Vous êtes sur la page 1sur 46

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIK

1. DEFINISI

Dalam tinjauan teoritis ini terdapat beberapa pengertian atau definisi mengenai

fraktur menurut para ahli :

a. Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

(Sylvia A.P., 2005 : 1365).

b. Fraktur adalah patah tulang dan terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Arief Mansjoer, 2008 : 346).

c. Fraktur adalah rusak atau terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya (smelzer, 2002 : 2357).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat

total maupun yang parsial. (Rasjad, Chairuddin. 2007)

Fraktur metacarpal adalah fraktur yang terjadi pada ujung jari karena trauma pada sendi interfalang atau

terjadi terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis metacarpal (ariif

manSJOER, 2000).

d. Fraktur Metatarsal adalah fraktur yang terjadi pada tulang Metatarsal atau punggung

kaki yang mengarah kpada jarijari kaki akibat jatuh ataupun trauma. (smelzer, 2002 :

2372).
2. KLASIFIKASI FRAKTUR

Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis seperti dapat dilihat pada

gambar 2.1

Gambar 2. 1. Jenis-jenis fraktur. Sapto Harnowo,(2002 : 97)

Menurut Arif Mansjoer, (2008 : 346), jenis fraktur dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa bagian meliputi :

a. Fraktur tertutup (Closed)

Fraktur tertutup merupakan patah tulang yang tidak disertai dengan robekan jaringan

kulit dan tidak berhubungan dengan udara luar, sering disebut juga fraktur yang

bersih tanpa komplikasi.

b. Fraktur terbuka (Open / Compound)

Robeknya kulit pada tempat fraktur, luka berhubungan dengan kulit ke tulang. Oleh

sebab itu fraktur berhubungan dengan lingkungan luar sehingga berpotensi menjadi

infeksi. Fraktur terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi tiga berdasarkan beratnya

fraktur :

1) Derajat I : luka tembus dengan diameter 1 cm atau kurang dan keadaan luka relatif

bersih, tidak disertai dengan adanya kontusio otot dan jaringan lunak disekitarnya.
2) Derajat II : terdapat luka laserasi, luka lebih besar (> 1cm) tanpa disertai

kerusakan jaringan lunak yang luas dan luka epulsi.

3) Derajat III : patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,

otot, kulit dan sistem neuromuskuler, luas luka biasanya sekitar 6-8cm dengan

penyebab energi yang besar dan patah tulangnya mempunyai fragmen yang besar.

Fraktur Derajat III dibagi menjadi :

a) Derajat III A : bagian tulang yang terbuka masih dapat ditutupi oleh jaringan lunak.

b) Derajat IIIB : terdapat kehilangan jaringan lunak yang luas dengan terkupas

periosteum, biasanya terdapat kontaminasi yang pasif.

c. Fraktur Komplit

Patah yang melintang keseluruh tulang dan sering berpindah dari posisi normal.

d. Fraktur Inkomplit

Meluasnya garis fraktur yang melewati sebagian tulang dimana yang mengganggu

kontinuitas seluruh tubuh. Type fraktur ini disebut juga greenstick.

e. Fraktur Comminuted

Fraktur yang memiliki beberapa fragmen tulang.

f. Fraktur Patologik

Fraktur yang terjadi sebagai hasil dari gangguan tulang pokok, seperti osteoporosis,

kista tulang, metastasis tulang dan tumor.

g. Fraktur Longitudinal
Garis fraktur berkembang secara longitudinal.

h. Frakur Transversal

Fraktur sepanjang garis tengah tulang.

i. Fraktur Spiral

Garis fraktur berbentuk spiral mengelilingi tulang.

3. ANATOMI FISIOLOGI
Gambar 2.2, Anatomi Ektremitas Bawah. R.Putz dan R. Pabts (2000 : 262)

Tulang merupakan struktur padat yang hidup, karena terdiri atas sel-sel dan

jaringan tulang. Permukaan tulang terbungkus oleh periosteum atau selaput

pembungkus tulang yang merupakan lapisan jaringan ikat dan banyak mengandung

serabut-serabut saraf. Struktur tulang terdiri atas bagian yang padat atau pars

kompakta dan bagian yang berongga- rongga. Bagian yang berongga terdiri atas pars

spongiosa (yang berongga kecil) dan medulla tulang (yang berongga besar). Yang

berongga kecil berisi sumsum tulang merah, tempat pembuatan sel-sel darah dan

trombosit. Sedangkan medulla tulang berisi jaringan lemak dan berwarna kekuningan.

Tulang juga dibagi menurut bagian tengah atau diafisis dan bagian ujung (epififis).

Batas epifisis dan diafisis merupakan zona pertumbuhan tulang.

a. Struktur Tulang

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2265), tulang sangat bermacam-macam

baik dalam bentuk maupun ukuran, tetapi mereka memiliki struktur yang sama.

Lapisan yang paling luar disebut periosteum dimana banyak terdapat pembuluh darah
dan saraf, lapisan bawah periosteum mengikat tulang dengan benang polagen yang

disebut korteks. Korteks bersifat tebal dan keras sehingga tulang kompakta. Korteks

tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut sistem

haversian. Lapisan melingkar matriks tulang disebut lamellae. Ruang sempit antara

lamellae disebut lacunae (didalam terdapat osteosit) dan kanalikuli. Tiap system

kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal haversian terdapat sepanjang tulang

panjang yang didalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk kedalam

tulang melalui kanal volkam. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk

tulang dan membuang system metabolisme keluar tulang.

Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari system haversian, yang dalamnya

terdapat trabekula (batang) dari tulang trabekula ini terlihat seperti spon tapi kuat

sehingga disebut tulang spon yang didalamnya terdapat bone marrow yang membentuk

sel-sel darah merah. Bone marrow terdiri dari dua macam, yaitu : bone marrow merah

yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopaiesis dan bone marrow

kuning yang terdiri dari sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa

menyebabkan fatembolism syndrome (FES).

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit dan osteoplast. Osteoblast

merupakan sel pembentuk tulang yang berada dibawah tulang baru. Osteosit adalah

osteoblast yang berada pada matriks, sedangkan osteoplast adalah sel penghancur

tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel ini diikat

oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh

bagian kolagen, protein, karbohidrat, mineral dan substansi dasar (gelatin) yang

berfungsi sebagai media dalam difusi nutris, oksigen dan sampah metabolisme antara

tulang dan pembulu darah selain itu didalamnya terkandung garam kalsium organik (
kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras. Sedangkan aliran darah dalam

tulang antara 200-400 ml/mnt melalui proses vaskularisasi tulang.

b. Bentuk Tulang

Menurut Sapto Harnowo, (2002 : 1992), dilihat dari bentuknya tulang terbagi

atas berbagai bentuk yaitu : tulang panjang, pendek, ceper dan tulang bentuk tak

beraturan.

1) Tulang Panjang

Bentuk dari tulang ini contohnya adalah humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula.

Tulang-tulang ini tidak benar-benar lurus, tetapi agak melengkung, tujuannya supaya

tulang menjadi kuat menahan beban dan tekanan.

2) Tulang Pendek (Karpalis)

Tulang ini memiliki bentuk yang tidak tetap didalamnya terdiri dari tulang spongiosa,

bagian luar terdiri dari tulang padat (tulang kompakta), terdapat pada pergelangan

tangan dan kaki.

3) Tulang ceper

Contoh dari tulang ceper ini adalah tulang tengkorak, tulang iga, panggul dan belikat.

Berfungsi untuk perlindungan otak, rongga dada dan perlekatan yang luas.

4) Tulang bentuk tak beraturan

Tulang ini memiliki bentuk yang tak beraturan, bentuk dari tulang ini yang khas

misalnya pada tulang vertebra dan jenis tulang sama dengan tulang pendek.

c. Fungsi Tulang

Menurut Sapto Harnowo, (2002 : 90), terdapat beberapa fungsi tulang yaitu :
1) Penunjang jaringan tubuh dan memberi bentuk kerangka tubuh.

2) Tempat melekatnya otot, tendon dan ligamen.

3) Membentuk pergerakan, otot melekat pada tulang untuk berkonsentrasi dan bergerak.

4) Melindungi organ tubuh yang lunak.

5) Tempat penyimpanan garam mineral, kalsium dan fosfat.

6) Tempat pembentukan sel darah merah (dalam sumsum tulang)

d. Pertumbuhan Tulang

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2266), terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan tulang. Secara umum pertumbuhan tulang dipengaruhi

oleh :

1) Berbagai hormon hipofise, tyroid, korteks, adrenal, paratyroid, estrogen dan androgen.

2) Vitamin

a. Vitamin A, mempengaruhi kegiatan osteoplast (sel penyerap tulang).

b. Vitamin B Kompleks, mempercepat pertumbuhan kalus pada fraktur.

c. Vitamin D, mempengaruhi pertumbuhan bahan kolagen antar sel (merangsang

osteoblast) juga mempengaruhi endapan mineral pada tulang.

3) Vaskularisasi / Nutrisi

Pasokan darah juga mempengaruhi pembentukan tulang. Dengan menurunnya

pasokan darah akan terjadi penurunan osteogenesis dan tulang mengalami osteoporosis

(berkurangnya kepadatan tulang). Nekrosis tulang akan terjadi bila tulang kehilangan

aliran darah.

e. Hubungan Antar Tulang

Menurut Sapto Harnowo, (2002 : 93), tulang didalam tubuh dapat berhubungan

secara erat atau tidak erat. Hubungan antar tulang disebut artikulasi. Untuk dapat

bergerak diperlukan struktur yang khusus yang terdapat pada artikulasi : struktur
khusus tersebut dinamakan sendi. Terbentuknya sendi dimulai dari kartilago didaerah

sendi. Mula-mula kartilago akan membengkak lalu kedua ujungnya akan diliputi

jaringan ikat. Kemudian kedua ujung kartilago membentuk sel-sel tulang : keduanya

diselaputi oleh selaput sendi (membrane sinopial) yang liat dan menghasilkan minyak

pelumas tulang yang disebut minyak sinovial.

Didalam sistem rangka manusia terdapat tiga jenis hubungan antar tulang yaitu

1. Sinartrosis

Sinartrosis adalah hubungan antar tulang yang tidak memiliki celah sendi.

Hubungan antar tulang ini dihubungkan dengan erat oleh jaringan serabut sehingga

sama sekali tidak bisa digerakkan. Ada dua type utama sinartrosis, yaitu : Sutura dan

Sinkondrosis. Sutura adalah hubungan antar tulang yang dihubungkan dengan

jaringan ikat serabut padat, contohnya tengkorak. Sinkondrosis adalah hubungan

antar tulang yang dihubungkan oleh kartilago hialin. Contohnya : hubungan antar

epifisis dan diafisis pada orang dewasa, hubungan antar tulang ini tidak dapat

digerakkan.

2. Amfiartrosis

Amfiartrosis adalah sendi yang dihubungkan oleh kartilago sehingga

memungkinkan untuk digerakkan. Amfiartrosis dibagi menjadi 2, yaitu : Simfisin dan

Sindesmosis. Pada sintisis, sendi dihubungkan oleh kartilago serabut yang pipih,

contohnya pada sendi invertebra dan sintisis kubik. Pada sindesmosis, sendi

dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen contohnya : sendi antar tulang

betis dan tulang kering.

3. Diartrosis
Diartrosis adalah hubungan antar tulang yang kedua ujungnya tidak dihubungkan oleh

jaringan sehingga tulang dapat digerakkan disebut juga sendi. Diartrosis disebut juga

hubungan sinovial yang dicirikan oleh keleluasaannya dalam bergerak dan fleksibel.

Sendi ada yang dapat bergerak satu arah dan ada pula yang bergerak beberapa arah.

Contoh : panggul, lutut, bahu dan siku.

4. Etiologi

Menurut Aston, J.N, (2000 : 153), fraktur dapat ditimbulkan oleh trauma :

a) Trauma Langsung (direk), yaitu bila fraktur terjadi ditempat bagian tersebut

mendapat ruda paksa, misalnya : benturan / pukulan pada tulang yang menyebabkan

fraktur.

b) Trauma tidak langsung (indirek), misalnya : penderita jatuh dengan lengan dalam

keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur dalam pergelangan tangan.

c) Terjadinya karena patologis : fraktur yang terjadi karena bentuk patologis akibat

proses penyakit seperti osteoporosis, penyakit infeksi pada tulang dan keganasan

tulang.

d) Malnutrisi, menurunnya kadar Ca, F, K dan vitamin D.


5. Patofisiologi

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2359), trauma dan kondisi patologis yang

terjadi pada tulang dapat menyebabkan fraktur, fraktur menyebabkan diskontuinitas

jaringan tulang yang dapat membuat penderitanya mengalami kerusakan mobilitas

fisiknya.

Apabila kulit sampai robek hal ini akan menjadikan luka terbuka dan akan

menyebabkan potensial infeksi.

Diskontuinitas jaringan tulang dapat mengenai/terjadi di 3 bagian yaitu jaringan lunak,

pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri.

Apabila mengenai jaringan lunak maka akan terjadi spasme otot yang menekan ujung

– ujung saraf dan pembuluh darah mengakibatkan nyeri, deformitas serta syndrome

compartemen.

Jikadiskontuinitas terjadi di pembuluh darah dan saraf maka perdarahan akan

bertambah banyak mengakibatkan hipovolemi dan jika tidak segera ditangani akan

terjadi syok, jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa berakibat fatal yaitu

kematian.

Jika terjadi ditulang maka akan mengalami 2 hal yaitu tindakan imobilisasi fiksasi dan

perubahan bentuk tulang, jika tulang sudah terjadi perubahan baik dalam komposisi

atau pun kemampuannya maka akan terjadi kerusakan periostenum dan sumsum

tulang, terjadinya kerusakan akan membuat serpihan lemak masuk kedalam pembuluh

darah yang terbuka dan hanyut bersama aliran darah terjadilah emboli lemak dan jika

terjadi diparu terjadi emboli paru dengan tanda-tanda pasien akan mengalami sesak,

apabila sudah sesak maka terjadi hipoksia jaringan bisa sistemik dan lokal, jika terjadi

secara lokal maka terjadi kematian saraf dan pembuluh darah karena tidak

mendapatkan suplai oksigen yang adekuat lama kelamaan akan terjadi kematian
jaringan dan pasien harus segera diamputasi. Dan jika terjadi secara sistemik maka

akan terjadi kematian.

Fraktur tulang metatarsal (tulang pertengahan kaki) sering terjadi. Penyebab

yang paling sering adalah terlalu banyak berjalan atau penggunaan berlebihan yang

menyebabkan tekanan yang tidak langsung. Penyebab lain adalah benturan yang

terjadi secara mendadak. Selain dilakukan pembedahan untuk meluruskan pecahan-

pecahan tulang yang patah, perlu dilakukan imobilisasi dengan gips. Masa

penyembuhan biasanya memerlukan waktu 3 – 12 minggu, tetapi pada usia lanjut atau

status kesehatan yang buruk, mungkin diperlukan waktu yang lebih lama.

6. Proses Penyembuhan Tulang

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2266), kebanyakan patah tulang sembuh

melalui osifikasi endokondial ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak

hanya ditambal dengan jaringan parut, namun tulang mengalami regenerasi sendiri.

Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang

a) Inflamasi

Dengan adanya patah tulang, tulang mengalami respon yang sama dengan bila

ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang

cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen

tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera

kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan
membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamsi, pembengkakan dan nyeri. Tahap

inflamasi berlangsung selama 24 – 48 jam dan hilang dengan berkurangnya

pembengkakan dan nyeri.

b) Proliferasi sel

Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-

benang fibrin dalam jendelan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan

invasi fibroblast dan osteoblast.

Fibroblas dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel dan sel

periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen

pada patahan tulang.

c) Pembentukan Kalus

Pertumbuhuan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan menjadi sisi lain

sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan

jaringan vibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang

dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan

jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar

fragmen tulang bergabung daam tulang rawan atau jaringan fibrus.

d) Osifikasi

Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang

melalui proses penulangan endokondrial.

e) Remodeling
Tahap akhir perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan

reorganisasi tulang baru kesusunan tulang struktural sebelumnya. Remodeling

memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya

modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan pada kasus yang melibatkan

tulang kompakta dan kanselus – stress fungsional pada tulang.

7. Tanda dan Gejala

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2358), tanda dan gejala fraktur antara lain :

a. Sakit (nyeri), karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat

menyebabkan penekanan sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.

b. Inspeksi : bengkak atau penumpukan cairan yang disebabkan oleh kerusakan

pembuluh darah deformitas (perubahan struktur dan bentuk tulang).

c. Palpasi : nyeri tekan, nyeri sumbu, krepitasi (dapat dirasakan atau didengarkan bila

digerakkan).

d. Gerakan : aktif (tidak bisa : function laesa), pasif (gerakan abnormal).

e. Perubahan warna kulit : pucat, ruam cyanosis.

f. Parastesia (kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf,

dimana saraf ini dapat terjepit dan terputus oleh fragmen tulang).

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Anamese : pemeriksaan umum

b. Foto Rongent pada daerah yang mengalami trauma untuk menentukan lokasi atau

luasnya fraktur atau luasnya trauma.


c. Tes laboratorium : darah lengkap menunjukkan tingkat kehilangan darah

(pemeriksaan Hb , HT). Peningkatan sel darah putih sebagai respon norma terhadap

respon stress setelah trauma.

d. CT scan tulang dengan kontras/tanpa kontras, bonescan MRI scan untuk melihat

fraktur dan kemungkinan kerusakan jaringan lunak dan saraf sekitar fraktur.

e. X-Ray : menentukan lokasi/luas/batas dan tingkat fraktur/trauma.

f. Arteriografi : untuk melihat kerusakan pada sistem pembuluh darah.

9. Penatalaksanaan Medis

Menurut Arif Manjoer, (2009 : 348), pengobatan bisa dilakukan secara

konservatif/operatif.

a. Terapi konservatif

1) Proteksi, immobilisasi tanpa reposisi

2) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, traksi

b. Terapi operatif

1). Reposisi tertutup, fiksasi interna.

2). Reposisi tertutup dengan control radiology diikuti fiksasi interna.

3).Reposisi terbuka dan fiksasi

4). Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis.

Ada beberapa prinsip dasar yang harus diertimbangkan pada saat menangani fraktur :

a. Rekognisi
Pengenanlan riwayat kecelakan, patah atau tidak, menentukan perkiraan yang patah,

kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan ketidak stabilan,

tindakan apa yang cepat dilakukan misalnya pemasangan bidai.

b. Reduksi

Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat mungkin

kembali seperti letak asalnya.

Cara penanganan secara reduksi :

1) Pemasangan gips

Untuk memepertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.

2) Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)

Menggunakan gips sebagai fiksasi ekternal untuk mempertahankan posisi tulang

dengan alat-alat : sekrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang disisi maupun didalam

tulang. Alat ini diangkat kembali setelah 1 - 12 bulan dengan pembedahan.

3) Reduksi terbuka (open reduction internel fixation)

Dengan pembedahan (fiksasi internal) : skrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang

disisi maupun didalam tulang untuk membantu mempertahankan kesegarisan /

keselurusan tulang. Alat ini diangkat kembali setelah 1 – 2 bulan dengan pembedahan.

c. Retensi

Menyatakan metode yang dilaksanakan untuk menahan fragmen tulang tersebut

selama penyembuhan. Adapun jenis-jenis traksi yaitu : Buck Extension Tracton yang

digunakan untuk fraktur panggul, kontraktur, spasme otot.

d. Debridemen

Untuk mempertahankan / memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur pada

keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.


e. Rehabilitasi

Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk mengembalikan

fungsi normal.

f. Perlu dilakukan mobilisasi

Kemandirian bertahap.

10. Komplikasi

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2365), dapat dilihat dalam dua tingkatan :

a. Komplikasi dini (1 x 24 jam) pasca fraktur

Komplikasi dini yang biasa terjadi pada fraktur adalah pendarahan, emboli paru,

emboli lemak, tetanus, compartement syndrome, vascular nekrosis dan infeksi, syok.

b. Komplikasi lanjut

Komplikasi lanjut pada faktur yang dapat terjadi adalah kekakuan sendi/ kontraktur,

disuse antropi otot, malunion (tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak

seharusnya), nomunion (tulang yang tidak menyambung kembali), delayed union

(proses penyembuhan yang terus menerus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih

lambat dari kecepatan normal), gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis) osteoporosis

post trauma dan plebotrombosis.

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian, menurut 11 pola gordon

a. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan

1) Bagaimana status kesehatan klien, minum alkohol

2) Apakah klien pernah mengalami kecelakaan sebelumnya ?


3) Apakah yang dilakukan klien ketika ia mendapat kecelakaan tersebut, apakah ia

berusaha untuk mendapatkan pengobatan medis atau tradisional ?

b. Pola Nutrisi Metabolik

1) Apakah klien ada nafsu makan atau tidak ?

2) Apa dan bagaimana jenis makanan favorit klien ?

3) Apakah klien ada mengeluh tidak ada nafsu makan ?

c. Pola Eliminasi

1) Apakah klien ada masalah dalam BAK/BAB sehari-hari ?

2) Bagaimana biasanya karateristik jumlah, warna dan konsistensi dari urine atau feces ?

d. Pola Aktifitas dan Latihan

1) Apakah yang dilakukan klien sehari-hari ?

2) Adakah klien mengalami kesulitan bernapas setelah melakukan kegiatan ?

e. Pola Tidur dan Istirahat

1) Bagaimana kebiasaan tidur dan istirahat klien sebelum sakit dan ketika sakit ?

2) Apakah klien sering terbangun disaat ia tidur ?

3) Apakah klien ada menggunakan obat-obat tidur dalam merangsang rasa ngantuk ?

f. Pola Persepsi Kognitif

1) Apakah klien mengalami gangguan/perubahan dalam proses berfikir?

2) Apakah klien ada perasaan tidak nyaman, nyeri, jika ya bagaimana mengatasinya ?

g. Pola Persepsi dan Konsep Diri

1) Bagaimana menurut klien tentang penyakitnya ?

2) Bagaimana cara pandang klien terhadap dirinya sendiri sebelum dan sesudah ia sehat,

apakah ada perubahan ?

h. Pola Peran dan Hubungan Sesama

1) Apakah klien ada perasaan malu, minder untuk bergaul dengan sesamanya?
2) Apakah peran klien didalam lingkungan keluarga, masyarakat dan tempat kerjanya ?

i. Pola Reproduksi dan seksualitas

1) Bagaimana hubungan klien dengan lawan jenis ?

2) Apakah klien mengalami penyimpangan seksualitas ?

j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stres

1) Apakah klien merasa cemas, takut sehubungan dengan penyakitnya ?

2) Adakah penyebab lain yang menyebabkan klien merasa cemas, stress?

3) Apakah yang dilakukan klien ketika ia mengalami suatu masalah, juga ketika ia

mendapat suatu kecelakaan/fraktur ini ?

4) Apakah ada rasa tidak berdaya ?

k. Pola Nilai dan sistem kepercayaan

1) Apakah klien ada mengalami hambatan dalam ibadah ketika ia sakit ?

2) Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan ?

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doengoes, (1999 : 761), Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

pada pasien dengan fraktur menurut konsep teoritis adalah :

a. Resiko tinggi terhadap trauma yang berhubungan dengan kehilangan integritas tulang

(fraktur).

b. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, gerakan fargmen tulang, edema, cedera,

cedera pada jaringan lunak, alat traksi/mobilisasi, stress, ansietas.

c. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer yang berhubungan dengan

penurunan/ interupsi aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan,

pembentukan thrombus, hipovolemia.


d. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan

perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membrane alveola/kapiler,

interstisial, edema paru, kongesti.

e. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler; nyeri / ketidaknyamanan; therapy restritif (mobilisasi tungkai).

f. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan yang berhubungan dengan

cedera tusuk, fraktur, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekerup,

imobilisasi fisik.

g. Resiko tinggi terhadapa infeksi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan lingkungan, traksi

tulang.

h. Kebutuhan pembelajaran tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan yang

berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi/tidak

mengenal sumber informasi.

3. Rencana Keperawatan

a. DP 1. Risiko tinggi terhadap trauma yang berhubungan dengan kehilangan integritas

tulang (fraktur).

Hasil yang diharapkan :

1) Mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur

2) Menunjukan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur.

3) Menunjukan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan tepat.

Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi.

Rasional : Meningkatkan stabilitas, menurunkan


kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan.

2) Pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan

bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter, papan kaki.

Rasional : Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah

tekanan deformitas pada gips yang kering.

3) Pertahankan posisi/integritas traksi.

Rasional : Traksi memungkinkan tarikan pada aksi panjang

fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot untuk

mempermudah penyatuan.

4) Kolaborasi dengan tim medik untuk foto ulang.

Rasional : Memberikan bukti visual mulainya pembentukan

proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan

kebutuhan perubahan/tambahan terapy.

b. DP 2. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, gerakan fargmen tulang, edema,

cedera, cedera pada jaringan lunak, alat traksi/mobilisasi, stress, ansietas.

Hasil yang diharapkan :

1) Nyeri hilang.

2) Pasien santai, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan cepat.

3) Pasien tampak rileks

Intervensi :

1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah

baring.
Rasional : Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan

posisi tulang yang cedera.

2) Kaji keluhan nyeri/ketidanyamanan baik verbal maupun non

verbal.

Rasional : Tingkat ansietas dapat mempengaruhi

persepsi/reaksi terhadap nyeri.

3) Anjurkan pasien menggunakan tehnik manajemen stres,

seperti latihan napas dalam.

Rasional : Meningkatkan rasa kontrol dan dapat

meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri

yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.

4) Kaji adanya keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba.

Rasional : Dapat menandakan terjadinya komplikasi, contoh

infeksi, iskemia jaringan, sindrom compartement.

5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgetik

non narkotik.

Rasional : Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan atau

spasme otot.

c. DP 3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer yang berhubungan

dengan penurunan/ interupsi aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema

berlebihan, pembentukan thrombus, hipovolemia.

Hasil yang diharapkan :

1) Pasien akan mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit

hangat/kering, sensasi normal, tanda vital stabil, saluran urine adekuat untuk situasi

individu.
Intervensi :

1) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distel pada

fraktur.

Rasional : Kembalinya warna harus cepat < 2 detik, warna

kulit putih menunjukan gangguan arterial, sianosis diduga ada

gangguan vena.

2) Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik tekanan.

Rasional : Faktor ini disebabkan atau mengindikasikan

tekanan jaringan/iskemia, menimbulkan kerusakan/nekrosis.

3) Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal

cedera, ambulasi sesegera mungkin.

Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan

pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas.

4) Awasi tanda-tanda vital.

Rasional : Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan

mempengaruhi perfusi jaringan.

5) Kolaborasi dengan tim medik dalam mengawasi Hb/Ht,

pemeriksaan koagulasi, contoh kadar protrombin.

Rasional : Membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan

membutuhkan keefektifan terapi penggantian.

d. DP 4. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan

perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran alveola/kapiler,

interstisial, edema paru, kongesti.

Hasil yang diharapkan :


1) Pasien akan mempertahankan fungsi pernapasan, dibuktikan oleh tak adanya

dispnea/sianosis; frekuensi pernapasan dan GDA dalam batas normal.

Intervensi :

1) Awasi frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu,

terjadinya sianosis.

Rasional : Takipnea, dispnea dan perubahan dalam status

mental dan tanda dini insufisiensi pernapasan dan mungkin

hanya indikator terjadinya emboli paru pada tahap awal.

2) Auskultasi bunyi napas, perhatikan terjadinya ketidaksamaan,

bunyi ronchi, mengi dan inspirasi mengorok/bunyi sesak

napas.

Rasional : Perubahan adanya bunyi menunjukan terjadinya

komplikasi pernapasan, contoh atelektasis, pneumonia, emboli,

inspirasi mengorok menunjukan edema jalan napas atas dan

diduga emboli lemak.

3) Instruksikan dan bantu dalam latihan napas dalam dan batuk.

Rasional : Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

4) Observasi sputum untuk tanda adanya darah.

Rasional : Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru

5) Kolaborasi pemberian oksigen bila diindikasikan.

Rasional : Meningkatkan sediaan O2 untuk oksigenisasi

optimal jaringan.

e. DP 5. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler; nyeri/ketida nyamanan; therapy restritif (mobilisasi tungkai).

Hasil yang diharapkan :


1) Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.

2) Mempertahankan posisi fungsional.

3) Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.

4) Menunjukan tehnik yang memungkinkan untuk melakukan aktifitas.

Intervensi :

1) Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera/

pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap

imobilisasi.

Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan

diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual,

memerlukan informasi/interpensi untuk meningkatkan

kemajuan kesehatan.

2) Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (mandi, berpakaian).

Rasional : Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi,

meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan

diri langsung.

3) Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk,

tongkat sesegera mungkin. Intruksikan keamanan dalam

menggunakan alat mobilitas.

Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah

baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi

fungsi organ.

4) Awasi TD dengan melakukan aktivitas, perhatikan keluhan

pusing.

Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai


tirah baring lama.

5) Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan

batuk/napas dalam.

Rasional : Mencegah/menurunkan insiden komplikasi

kulit/pernapasan.

6) Dorong peningkatan masukan cairan 2000-3000 ml/hari.

Rasional : Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan

resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.

7) Kolaborasi dengan ahli fisiotherapi untuk terapi mobilisasi

fisik.

Rasional : Berguna dalam membuat aktivitas

individual/program latihan, pasien dapat memerlukan

bantuan jangka panjang dengan gerakan.

f. DP 6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan yang berhubungan

dengan cedera tusuk, fraktur, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat,

sekerup, imobilisasi fisik.

Hasil yang diharapkan :

1) Meyatakan ketidaknyamanan hilang

2) Menunjukan prilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan

penyembuhan sesuai indikasi.

3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.

Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan,

perdarahan, perubahan warna kelabu memutih

Rasional : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan

masalah yang mungkin disebabkan oleh alat dan atau

pemasangan gips atau traksi,atau pembentukan edema yang

membutuhkan intervensi medik lanjut.

2) Masage kulit dan penonjolan tulang,pertahankan permukaan

tempat tidur kering dan bebas kerutan.

Rasional : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan

resiko abrasi/kerusakan kulit.

3) Observasi untuk potensial area yang tertekan, khususnya pada

akhir dan bawah bebatan gips.

Rasional : Tekanan dapat menyebabkan ulserasi, nekrotik dan

atau kelumpuhan saraf, masalah ini mungkin tidak nyeri bila

ada kerusakan kulit.

4) Ubah posisi pasien sesering mungkin untuk melibatkan sisi

yang tidak sakit dengan kaki pasien diatas kasur.

Rasional : Meminimalkan tekanan pada kaki dan sekitar tepi

gips.

5) Kolaborasi dengan tim medis untuk penggunaan tempat tidur

busa atau kasur udara sesuai indikasi.

Rasional : Karena imobilisai bagian tubuh, tonjolan tulang

lebih dari area yang sakit karena penurunan sirkulasi.


g. DP 7. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan lingkungan, traksi

tulang.

Hasil yang diharapkan :

1) Penyembuhan luka sesuai waktu.

2) Bebas drainase purulen atau eritema dan demam.

Intervensi :

1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas.

Rasional : Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui

kulit terinfeksi. Kemerahan atau abrasi (dapat menimbulkan

infeksi tulang).

2) Kaji sisi pen/ kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri /rasa

terbakar atau adanya edema, eritema, drainase/bau tidak

enak.

Rasional : Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi

lokal/nekrosis jaringan yang dapat menimbulkan

osteomyelitis.

3) Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi,perubahan

warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tidak enak/asam.

Rasional : Tanda perkiraan infeksi gas gangren.

4) Kaji tonus otot,reflek tendon dalam dan kemampuan untuk

bicara.

Rasional : Kekuatan otot, spasme tonik otot rahang dan

disfagia menunjukkan terjadinya tetanus.

5) Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasn gerakan dengan edema


local/eritema ekstrimitas cedera.

Rasional : Dapat mengidentifikasi terjadinya osteomyelitis.

6) Awasi pemeriksaan laboratorium; hitung darah lengkap.

Rasional : Anemi dapat terjadi pada osteomyelitis, leukositosis

biasanya ada dengan proses infeksi.

7) Kolaborasi dengan dengan dokter dalam pemberian terapi

antibiotic.

Rasional : Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara

profilaktik atau dapat ditunjukan pada mikroorganisme

khusus.

h. DP : 8. Kebutuhan pembelajaran tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan yang berhubungan dengan kurang terpajan/menngingat, salah interpretasi

informasi/tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien bertambah setelah diberikan tindakan

keperawatan (penyuluhan kesehatan) selama 3 x 24 jam.

Sasaran : Pemahaman tentang proses penyakit

1. Kaji pemahaman pasien tentang perawatan luka dan penggunaan alat medik (Gips)

Rasional : Pemahaman Prosedur perawatan luka dan penggunaan alat medik (Gips)

mengurangi kecemasan dan mengurangi resiko infeksi.

2. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan latihan aktif (Latihan Aktif : Latihan

yang dilakukan pasien sendiri) pada ekstremitas yang tida sakit

Rasional : Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan dapat mencegah terjadinya

kontraktur pada tulang.

3. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein (TKTP), tinggi

kalsium dan vitamin


Rasional : Makanan Tinggi kalori tinggi protein (TKTP), tinggi kalsium dan vitamin

mempercepat proses penyembuhan tulang

4. Anjurkan pasien saat berjalan menggunakan tumpuan lebih banyak pada kaki yang

tidak sakit

Rasional : Mengurangi dan pergeseran pada tulang.

5. Libatkan keluarga dalam perawatan dan ajarkan cara perawatan luka dengan benar

dan steril.

Rasional : Supaya mencegah terjadinya infeksi nasokomial.

6. Evaluasi Pemahaman tentang informasi yang diberikan

Rasional : Menunjukkan sejauh mana pemahaman pasien tentang informasi yang

diberikan

Kasus 1

RESUME ASKEP FRAKTUR

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn N DENGAN FRAKTUR DIGIT V METACARPAL SINISTRA


DI IGD RSUD KABUPATEN BATANG

PENGKAJIAN

A. IDENTITAS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn N

Usia : 60 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Islam
Pekerjaan :-

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Tanggal masuk : 27 Oktoberr 2015 Jam 15.30 WIB

Tanggal Pengkajian : 27 Oktoberr 2015 Jam 15.30 WIB

No RM : 321842

Diagnosa medik : Fraktur digit V metacarpal sinistra

Sumber Biaya : BPJS Non PBI

IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

Nama : Sdr . E

Usia : 35 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh

Hubungan dengan pasien : Anak klien

B. KEADAAN PASIEN SECARA UMUM

Pasien masuk ruang IGD dalam keadaan lemas dan tampak kesakitan, kaki kiri bengkak

C. KELUHAN UTAMA / ALASAN MASUK RS

P : profokatif, paliatif, pencetus

Klien merasa nyeri di kaki kiri sejak 2 hari yang lalu, klien terjatuh saat turun dari tangga.
Klien merasa kakinya terkilir, terasa sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien. Klien
mengatakan tidak bisa berjalan karena nyeri pada kakinya, bila berjalan dibantu oleh anaknya.

Q : Kualitatif/kuantitatif

Sifat sangat nyeri, tetapi masih bisa dikontrol dengan mengusap-usap daerah sekitar lokasi nyeri

R : Regional

Lokasi nyeri pada daerah punggung kaki kiri

S : Skala
Skala nyeri 9 (nyeri berat, sangat nyeri tetapi masih bisa dikontrol oleh klien)

T : Timing

Nyeri ketika klien menggerakkan kaki kirinya, durasi nyeri panjang bila klien menggerak-gerakkan
kaki kirinya dan ketika untuk berjalan. Nyeri masih bisa dikontrol dengan mengusap-usap daerah
sekitar lokasi nyeri

D. PENGKAJIAN PRIMER

1. Airway

Kondisi airway paten tidak ada obstruksi, tidak ada sumbatan, tidak ada snoring/stridor dan pasien
masih dapat berbicara

2. Breathing

Nafas spontan, frekuensi nafas 20x/menit, tidak ada whezing, ronchi,

3. Circulation

Tekanan darah saat diperiksa 130/90 mmHg, pulsasi nadi kuat, frekuensi 96 x/menit, suhu
37˚Celcius, irama jantung teratur, kulit dan membran mukosa tidak pucat, seluruh permukaan
tubuh teraba hangat

4. Disability

Pasien dalam kondisi sadar dan masih bisa berkomunikasi

5. Eksposure / environment / event

Terdapat fraktur pada kaki kirinya ( fraktur digit V metacarpal sinistra), oedem pada punggung kaki
kiri, klien merasa kakinya sangat nyeri bila berjalan.

E. PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Riwayat kesehatan sekarang

Menurut keterangan keluarga ( anak ). Klien mengeluh nyeri di kaki kiri sejak 2 hari yang lalu, klien
terjatuh saat turun dari tangga. Klien merasa kakinya terkilir, terasa sangat nyeri bila untuk berjalan
kaki, kemudian klien dibawa oleh keluarganya ke RSUD Batang.

2. Riwayat kesehatan dahulu


Menurut keterangan keluarga, sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang.
Pasien pernah di rawat di RSUD Batang pada tahun 2013 karena hipertensi.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit jantung, kencing manis (DM)

4. Anamnesa singkat ( AMPLE )

Alergi : Klien tidak pernah mengalami alergi baik obat obatan maupun makanan

Medikasi : Obat yang diminum pasien bila ada masalah kesehatan biasanya berasal dari
dokter setempat atau puskesmas

Past Ilness : Klien pada tahun 2013 pernah menderita hipertensi dan dirawat di rumah sakit.

Event : Klien mengeluh nyeri di kaki kiri sejak 2 hari yang lalu, klien terjatuh saat turun dari
tangga. Klien merasa kakinya terkilir, terasa sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien

5. Pemeriksaan head to toe

Kepala : rambut bersih, tidak ada luka maupun bekas trauma

Mata : penglihatan masih jelas, conjungtiva pucat, ekspresi wajah tampak menahan nyeri.

Hidung : tidak terdapat pernafasan cuping hidung

Mulut : bibir tampak pucat

Leher : leher teraba dingin, tidak terdapat pembesaran kelenjar gondok

Thorak : - Inspeksi : nafas cepat, tidak ada cidera

- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, kulit teraba dingi

- Perkusi : sonor, tidak ada nyeri ketok

- Auskultasi : tidak ada whezing/ronchi, irama jantung teratur, cepat, tidak ada galop

Abdoment : - Inspeksi : pucat, tidak ada acites, tidak ada cidera

- Auskultasi : bising usus normal

- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, kulit teraba dingin, tidak ada defans muskuler

- Perkusi : timpani, tidak ada nyeri ketok

Pelvis : Tidak ada tanda tanda cidera/jejas

Extremitas : Ekstrimitas atas gerakan normal tidak ada nyeri, denyut arteri radialis teraba,
terpasang infus Ringer Laktat 20 tetes/menit di tangan kiri. Extremitas bawah kanan gerak normal,
tidak ada nyeri gerak. Ekstrimitas bawah kiri ada fraktur pada digital V metacarpal sinistra, klien
mengatakan nyeri bila digerakkan, klien merasa sangat nyeri bila untuk berjalan kaki, punggung kaki
kiri tambah bengkak.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Hasil Rongten pelvis : fraktur digit V metacarpal sinistra

G. TERAPI MEDIS

1. Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit

2. Injeksi Ceftriaxone 1 x 1 gram intra vena

Injeksi Ranitidine 3 x 50mg intra vena

Injeksi Ketorolac 3 x 30 mg intra vena

H. ANALISA DATA

No Hari/Tgl
Symtom Etiologi Problem
/Jam

1 Selasa Subyektif : Gerakan fragmen Nyeri akut


tulang
27-10-15 - Klien mengatakan
terjatuh saat turun dari
Jam 16.00 tangga

- Klien mengatakan
nyeri pada punggung kaki
kiri

- Klien mengatakan
kakinya nyeri bila untuk
berjalan.

- Skala nyeri 9 (nyeri


berat, tetapi masih bisa
dikontrol oleh klien yaitu
dengan mengusap-usap
daerah sekitar lokasi
nyeri

Obyektif :

- Ekspresi wajah nampak


menahan nyeri

- Oedem pada punggung


kaki kiri

- Seluruh permukaan
tubuh teraba hangat

- T : 100/70mmHg

- S : 37˚Celcius

- N : 96 x/mnt

- Hasil Rogten : fraktur


pada digital V metacarpal
sinistra

2 Selasa Subyektif : Kerusakan integritas Hambatan mobilitas


struktur tulang fisik
27-10-15 - Klien mengatakan
tidak bisa berjalan karena
Jam 16.00 nyeri pada kakinya, bila
berjalan dibantu oleh
anaknya.
Obyektif :

- Ekspresi wajah pasien


tampak menahan sakit

- Oedem pada kaki kiri

- Aktifitas klien waktu di


IGD dibantu oleh
anaknya.

- Ekstrimitas bawah kiri


ada fraktur pada digital V
metacarpal sinistra

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Tn.N maka pasien pada saat dilakukan
pengkajian telah mengalami masalah keperawatan yang harus segera mendapatkan penanganan
dengan cepat. Diangnosa keperawatan yang muncul berdasarkan skala prioritas pada pasien Tn N
adalah :

No Tgl/Jam Diagnosa Prioritas

1 Selasa Nyeri akut berhubungan dengan gerakan fragmen


tulang ditandai dengan :
27-10-15 1
- Klien mengatakan terjatuh saat turun dari
Jam 16.00 tangga

- Klien mengatakan nyeri pada punggung kaki kiri

- Klien mengatakan kakinya nyeri bila untuk


berjalan.

- Skala nyeri 9 (nyeri berat, tetapi masih bisa


dikontrol oleh klien yaitu dengan mengusap-usap
daerah sekitar lokasi nyeri

Obyektif :

- Ekspresi wajah nampak menahan nyeri


- Oedem pada punggung kaki kiri

- Seluruh permukaan tubuh teraba hangat

- T : 100/70mmHg

- S : 37˚Celcius

- N : 96 x/mnt

- Hasil Rogten : fraktur pada digital V metacarpal


sinistra

2 Selasa Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan 2


kerusakan integritas struktur tulang ditandai
27-10-15 dengan :
Jam 18.00 Subyektif :

- Klien mengatakan tidak bisa berjalan karena


nyeri pada kakinya, bila berjalan dibantu oleh
anaknya.

Obyektif :

- Ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit

- Oedem pada kaki kiri

- Aktifitas klien waktu di IGD dibantu oleh


anaknya.

- Ekstrimitas bawah kiri ada fraktur pada digital V


metacarpal sinistra

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Ø NIC 1 : pemberian analgesic


dengan gerakan fragmen keperawatan selama 2 x 24
tulang jam nyeri teratasi dengan - Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgetik
kriteria hasil :

Ø NOC 2 : Pengandalian - Kelola nyeri dng pemberian


nyeri efektif dibuktikan analgetik yang terjadwal
dengan psien mampu - Sesuaikan frekuensi dan
melakukan tehnik relaksasi dosis dengan hasil pengkajian
untuk mengurangi nyeri nyeri

- Laporkan pada dokter jika


NOC 3 : Tingkat nyeri tindakan tidak berhasil
berkurang dibuktikan -
dengan skala nyeri antara 1-
5 Ø NIC 3 :Peñatalaksanaan
nyeri :

- Kaji nyeri secara


komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kwalitas, intensitas
dan factor presipitasinya

- Observasi tanda non verbal


adanya nyeri

- Ajarkan tehnik manipulasi


nyeri : tehnik relaksasi

- Libatkan pasien dan


keluarga untuk
menginformasikan kepada
perawat jika skala nyeri
berkurang atau tehnik
pengurangan nyeri tidak
tercapai

2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Ø NIC 1 : monitoring vital sign


fisik berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 sebelum dan sesudah latihan
kerusakan integritas struktur jam hambatan mobilitas dan lihat respon klien saat
tulang klien dapat teratasi dengan latihan
kriteria hasil :
Ø NIC 3 : bantu klien untuk
menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah terhadap
cidera

Ø NIC 5 : kaji kemampuan


klien dalam mobilisasai

Ø NIC 7 : berikan alat bantu


jika klien memerlukan

Ø NIC 8 : ajarkan klien


bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika
diperlukan

3. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Dx Hari/Tgl
Implementasi Evaluasi Paraf
Kep /Jam

1 Selasa - Mengkaji nyeri secara DS :


komprehensif meliputi
20-10-15 - Klien mengatakan nyeri
lokasi,karakteristik durasi,
frekuensi, keparahan nyeri dan pada punggung kaki kiri
Jam 18.30
factor pencetus - Klien mengatakan
kakinya nyeri bila untuk
berjalan.

- Skala nyeri 9 (nyeri berat,


tetapi masih bisa dialihkan
yaitu dengan mengusap-
usap daerah sekitar
fraktur)

DO:

- Ekspresi wajah nampak


menahan nyeri

- Oedem pada punggung


kaki kiri

- Seluruh permukaan
tubuh teraba hangat

- T : 100/70mmHg

- S : 37˚Celcius Deta

- N : 96 x/mnt

- Menganjurkan kepada pasien - Hasil Rogten : fraktur


untuk relaksasi saat nyeri mulai pada digital V metacarpal
muncul sinistra

DS :

- Pasien mengatakan mau


mencoba dan mau
mengikuti instruksi
perawat untuk relaksasi
jika muncul nyeri

DO:

- Pasien Nampak
menirukan tehnik relaksasi
yang diajarkan perawat Deta
- Meminta persetujuan tindakan
medik pemasangan infus dan
injeksi.
DS :

- keluarga sudah
menandatangani
persetujuan pemasangan
infus

DO :

- Infus terpasang lancar


dengan tetesan 20
tetes/menit Deta

- Melaksanakan kolaborasi dengan


dokter untuk pemberian analgetik
- Melaksanakan Injeksi DS :
Ceftriaxone 1 x 1 gram intra vena,
Ranitidine 3 x 50mg intra vena , - Pasien mengatakan
bersedia untuk diberikan
Ketorolac 3 x 30 mg intra vena
obat injeksi melalui infus

DO:

- Injeksi Ceftriaxone 1 x
1 gram intra vena,
Ranitidine 3 x 50mg intra
- Meminta persetujuan kepada vena , Ketorolac 3 x 30 mg
keluarga dan klien tindakan intra vena masuk
pemasangan bidai
DS :

- Keluarga sudah
- Melaksakan pemasangan bidai menandatangani
pada telapak kaki kiri sampai ke
persetujuan pemasangan
tumit. bidai.

- Klien mengatakan
terasa lebih nyaman Deta

DO :

- Klien kooperatif pada


saat pemasangan bidai

- Bidai sudah terpasang


pada telapak kali kiri
sampai ke tumit

- Tidak terdapat warna


kebiruan
Deta

2 - Mengkaji kemampuan klien


dalam mobilisasi
Selasa DS :

20-10-15 - Klien mengatakan


- Mengajarkan klien masih nyeri bila umtuk
Jam 18.30 bagaimana merubah posisi dan beraktifitas terutama untuk
berikan bantuan jika diperlukan berjalan.

- Klien mengatakan
bila berjalan dibantu oleh
anaknya.

- Klien paham apa yang


dianjurkan perawat
tetntang cara merubah
posisi

DO :

- Aktifitas klien dibantu


oleh anaknya ketika klien
datang ke IGD

- Klien hanya bisa


mirang-miring diatas
tempat tidur

- Kaki kiri terpasang


bidai

- Tidak ada kebiruan


Deta

4. EVALUASI / C ATATAN PERKEMBANGAN


Hari/Tgl
No Dx Kep Catatan Perkembangan Paraf
/Jam

Selasa 1 S:

20-10-15 - Klien mengatakan nyeri pada punggung kaki kiri

Jam 19.30 - Klien mengatakan kakinya nyeri bila untuk


berjalan.

O:

- Ekspresi wajah nampak menahan nyeri

- Oedem pada punggung kaki kiri

- Seluruh permukaan tubuh teraba hangat

- T : 100/70mmHg

- S : 37˚Celcius

- N : 96 x/mnt

- Hasil Rogten : fraktur pada digital V metacarpal


sinistra

A: Masalah nyeri akut belum teratasi

P : Lanjutkan NIC 1 : pemberian analgesic dan

NIC 3 : Peñatalaksanaan nyeri

Deta

Selasa 2 S:

20-10-15 - Klien mengatakan tidak bisa berjalan karena


nyeri pada kakinya, bila berjalan dibantu oleh
Jam 19.30 anaknya.
- Klien mengatakan masih nyeri bila umtuk
beraktifitas terutama untuk berjalan.

O:

- Ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit

- Oedem pada kaki kiri

- Ekstrimitas bawah kiri ada fraktur pada digital V


metacarpal sinistra

- Aktifitas klien dibantu oleh anaknya ketika klien


datang ke IGD

- Klien hanya bisa mirang-miring diatas tempat


tidur

- Kaki kiri terpasang bidai

- Tidak ada kebiruan

A : Masalah Hambatan mobilitaa fisik belum teratasi

P : Lanjutkan

Ø NIC 1 : monitoring vital sign sebelum dan sesudah


latihan dan lihat respon klien saat latihan

Ø NIC 3 : bantu klien untuk menggunakan tongkat


saat berjalan dan cegah terhadap cidera

Ø NIC 5 : kaji kemampuan klien dalam mobilisasai

Ø NIC 7 : berikan alat bantu jika klien memerlukan

Ø NIC 8 : ajarkan klien bagaimana merubah posisi dan


berikan bantuan jika diperlukan

Deta

Vous aimerez peut-être aussi