Vous êtes sur la page 1sur 9

A.

DEFINISI

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal
dari gangguan aliran darah otak dan bukan di- sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986).
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan
subrakhnoid (Bruno et al., 2000).

B. EPIDEMIOLOGI

Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 795.000 orang mengalami stroke yang baru atau
berulang. Dari jumlah tersebut, sekitar 610.000 merupakan serangan awal, dan 185.000
merupakan stroke berulang. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar 87% dari stroke di
Amerika Serikat ialah iskemik, 10% sekunder untuk perdarahan intraserebral, dan lainnya 3%
mungkin menjadi sekunder untuk perdarahan subaraknoid.
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5%
penderita meninggal dunia dan sisanya menderita kelumpuhan sebagian. atau total. Hanya 15%
saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.5 Jumlah penderita stroke di
Indonesia terus meningkat. Pada Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) jumlah penderita stroke di
tahun 2007 usia 45‐54 sekitar 8 persen, sedangkan pada tahun 2013 mencapai 10 persen.
Jumlah penderita stroke usia 55‐64 tahun pada Riskesdas 2007 sebanyak 15 persen, sedangkan
pada Riskesdas 2013 mencapai 24 persen.

C. ETIOLOGI

1). Hipertensi yang tidak terkontrol


2). Malformasi arteriovenosa (hubungan yang abnormal)
3). Ruptur Aneurisma

D. PATOLOGI

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subaraknoid.

 Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarah- an intraserebral. Hipertensi, khususnya
yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Penyebab lain adalah pecahnya
aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah,
terapi antikoa- gulan, dan angiopati amiloid.

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry


aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola
berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding
pembuluh darah tersebut berupa degenerasi lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma Charcot Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan
darah yang tiba-tiba menyebabkan pecahnya penetrating arteri. Keluarnya darah dari
pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler
yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume
perdarahan semakin besar (Caplan, 2009).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan
sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke
jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2009).

 Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-
arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arteri- vena atau tumor.

Perdarahan subaraknoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak
pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subaraknoid. Perdarahan
subaraknoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan
dari arteriovenous malformation (AVM) (Caplan, 2009).

E. PATOFISIOLOGI SINDROMA STROKE BERBASIS ANATOMI

Gejala klinik yang muncul akibat stroke tergantung gangguan pembuluh darah otak mana
yang mengenai otak. Gejala yang muncul bisa berasal dari sirkulasi anterior yaitu
mengenai arteri karotis beserta cabang-cabangnya (arteri serebri anterior dan media) atau
sirkulasi posterior meliputi arteri vertebrobasiler dan arteri serebri posterios.(Gambar 1)
Delapan puluh persen stroke mengenai sistem karotis yang menyebabkan kelumpuhan
pada satu sisi tubuh dan mengenai wajah, lengan dan tungkai dengan derajat bervariasi
tergantung bagian otak mana yang terkena.Gambar 2 dan 3 menunjukkan distribusi arteri
serebri anterior, media, dan posterior pada hemisfer.
Gambar 1. Sistem vertebrobasiler hubungannya dengan sistem karotis
Gambar 2. Distribusi arteri serebri anterior, media, dan posterior

Pengertian tentang pembuluh darah otak penting bagi dokter rehabilitasi medik dalam
menentukan program rehabilitasi penderita stroke. Terdapat sindroma-sindroma klinik
terkait dengan gangguan pembuluh darah otak yaitu : sindroma arteri serebri anterior,
sindroma arteri serebri media, sindroma arteri serebri posterior dan sindroma arteri
vertebrobasiler.

Sindroma arteri serebri anterior


Gejala yang muncul adalah hemiplegia kontralateral, hemianestesia kontralateral,
inkontinesia urin.Kelemahan anggota gerak bawah lebih berat dari pada anggota gerak
atas.Gambar 3 dan 4 menunjukkan area arteri serebri anterior pada para median hemisfer
dimana terdapat daerah somatotopik representasi dari kaki dan tungkai.

Sindroma arteri serebri media


Oklusi arteri serebri media menyebabkan hemiplegia kontralateral, hemianestesia
kontralateral, disfagia, kandung kencing neurogenik, afasia Broca, Wernicke dan apraksia
bila mengenai hemisfer dominan, aprosodi, visual-spasial defisit, sindrom neglect bila
mengenai hemisfer non dominan.

Sindroma arteri sereberi posterior


Gejala yang muncul meliputi defisit hemisensorik yang berupa hipoestesia, kadang-kadang
hiperestesia atau nyeri. Thalamic syndrome pertama kali digambarkan oleh Dejerine and
Roussy pada tahun 1906. Gejala lain yaitu gangguan visual, alexia tanpa agrafia, gangguan
memori.

Sindroma vertebrobasiler
Arteri yang merawat batang otak dan serebelum adalah arteri serebelar posterior inferior,
serebelar anterior inferior dan serebelar superior.Gangguan pembuluh darah arteri pada
batang otak, disamping mengenai traktus piramidalis juga mengenai inti-inti motorik pada
batang otak sehingga gejala yang muncul berupa hemiplegia kontralateral dengan lesi
saraf kranialis ipsilateral yang disebut hemiplegia alternan.Sindroma yang muncul
tergantung inti motorik mana yang terkena.
a. Sindroma Weber : hemiplegia kontralateral dengan lesi NC III ipsilateral
b. Sindroma Millard-Gubler : hemiplegia kontralateral dengan lesi NC VI + VII ipsilateral
c. Sindroma Locked-in : bilateral hemiplegia.
Tipe dan derajat disabilitas akibat stroke tergantung pada area otak yang rusak. Umumnya
stroke dapat menyebabkan 5 tipe disabilitas yatu : paralisis, gangguan sensibilitas, masalah
bahasa, masalah memori dan proses berfikir dan gangguan emosi.

Paralisis
Paralisis atau gangguan mengontrol gerakan merupakan disabilitas yang paling sering
ditemukan pada stroke. Hemiparesis dijumpai pada 85% penderita stroke. Penderita stroke dengan
hemiplegia akan menyebabkan gangguan aktifitas hidupsehari-harinya misalnya berjalan,
menggenggam suatu obyek, gangguan kandung kencing. Beberapa penderita stroke mengalami
gangguan menelan atau disfagia oleh gangguan pada otot yang mengontrol menelan. Kerusakan
pada otak bagian bawah atau serebellum akan mengenai koordinasi gerakan, disebut ataxia
sehingga menyebabkan gangguan dalam berjalan maupun postur dan keseimbangan.

Gangguan sensorik
Penderita mungkin mengalami gangguan rasa, nyeri, suhu atau posisi.Gangguan sensorik
juga dapat menyebabkan gangguan mengenali suatu obyek dengan cara mengenggam obyek
tersebut bahkan penderita tidak mengenali bagian tubuhnya sendiri. Gangguan berbahasa Paling
tidak seperempat penderita stroke mengalami gangguan bahasa, termasuk kemampuan untuk
berbicara, menulis, mengerti bahasa verbal dan tulisan. Kerusakan hemisfer dominan (area Broca)
akan menyebabkan afasia ekspresif. Penderita ini tidak dapat mengekspresikan pikirannya ke
dalam kata-kata atau tulisan. Kerusakan pada otak “Wernicke area” akan menyebabkan afasia
reseptif. Penderita ini tidak mengerti bahasa tulis maupun verbal dan sering bicaranya inkoheren.
Afasia paling berat adalah afasia global.

Gangguan proses berpikir dan memori


Stroke dapat mengenai bagian otak yang bertanggung jawab terhadap ingatan, proses
belajar dan kesadaran.Penderita kehilangan kemampuan untuk membuat rencana, memahami
suatu arti, belajar masalah baru. Contohnya adalah anosognosia yaitu ketidakmampuan untuk
mengakui realitas ketidakmampuan fisik akibat stroke dan neglect yaitu ketidakmampuan untuk
merespon obyek atau stimulasi sensorik pada salah satu sisi lesi.

Gangguan emosi
Penderita stroke merasa takut, cemas, frustasi, sedih dan merasa sedih akibat kehilangan
kemampuan fisik dan mental. Perasaan ini adalah alami sebagai respon trauma fisik akibat
stroke.Beberapa gangguan emosi dan perubahan personalitas disebabkan efek fisik kerusakan
otak.Depresi, yaitu perasaan tidak mempunyai harapan untuk berfungsi sering terjadi pada
penderita stroke.Tanda-tanda depresi ini yaitu gangguan tidur, perubahan pola makan sehingga
menjadi kurus, mudah tersinggung, lelah, dan perasaan ingin bunuh diri.

F. FAKTOR RESIKO
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan dan pera-
watan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup (Currie et al., 1997).
Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko dilaksanakan dengan ketat (Cohen,
2000).

G. TANDA DAN GEJALA

Serangan stroke jenis apa pun akan menimbul- kan defisit neurologis yang bersifat akut (De
Freitas et al., 2009)

H. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

 Evaluasi Cepat dan Diagnosis


Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka evaluasi
dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence)
Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan
(hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi,
diabetes, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit
karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif).
Pemeriksaan
torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.

c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama


pemeriksaan
saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks,
koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah
NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence
B).

 STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Insta- lasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan
pemeriksaan CT scan otak, elektro- kardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan
jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elek- trolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat
Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

 STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor- faktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga.

Terapi Umum Stroke Hemoragik


Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan ke- adaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hema- toma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus
segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas.

Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang ber- sifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidro- sefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarah-
an lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman
herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat diguna-kan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya
adalah aneu- risma atau malformasi arteri-vena (arteriove- nous malformation, AVM).

 STADIUM SUBAKUT

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Meng-ingat perjalanan penyakit yang panjang,
di- butuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif
primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

I. KOMPLIKASI

1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)


2. Bronkopneumonia
3. Stress Ulcer
4. Ulkus Dekubitus
5. Hiponatremia
6. Trombosis Vena Dalam
7. Spastisitas
8.Disfungsi Kandung Kemih

Vous aimerez peut-être aussi