 1 minggu setelah melahirkan - Non-compressible punctures - Hipertensi refrakter (tekanan darah sistolik > 180 mmHg) = Penyakit hati lanjut - Endokarditis infektit - Ulkus peptikum aktif - Traumatic resuscitation Percutaneous catheter embolectomy and fragmentation: © Tujuan: menghilangkan obstruksi dari arteri pulmonal © Indikasi: sebagai alternatif jika ada kontraindikasi absolut terapi trombolitik, jika ada kegagalan terapi trombolitik untuk memperbaiki hemodinamik, atau sebagai alternatif operast jika akses bypass kardiopulmonal tidak tersedia. ‘Trombektomi IVC filter: pemberian antikoagulan ada kontraindikasi atau tidak ada perbaikan hemodinamik setelah Terapi Preventit Tabel 5. Terap! Tromboprofilaksis pada Emboll Paru”? Terapi Jangka Panjang + Warfarin: dimulai bersamaan dengan pemberian heparin dengan dosis awal 5 ‘mg/hari, Pemantauan dengan pemeriksaan INR tiap 1-3 hari : target INR 2 - 3. Bila INR < 2: dosis dinaikkan ¥% tablet /hari, bila INR > 3: dosis diturunkan, bila INR 2-3: dosis dipertahankan ‘Meneniukon ike dan nis embol par re re Nomotensidan Normotensi dan = venticelkanan normal_||_ventikel kanan hipokinesis Hecitont Pencegohan Teropl dbesvaikan sekunder _masing-masing individu ‘Tete iprnee ihoaguai = ‘Antikoagulan Embolekiom seat PENS dan tromboisis | | kateter/operasi Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan Emboli Paru? KOMPLIKAS! Sindroma posttrombotik (25%) berupa nyeri dan edema, Emboli paru berulang (1% pada emboli paru pertama kali- 5% dalam setahun pada emboli paru berulang), gagal napas, gagal jantung kanan akut, hipotensi / renjatan kardiogenik. Komplikasi diagnostik: reaksi alergi terhadap zat kontras. Komplikasi terapi: perdarahan (termasuk intra-kranial), heparin-induced thrombocytopenia, nekrosis kulit, warfarin embriopati. PROGNOSIS Prognosis baik jika terapi yang tepat dapat segera diberikan. Prognosis juga tergantung pada penyakit yang mendasarinya, ketepatan diagnosis, dan pengobatan yang diberikan. Umumnya prognosis emboli paru kurang baik. Angka kematian karena emboli paru mencapai 15% dalam 6 bulan. Sedangkan pada emboli paru masif 70% ‘mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan akut. Prognosis juga buruk pada pasien emboli paru kronik dan sering mengalami serangan ulangan. Resolusi komplit dapat tercapai dalam waktu 7-19 hari, tergantung dari waktu mulai terapi, adekuat tidaknya terapi, dan derajat emboli paru.*4° UNIT YANG MENANGANI + RSPendidikan _: Departemen Ilmu Penyakit Dalam ~ Divisi Pulmonologi, Kardiovaskular, Hematologi-Onkologi Medik. + RSnon Pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSPendidikan _: Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Departemen Radiolog, Patologi Klinik, Bedah / toraks + RSnon Pendidikan _: Bagian Bedah, Patologi Klinik, Radiologi REFERENSI 1. Torbicki A, Pertier A, Konstantinides S. Guidelines on the diagnosis and management of acute pulmonary embolism. European Heart Joumal (2008) 29, 2276-2315.Diunduh dari www.escardio. corg/guidelines pada tanggol 23 Juni 2012. 2. Goldhaber SZ. Deep Venous Thrombosis and Pulmonary Thromboembolism. In: Fauci A, Kasper , Longe D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscazo J, editors. Haison’s principles of internal medicine. 18th ed, United States of America; The McGraw-Hill Companies, 2012.chapter 262. Fedullo PF, Moris TA. Pulmonary Thromboembolism. in : Mason: Murray & Nadel's Textbook of Respiratory Medicine, 4th ed. United States of America : Saunders 2005. chapter 48 4, Rahmatullah P. Tromboembol Paru. Dalam: Alwi|, SetiatiS, Setiyohad B, Simadibrata M, Sudoyo ‘AW, Buku Alar imu Penyakit Dalam Jif Il EdlsilV. Jakarta: Interna Publishing: 2006: Hal 1050-1056, Diunduh dari Chest 2008;133:4548 pada tanggal 23 Juni 2012. Diunduh dri NEJM 2008:359:2804 pada tanggal 23 Juni 2012. Diunduh dari Chest 2008;133:381S pada tanggal 23 Juni 2012. Diunduh dari Cire 2003;107:1~4 pada tanggal 23 Juni 2012. Rasyid A. Embol Paru. Dalam: Amin, Dahlan Z, Yuwone A (Eds). Panduan Tatalaksana/Prosedur Respirologi dan Penyaikt Kits Paru, FLU BURUNG PENGERTIAN Flu burung (avian influenza) merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa mengenai unggas. Subtipe virus influenza yang lazim mengenai manusia adalah dari kelompok H1, H2, H3, sertaN1 dan N2 dan disebut sebagai human influenza. Secara ringkas virus ini dikenal dengan virus A (HSN1).! PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis'? + Gejala sistemik mendadak: sakitkepala, demam, menggigil, mialgia, malaise, batuk, radang tenggorokan + Keluhan gastrointestin: + Identifikasi untuk kelompok risiko tinggi: pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/insinyur peternakan), pekerjalaboratorium yang memproses sampel pasien, pengunjung peternakan/pemrosesan unggas dalam 1 minggu terakhir, pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan/atau babi serta produkmentahnya dalam 7 hari terakhir, atau pernah kontak dengan penderita flu burung dalam 7 hari terakhir, liare Pemeriksaan Fisik'? + Febris, takipneu, takikardi + Konjungtivitis + Ronkhi kasar pada kedua lapang paru Pemeriksaan Penunjang!? + Laboratorium larah perifer lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, kreatin kinase, analisa gas darah + Uji konfirmasi : © Kultur dan identifikasi virus HSN1 © Uji Real Time Nested PCR untuk HS © Serologis immunofluorescence test (IFA), uji netralisasi, uji penapisan dengan rapid test, HI test, atau ELISA + Radiologis (tidakada gambaran khas) : foto toraks PA/lateral ditemukan gambaran infiltrat bilateral luas, difus, multilokal, atau tersebar (patchy), atau dapat berupa kolaps lobar Kriteria diagnosis flu burung menurut Departemen Kesehatan RI (2005) : + Pasien dalam observasi Demam >38°C disertai 1 atau lebih gejala berikut : © Batuk, ©. Sakit tenggorokan, © Pilek, © Napas pendek/sesak napas (pneumonia) dimana belum jelas ada/tidaknya kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya. Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis, dan pemeriksaan laboratorium. + Kasus suspek AI HSN1 (dalam pengawasan) Demam >38°C disertai 1 atau lebih gejala berikut : © Batuk, sakit tenggorokan, pilek, napas pendek/sesak napas, pneumonia dan diikuti salah satu atau lebih keadaan: 1. Pernah kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan/atau babi serta produkmentahnya dalam 7 hari terakhir, 2. Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang tidak biasa | dalam 14 hari terakhir sebelum timbulnya gejala, 3. Pernah kontak dengan penderita flu burung konfirmasi dalam 7 hari | terakhir sebelum timbulnya gejala, | 4, Pernah kontak dengan spesimen Al HSN1 dalam 7 hari terakhir sebelum | timbulnya gejala (pekerja lab), 5. Ditemukannya leukopeni <3000/uL, 6. Ditemukan adanya titer antibodi HS dengan pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA untuk influenza A tanpa subtipe. ATAU © Kematian akibat acute respiratory distress syndrome (ARDS) dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini: 1) leukopenia atau limfopenia dengan/tanpa trombositopenia (trombosit <150.000/u1L), 2) gambaran pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru yang makin meluas pada foto toraks serial + Kasus probabel Al HSN1 Kriteria kasus suspek ditambah dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini : © Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4x terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA © Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 (dideteksi dengan antibodi spesifik HS dalam spesimen serum tunggal) menggunakan tes netralisasi (dikirim ke referensi laboratorium) © Dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/gagal napas/meninggal dan terbukti tidak ada penyebab lain + Kasus konfirmasi Al H5SN1 Kasus suspek atau probabel dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini: © Kultur virus influenza A/HSN1 (+) © PCRinfluenza A/HSN1 (+) ©. IFAtest ditemukan antigen (+) menggunakan antibodi monoklonal influenza A/ HSN1 © Kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/HSN1 sebanyak 4x dalam paired serum dengan uji netralisasi Kriteria rawat + Suspek flu burung dengan gejala Klinis berat yaitu 1) sesak napas dengan frekuensi napas 230x/menit, 2) nadi 2100x/menit, gangguan kesadaran (+), 3) kondisi umum lemah + Suspek dengan leukopenia + Suspek dengan gambaran radiologis pneumonia + Kasus probabel dan konfirmasi DIAGNOSIS BANDING Pneumonia TATALAKSANA'? + Prinsip penatalaksanaan adalah istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, antibiotik, perawatan respirasi, antiinflamasi, dan imunomodulator + Antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yaitu 48 jam pertama © Penghambat M2 : amantadine, rimantidin dengan dosis 2 x 100 mg/hari atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari © Penghambat neuramidase (WHO) : zanamivir, oseltamivir (tamiflu) dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu + Pedoman Departemen Kesehatan RI: © Kasus suspek: oseltamivir (tamiflu) 2x75 mg selama § hari, simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi © Kasus probabel : oseltamivir (tamiflu) 2 x 75 mg selama 5 hari, antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika ada indikasi (pneumonia berat, ARDS). Respiratory care di ICU sesuai indikasi. + Profilaksis pada kelompok risiko tinggi : oseltamivir 1x 75 mg selama 1-6 minggu KOMPLIKASI Pneumonia dan manifestasi ekstrapulmonal seperti diare dan keterlibatan sistem saraf pusat. Kematian berkaitan dengan disfungsi sistem multipel, termasuk gagal jantung dan ginjal? PROGNOSIS Berkaitan dengan derajat dan durasi hipoksemia. Angka mortalitas dari semua kasus sampai saat ini mencapai 60%. Risiko mortalitas tergantung dari derajat penyakit respirasi daripada komplikasi bakteri (pneumonia). Hanya sedikit bukti yang tersedia yang menunjukkan efek jangka panjang dari korban selamat? UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan: Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi + RSnon pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, UNIT TERKAIT + RS pendidikan: Radiologi/Radiodiagnostik, Patologi Klinik + RSnon pendidikan: Bgian Radiologi, Bagian Patologi Klinik REFERENSI 1. Nainggolan L, Rumende CM, Pohan HT. Influenza Burung. Dalam : Sudoyo A, Setiychadi 8, Alwi |.et al. Buku Ajar imu Penyakit Dalam, Edsi V. iid Il, 2009. Hal 2786-9. 2. Keliat EN. Pneumonia Virus. Dalam : Amin Z, Dahian Z, Yuwono A (Eds). Panduan Tatalaksana/ Prosedur Respirologi dan Penyakit Kits Paru. 3. Dolin RO. influenza. In: Longo DL. Fauci AS, Kasper DL, HouserL, Jameson Jl, Loscalzo J. Hartson's Principles of Internal Medicine. 18"Edition. New York, McGraw-Hill, 2012. GAGAL NAPAS PENGERTIAN Gagal napas adalah suatu kondisi kegagalan sistem pernapasan pada fungsi pertukaran gas seperti oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida dari darah vena, Gagal napas juga didefinisikan tekanan oksigen arteri (Pa 0,) <60 mmHg (8.0 kPa) dan/atau tekanan karbondioksia arteri (Pa CO,) >45 mmHg (6.0 kPa). Sistem pernapasan terdiri dari :* Paru-paru: sebagai organ pertukaran gas Sistem pompa yang memventilasi paru-paru :terdiri dari dinding dada, ototpernapasan, pusat pernapasan di susunan saraf pusat (SSP), dan jalur yang menghubungkan SSP dengan otot pernapasan (saraf spinalis dan saraf perifer) Gagal napas dapat terjadi karena 2 mekanisme yaitu : Gagal napas Sara aed Mey Kegagalan paru Kegagalan pompa q v Kegagalan perlukaran udara Kegagaian venfilasi yang yong ditandai dengan hipoksemia | | _ditandai dengan hiperkapnia ‘Gambar 1. Algoritma Tipe Gagal Napas' Penyabab gagal napas yaitu : Tabel 1. Penyebab Gagal Napas Berdasarkan Onset Kejadian’ | Penyakit paru dan jalan nepas: Lain-ain Kronik Penyakit poru dan jalan napas Abnormalitas dinging dada Penyakit paru dan dinding dada: ‘Abnomatitas susunan saraf pusat ‘Asma akut, penyakit paru obstuktif kronikc ‘eksaserasi akut, pneumonia, obsiruksi jalan napas atas, bronkiektosis Sepsis, rejatan sikulos| enyakit pary obstruktif kronik [bronkits, ‘emifisema, bronkiektasis) Obesitas, kifoskolosis, efusi pleura, gangguan neuromuskular Polimiositi,sklerodlerma, SLE Hipoventilasi alveolar primer (Ondine’s curse) Loin-ain ‘Malnutrs, gangguan elekiroli, kelainan endokrin, Gagal napas mempunyai beberapa tipe yaitu : Tabel 2. Tipe Gagal Napas"* Tipe! Gagalnapas _ Disebabkan karea ventilas/perfusl yang tidak seimbang) hipoksemia —_peningkatan shunt, gangguan dlfus hipoventis alveolar. Fakior | okt tisko: Distungsi kardiok “# Ifeksi puimonal atau aspirasi * Tromboemboli vena Penyakit poru obstukti * Trauma toraks: pneumotoraks, hemotoraks, konfusi par Tetlaci Karena adanya hipoventias’ alveolar dan ketidakmampuan mengeliminasikarbondioksida yang disebabkan: ‘+ Gangguan pada SSP dolam mengonttol pemapasan intoksikas! ‘obat-obatan, trauma batang otak, hipotircid, Kelainan napas soat fidur) ‘* Melemahnya ofot pernapasan karena gangguan fungsi neuromuskular (miastenia gravis, sindroma Guillain Barre, skieross lateral amiotrofk, trauma nerwusfrenikus) ‘= Peningkatan beban sistem respiras: = meningkatnya beban resisiive: bronkospasme = menurunnya compliance paru: edema elveolar, atelekioss, intrinsic postive end-expiratory pressure (autoPEEP) = menurunnya compliance dinding dada : pneumotoraks, efus pleura, dlstensi abdomen = meningkatnya kebutuhkan ventilasi/menit: emboli poru dengan peningkatan dead space fraction, sepsis. Akibat atelektass, tefiedi paling sering pada periode perioperatit sehingga dsebut kegagalan napas perioperatit. Disebabkan hipopertus ofot pemapasan pada pasien dengan fejatan, Pasien dengan rejaton mengalami distress pernapasan katena edema paru, lakiat asidosis, dan anemia. Tipe ll Gaga napos hiperkapnia Tipe tt Tipe lv DIAGNOSIS Tabel 3. Diagnosis Gagal Napas'* Pemeriksaaan penunjang Laboratorium : DPL. Analisis gas darah Foto toraks Kateter Swan Ganz dengan monitor - tekanan kapiler paru (PCWP) EKG CT (computed tomographic) angiography toraks: sesuai indikasi Bronkoskopi: sesuai indikasi DIAGNOSIS BANDING Edema paru, ARDS TATALAKSANA Tipe! Mengobatai penyakit dasar Oksigen Ventilasi mekanik: pada penyakit berat (ARDS) Bronkodilator © Agonis beta adrenergik: terbutalin, albuterol © Antikolinergik: diberikan kobinasi dengan agonis beta adrenergik Antibiotika: sesuai indikasi Kortikosteroid oral atau parenteral Ekspektoran dan nukleonik Fisioterapi dada emperbaiki ventilasi alverolar menjadi normal, hingga penyakit dasar dapat diobati + Menjaga patensi alan napas: penyedotan secret, drainase postural, stimulasi batuk, perkusi dada, atau dengan pemasangan selang endotrakea atau trakeostomi. + Alat napas buatan: ventilator mekanik + Oksigen: jika ada hipoksemia, diberikan secara hati-hati KOMPLIKASI + Komplikasi paru: emboli paru, barotrauma, fibrosis pulmonal. + Komplikasi kardiovaskular: hipotensi, cardiac output menurun, aritmia, perikarditis, infark miokard akut PROGNOSIS. Prognosis tergantung dari penyakit penyebab dan komorbid. Kematian pada kasus gagal napas umumnya disebabkan karena kegagalan multiorgan. Angka kematian pada gagal napas yang disertai kegagalan kardiovaskular, ginjal, atau neurologis sebesar 55.4 %, 57.4 %, dan 48.1 %. Sedangkan angka kematian pada gagal napas dengan kegagalan satu organ sebesar 20.7 %.** UNIT YANG MENANGANI + RSPendidikan _: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi * RSnon Pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSPendidikan _: Departemen Patologi Klinik, Radiologi, Anestesi/ICU + RSnon Pendidikan : Bagian Patologi Klinik, Radiologi, Anestesi/ICU REFERENSI 1. C.Rouss0s, A. Koutsoukou. Respiratory failure. Eur Respir J 2003; 22: Suppl. 47, 3s-14s. Diunduh dari http://er,ersjournals.com/content/22/47_suppl/3s.ful.pdt pada tanggal 20 Juni 2012. 2. Amin 2, Purwoto J. Gagal Napas Akut. Dalam :Simadibrata M, SetialiS, Alwil, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang limu Penyakit Dalam. Jif | EdisIV Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian imu Penyakit Dalam FKUI; 2006,p. 170-75. 3. Vincent JL, de Mendonca A, Cantraine F, Moreno R, Takala J, Suter PM, Sprung CL, Colardiyn F, Blecher S: Use of the SOFA score to assess the incidence of organ dysfunction/failure in intensive Care units: results of « multicenter, prospective study. Working group on ‘sepsis-related problems’ of the European Society of Intensive Care Medicine. Crit Care Med 1998, 26: 1793-1800. 4. Amin Z, Pitoyo CW. Gagal Nopas. Dalam : Amin Z, Dahlan Z, Yuwono A (Eds). Panduan Tatalaksana/Prosedur Respirologi dan Penyakit Kris Paru MASSA MEDIASTINUM PENGERTIAN Mediastinum adalah regio di dalam rongga dada di antara rongga pleura yang di dalamnya terdapat jantung dan organ lain, kecuali paru-paru. Batas-batas mediastinum yaitu sebelah lateral dibatasi oleh pleura parietalis, anterior oleh sternum, posterior oleh kolum vertebra, superior oleh thoracic inlet, dan inferior oleh diafragma, Daerah mediastinum terbagi menjadi 3 yaitu :!2 + Mediastinum anterior + Mediastinum media + Mediastinum posterior Massa mediastinum adalah lesi spesifik yang ditemukan di dalam mediastinum, bail dari metastasis atau tumor dari lokasi intratorakal lain yang menginvasi ke dalam mediatinum, seringkali ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan. Etiologi dari massa mediastinum dapat dibagi berdasarkan lokasi dari massa : Tabel 1. Etiologi dari Massa Mediastinum? ‘Mediastinum anterior kelenjarfimus, perluasan Kelenjar jio1d paar saluran limfe dan kelenjar getah benina, jaringan ikct ‘Mediastinum media Jantung, perikardium, arkus aorta dan pembuluh dorah besor, hilus, Keloniorgetch bbening, vena inominata dan vena kava superior, nervus Phrenikus, nervus vagus bagian atas, jaringan ikat Mediastinum posterior corta torakalis desending, esofagus, duktus torasikus, vena azigos, vena hhemiazigos, dan kelenjar geiah bering bagian posterior, nervus vagus tbagian bawah, jaringon ikt. Ada banyak jenis massa mediastinum, yang tersering ditemukan : Tabel 2. Jenis Massa Mediastinum yang Tersering Ditemukan? Developmental cysts 21 Tumor neurogeni 21 Timome 19 Limfoma, 13 Germ cell fumors u ‘Tumor mesenkim 7 Tumor endokin{troid, paratcid, kasinoid) ‘ Keganasan ain 3 PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan dapat disebabkan karena efek lokal atau gejala sistemik sesuai dengan jenis tumor, yaitu :? + Keluhan sesuai tirotoksikosis pada gondok intratoraks + Sindroma cushing pada timoma dan tumor karsinoid + Diare pada ganglioneuroma Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan Penunjang Tabel 3. Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Penunjang Berdasarkan Jenis Tumor ** Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosis massa mediastinum: + Rontgen toraks: menentukan lokasi, karakteristik tumor (ukuran, bentuk, densitas, dan invasinya) CT (computed tomography) scan toraks: $ © Tujuan: - _ menentukan lokasi massa (anterior, media, atau posterior) - _ karakteristik tumor (ukuran, bentuk, densitas) - _ memperkirakan asal tumor (neural, esophagus, atau dari jalan napas) = Penyebaran dan kompresi ke struktur sekitar © Dengan kontras dapat terlihat jelas: gondok, adenoma paratiroid, penyakit castleman, lesi vaskular, paraganglioma, dan beberapa lesi metastasis. © Berdasarkan densitas massa: - Massa yang mengandung cairan: gondok, kista timus, timoma, teratoma, limfoma, nodus nekrotik dari inflamasi atau keganasan (kista perikardium, bronkogenik, dan oesophageal duplication cysts) = Mengandung lemak (densitas rendah): timolipoma, teratoma ~ Mengandung kalsifikasi: gondok, timoma, limfoma, tumor karsinoid, massa inflamasi (tuberkulosis, histoplasmosis, sarkoid), aneurisma © Kelebihan CT scan dibandingkan MRI: - Spatial resolution. - Dapat mendeteksi kalsifikasi dan destruksi tulang - Skrining hati, paru-paru, dan metastasis adrenal dalam sekali pemeriksaan - Dapat digunakan sebagai pemandu aspirasi jarum untuk biopsi massa - Alat lebih banyak dijumpai © Kekurangan: - Paparan terhadap radiasi = Pemakaian kontras (iodinated contrast agent) MRI (magnetic resonance imaging) * © Kegunaan : - Memberikan informasi mengenai sumber massa, lokasi, dan penyebaran ke struktur sekitar. - Mengkonfirmasi adanya lesi kistik pada mediastinum yang tampak solid pada CT scan. - Menggambarkan adanya jaringan lemak intralesi yang jumlahnya sedikit - Mendiagnosis: hemangioma, teratoma, atau hematopoiesis ekstramedular. - Tumor neurogenik (75 % kasus massa mediastinum posterior) © Kelebihan : - Potongan lebih banyak = Resolusi tinggi - Tidak menggunakan zat kontras © Kekurangan: + Keterbatasan alat + Lebih mahal PET (positron emission tomography) § © Memberikan informasi mengenai abnormalitas mediastinum, informasi tentang metabolism dan penyebaran penyakit. © Sensitivitas dan spesifisitas mencapai 90-95 % © Kerugian: biaya mahal dan keterbatasan fasi Angiografi® © Indikasi: + Jika ada kecurigaan adanya keterlibatan vaskular (aneurisma, haemangioma, dan malformasi arteriovenosus) - Memastikan invasi ke vaskular oleh tumor = Embolisasi pada lesi vaskular sebelum operasi Biopsi jaringan’ © Kegunaan: untuk diagnosis definitif dan tatalaksana lanjut © Komplikasi: perdarahan, pneumotoraks © Dapat dilakukan dengan endoscopic ultrasonography (EUS) : + Menggambarkan secara akurat aortopulmonal, nodus subkarina, mediastinum posterior dan inferior yang tidak dapat terdeteksi dengan CT scan, + Dapat digunakan untuk pemandu aspirasi jarum halus (free needle aspiration/FNA) massa mediastinum. - Sensitivitas dan Spesifitas EUS: 84,7 % dan 84,6 % ~ Sedangkan jika EUS dikombinasi dengan FNA, sensitivitas dan spesifisitas menjadi 88 % dam 96,4 %. © Endobronchial ultrasound (EBUS) dan EBUS transbronchial needle aspiration (EBUS-TBNA). - Menggambarkan lesi paratrakeal dan peribronkial utama - Digunakan untuk panduan FNA © Transthoracic atau transesophageal needle biopsy: untuk lesi yang mudah diakses yang tidak dapat dilakukan reseksi primer. © Mediastinoscopy atau mediastinotomy: untuk lesi yang mudah diakses jika pemeriksaan lain tidak berhasil. Operasi reseksi primer © Pendekatan diagnosis terakhir dan dapat digunakan sebagai pilihan terapi DIAGNOSIS BANDING Sesuai etiologi tabel 1.57 TATALAKSANA Tergantung etiologi. KOMPLIKASI Obstruksi trakea, sindroma vena kava superior, invasi vaskular dan perdarahan katastropik, serta ruptur esofagus.*? PROGNOSIS Prognosis tumor mediastinum jinak umumnya cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Sedangkan tumor mediastinum ganas tergantung dari keparahan penyakit dan komorbid, Umumnya penyakit infeksi berespon baik terhadap terapi konvensional, sedangkan penyakit infeksi berespon baik dan cepat terhadap pemberian antibiotik yang tepat dan tindakan bedah.*” UNIT YANG MENANGANI + RSPendidikan _: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Pulmonologi + RSnon Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSPendidikan _: Departemen Radiologi, Radioterapi, Bedah / toraks + RSnon Pendidikan : Bagian Radiologi, Bedah REFERENS! 1. Light RW. Disorders of the Pleura and Mediastinum. In: Fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, HauserS, Jameson J, Loscaze J, editors. Harrison's principles of intemal medicine. 18th ed. United States of America; The McGraw-Hill Companies, 2012.chapter 263. 2. Pork D, Vallieres E.Tumors and Cysts of the Mediastinum. in : Mason: Mutray & Nade's Textbook of Respiratory Medicine, 4th ed. United States of Ametica : Saunders .2005. chapter 71. DDiundiuh dari ww.chestioumal.chesipubs.org pada tanggal 30 Mei 2012. Amin Z. Penyakit Mediatinum. Dalam: Alwi|, SefialS, Setiyohadi 8, Simadiibrata M, Sudoyo AW. Buku Alar imu Penyakit Dalam Jiid Il Edis! V. Jakarta: Interna Publishing; 2010: Hal 2249-2253. 5. Amin Z. Tumor Mediastinum. Dalam : Amin Z, Dahlan Z, Yuwone A (Eds). Panduan Tatalaksana/ Prosedur Respirologi dan Penyakit Kits Parv. 6. Diagnostic Imaging Pathways : suspected mediastinal mass. 2011. Diunduh dati http://www. imagingpathways.health.wa.gov.cu/includes/pat/med_mass.pdf pada tanggal 30 Mei 2012. 7. Haas C, Hogp M. A mediastinal mass. The journal of family practise vol 59, no 6 Juni 2010. Diundiuh dari http://www.jfponiine.com/Pages.asp#AID=86968isse=June%2020108UID= pada: tanggal 30 Mei 2012. PENYAKIT PARU KERJA PENGERTIAN Penyakit paru interstitial merupakan istilah klinis bagi sekelompok gangguan traktus respiratorius bagian bawah yang meninggalkan jejas pada parenkim paru, dan memberikan gambaran klinis, radiologis, dan manifestasifisiologis atau patologis yang sama. Penyakit paru kerja adalah sekumpulan diagnosis yang disebabkan oleh inhalasi debu, zat kimia, atau protein. “Pneumokoniosis” merupakan istilah yang digunakan untuk penyakit yang berkaitan dengan inhalasi debu mineral. Keparahan penyakit ini berkaitan erat dengan materi yang dihirup, intensitas, dan durasi dari paparan terhadap materi tersebut. Bahkan beberapa orang yang tidak bekerja di industri pun dapat terkena penyakit ini melalui paparan tidak langsung.* Berikut daftar penyakit paru kerja, zat paparan, dan waktu terpapar sampai onset timbul gejala tercantum pada tabel 1. Tabel 1. Daftar Penyakit Paru Kerja, Zat Paparan, dan Waktu sparan sampai Onset ike fa Peenatainionch Accseroted (10 penggali p c fiat, penambang terowongan, tahun) 5 eketjakonstruksi, pe mbuat —_Kronik atau silkosis Kiosk ee : eat eroaaer ee “(Berabed) Asbestos Asbestosis Primer: penambang, pekerja Tohunan i penggilingan tus pleura asbestos Sekunder: peketja keramik. _jinak (<20 ichun) ‘asbestos insulators freproofing, Pick pleura {iahunan) ship building and repair, brake Indirek : tukang listrik, tukang ledeng, tukeng Kays Batu bara Pheumokoniosis Penambang batu bora Tahunan s/d berabad- abad Bahan kimia reaktif Pneumonitis Hari dari paparen sedethana, produk hipersenstivitas serangga, produk bbinatang, produk fonoman, PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis'*57 + Tempat tinggal pasien * Manifestasi pulmonal dan ekstrapulmonal © Sesak napasterutama setelah beraktivitas (dyspnea on exertion), batuk kering/ non-produktif yang semakin memburuk pada usia pertengahan atau usia lanjut yang tidak diketahui penyebabnya + Tempo perjalanan penyakit + Kebiasaan merokok + Obat-obatan + Riwayat penyakit dahulu dan komorbid + Riwayat penyakit keluarga + Riwayat pekerjaan, paparan lingkungan dalam waktu lama Pemeriksaan Fisk? + Auskultasi paru: crackles (ronki) pada kedua basal paru, terutama saat akhir inspirasi + Jaritabuh + Tanda ekstrapulmonal Pemeriksaan Penunjang'**7 + Laboratorium : darah perifer lengkap, panel kimia, urinalisis © Kasus tertentu: tes serologis (pneumonitis hipersensitivitas, penyakit jaringan ikat), antibodi antinetrofil sitoplasmik, kadar brain natriuretic peptide (BNP) + Radiologis : foto toraks, CT scan toraks dengan resolusi tinggi, foto toraks dan CT scan toraks sebelumnya, ekokardiografi (bila ada indikasi) + Bilas bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage) : identifikasi dan hitung badan asbestos dan seratnya + Tes fungsi paru: spirometri, volum paru, kapasitas difusi, dan oksimetri, analisis, gas darah arteri, cardiopulmonary exercise testing (bila ada indikasi) + Bronkoskopi (bila ada indikasi) + Biopsi paru (bila ada indikasi) DIAGNOSIS BANDING Bronkitis kronis, penyakit paru obstruktif kronis / PPOK, fibrosis paru, kanker paru.! TATALAKSANA'* * Silikosis © Prinsip: mencegah progresifitas penyakit dan timbulnya komplikasi © Terapi suportif, rehabilitasi, oksigen © Pada pasien positif silikosis dengan tes tuberkulin (+), pertimbangkan untuk terapi infeksi TB laten, misalnya profilaksis INH 300 mg/hari + Asbestosis © Tidak ada terapi spesifik yang efektif, terapi umumnya bersifat suportif (sama dengan fibrosis interstitial difus yang tidak diketahui penyebabnya) Vaksinasi influenza dan pneumococcus Terapi oksigen Transplantasi paru dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu Konseling untuk berhenti merokok karena adanya peningkatan risiko kanker paru + Pneumokoniosis coo 0 © Terapi suportif dan rehabilitasi untuk gangguan fungsi paru © Konseling untuk berhenti merokok + Pneumonitis hipersensitivitas KOMPLIKASI Emfisema paru, infeksi tuberkulosis laten, PPOK, kanker paru, mesothelioma, kanker lambung.'* PROGNOSIS Tergantung lamanya paparan, usia saat onset gejala, dan komplikasi yang muncul. UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan __: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi + RSnon pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan _: Radiologi, Patologi Klinik, Mikrobiologi klinik, Patologi Anatomi + RSnon pendidikan : Radiologi, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Mikrobiologi Klinik REFERENSI King Jr. TE. Interstitial Lung Diseases. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, Harrison's Principles of intemal Medicine. 18"Ecition, New York, McGraw-Hil. 2012. Raghu G. Interstitial Lung Diseases. In: Goldman, Ausiello. Cecil Medicine.23%Edition. Philadelphia. Sounders, Elsevier. 2008, King J. TE, Schwarz Ml. Infitrative and interstitial Lung Diseases. in : Mason, Murray, Broaddus,, Nadel. Murray and Nedel's Textbook of Respiratory Medicine. 4” Edition. Philadelphia, Saunders, Elsevier. 2005. Boylan AM, Broadus VC. Pleural Diseases. in: Schraugnagel DE. Breathing in America’: Diseases, Progress, and Hope. American Thoracic Society. 2010. Hal 145-54. Diunduh dari http://www. thoracic.org/education breathing in-america/resources/breathing in-america.paf pada tanggal 23 Mei 2012. Guidotti TL Miler A, Christian’ D, et al, American Thoracic Society Documents : Diagnosis and Initial Management of Nonmalignant Diseases Related fo Asbestos. Am J Respir Ciit Care Med 2004;170:691-715. Ryu JH, Daniels CE, Hortman TE, Yi ES. Diagnosis of interstitial Lung Diseases. Mayo Clin Proc. 2007;82(8):976-986. Diunduh dari hitp://www.cchil.org/hospitalmedicine/images/ resources/091408-024700armILD.pdf pada tanggal | Juni 2012. Posiyan R, Arsyad Zukamain, Tandjung A. Penyakit Paru akibat Ketja dan Lingkungan . Dalam ‘Amin Z, Dahlan 2, Yuwone A (Eds). Panduan Tatalaksana/Prosediur Respirologi dan Penyakit kts Par. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) PENGERTIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara kronis dan perubahan patologis pada paru-paru, beberapa memiliki efek ekstra pulmonal.Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel berbahaya atau gas.” Faktor risiko yaitu perokok aktif atau pasif, tinggal di daerah berpolusi, lingkungan kerja) industri kapas, pertambangan batu bara, pertambangan emas) defisiensi a1 antitripsin# PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Sesak napas yang diperberat oleh latihan, batuk-batuk kronis, sputum yang produlktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala.! Pemeriksaan Fisik? + Lajunapas meningkat > 20 kali/menit, bila sesak napas berat : sianosis (hipoksia berat), retraksi intercostal. + Pemeriksaan paru : barrel chest : meningkatnya diameter anteroposterior (merupakan tanda hiperinflasi), diafragma letak rendah, suara napas melemah, dapat ditemukan ronki dan wheezing. + Suara jantung melemah. Pada PPOK berat dapat ditemukan gagal jantung kanan, kor pulmonal : bunyi jantung kedua meningkat, distensi vena jugular, kongesti hati, edema mata kaki, Pemeriksaan Penunjang + Ujispirometri (standard baku) - Volume Ekspirasi Paksa (VEP)1 / Kapasitas Vital Paru (KVP) atau FEV,/FVC < 70%! = Meningkatnya kapasitas total paru-paru, kapasitas residual fungsional, dan volume residual.! + Rontgen Thorax : paru hiperinflasi, diafragma mendatar:? + Analisis gas darah * Level serum a1 antitripsin sesuai indikasi* PPOK EKSASERBASI AKUT! ~ Gejala eksaserbasi: bertambahnya sesak napas, kadang-kadang disertai mengi, bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum dan sputum menjadi lebih purulen atau berubah warna. ~ Gejala non-spesifik: malaise, insomnia, fatigue, depresi + Spirometri: fungsi paru sangat menurun Etiologi Eksaserbasi Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama Streptococcus pneumonie, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, pajanan polusi udara.* Tabel 1. Klasifikasi Derajat Sumbatan PPOK? VEPI/IVE<70% Ver} > 80% | anererearot ie kronik (batuk, sputum produkt} ‘PROK sedang VEP) / KVP <70% z 20% 12 VEP < 80% prediks ‘Dengan keichan naps pend ferutoma pada saat lathen,terkadang ado keluhan batuk dengan sputum produkiif uw ROK berat VER} / KVP < 70% 30% '< VEP < 50% preciks) Keluhan napas pendek bertambah, kemampucn latihan berkurang, lelah, don ‘eksaserbasi Beruiang sehingga mempengaruh kuaitas hidup pasien ‘PPOK sangat berat VER /KVP <70% EP. <30% preditsi atau VEP! < 50% prediksi + gagol napos kronik PaO, < 60 mmHg dengan/tanpa PaCO, > 59 mmHg Geldia gagaljantung kanan dan atav puimonal Kualtas hidup pasien sangat tergcnggu, eksaserbos! bisa menyebabkan kematian, DIAGNOSIS BANDING ‘Asma dapat berbarengan dengan PPOK, Beda asma dan PPOK dapat dilihat pada asma terjadi peningkatan eosinofil dan obstruksi saluran napas yang terjadi biasanya reversibel, sementara pada PPOK tampak peningkatan neutrofil dan obstruksi saluran napas yang terjadi tidak sepenubnya reversibel. Akan tetapi asma yang sudah berlangsung lama dapat saja menyebabkan terbatasnya aliran udara yang menetap2 Diagnosis banding lain: Bronkiektasis, gagal jantung kongestif.? TATALAKSANA Terapi PPOK Stabil? + Terapi Farmakologis a. Bronkodilator - Secara inhalasi (MDI/ metered dose inhalation), kecuali preparat tak tersedia/ tak terjangkau - Rutin (bila gejala menetap, kapasitas fungsional rendah atau sering kambub sesak) atau hanya bila diperlukan (kapasitas fungsional baik dan kambuh kurang dari 2 kali/ tahun) - 3 golongan: © agonis b-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol, antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid © metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi agonis b-2 dan steroid belum memuaskan + Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi b.. Steroid, pada: - PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid = PPOK dengan golongan C dan D - Eksaserbasi akut ¢. Obat-obat tambahan lain + mukolitik (mukokinetik, mukoregulator): ambroksol, karbosistein, gliserol iodida ~ antioksidan: N-asetil-sistein - imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator); tidak rutin + antitusif: tidak rutin influenza, pneumokok

Vous aimerez peut-être aussi