Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
SENSORY DEFICIT
Kelompok 3 :
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2016/2017
SENSORY DEFICIT
Sistem saraf menerima informasi dari organ saraf sensori, menyalurkan informasi melalui
saluran yang sesuai dan mengintegrasikan informasi tersebut menjadi suatu respon. Sumber
stimulus berasal dari dalam dan luar tubuh, khususnya melaui indera penglihatan (visual),
pendengaran (auditori), perabaan (taktil), penciuman (olfaktori) dan rasa (gustatori). Tubuh juga
mempunyai rasa indera kinestetik yang memungkinkan seseorang menyadari posisi dan
pergerakan bagian tubuh tanpa melihatnya. Stimulus sensori mencapai organ sensori dan
menghasilkan reaksi yang segera atau disimpan ke otak. Sistem saraf harus utuh agar stimulus
sensori mencapai pusat otak yang sesuai.
Sensori adalah stimulus atau rangsang yang datang dari dalam maupun luar tubuh.
Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori ( panca indera). Sensory deficit
atau defisit sensori adalah suatu kerusakan dalam fungsi normal penerimaan dan presepsi
sensori. Klien tidak mampu menerima stimulus tertentu ( misal kebutaan atau tuli), atau stimulus
menjadi distorsi (misal penglihatan kabur karena katarak). (Perry&Potter, 2005) Adapun
menurut (Kozier, 2011) defisit sensori adalah gangguan penerimaan persepsi atau keduanya,
pada satu indera atau lebih. Jika hanya satu indera yang terkena, indera lain akan menjadi lebih
akut untuk mengompensasi kehilangan tersebut. Namun, kehilangan penglihatan yang tiba-tiba
dapat mengakibatkan disorientasi (tidak orientasi terhadap waktu, tempat, atau ruang).
Kehilangan sensori tiba-tiba dapat menyebabkan ketakutan, marah, dan perasaan tidak
berdaya. Apabila indera rusak maka perasaan terhadap diri juga rusak. Pada awalnya seseorang
dapat menarik diri dengan menghindari komunikasi atau sosialisasi dengan orang lain dalam
suatu usaha dalam mengatasi kehilangan sensori. Hal ini menjadi sulit bagi seseorang untuk
berinteraksi dengan aman pada lingkungan sampai mempelajari ketrampilan baru fungsi yang
ada. Jika defisit terjadi betahap atau waktu yang dapat dipertimbangkan telah terlewati sejak
permulaan dari suatu kehilangan sensori yang akut, seseorang belajar untuk bergantung pada
indera yang tidak terkena. Beberapa indera bahkan mungkin menjadi lebih akut untuk
mengkompensasi terhadap suatu perubahan. Sebagai contoh, seorang klien yang buta seringkali
mengembangkan indera akut pendengaran.
Klien yang mengalami defisit sensori secara bertahap, individu seringkali
mengembangkan perilaku dalam cara-cara yang adaptif atau maladaptif untuk mengompensasi
kehilangan tersebut, terkadang perilaku tersebut tidak disadari. Sebagai contoh, individu yang
mengalami kehilangan pendengaran yang bertahap pada telinga kanan dapat dengan tidak
disadari mendekatkan telinga kirinya ke arah orang yang berbicara untuk mendengar dengan
lebih baik, sementara klien lain mungkin menghindar dari orang lain untuk menghindari malu
karena tidak mampu memahami pembicaraan mereka. Akan tetapi, jika kehilangan secara tiba-
tiba, perilaku kompensasi sering kali baru terbentuk selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Beberapa penyakit neurologis menyebabkan perubahan pada indera kinestetik dan presepsi
taktil. Penyakit pada telinga bagian dalam, misalnya, dapat menyebabkan kehilangan indra
kinestetik. Klien yang mengalami defisit sensori beresiko mengalami deprivasi sensori dan
kelebihan beban sensori. Individu yang mengalami masalah visual mungkin tidak mampu
membaca, menonton televisi, atau mengenali perawat dengan penglihatannya. Lingkungan yang
tidak familiar dapat membuatnya bertambah bingung. Individu yang buta sering kali memiliki
lingkungan rumah yang terstruktur rapi sehingga lingkungan rumah sakit yang tidak familiar dan
berbeda dari lingkungan rumahnya dapat menimbulkan kelebihan beban sensori. Pada saat yang
sama, gangguan penglihatan seringkali mengakibatkan ketidakmampuan bersosialisasi dengan
orang lain dan kesulitan bergerak.
Defisit Sensori yang Umum
Penglihatan
Penglihatan merupakan salah satu saluran informasi yang sangat penting bagi manusia
selain pendengaran, pengecap, pembau, dan perabaan. Pengalaman manusia kira-kira 80 persen
dibentuk berdasarkan informasi dari penglihatan. Di bandingkan dengan indera yang lain indera
penglihatan mempunyai jangkauan yang lebih luas. Pada saat seseorang melihat sebuah mobil
maka ada banyak informasi yang sekaligus diperoleh seperti misalnya warna mobil, ukuran
mobil, bentuk mobel, dan lain-lain termasuk detail bagian-bagiannya. Informasi semacam itu
tidak mudah diperoleh dengan indera selain penglihatan.
Kehilangan indera penglihatan berarti kehilangan saluran informasi visual. Sebagai
akibatnya penyandang kelainan penglihatan akan kekuarangan atau kehilangan informasi yang
bersifat visual. Seseorang yang kehilangan atau mengalami kelainan penglihatan, sebagai
kompensasi, harus berupaya untuk meningkatkan indera lain yang masih berfungsi.
Seberapa jauh dampak kehilangan atau kelainan penglihatan terhadap kemampuan
seseorang tergantung pada banyak faktor misalnya kapan (sebelum atau sesudah lahir, masa
balita atau sesudah lima tahun) terjadinya kelainan, berat ringannya kelainan, jenis kelainan dan
lain-lain. Seseorang yang kehilangan penglihatan sebelum lahir sering sampai usia lima tahun
pengalaman visualnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan yang
kehilangan penglihatan setelah usia lima tahun atau lebih dewasa biasanya masih memiliki
pengalaman visual yang lebih baik tetapi memiliki dampak yang lebih buruk terhadap
penerimaan diri.
Pendengaran
Gangguan pendengaran terjadi apabila terdapat masalah pada satu atau beberapa bagian
telinga. Dalam konduksi udara, gelombang suara merambat melalui kanal telinga bagian luar
untuk menggetarkan gendang telinga. Getaran gendang telinga ditransmisikan ke organ
pendengaran (koklea/rumah siput) melalui tiga tulang pendengaran (ossicle) dalam telinga
bagian tengah. Hal ini menstimulasi sel sensor dalam koklea/rumah siput yang kemudian
mengirimkan sinyal ke saraf pendengaran (saraf auditori) dan diteruskan ke otak.
Pendengaran melalui konduksi tulang terjadi apabila gelombang suara menyebabkan
tulang tengkorak bergetar, yang secara langsung menstimulasi organ pendengaran (koklea/rumah
siput) dan menghasilkan pendengaran. Ada 2 jenis gangguan pendengaran:
a. Gangguan pendengaran konduktif terjadi apabila gelombang suara tidak dapat
ditransmisikan dengan benar dari lingkungan luar ke koklea/ rumah siput. Masalahnya
mungkin pada kanal telinga bagian luar, gendang telinga, tulang telinga bagian tengah,
ruang telinga bagian tengah. Penyebab Umum Gangguan Pendengaran Konduktif
meliputi:
Penyumbatan di kanal telinga bagian luar yang disebabkan oleh kotoran, benda
asaing atau infeksi (otitis eksterna).
Perforasi pada gendang telinga – biasanya akibat trauma atau infeksi kronis.
Tulang pendengaran bergeser, rusak atau kaku (malleus, incus, atau stapes) –
akibat trauma atau penyakit kronis yang mengikis tulang pendengaran setelah
sekian lama, atau otosklerosis yang menyebabkan tulang rawan harus diperbaiki.
Otitis media – infeksi telinga bagian tengah, biasanya disertai cairan di dalam
ruang telinga bagian tengah.
b. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi apabila terdapat kerusakan pada organ
pendengaran (koklea/rumah siput) atau saraf pendengaran (saraf auditori). Penyebab
umum mencakup:
Penuaan (presbycusis)
Pemaparan yang akut dan kronis terhadap suara keras dapat menyebabkan
kerusakan pada sel sensor dalam koklea/rumah siput.
Infeksi telinga bagian dalam oleh virus dan bakteri, seperti campak, cacar dan infl
uenza.
Penyakit Meniere – adalah penyakit yang menyebabkan tinitus, gangguan
pendengaran dan pusing.
Acoustic neuroma – tumor saraf vestibular, yang terletak dekat saraf auditori dan
mempengaruhi fungsinya.
Obat Ototoxic – Sebagian obat dapat merusak saraf yang berperan untuk
pendengaran atau sel sensor dalam koklea/rumah siput. Contohnya mencakup:
Antibiotik, termasuk aminoglikosida (gentamicin, vancomycin)
Diuretik, termasuk frusemide
Antineoplastik (obat kanker)
Gangguan pendengaran dapat terjadi secara bertahap, atau tiba-tiba dan bisa
mempengaruhi satu atau kedua telinga. Orang yang mengalami hal ini biasanya mengeluhkan
kesulitan dalam melangsungkan percakapan normal, khususnya di lingkungan yang bising.
Mungkin ada keluhan dari orang lain yang berada dekat orang tersebut, karena yang
bersangkutan tidak menjawab ketika dipanggil, atau berbicara lebih keras daripada biasanya.
Mungkin terdapat gejala terkait, seperti tinitus (deringan dalam telinga) atau vertigo (perasaan
berputar-putar). Rasa nyeri dan pengeluaran cairan dari telinga sering berkaitan dengan infeksi
telinga.
Peraba
Rasa sakit neuropatik adalah rasa sakit kronis berat tanpa adanya stimulus penyebab
kesakitan tersebut. Biasanya berkembang pasca kecelakaan, luka-luka sudah sembuh dan
tampaknya sudah tidak ada lagi alasan untuk merasa sakit, tetapi pasien mengalami rasa sakit
yang sangat menyiksa.
Rasa sakit Neuropatik belum diketahui penyebabnya, tetapi tampaknya disebabkan oleh
perubahan patologis dalam sistem syaraf yang entah bagaimana terinduksi oleh cidera aslinya.
Sumbernya biasanya adalah akitifitas dalam sistem syafaf pusat.
Perasa
Tiap kuncup pengecap tersusun dari sel-sel yang memiliki rambut berukuran mikro yang
sensitif, disebut mikrovilli. Rambut-rambut super mini ini pada saat berkontak dengan makanan
akan mengirimkan pesan ke otak, lalu otak akan menerjemahkan sinyal yang diberikan tersebut
dan menentukan rasa dari makanan yang kita makan.
Ada beberapa hal yang dapat membuat reseptor kuncup pengecap menjadi kurang
sensitif. Bila kita mengemut es batu sebelum makan, dinginnya es dapat membuat kuncup
pengecap menjadi kurang sensitif. Begitu juga kalau lidah kita terkena makanan yang terlalu
panas, dapat menyebabkan ‘tongue burning’ dan biasanya baru akan pulih dalam 1-2 hari. Lidah
yang kebersihannya tidak terjaga juga dapat menyebabkan kesensitifan lidah berkurang, karena
banyaknya plak yang terkumpul di permukaan lidah. Selain itu, produksi air liur yang berkurang
dan menyebabkan keadaan mulut kering (xerostomia) juga membuat lidah tidak bekerja
maksimal.
Penciuman
Secara anatomi, hidung adalah penonjolan pada vertebrata yang mengandung nostril,
yang menyaring udara untuk pernapasan. Hidung sebagai suatu istilah, dapat juga digunakan
untuk menunjukkan ujung sesuatu, seperti hidung pada pesawat terbang. Hidung adalah bagian
yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi menghirup udara pernapasan, menyaring udara,
menghangatkan udara pernapasan, juga berperan dalam resonansi suara.
Hidung merupakan alat indera manusia yang menanggapi rangsang berupa bau atau zat
kimia yang berupa gas.di dalam rongga hidung terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi
dengan sel-sel pembau. Setiap sel pembau mempunyai rambut-rambut halus (silia olfaktori) di
ujungnya dan diliputi oleh selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembab rongga hidung.
1. Usia
Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori. Jalur sarafnya masih belum matang.
Pengelihatan berubah selama usia dewasa mencakup presbiopia (ketidak mampuan
memfokuskan pada objek dekat) dan kebutuhan kaca mata baca (biasanya terjadi dari
usia 40-50)
Pendengaran berubah, yang dimulai pada usia 30, yang termasuk penurunan ketajaman
pendengaran, kejelasan bicara, perbedaan pola tinggi suara, dan ambang pendengaran.
Tinitus sering kali menyertai hilangnya pendengaran sebagai efek samping obat. Lansia
mendengar suara pola rendah dengan baik tetapi mempunyai kesulitan mendengar
percakapan dengan latar belakang yg berisik.
Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonal (F,S,TH, CH). Suara bicara bergetar,
dan terdapat perpanjangan persepsi dan reaksi bicra.
Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan dalam jumlah ujung saraf
pengecap dalam tahun terakhir dan penurunan serabut saraf olfaktori pd usia 50.
Penurunan diskriminasi rasa dan sensifitas terhadapbau adalah umum.
Proprioseptif berubah setelah usia 60 termasuk kesulitan dengan keseimbangan, orientasi
mengenal tempat, dan koordinasi
Lansia mengalami perubahan laktil, termasuk perubahan sensitivitas terhadapnyeri,
tekanan, dan suhu
2. Medikasi
Beberapa anti biotika (misalnya : streptomosin dan gentamisin) adalah ototoksik
dan secara permanen dapat merusak saraf pendengaran ; kloramfenikol dapat mengiritasi
saraf optik. Obat-obat analgesic narkotik, sedative, dan anti depresan dapat mengubah
persepsi stimulus.
3. Lingkungan
Stimulus lingkungan yang berlebihan (misalnya : peralatan yang bisik dan
percakapan staf didalam unit perawatan intensif ) dapat menghasilkan beban sensori
yanga berlebihan, ditandai dengan kebingungan, disorientasi, dan ketidak mampuan
membuat keputusan. Stimulus lingkungan yang terbatas (misalnya : dengan isolasi) dapat
mengarah kepada deprivasi sensori. Kualitas lingkungan yang buruk (misalnya
penerangan yang buruk, lorong yang sempit, latar belakang yang bising ) dapat
memperburuk kerusakan sensori.
4. Tingkat kenyamanan
Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang berpersepsi dan bereaksi terhadap
stimulus.
5. Penyakit yang ada sebelumnya
Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan penurunan sensasi pada ektremitas
dan kerusakan kognisi. Diabetes kronik dapat mengarah pada penurunan pengelihatan,
kebutaan atau neuropati perifer. Stroke sering menimbulkan kehilangan kemampuan
bicara. Beberapa kerusakn neurologi dapat merusak fungsi motorik dan penerimaan
sensori.
6. Merokok
Pengunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan atropi ujung-ujung saraf
pengecap, mengurang persepsi rasa.
7. Tingkat kebisingan
Pemaparan yang konstan pada tingkat kebisinagn yang tinggi (misalnya pada
lokasi pekerjaan konstruksi) dapat menyebabkan kehilangan pendengaran.
8. Intubasi endotrakea
Kehilangan kemampuan bicara sementara akibat pemasukan selang endotrakea
melalui mulut atau hidung kedalam trakea. (Perry&Potter, 2005)
E. Cara Berkomunikasi dengan Klien Gangguan Sensoris
Cara berkomunikasi dengan klien gangguan sensoris adalah dengan dasar – dasar
komunikasi terapeutik secara umum.
6. Klien Halusinasi
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar untuk
berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyai kesadran yang tinggi
agar dapat mengenal, menerima, dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat
menggunakan dirinya secara teraupetik. Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami
halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu memberi penghargaan
namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien alami.
Berikut tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan halusinasi :
a. Salam, Sapa klien dengan ramah, panggil nama klien, jujur / tepat janji, empati dan
menghargai. ( BHSP).
b. Diskusikan hasil observasi klien, tanpa menyangkal, menyokong hallusinasinya (Validasi
persepsi sensoris klien)
c. Hadirkan realita, kontak yang singkat dan sering, topik yang singkat (Menghadirkan
realitas)
d. Terima hallusinasi kien dengan “Saya percaya anda mendengar suara itu, saya sendiri tidak
mendengar“, Dorong untuk mengungkapkan perasaan dengan tenang, perawat hangat,
empati dan kalem.(Menurunkan anxietas klien)
e. Hati – hati, Space (melindungi klien dan orang lain dari bahaya)
Kasus Perubahan Persepsi, Sensori, dan Kognitif
Sensory Deficit 1
Ny. C (65 tahun) dirawat di ruang perawatan khusus lansia dengan diagnosis
medis hipertensi. Ny. C telah mengalami penurunan pendengaran sehingga keluarga
maupun petugas kesehatan agak kesulitan berkomunikasi. Klien masih mampu membaca
tulisan yang cukup besar.
Analisis Kasus
a. Gangguan Persepsi
Ny. C mengalami penurunan kemampuan mendengar akan mempengaruhi informasi
yang diterima sehingga kemampuan untuk mengartikan informasi yang didapat tersebut
mungkin saja terjadi kesalahan. Akibatnya reaksi atau respon yang diberikan nanti tidak
sesuai dengan yang diinginkan.
b. Gangguan Sensori
Ny. C mengalami penurunan pendengaran sehingga kemampuan untuk menerima
informasi terganggu. Kemampuan menerima informasi yang terganggu tersebut dapat
mempengaruhi respon ataupun reaksi yang akan diberikan. Selain itu penurunan
kemampuan mendengar juga dapat berpengaruh terhadap interaksi dengan orang lain.
c. Gangguan Kognitif
Ny. C mengalami penurunan pendengarannya, sehingga komunikasinya terganggu. Hal
tersebut menimbulkan interaksi dengan orang lain akan terganggu dan akan
menyebabkan ketidakyakinan apa yangditerima akan mempengaruhi reaksi atau respon.
2. Penurunan pendengaran
(kesulitan memahami
komunikasi)
Hipertensi
Perubahan Struktur
Vasokontriksi
Gangguan Sirkulasi
Resistensi Suplai O2
Pembuluh otak Vasokontr Sistemik Koroner
Darah Otak iksi Spasme
turun
Naik Pembuluh Arteriole
Darah Vasokontriksi Iskemi miocard
Sinkop Ginjal
Nyeri Kepala Nyeri Dada Diplopia
Gangguan Afterload
dan
Perfus Blood meningkat
gangguan
Jantung Flow
susah tidur
Menurun Resti
Penurunan Fatique
Injuri
curah
Respon RAA jantung
Rangsang
Aldostero Intoleransi
n Aktivitas
Retensi Na
Edema
Sensory Deficit 2
Tn. S (57 Tahun) mempunyai riwayat Disbetes Mellitus tipe II sejak 20 tahun
yang lalu dan sering dirawat di RS Karena penyakitnya. Pasien mengalami penurunan
fungsi penglihatan dan pendengaran sejak 3 tahun yang lalu. Tn. S mengaku telapak dan
jari-jari kaki terasa baal dan kesemutan sehingga kakinya sering terluka dan sulit sembuh.
Analisis Kasus
Diabetes mellitus merupakan penyakit kelainan metabolik glukosa (molekul gula
paling sederhana yang merupakan hasil pemecahan karbohidrat) , akibat defisiensi atau
penurunan efektivitas insulin. Insulin merupakan hormone yang berperan dalam
metabolisme glukosa dan disekresikan oleh sel p pada pancreas. Kurangnya sekresi
insulinmenyebabkan kadar glukosa darah meningkat dan melebihi batas normal jumlah
glukosa yang seharusnya ada dalam darah. Kelebihan glukosa tersebut akan dibuang
melalui urine gejala penyakit diabetes mellitus
Tingginya kadar glukosa dapat merusak saraf, pembuluh darah, dan arteri yang
menuju ke jantung, pembuluh darah, dan arteri yang menuju ke jantung. Kondisi tersebut
menyebabkan diabetes mellitus dapat meningkatkan resiko serangan jantung, stroke,
gagal ginjal, penyakit pembuluh darah perifer, serta penyakit komplikasi lain. Dalam
kasus yang parah, diabetes mellitus dapat meyebabkan kebutaan bahkan kematian.
Gangguan metabolic glukosa pada kasus diabetes mellitus akan mempengaruhi
metabolisme tubuh yang lain seperti metabolisme karbo, lemak, protein, dan air.
Gangguan metabolisme tersebut pada akhirnya menimbulkan kerusakan seluler pada
beberapa jaringan tubuh.
Karbohidrat dicerna menjadi glukosa sehingga kadar glukosa darah meningkat. Insulin
berperan dalam menjaga kadar glukosa darah tetap normal dengan cara berikut.
1. Mentransfer glukosa darah ke dalam sel – sele yang membutuhkan. Glukosa darah tidak
dapat digunakan secara langsung menjadi energi, tetapi harus di transfer terlebih dahulu
ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa dapat diubah menjadi energi melalui preses oksidasi
(respirasi)
2. Jika tidak segera diubah menjadi energi, glukosa darah akan diubah menjadi glikogen dan
lemak untuk disimpan sebagai energi cadangan.
Keterangan :
Asupan karbohidrat dalam tubuh dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Defisiensi
insulin menyebabkan hal – hal berikut :
1. Gangguan saat glukosa darah ditransfer ke dalam sel sehingga walaupun kadarnya
berlimpah dalam darah, glukosa darah tidak dapat diubah menjadi energi.
2. Gangguan saat glukosa diubah menjadi glikogen dan lemak.
Glukosa yang tidak dapat diubah menjadi energi dan glikogen beserta lemak,
menyebabkan kadar glukosa darah tetap tinggi. Kondisi ini menyebabkan glukosa akan
dibuang melalui ginjal kedalam urin sehingga urin mengandungglukosa (glikosuria). Hal
ini merupakan salah satu gejala diabetes melitus.
Diabetes Mellitus kronis dapat merusak sejumlah jaringan tubuh yang berdampak pada
timbulnya penyakit komplikasi. Beberapa penyakit komplikasi tersebut adalah
Penderita beresiko tinggi infeksi dan luka pada kaki. Luka kecil yang terjadi dapat
menjadi luka besar bahkan gangrene (pembusukan akibat luka) jika tidak segera diobati.
Kemampuan penderita diabetes untuk merasakan rasa sakit, panas atau dingin menjadi
berkurang.
Tn. S menderita diabetes melitus tipe 2, dan mengalami penurunan pendengaran serta
penglihatan. Kakinya juga terasa baal dan kesemutan, serta sering terluka dan sulit untuk
sembuh. Hal tersebut pastinya mengganggu keamanan dan kenyamanan Tn. S dalam
aktivitasnya.
1. Tn. S mengalami diabetes melitus sudah sejak 20 tahun yang lalu , hal tersebut
dapat mengakibatkan Tn. S merasa terisolasi dengan lingkungan luar diakibatkan
beliau lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit.
2. Sudah 20 tahun mengalami diabetes melitus , Tn. S berkemungkinan merasa
putusasa karena penyakitnya tidak segera sembuh , malah semakin memburuk 3
tahun ini.
3. Tn. S mengalami penurunan pendengaran dan penglihatan, hal tersebut dapat
membahayakan dan menyulit Tn. S, karena dengan penurunan penglihatan
tersebut Tn. S dapat jatuh sewaktu – waktu. Selain itu karena pendengarannya
juga menurun dapan menyebabkan Tn. S kesulitan untuk berkomunikasi.
4. Ferry Efendi, Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika, 2009.
5. Mary Baradero, Mary Wilfid Dajrit, Yakobus Suswadi. Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta : EGC,
2008.
6. Wijayakusuma, Hembing. Bebas Diabetes Melitus Ala Hembing. Jakarta : Puspa Swara, 2004. ISBN
979-3567-92-9.
6. Maryam RS, ekasari MF, dkk .2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba