Vous êtes sur la page 1sur 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun haruslah dipersiapkan
dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau secara berlebihan justru mendatangkan
bahaya baru. Identifikasi racun merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang
diduga sebagai penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya dapat
dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita
berhadapan dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta
memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga mengamati efek dan gejala
keracunan yang timbul.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan.
Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah
satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Bisa
gigitan ular adalah kedaruratan medis, 95% gigitan ular terjadi pada anggota badan sehingga
tindakan pertolongan pertama dapat mudah dilakukan.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi Keracunan ?
2. Apa Etiologi Keracunan ?
3. Apa Saja Faktor Pencetus Keracunan ?
4. Bagaimana Fatofisiologi Keracunan ?
5. Apa Saja Manisfestasi Klinis
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Pada Klien Keracunan ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Medis & Keperawatan Pada Klien Keracunan ?
8. Apa Saja Komplikasi Pada Kasus Keracunan ?

1
1.3.Tujuan
 Tujuan Umum
Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan
keperawatan secara komprehensif terhadap klien keracunan
 Tujuan Khusus
Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan dengan keracunan Maka
mahasiswa/i diharapkan mampu :
1. Mampu Memahami Definisi Keracunan.
2. Mampu Mengetahui Etiologi Keracunan.
3. Mampu Mengetahui Faktor Pencetus Keracunan
4. Mampu Mengetahui Patofisiologis Keracunan
5. Mampu Mengetahui Manifestasi Klinis Keracunan
6. Mengetahui Cara Pemeriksaan Diagnostok Pada Klien Keracunan
7. Mengetahui Penatalaksanann Medis & Keperawatan Pada Klien Keracunan
8. Mengetahui Macam-Macam Komplikasi Pada Kasus Keracunan

1.4.Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini terdapat IV BAB yaitu;
 BAB I PENDAHULUAN terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, &
sistematika penulisan
 BAB II TINJAUAN PUSTAKA terdiri dari konsep dasar teori, definisi, etiologi,
factor pencetus, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostic,
penatalaksanaan medis dan keperawatan, komplikasi
 BAB III TINJAUAN KASUS terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, implementasi, evaluasi
 BAB IV PENUTUP terdiri dari kesimpulan dan saran

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Teori
2.1.1. Definisi
Intoksikasi (keracunan) adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia
untuk membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah
insektisida. Ada dua macam insektisida yang paling banyak digunakan dalam pertanian
adalah :
1. insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon)

2. insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide).

Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus
meningkat. Sifat - sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan
dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan
Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal (intact), juga dapat diserap di paru dan
saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan
IHK.
IFO sebenarnya dibagi 2 macam yaitu IFO murni dan golongan carbamate. Salah
satu contoh golongan carbamate adalah baygon.
Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah, keringat
dan saluran pencernaan, serta kesukaran bernapas. Keracunan terbagi kedalam beberapa
tingkat keparahan antara lain :
1. Keracunan ringan : anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor lidah,
kelopak mata, pupil miosis.
2. Keracunan sedang : nausea, muntah – muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva,
hiperhidrosis, fasikulasi otot dan bradikardi.
3. Keracunan berat : diare, pupil pi – point, reaksi cahaya negatif, sesak napas,
sianosis, edema paru, inkontinensia urine dan feses, konvulsi, koma, blokade
jantung, akhirnya meninggal.

3
2.1.2. Etiologi
Skenario eksposur yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah
keracunanakibat kecelakaan; keracunan berupa tindakan bunuh diri, pajanan melalui
kontaminasilingkungan atau tempat kerja (okupasional). Ada berbagai macam kelompok
bahan yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain :
 Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan seperti
pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas (nitrogen metana, karbon
monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan
organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
 Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan serangga,
gigitan ular berbisa , anjing dll
 Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus cereus,
Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll
 Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis : jamur amnita,
jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

2.1.3. Faktor Resiko / Faktor Pencetus


 Keracunan Obat-obatan, Bisa karena kesalahan pada dosis pemberian atau cara
penggunaan yang tidak benar sehingga menyebabkan keracunan obat.

 Keracunan Bahan kimia, Contoh bahan kimia yang paling sering menjadi penyebab
keracunan di indonesia seperti insektisida yang kurang hati-hati Sehingga beresiko
terjadinya keracunan zat kimia.

 Keracunan makanan, Banyak juga jenis-jenis makanan yang bisa menyebabkan keracunan,
salah satunya adalah sianida yang terdapat pada singkong, atau ichtyosarcotoxion pada
ikan dan juga singkong yang bisa menyebabkan penyumbatan pada tubuli ginjal sehingga
menimbulkan hematuria dan anuria.

 Keracunan bakteri atau jamur, contohnya seperti Toksin botulinus yang terdapat pada
makanan kaleng yang sudah rusak, atau pun enterotoksin yang terdapat pada makanan-
makanan yang sudah basi.

4
 Accidental Poisoning, Ini merupakan keracunan yang terjadi karena tanpa disengaja atau
pun akibat kecelakaan, Jenis Keracunan ini biasa terjadi pada anak-anak balita yang sering
memasukkan benda-benda yang dijumpainya kedalam mulut.
2.1.4. Patofisiologi
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh
susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung
saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar
asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post sinaps,
sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari
asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf
pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi
secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui dulu bahwa didalam
baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah
senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin
esterase bersivat reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus
blood brain barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan
waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang akan mengakibatkan
penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga
terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,
dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin
berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila
ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak
karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan
memperberat syok, asidemia, dan hipoksia

5
Faktor penyebab

Masuknya racun kedalam tubuh melalui mulut / inhalasi pernapasan

Terakumulasi kedalam darah,paru ,hati dan ginjal

Depresi SSP

Distress pernapasan Penurunan kesadaran & depresi pernapasan


Pola napas inefektif Efek toksis pada miokard &
pembuluh darah perifer
Depresi Cardiovascular
Hipotensi,sianosis,syok
Mekanisme Koping inefektif cemas Perubahan perfusi

2.1.5. Manifestasi Klinis


1. Gejala yang paling menonjol meliputi
 Kelainan Visus
 Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
 Gangguan Saluran pencernaan
 Kesukaran bernafas

2. Keracunan ringan
 Anoreksia
 Nyeri kepala
 Rasa lemah
 Rasa takut
 Tremor pada lidah dan kelopak mata
 Pupil miosis

6
3. Keracunan sedang
 Nausea
 Muntah – muntah
 Kejang dan kram perut
 Hipersalifa
 Hiperhidrosis
 Fasikulasi otot
 Bradikardi

4. Keracunan berat
 Diare
 Reaksi cahaya negatif
 Sesak nafas
 Sianosis
 Edema paru
 Inkontinensia urine dan feses
 Kovulsi
 Koma
 Blokade jantung akhirnya meninggal
2.1.6. Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah merah dan
plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik.

 Keracunan akut :
 Ringan 40 – 70 % N
 Sedang 20 % N
 Berat < 20 % N

 Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %, setiap


individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah
meningkat > 75 % N.

b) Pemeriksaan PA
Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya
ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya

7
2.1.7. Penatalaksanaan
Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam keracunan adalah
melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi :
A. Survey Primer (Resusitasi (ABCD) ).
Airway
Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada klien dengan
keracunan baygon, botulisme karena klien sering mengalami depresi pernapasan seperti pada
klien keracunan baygon, botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan
dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal.
Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan
napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan
sesuai BHD (bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan,
lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”,
alat penghisap lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan
pipa ETT.

Breathing = pernapasan.
Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa gas darah atau
spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi
positif diberikan pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap
mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami depresi pernapasan, tidak sadar
dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat berlangsung dengan baik.
Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan
memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang
ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume
darah, sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler.
Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan
suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG

Disability (evaluasi neurologis)


Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS, ukuran dan
reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan
alcohol dan obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan
oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum

8
B. Survey Sekunder
Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar bicara, sesak nafas,
tekanan darah menurun, kejang-kejang, gangguan penglihatan, hypersekresi hidung, spasme
laringks, brongko kontriksi, aritmia jantung dan syhock
Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey skunder adalah sebagai
berikut :
1. Dekontaminas
Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap
racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Ada beberapa dekontaminasi yang
perlu dilakukan yaitu:
a. Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan
inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen
100% dan jika perlu beri ventilator.
b. Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu
dengan memposisikan kepala pasien ditengadahkan dan miring ke posisi mata
yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan
aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah
hilang.
c. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu
dan aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air
kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan
disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan
lembut.
d. Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan
pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi
lambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat
mengurangi jumlah paparan bahan toksik.

9
2. Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang
sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam.
Langkah-langkahnya meliputi :
a. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila
tidak berhasil.
b. Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah
sampai diusus halus dan besar.
c. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya
menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasilnya paling efektif bila
kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal
berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.

3. Antidotum
 Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat
antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial
sangat sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum yang bisa digunakan adalah
Atropin sulfat (SA) yang bekerja menghambat efek akumulasi AKH pada
tempat penumpukannya. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :
a)Pengobatan Pada pasien yang sadar :
 Kumbah lambung
 Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30 menit
sampai terjadi artropinisasi.
 Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap 4
jam selama 24 jam .

10
b) Pada pasien yang tidak sadar
 Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30
menit sampai klien sadar.
 Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai
atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut kering, takikardi,
palpitasi, dan tensi terukur.
 Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4 jam
selama 24 jam.

c)Pada Pasien Anak


 Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat klien muntah.
 Berikan nafas buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan jalan nafas
dari sumbatan– sumbatan.
 Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.
 Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara intra
vena dan dapat diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi.
Kemudian berikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan
selama 24 jam.
 Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra vena
sangat perlahan – lahan atau melalui IVFD
 Pengobatan simtomatik dan suportif.
2.1.8. Komplikasi
Komplikasi yang bisa muncul pada kasus ini diantaranya adalah:
 Shock
 Henti nafas
 Henti jantung
 Kejang
 Koma

11
2.2. Konsep Dasar Askep
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji
dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik,
mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu
Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah kesehatan serta keperawatan.
a. Pengumpulan data
Tujuan :
Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada pasien
sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah
tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual serta faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah dianalisis.
Jenis data antara lain:
 Data Objektif, yaitu data yang diperoleh melalui suatu pengukuran,
pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu tubuh, tekanan darah,
serta warna kulit.
 Data subjekif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan
pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain misalnya; kepala pusing,
nyeri dan mual.
Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi :
 Status kesehatan sebelumnya dan sekarang
 Pola koping sebelumnya dan sekarang
 Fungsi status sebelumnya dan sekarang
 Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
 Resiko untuk masalah potensial
 Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien
b. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir
rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
c. Perumusan masalah
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan.
Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan Asuhan Keperawatan
(Masalah Keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan
medis. Selanjutnya disusun Diagnosis Keperawatan sesuai dengan prioritas. Prioritas
masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan segera.

12
Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan
komplikasi, sedangkan Segera mencakup waktu misalnya pada pasien stroke yang tidak
sadar maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih
parah atau kematian.
Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut
Maslow, yaitu : Keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam
kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan keperawatan
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat
secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000).
Perumusan diagnosa keperawatan :
 Actual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang
ditemukan.
 Resiko : Menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak dilakukan
intervensi.
 Kemungkinan : Menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
 Wellness : Keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga atau masyarakat
dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih
tinggi.
 Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual dan
resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi
tertentu.
2.2.3. Perencanaan / Intervensi
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status
kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan
(Gordon,1994).
Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi
sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang
diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi
konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua
perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan
konsisten.
Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam
laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka
panjang(potter,1997)

13
2.2.4. Tindakan / Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang
diindentifikasi pada tahap perencanaan.

Tahap 2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan
tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan
tindakan keperawatan meliputi tindakan : independen,dependen,dan interdependen.

Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan
akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
2.2.5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat
kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. Sasaran evaluasi
adalah sebagai berikut:
 Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.
 Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di
rumuskan dalam rencana evaluasi.

14
Hasil Evaluasi
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
 Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
 Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga
perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
 Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan sama
sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara
lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor
lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.
Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian sampai
dengan evaluasi kepada pasien ,seluruh tindakannya harus didokumentasikan dengan benar
dalam dokumentasi keperawatan

15
BAB III TINJAUAN KASUS
Klien datang pada tanggal 12 Juni 2016 ke RS Melania dengan kondisi tidak sadarkan diri
dengan mulut berbusa. sebelumnya keluarga klien mengatakan bahwa klien depresi berat dan ingin
bunuh diri sehingga meminum Baygon, keluarga klien mengatakan sebelum dibawa kerumah sakit
klien muntah muntah , klien datang diantar oleh keluarga pada pukul 22.00 WIB dibawa ke IGD,
kemudian klien segera mendapat perawatan intensif.
3.1 Pengkajian

A. Identitas
1. Klien
Nama : Nn. I
Umur : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum kawin
Pendidikan : SMK
Agama : Islam
Alamat : Cibinong, Rt 04/08 Bogor
Pekerjaan : Pelajar
No. RM : 5050
Diagnosis Medis : Intoksikasi (IFO)
Tanggal Masuk : 12 Juni 2016
Tanggal Pengkajian : 12 Juni 2016

2. Penanggung Jawab
Nama : Tn. M
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Cibinong, Rt 04/08 Bogor
Hubungan Keluarga : Ayah Kandung

16
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien dengan Intoksikasi (keracunan) mengalami Sesak Nafas
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang pada tanggal 12 Juni 2016 ke RS Melania dengan kondisi tidak
sadarkan diri dengan mulut berbusa. sebelumnya keluarga klien mengatakan bahwa
klien depresi berat dan ingin bunuh diri sehingga meminum Baygon, keluarga klien
mengatakan sebelum dibawa kerumah sakit klien muntah muntah, klien datang diantar
oleh keluarga pada pukul 22.00 WIB dibawa ke IGD, kemudian klien segera mendapat
perawatan intensif. Pada saat pemeriksaan nafas kussmaul (cepat dan dangkal) dan di
dapat pemeriksaan nafas 29x/menit kesadaran klien menurun ditandai dengan hasil
pengukuran GCS sopor : 9 ( E3, M3, V3)
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga klien mengatakan bahwa klien belum pernah mengalami sesak nafas
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan bahwa tidak ada keluarganya yang memiliki riwayat
penyakit dan belum pernah masuk rumah sakit

C. Primary Survey
1. Airway : Terdapat sumbatan jalan nafas berupa busa yang keluar dari
mulut, RR 29x/menit kasmaul (cepat dan dangkal)
2. Breathing
Look : Adanya pengembangan dinding dada
Listen : Terdengar suara nafas kasmaul (cepat dan dangkal)
Feel : Terasa hembusan nafas
3. Circulation : Tekanan Darah klien : 100/60 mmHg (kuat dan regular), Nadi : 67
x/menit, capillary refill : < 3 dtk
4. Disability : GCS 9 ( E3, M3, V3 ) dan kesadaran sofor

17
D. Secondary Survey
1. Tingkat Kesadaran
Kualitas : Sofor
Kuantitas : Respon Motorik :3
Respon Verbal :3
Respon Membuka Mata :3
9
2. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 67 x/menit
Suhu : 36OC
Respirasi : 29x/menit

E. Pemeriksaan Sistematis
1. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, rambut tampak kusam, rambut lurus
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak rontok

2. Mata
Inspeksi : Bentuk simetris, besar pupil kanan kiri sama dan reaksi pupil keduanya
(+) terhadap cahaya, kunjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
3. Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung simetris,
Palpasi : tidak terdapat polip pada hidung.

4. Telinga
Inspeksi : Bersih tidak terdapat serumen, bentuk daun telinga simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

18
5. Mulut
Inspeksi : Tampak busa/sputum/lendir, mukosa mulut kering , terdapat busa pada
mulut
6. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran getah bening dan vena jugularis, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid

7. Thorax dan Pernapasan


Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan bentuk, nafas kussmaul (cepat dan
dangkal)
Palpasi : Tidak ada benjolan
Perkusi : Mur-mur (-)
Auskultasi : Bunyi nafas kussmaul, RR 29x/menit, l.
8. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan,
Perkusi : Hipertimpani
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
9. Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan
10. Kulit
Capillary refill : > 3 dtk, warna kulit sawo matang
11. Ekstremitas
Inspeksi : Tidak terdapat luka, jari lengkap

19
F. Analisis Data

No. Data Senjang Etiologi Masalah


1 Ds: - keluarga klien mengatakan Klien meminum baygon Penurunan kesadaran
sebelumnya klien karena depresi
berat meminum lalu baygon Zat kimia masuk kedalam
- Keluarga klien mengatakan tubuh
anaknya tidak sadarkan diri
Do: Terakumulasi kedalam sisitem
- klien tampak penurunan kesadaran pencernaan
tidak sadar
Kualitas : Sopor Produksi busa/lendir
Kuantitas : lemah
Respon Motorik :3 Sesak
Respon Verbal :3
Respon Eye :3 Ketidak efektifan bersihan
9 jalan nafas
- Mulut klien tampak berbusa
- Terdengar suara kussmaul (cepat Penurunan kesadaran
dan dangkal)
- TTV
Tekanan Darah: 100/60 mmHg
Nadi : 67 x/menit
Suhu : 36OC
Respirasi : 29x/menit

3.2. Diagnosa Keperawatan


1. Penuruanan kesadaran berhubungan dengan inefektif jalan nafas

20
3.3. Perencanaan

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


. Keperawatan
1. Penuruanan Tujuan Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat 1. Mengetahui
kesadaran Panjang: interensi 1 x 24 jam keasadaran perkembangan
berhubungan dengan - Peningkata - Tingkat kesadaran pasien kesadaran pasien
inefektif jalan nafas n tingkat Compos metis 2. Kaji pola nafas 2. Untuk mengetahui
kesadaran ( GCS 15 ) pasien keefektifan pola nafas
Ds: - keluarga klien - TTV normal 3. Mengeluarkan zat –
mengatakan Tujuan TD : 120/80 3. Lakukan suction zat kimia yang masuk
sebelumnya klien Pendek: mmHg kedalam tubuh pasien
karna depresi berat - Jalan nafas RR : 16-24 4. Monitor status 4. Untuk mengetahui
lalu meminum efektis x/menit respirasi : adanya bunyi nafas kussmaul
baygon S : 36,5-37,5OC suara nafas (cepat dan dangkal)
-Keluarga klien N : 80-100 tambahan masih terdapat pada
mengatakan anaknya x/menit pasien atau tidak
tidak sadarkan diri - Jalan nafas efektif 5. Kaji serta pantau
- Sesak teratasi TTV 5. Untuk mengetahui
Do: -Mulut klien - Berkurangnya Tekanan darah, nadi,
tampak berbusa atau hilangnya respurasi,dan suhu
- Terdengar suara busa/sputum/ 6. Beri oksigen paien.
kussmaul (cepat dan lendir nasal kanul 6. Untuk melancarkan
dangkal sirkulasi O2 dalam
-TTV 7. Kolaborasi tubuh
Tekanan Darah: dengan dokter 7. Pemberian obat dapat
100/60 mmHg dalam terapi membantu
Nadi : 67 x/menit pemberian obat mengeluarkan racun
Suhu : 36OC antikolinergik serta mengurangi
Respirasi : ketidak sadaran
29x/menit

21
3.4. Implementasi & 3.5. Evaluasi

Tanggal Jam No. Dx Implementasi Evaluasi Paraf

B
12 Juni 22.05 1 1. Memantau tingkat kesadaran S: - Keluarga klien mengatakan
2016 pasien anaknya sudah sadar
Kualitas : Sopor O: - kesadaran klien tampak
Kuantitas : lemah muali membaik
Respon Motorik :3 Kualitas : Compos Mentis
Respon Verbal :3 Kuantitas : Baik
Respon Eye :3 Respon Motorik :6
9 Respon Verbal :4
Respon Eye :4
22.15 2. Mengkaji pola nafas pasien 14
22.25 3. Melakukan suction - Mulut klien tampak tidak
22.30 4. Memonitor status respirasi : berbusa
adanya suara nafas tambahan - Nafas klien normal
yaitu kussmaul - TTV
22.45 5. Mengkaji serta pantau TTV Tekanan Darah: 120/80mmHg
Tekanan Darah : 100/60 Nadi : 70 x/menit
mmHg Suhu : 36,5OC
Nadi : 67 x/menit Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36OC A: Masalah Teratasi
Respirasi : 29x/menit P: Intervensi
Dihentikan
23.05 6. Memberi oksigen nasal kanul 3L
23.30 7. Melakukan kolaborasi dengan
dokter dalam terapi pemberian
obat injeksi sulfus atropin 4mg
intravena, 30 menit kemudian
memberikan SA 2mg
intramuscular diulangi setiap 30
menit sampai os sadar

22
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik
kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan
bahkan dapat menimbulkan kematian. Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau
meng-inaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk
memelihara sistem organ vital, menggunakan antidotum spesifik untuk menetralkan racun, dan
memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi.

4.2. Saran

 Dengan terselesaikannya tugas dokumentasi ini kami berharap para pembaca


dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Toksinasi

 Hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda vital seperti jalan nafas /


pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga penanganan tindakan
risusitasu ABC (Airway, Breathing, Circulatory) tidak terlambat dimulai

 Semoga pendokumentasian ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih


mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien
Intoksinasi khususnya Intosinasi Insektisida Fosfat Organic (baygon)

23
DAFTAR PUSTAKA

24

Vous aimerez peut-être aussi