Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskular yang masih banyak


dijumpai masyarakat. Meskipun tidak setinggi negara - negara maju, prevalensi
hipertensi dalam masyarakat Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 10 %.
Penanganan penderita hipertensi di Indonesia masih belum cukup baik sehingga
tidak heran komplikasi hipertensi masih sering dijumpai di praktik sehari - hari.
Komplikasi hipertensi dapat mengenai target organ yaitu jantung, otak
(serebrovaskular), mata, dan ginjal. Komplikasi hipertensi pada otak dapat berupa
ensefalopati hipertensi, hipertensi maligna, stroke non hemoragik ( iskemik ).1
Istilah ensefalopati hipertensi diperkenalkan oleh Oppenheimer dan
Fsihberg pada tahun 1928 untuk menggambarkan suatu gejala neurologis yang
diakibatkan oleh hipertensi. Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindroma
akut yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang menimbulkan gejala
dengan tanda dan gejala progresif seperti nyeri kepala, kejang, perubahan status
mental, gangguan penglihatan serta kelainan tanda defisit neurologis fokal
maupun global.1
Ensefalopati hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan
riwayat hipertensi essensial sebelumnya. Menurut penelitian di USA, sebanyak 60
juta orang yang menderita hipertensi, kurang dari 1 % mengidap hipertensi
emergensi. Mortalitas dan morbiditas dari penderita ensefalopati hipertensi
bergantung pada tingkat keparahan yang dialami. Selain itu, diteliti bahwa Insiden
pada orang kulit putih sebanyak 20-30%, sedangkan pada orang kulit hitam
sebanyak 80%. Di Indonesia, masalah hipertensi yang ditemukan adalah besarnya
prevalensi di Indonesia dan di setiap provinsi. Prevalensi hipertensi berdasarkan
pengukuran termasuk kasus yang sedang minum obat, secara nasional adalah 32,2
%.3
Karena banyaknya kasus hipertensi maka angka kejadian ensefalopati
hipertensi pun cukup tinggi maka kiranya perlu dibahas secara rinci mengenai hal
ini mulai dari mekanisme terjadinya, diagnosis, hingga penatalaksanaan agar

1
dalam penanganannya dapat diberikan terapi secara cepat sesuai dengan diagnosis
dan analisa yang telah dibuat.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Ensefalopati adalahistilah yang luas digunakan untuk
menggambarkan fungsi dan struktur otak yang abnormal.4
Hipertensi adalahpeningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat
atau tenang.2
Ensefalopati hipertensi adalah suatu sindroma akut reversibel yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan menimbulkan gejala dengan
tanda dan gejala progresif seperti nyeri kepala, kejang, perubahan status
mental, gangguan penglihatan serta kelainan tanda defisit neurologis fokal
maupun global.1

2. Epidemiologi
Ensefalopati hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan
dengan riwayat hipertensi essensial sebelumnya. Menurut penelitian di USA,
sebanyak 60 juta orang yang menderita hipertensi, kurang dari 1 % mengidap
hipertensi emergensi. Mortalitas dan morbiditas dari penderita ensefalopati
hipertensi bergantung pada tingkat keparahan yang dialami. Selain itu, diteliti
bahwa Insiden pada orang kulit putih sebanyak 20 - 30%, sedangkan pada
orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam lebih beresiko
menderita hipertensi emergensi. 2
Di Indonesia, masalah hipertensi yang ditemukan adalah besarnya
prevalensi di Indonesia dan di setiap provinsi. Prevalensi hipertensi
berdasarkan pengukuran termasuk kasus yang sedang minum obat, secara
nasional adalah 32,2 %. Berdasarkan tabel dibawah, prevalensi tertinggi
ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) sedangkan terendah di
Papua Barat (17,6 %).2
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat prevalesi
hipertensi kelompok usia 45 - 54 tahun d an lebih tua selalu lebih tinggi pada

3
kelompok hipertensi dibandingkan kontrol. Kelompok usia 25 - 34
mempunyai resiko 1, 56 kali dibandingkan usia 18 - 24 tahun. Resiko
hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dan
kelompok usia ≥75 tahun berisiko 11,53 kali. Berdasarkan jenis kelamin,
proporsi laki - laki berisiko 1,25 kali daripada perempuan.2

3. Anatomi
3.1. Ensefalon
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif
yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron. Otak
merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-
neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau
plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat
mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak.3
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus. Cerebrum dibagi menjadi
beberapa lobus yaitu :
a. Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,
bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi.
Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca
yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan
sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif.3

4
b. Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa
raba dan pendengaran.3

c. Lobus tempoiralis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah
posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan
dlm pembentukan dan perkembangan emosi.3

d. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan
area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan
rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori.3

e. Sistem limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan
perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan otonom.3

2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki
peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan
pada informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih
banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian
fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan
informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat. 3

5
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan
dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara
optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior,
lobus medialis dan lobus fluccolonodularis.3

3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur
seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan
diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya.
Strukturstruktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras
asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla
spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen,
yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.3

3.2. Sirkulasi Darah Otak


Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluh - pembuluh darah yang bercabang - cabang, berhubungan erat
satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang
adekuat untuk sel.1
1. Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
beranastosmosis membentuk circulus willisi . Arteri karotis interna
dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada
arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri
karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans
posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior.
Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui arteri communicans

6
anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia
sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria
inominata , sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui
foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.
Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.1
2. Peredaran darah vena
Aliran vena dari otak terutama masuk ke sinus-sinus sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di da lam
struktur duramater. Sinus - sinus duramater tidak mempunyai katup
dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex
sup erfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang
berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus
tra nsversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah
dari basal ganglia.1

4. Fisiologi
Otak dilindungi dari tingginya tekanan darah yang ekstrem melalui
suatu mekanisme autoregulasi yang memastikan bahwa perfusi ke otak akan
berjalan secara konstan walaupun tekanan darah pada suatu saat berbeda-
beda. Pada kondisi tekanan darah yang abnormal pembuluh darah memiliki
tonus intrinsik sendiri sebagai respon terhadap tekanan darah yang rendah,
arteriol pada serebri akan mengalami dilatasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat sedangkan pada tekanan darah yang tinggi pembuluh darah di
otak akan mengalami kontriksi.1
Gambaran khusus sirkulasi serebral yaitu aliran darah serebri secara
dinamis berubah untuk memproteksi aliran darah otak dari perubahan tekanan
perfusi. Aliran darah serebral cenderung untuk tetap konstan dalam kisaran
tertentu dari tekanan darah serebral. Hal ini dinamakan autoregulasi serebral.
Kedua mekanisme lokal dan kontrol neural autonomik berperan dalam

7
autoregulasi serebral. Peningkatan dan penurunan tekanan CO2 arterial
(PaCO2) akan meningkatkan dan menurunkan tekanan darah serebral dengan
cara vasodilatasi dan vasokonstriksi serebral. Fenomena ini dinamakan
reaktivitas CO2 pada otak. Batasan kisaran tekanan darah dimana
autoregulasi serebral bekerja dimodifikasi oleh PaCO2 dan reaktivitas CO2
pada otak bisa mengganggu autoregulasi serebral. Autoregulasi merupakan
hasil dari karakter intrinsik otot sel polos vaskuler pada otak. Faktor lain
berinteraksi dengan tekanan untuk menentukan derajat kontraksi sel otot
polos. Jalur umum melibatkan konduktansi kalium membran plasma,
potensial membran sel otot polos, dan konsentrasi sitoplasmik kalsium.1

5. Etiologi
Pada dasarnya penyebab dari ensefalopati adalah hipertensi jadi segala
macam hipertensi dapat mengakibatkan ensefalopati yang bias merupakan
komplikasi dari berbagai penyakit antaralain penyakit ginjal kronis, stenosis
arteri renalis, glomerulonefritis akut, toxemia akut, pheokromositoma,
sindrom cushing, serta penggunaan obat seperti aminophylin, phenylephrine,
eklampsia dan gagal ginjal akut pada anak-anak Ensefalopati hipertensi lebih
sering ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama.3

6. Patofisiologi
Mekanisme dasar dari autoregulasi masih pembuluh darah otak masih
kontroversial. Kemampuan pembuluh darah untuk berubah menjadi
vasokontriksi dan vasodilatasi mungkin dimediasi oleh suatu mekanisme
metabolik dan miogenik yang saling mempengaruhi.Endotelium memainkan
peranan yang penting pada pengaturan homeostasis tekanan darah dengan
mensekresikan faktor relaksan seperti nitrit oksida dan faktor vasokontriksi
(tromboksan A2 dan endotelin. Pada kondisi normal MAP di otak
dipertahankan antara 60 mmHg sampai dengan 150 mmHg. Pada tekanan
diatas nilai tersebut dapat terjadi ensefalopati hipertensi. Sebaliknya, ketika
perfusi menurun dibawah batas normal autoregulasi, aliran darah ke otak
akan menurun dan menyebabkan iskemia serebri. Setiap orang memiliki daya

8
adapatasi yang berbeda terhadap perubahan tekanan darah, sehingga angka
tersebut tidak menjadi patokan bahwa seseorang akan terkena ensefalopati
hipertensi misalnya bila MAP nya 160 mmHg hal ini dipengaruhi oleh faktor
komorbid. Tingginya tekanan darah yang dapat menyebabkan ensefalopati
tergantung dari tekanan baselinetekanan seseorang. Peningkatan tekanan
darah yang cepat, fluktuatif, atau intermiten merupakan suatu faktor risiko
ensefalopati hipertensi. Riwayat hipertensi yang lama, menyebabkan
pergeseran kurva aliran darah ke kanan, misalnya pada pasien yang memiliki
kelainan struktur pembuluh darah seperti (hipertrofi vaskular dan remodelling
inward) dan resistensi pembuluh darah. Maka dari itu, peningkatan tekanan
darah yang tiba-tiba dan relatif tinggi pada pasien dengan hiperensi kronis
baru akan menyebabkan ensefalopati dibandingkan dengan pasien
normotensi. Pada anak dan dewasa muda, kurva autoregulasi berada di bagian
kiri, sehingga hal ini menjauhkannya dari kemungkinan ensefalopati
hipertensi.3
Selama ini ada dua teori yang menunjang bagaimana ensefalopati
hipertensi dapat terjadi.
1. Reaksi autoregulasi yang berlebihan (The overregulation th eory of
hypertensive encephalopathy)
Teori ini mengatakanbahwa ensefalopati hipertensi diakibatkan oleh
vasokontriksi dari autoregulasi karena adanya hipertensi akut yang
menyebabkan penurunan aliran darah ke otak, menyebabkan iskemia dan
timbul edema.3
2. Kegagalan auto regulasi (The breakthrough theo ry of hypertensive
encephalopathy)
Teori yang terbarumenunjukkan adanya vasodilatasi pembuluh
darah otak (melewati batas kemampuan autoregulasi) yang menyebabkan
ekstravasasi cairan ke ruang interstitial yang disebut edema vasogenik.
Konsep melewati batas kemampuan autoregulasi ini ditandai dengan
adanya fenomena pasif yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah
secara perlahan karena pembuluh darah yang terus menerus berada dalam
tekanan yang tinggi. Diperkirakan hal ini diinisiasi oleh proses pada kanal

9
kalsium-dependent potasium. Proses ini menghasilkan reactive-oxygen
species (ROS) dan meningkatkan permeabilitas dari blood brain barrier
(BBB) dan juga peningkatan transpor vesikular tanpa merusak tight
junction. Abnormalitas dari faktor vasoaktif yang dilepaskan oleh
endotelium turut berkontribusi pada patofisiologi dari ensefalopati
hipertensi. Pada akhirnya, hilangnya akitivitas fibrinolitik endotel,
aktivasi koagulasi dan platelet, dan degranulasi endotel yang rusak
menyebabkan inflamasi yang lebih lanjut, vasokontriksi bahkan
trombosis.1
Lesi yang paling sering adalah pada bagian white matter pada regio
posterior penjelasannya masih belum diketahui secara pasti. Penjelasan yang
memungkinkan yaitu melibatkan heterogenitas regional persarafan simpatik
ada kemungkinan bahwa vasokontriksi yang dimediasi oleh simpatis
melindungi sirkulasi anterior dari perfusi yang berlebihan pada hipertensi
akut.1

7. Gejala klinis

10
Penurunan kesadaran sering terjadi dan berkisar dari parah hingga
ringan somnolen pingsan, atau koma. Disertai nyeri kepala. Kegelisahan
dapat bergantian dengan kelesuan. Fungsi mental diperlambat, memori dan
kemampuan untuk berkonsentrasi terganggu, amnesia tidak ditemukan.
Refleks tendon sering terjadi cepat, dan beberapa pasien memiliki kelemahan
dan ketiadaan koordinasi. Kadang-kadang, tanda-tanda neurologis fokal dapat
ditemukan. Paraparesis dan tanda-tanda batang otak atau disfungsi cerebellar
kejang. 1,5
Tanda dan gejala hipertensi ensepalopati tidak spesifik. Onset gejala
biasanya berlangsung perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-
gejala gangguan otak yang difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-
tanda lateralisasi yang bersifat reversible maupun irreversible yang mengarah
ke perdarahan cerebri atau stroke. Microinfark dan peteki pada salah satu
bagian otak jarang dapat menyebabkan hemiparesis ringan, afasia atau
gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika telah terjadi
hipertensi maligna atau tekanan diastolik >125mmHg disertai perdarahan
retina, eksudat, papiledema, gangguan pada jantung dan ginjal. 1,5

8. Diagnosis
8.1. Anamnesis4,6
Sewaktu penderita datang, dilakukan anamnesa singkat seperti
gejala diatas,termasukhal yang penting untuk ditanyakan yaitu,
a. Riwayat hipertensi : lama dan beratnya
b. Riwayat obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya
c. Usia : sering pada usia 40-60 tahu
d. Gejala sistem saraf : sakit kepala, rasa melayang, perubahan mental,
ansietas
e. Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang, infeksi
saluran kencing
f. Gejala sistem kardiovascular (adanya payah jantung, kongestif dan
edema paru, nyeri dada)
g. Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonephritis

11
h. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi
i. Riwayat Obat : steroid, siklosporin dan ACTH harus dicari.

7.2. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah
(baring dan berdiri) mencari kerusakan organ sasaran (retinopati,
gangguan neurologi, payah jantung kongestif). Perlu dibedakan
komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah
jantung, kongestif dan edema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain
seperti penyakit jantung koroner.1

7.3. Pemeriksaan penunjang1


Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah : rutin, creatinine, elektrolit
b. urine : Urinelisa dan kultur urin
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi
d. Foto dada : apakah ada edema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana)
e. Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya
edema pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan
Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiografi (kasus tertentu),
biopsi renal (kasus tertentu).
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urin 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA).

9. Differential diagnosis1
Diagnosis banding ensefalopati hipertensi antara lain:

12
a. Stroke iskemik atau hemoragik
b. Stroke trombotik akut
c. Perdarahan intracranial
d. Encephalitis
e. Hipertensi intracranial
f. Lesi massa SSP
g. Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah
atau yang memiliki gejala serupa.
Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah
tekanan darah terkontrol merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan
membedakan ensefalopati hipertensi dari penyakit-penyakit di atas.

10. Penatalaksanaan Penatalaksanaan


Pada prinsipnya penanganan hipertensi ensefalopati yaitu mengobati
kausa dati masalah ini yaitu hipertensi, keadaan darurat yaitu apabila
ditemukan hiperensi emergensi atau hiperensi urgensi.8
Alur penatalaksanannya yaitu seperti berikut.

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu


segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah:9

13
1. Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial
catether (bila ada indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair
dan status volume intravaskuler.
2. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
- Tentukan penyebab krisis hipertensi
- Singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi.
- Tentukan adanya kerusakan organ sasaran.

3. Tentukan tekanan darah yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya


tekanan darah sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi,
masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
- Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg,
tekanan darah sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP
tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada
krisis hipertensi tertentu (misal : disecting aortic aneurysm).
Penurunan tekanan darah tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun
tekanan darah yang didapat.
- Penurunan tekanan secara akut ke tekanan darah normal / subnormal
pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke
otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari
permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting
anneurysma aorta.
- Tekanan darah secara bertahap diusahakan mencapai normal
dalam satu atau dua minggu
Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan
darah pasien terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis,
harus dilakukan dengan monitoring secara tetap dan titrasi obat, tekanan
darah arterial diukur dengan kateterisasi jika memungkinkan.4
Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan
darah pasien terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis,
harus dilakukan dengan monitoring secara tetap dan titrasi obat, tekanan
darah arterial diukur dengan kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini
bertujuanuntuk menurunkan tekanan darah arterial sebesar 25% selama 1-

14
2 jam dan tekanan darah diastolik ke 100-110 mmHg. Jika dengan
penurunan tekanan darah arterial memperburuk keadaan neurologis, maka
harus dipertimbangkan kembali rencana pengobatannya. Untuk obat anti
hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya labetalol, sodium
nitroprusside dan phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti efektif
pada ensefalopati hipertensi.8
Penggunaan obat anti hipertensi yang dianjurkan :
- Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya
paling adekuat tidak menurunkan aliran darah otak dan bekerja
selama 5 menit untuk administrasi. Dosis inisial alah 20 mg dosis
bolus, kemudian 20-80 mg dosis intravena setiap 10 menit sampai
tekanan darah yang diinginkan atau total dosissebesar 300 mg
tercapai.
- Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang
cepat (hitungan detik) dan durasi yang singkat dalam bekerja (1-2
menit). Bagaimanapun, ini dapat mempengaruhi suatu venodilatasi
cerebral yang penting dengan kemungkinan menghasilkan
peningkatan aliran darah otak dan hipertensiintracranial. Suatu
tindakan cytotoxic, dengan melepaskan radikal bebas NO danproduk
metaboliknya, sianida dapat menyebabkan kematian mendadak, atau
koma. Dosis inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan
kecepatan tetesan infus sampai target efek yang diharapkan tercapi
dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.
- Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis
(DA1) pada level perifer, dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini
meningkatkan aliran darah ginjal dan ekskresi sodium dan dapat
digunakan pada pasien dengan gejala gagal ginjal. Dosis inisial
0,003 mcg/kg/min IV secara progresif ditingkatkan sampai maksimal
1,6 mcg/kg/min.
- Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis maintenance
3-5 mg/h dapat juga digunakan.

15
- Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine
intravena tidak direkomendasikan karena dapat mempengaruhi
penurunan yang tidak terkontrol dari tekanan darah arterial yang
mengakibatkan iskemicerebral dan renal.8

11. Prognosis
Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera
diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam
beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara
dini prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa.

16
BAB 3
KESIMPULAN

Ensefalopati hipertensi adalah suatu sindroma akut reversibel yang


ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan menimbulkan gejala dengan tanda
dan gejala progresif seperti nyeri kepala, kejang, perubahan status mental,
gangguan penglihatan serta kelainan tanda defisit neurologis fokal maupun global.
Pada dasarnya penyebab dari ensefalopati adalah hipertensi jadi segala
macam hipertensi dapat mengakibatkan ensefalopati yang bias merupakan
komplikasi dari berbagai penyakit antara lain penyakit ginjal kronis, stenosis
arteri renalis, glomerulonefritis akut, toxemia akut, pheokromositoma, sindrom
cushing, serta penggunaan obat seperti aminophylin, phenylephrine, eklampsia
dan gagal ginjal akut pada anak-anak Ensefalopati hipertensi lebih sering
ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama.
Pada prinsipnya penanganan hipertensi ensefalopati yaitu mengobati
kausa dari masalah ini yaitu hipertensi, keadaan darurat yaitu apabila ditemukan
hiperensi emergensi atau hiperensi urgensi.
Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera
diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam
beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara dini
prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Lamy Catherine and Mas Jean-Louis. 2014. Stroke (Fifth Edition).


Elsevier : page 640-647
2. Infodatin. 2014 Hipertensi. Pusat Data dan lnformasi Kementerian
Kesehatan Rl : hal. 1
3. Cuciureanu, D.2011. Hypertensive Encephalopathy: Between Diagnostic
and Reality. Roumanian Journal of Neurology 6/3 :page 114-177
4. Sudoyo A.W, Setiyohadi B. 2009. Hipertensi Esensial, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta. Balai Penerbit FK UI Jakarta, 2009 : hal.
1079 -1085
5. Edvarsson, Bengt. 2014. Hypertensive Encephalopathy and Cerebral
Infarction. Springer Journal 3 : page 741
6. Sharifian, Mostafa. 2012. Hypertensive Encephalopathy. Iran J Child
Neurol. 6(3): page 1- 7
7. Anonim. 2008. Cerebrovascular Disease. In Ropper A and Brown R.ed.
Adam and Victor’sPrinciple of Neurology 8 th Edition . Newyork: Mc
Graw Hill Medical Publishing Division : page 728 - 30
8. Khatib O, El-Guindy M. Clinical Guidelines for the Management of
Hypertension. Cairo: WHOregional Office for the Eastern Mediterranean.
2005: 13-14.
9. Yogiantoro, M.. Hipertensi Essensial.In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing.
2009: 1079

18

Vous aimerez peut-être aussi