Vous êtes sur la page 1sur 31

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................1

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2

BAB I

I. 1 PENDAHULUAN.................................................................................................................3

I. 2 TUJUAN.................................................................................................................................3

BAB II ANATOMI HEPAR.................................................................................................................9

BAB III HEPATITIS B VIRUS................................................................................................9

III. 1 DEFINISI......................................................................................................................9

III. 2 ETIOLOGI....................................................................................................................9

III. 3 PATOGENESIS..........................................................................................................10

III. 4 GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN.................................................................14

III. 5 DIAGNOSIS................................................................................................................19

III. 6 PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN.......................................................21

III. 7 KOMPLIKASI............................................................................................................26

III. 8 PROGNOSIS...............................................................................................................29

BAB IV KESIMPULAN...........................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................31

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunianya penulis
dapat menyelesaikan makalah referat yang berjudul “Hepatitis B” ini dengan baik. Penulisan
presentasi kasus ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto. Penulis berharap referat ini dapat
bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan pendidikan.

Dalam kesempatan ini, penulisan ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ruswandi. SpPD KEGH selaku moderator


2. Rekan – rekan serta yang telah membantu dalam penyusunan referat ini

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan makalah presentasi ini tentunya masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari teman sejawat
sangat diharapkan dalam proses penyempurnaan makalah ini.

Jakarta, April 2018

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 2
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Infeksi virus Hepatitis B (HBV) yang pertama kali ditemukan pada tahun 1996,
merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati dan merupakan urutan pertama dari
berbagai penyakit hati di seluruh dunia. HBV merupakan masalah kesehatan yang serius di
masyarakat karena HBV akut dapat sebagai karier, yang dapat menjadi sumber penularan bagi
lingkunganya.
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang
mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen, melalui saliva, melalui alat-
alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat
kedokteran dan lain-lain. Diantaranya kejadian HBV dapat berlanjut menjadi Hepatitis kronik
dan hepatoma yang merupakan salah satu penyebab morbilitas akibat HBV.

Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 300 juta orang pengidap HBV persisten,
hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara Asia. Menurut WHO
Indonesia termasuk kelompok daerah dengan endemis sedang dan berat sekitar (3,5 – 20 %).

I.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi, gejala klinis, patofisiologi
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dapat menentukan diagnosis, serta
penatalaksanaan dan pencegahan HBV. Serta untuk menambah wawasan kami sebagai coass di
bagian Ilmu Penyakit Dalam sebagai calon dokter umum mengenai infeksi virus hepatitis B.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 3
BAB II

II. ANATOMI & FISIOLOGI HEPAR

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas
terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior
dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh
peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior,
diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior. abdomen dan terletak
di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke
hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus
communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen
Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-ka :Merupakan refleksi
peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 4
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dapat mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi
hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.5

Gambar 1. Anatomi Hepar

Sumber : http://www.britannica. com/EBchecked/topic/344579/liver

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 5
Gambar 2. Anatomi Posisi Hepar

Sumber : https://www.britannica.com/science/liver

Secara Mikroskopis

Gambar 3 : Potongan Lobus – lobus hepar

Sumber :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 6
Gambar 4 : Mikroskopis Hepar

Sumber : http://jamilatunhidayah-duniakuhidupmu.blogspot.co.id/2012/01/histologi-hati-
hepar.html

Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis
yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti
pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari
sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya
sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid.6
Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain,
oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer.
Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-
kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat
dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli
Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika
(vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 7
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.6
Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam
sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg
terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan
mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air
keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. DEFINISI
Hepatitis B merupakan penyakit infeksi virus pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis
B.2 Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari seseorang
yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti
virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi
yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan
kerusakan pada hepar.1 Infeksi HBV mempunyai 2 fase akut dan kronis :
1. Akut, infeksi muncul segera setelah terpapar virus itu.beberapa kasus berubah menjadi
hepatitis fulminan.
2. Kronik, bila infeksi menjadi lebih lama dari 6 bulan

III.2. Etiologi

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh
Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk
DNA virus. Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam family
Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus bersifat
hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA. Termasuk dalam family ini adalah virus
hepatitis woodchuck (sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah diobservasi dapat
menimbulkan karsinoma hati.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 9
Gambar 5. Rantai DNA Virus Hepatitis B
Sumber : https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Hepatitis_B_virus_v2.svg

Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel
Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti
terdapat DNA Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan
Hepatitis B e antigen (HBeAg). Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata
80-90 hari.

III.3. Patofisiologi

Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral) yang terdiri
dari transmisi vertical (perinatal) dan horizontal. Transmisi perinatal terjadi dari ibu ke bayi,
sedang transmisi horizontal umumnya karena kontak erat antar keluarga / individu.
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB)
mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya,
sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 10
Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati
untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus
ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik
disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik
tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.2
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu
adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel
hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit
menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara
lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal
melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan
pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.

Gambar 6. Patofisiologi HBV


Sumber :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 11
Untuk dapat membersihkan HBV dari tubuh seseorang dibutuhkan respons imun non-
spesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera setelah infeksi virus terjadi
mekanisme efektor system imun non-spesifik diaktifkan, antara lain interferon. Interferon ini
men ingkatkan ekspresi HLA kelas I pada permukaan sel hepatosit yang terinfeksi VHB, sehingga
nantinya memudahkan sel T sitotoksis mengenal sel hepatosit yang terinfeksi dan
melisiskannya. Selanjutnya antigen presenting cell (APC) seperti sel makrofag atau sel Kupffer
akan memfagositosis dan mengolah VHB. Sel APC ini kemudian akan mempresentasikan antigen
VHB dengan bantuan HLA kelas II pada sel CD4 (sel T helper / Th) sehingga terjadi ikatan dan
membentuk suatu kompleks. Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan produk sitokin. Sel
CD4 ini mulanya adalah berupa Th0, dan akan berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2.
Diferensiasi ini tergantung pada adanya sitokin yang mempengaruhinya. 1
Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan IFN γ, sitokin ini
akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel hepatosit yang terinfeksi VHB dan
melisiskan sel tersebut yang berarti juga melisiskan virus. Pada hepatitis B kronis sayangnya hal
ini tidak terjadi. Diferensiasi ternyata lebih dominan ke arah Th2, sehingga respons imun yang
dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi virus intrasel.1
Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan mengaktifkan sel NK
(natural killer). Sel ini merupakan sel primitive yang secara non-spesifik akan melisiskan sel yang
terinfeksi. Induksi dan aktivasi sitotoksis dan proliferasi sel NK ini bergantung pada interferon.
Walaupun peran sel NK yang jelas belum diketahui, tampaknya sel ini berperan penting untuk
terjadi resolusi infeksi virus akut. Pada hepatitis B kronis siketahui terdapat gangguan fungsi sel
NK ini.1
Perjalanan klinis HBV umumnya dibagi menjadi 4 stadium :1

A. Stadium I
Bersifat imun toleran. Pada neonatus, stadium ini dapat berlangsung hanya 2-4 minggu
saja. Pada periode ini, replikasi virus dapat terus berlangsung walaupun serum ALT hanya
sedikit atau bahkan tidak meningkat sama sekali serta tidak menimbulkan gejala klinis.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 12
B. Stadium II
Mulai muncul respons imun dan berkembang. Hal ini akan mengakibatkan stimulasi
sitokin dan menyebabkan sitolisis hepatosit secara langsung dan terjadi proses inflamasi. Pada
stadium ini HBeAg tetap diproduksi, tetapi serum DNA-VHB menurun jumlahnya karena sel
yang terinfeksi juga menurun. Pada hepatitis B akut, stadium ini merupakan periode simtomatik
dan umumnya berlangsung selama 3-4 minggu. Pada pasien dengan hepatitis kronis stadium ini
dapat berlangsung selama 10 tahun atau lebih, yang kemudian akan melanjut sitosis dan
komplikasinya.
C. Stadium III
Dimulai ketika pejamu mampu mempertahankan respons imunnya dan mampu
mengeliminasi sel hepatosit yang terinfeksi sehingga sel yang terinfeksi menurun jumlahnya
dan replikasi virus aktif berakhir. Pada stadium ini tidak terdapat lagi HBeAg dan kemudian
muncul antibody terhadap HBeAg. Penurunan jumlah DNA virus yang bermakna ditemukan
walaupun DNA-VHB pasien tetap positif.
D. Stadium IV
HBsAg menghilang dan timbul antibody terhadap HBsAg (anti-HBs).
Petanda Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
HbsAg + + + _
Anti-HBs _ _ _ +
DNA-VHB + kuat + _ _
Anti HBc + + + +
HbeAg + + _ _
Anti Hbe _ _ + +
AST & ALT N meningkat N N

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 13
III.4. Gejala Klinis

A. Infeksi Hepatitis B akut

Setelah virus masuk ke dalam tubuh maka akan segera muncul alfa interferon yang akan
mengaktifkan peran sel Natural killer (NK). Meningkatnya jumlah interferon alfa ini akan
menyebabkan keluhan seperti demam serta rasa mual. Reaksi sel radang seperti linfosit T
helper CD4 muncul dan akan meningkat setelah mengalami sensitisasi terhadap peptida
nukleokapsid. Kerusakan sel helper yang terinfeksi oleh HBV disebabkan karena adanya
ekspersi antigen pada membrane hepatosit yang disertai dengan eksprsi molekul MCH kelas 1
yang kemudian dikenal oleh sel T sitotoksik sehingga akhirnya terjadi lisis dari hepatosit
tersebut.

Hasil pemeriksaan serologi penderita hepatitis B akut memperlihatkan bahwa respon


pertama yang timbul adalah terhadap antigen pre-S yang terjadi sekitar 30hari setelah
terjadinya kerusakan hati. Respon imun yang muncul kemudian adalah terhadap HBcAg yang
muncul 10 hari kemudian. Respon imun yang paling kuat yaitu imun terhadap antigen S yang
terjadi 10 hari kemudian sebelum kerusakan sel hati. Dalam hal ini jelas adanya perbedaan
antara antigen viral yang diekspresikan pada hepatosit yang terinfeksi antigen selubung (pre-S
dan S) maupun antigen nuckleokapsit. (HBcAg).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 14
Gambar. Infeksi Virus Hepatitis Akut

Sumber :

Gambaran klinik hepatitis akut ada bermacam-macam diantaranya :

1. Hepatitis akut tanpa gejala

Hanya ditandai dengan meningkatnya kadar enzim transaminase dalam serum tanpa
gejala maupun keluhan.

2. Hepatitis akut non ikterik

Selain dengan peningkatan enzim transaminase juga di ikuti dengan gejala


gastrointestinal dan flu like symptom namun tidak disertai icterus

3. Hepatitis akut typical

Bentuk ini diawali dengan periode prodromal bias selama 3-4 minggu sampai
beberapa minggu dengan gejala gastrointestinal khusus, selanjutnya mengalami demam
ringan dan nyeri perut kanan atas. Gejala lainya yang menonjol adalah malaise yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 15
meningkat pada sore hari. Periode prodromal ini kan diikuti dengan warna air seni seperti
air teh dan tinja berwarna pucat , ikterus berlangsung 1-4minggu. Masa penyembuhan klinik
akan berlangsung selama 6 bulan.

4. Hepatitis akut prolong jaundice

Icterus bersifat cholestatik dan disertai gatal gatal. Icterus dapat berlangsung 8-29
minggu.

5. Hepatitis akut dengan relaps

Ditandai dengan mingkatnya SGOT dan SGPT yang sebelumnya menurun, kadang
kadang disertai dengan meningkatnya kadar bilirubin. Bias terjadi beberapa kali

6. Hepatitis akut fulminant

Terjadi pada 10 hari pertama setelah awal gejala penyakit, adanya ensefalopati
hepatic yang diawali dengan gejala hepatitis akut ikterus yang disertai dengan muntah-
muntah yang profus dan timbul koma serta perdarahan.

Gambaran hispatologik menggambarkan adanya peradangan akut disekitar hati.


Nekrosis selhati ditandai dengan infiltrasi leukosit serta histiosit. Sel hati menunjukan
perubahan eosinophil menjadi badan asidofil. Dapat dijumpai selsel hati yang mengalami
ballooning, pleumorfisme, hialinisasi dan sel sel raksaksa yang berinti banyak. Kerangka
retikulin umunya masih utuh.

Pada pemeriksaan serologi infeksi HBV hasilnya terhantung pada waktu pengambilan
sample. Pada saat munculnya gejala (jika ada) dan pada saat meningkatnya kadar enzim
transeminasi (SGOT, SGPT) tampak bahwa HBsAg, HBeAg, Anti HBc dan DNA HBV semua positif.
Kemudian wakti titer HBsAg menurun dan menghilang diikuti oleh positifnya Anti HBs melalui
tenggang waktu core window. Yang merupakan waktu dimana pemeriksaan anti core atau anti

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 16
HBc yang bias membuktikan yang bersangkutan pernah terinfeksi HBV keadaan ini bias
berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan.

Infeksi hepatitis akut ini dapat berkembang menjadi kronik. Dimana setelah fase Igm
anti Hbc berangsur angsur menurun, pertanda replikasi DNA HBV dan HBeAg tetap positif,
sedangkan anti HBe serta anti HBs tetap negative. Kadar SGOT yang tinggi menunjukan
hepatitis tetap aktif, transmisi dari hepatitis yang aktif menjadi kronik asimptomatik dapat
terjadi beberapa tahun kemudian. Petanda replikasi dapat menghilang setelah terjadi flare up
dari gejala dan kelainan, seperti yang terlihat dalam gambar yang di tandai dengan munculnya
imunitas tubuh.

Gambar. Hepatitis Kronik

Sumber :

B. Infeksi Hepatitis B Kronik

Bila seseorang HBsAg positif lebih dari enam bulan maka individu tersebut menderita
infeksi virus hepatitis kronik, karena pada dasarnya pada hepatitis B akut paling lama positif
selama enam bulan. Factor resiko terpenting untuk terjadinya infeksi HBV menahun adalah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 17
umur penderitapada waktu terkena infeksi, bila terjadi pada waktu neonates maka 90% bayi
akan mengalami infeksi kronik sekitar 25-50% dan semakin dewasa peluangnya semakin kecil.

Secara klinis gejala penderita mengalami keluhan rasa lelah, mual nafsu makan kurang atau
rasa tidak enak pada perut kanan atas. Tapi keluhan ini seringkalitidak jelas. Sebagian besar dari
mereka bahkan tidak pernah merasa pernah, menderita hepatitis akut sebelumnya.

Pada pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai adalah kelainan kadar enzim
transaminase dan petanda serologi seperti HBsAg yang positif. Diagnosis infeksi kronik juga
dapat dilihat dengan cara hispatologi, walaupun gambaran hispatologi sangat sulit menilai
derajat keparahan penyakit, tetapi dengan menilai banyaknya partikel HBcAg dalam inti
jaringan sel hati melalui pewarnaan imunohistokimia bias menunjukan tingkat keparahan
infeksi.

Dalam hal natural histori infeksi kronik ada tiga fase infeksi yaitu : fase imunotolerance,
fase imun clearance dan fase residual HBV integrasi. Pada mase imunotoleran replikasi virus
masih tinggi, dapat dilihat pada tingginya titer HBsAg, HBeAg yang positif dan DNA HBV dengan
parameter biokimia yang normal. Perubahan histologipun minimal sekalipun dalam bentuk
hepatitis kronik persisten.

Pada fase imun clearance replikasi virus menurun, titer HBsAg rendah, HBeAg masih
positif dan anti HBe bias sudah positif atau masih negative, pemeriksaat biokimia menunjukan
gejala hepatitis sedangkan histologi menunjukan tanda tanda hepatitis kronik aktif.

Pada fase residual HBV integrasi sudah tidak ada tanda tanda replikasi HBV HBsAg
positif, titer rendah, HBeAg negative, Anti HBe positif, biokimia normal atau bila ada perubahan
kadar albumin rendah dan histopatologi terjadi perubahan minimal atau sirosis. Bahkan bias
hepatoma.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 18
III.5. Diagnosis

Oleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka diagnosis seringkali
hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala baru dapat diketahui
pada waktu menjalani pemeriksaan rutin atau untuk pemeriksaan dengan penyakit-penyakit
yang lain.4
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:

A. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B:


1. HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)
Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat
oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu
tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg
bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil
tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau
pasien menjadi karier VHB. HbsAg positif makapasien dapat menularkan VHB.

2. Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)


Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya
antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit
hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat
vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang
mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah
mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi
VHB.

3. HbeAg
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif
menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau membelah/memperbayak diri.
Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 19
maka akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif
dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain
maupun janinnya.

4. Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg
yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.

5. HbcAg (antigen core VHB)


Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang
terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.

6. Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)


Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti
HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc positif
dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang
tersebut penah terinfeksi VHB.

B. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif dan terjadi
replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan perburukan penyakit semakin
besar.
C. Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B-nya aktif dan
memerlukan pengobatan anti virus.
D. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah protein yang
dibuat oleh sel hati yang kanker.
E. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
F. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging), untuk
mengetahui timbulnya kanker hati.
G. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien calon yang
baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 20
III.6. TataLaksana

Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kroik yaitu:
A. Kelompok imunomodulasi
1. Interferon
2. PEG interferon
B. Kelompok terapi antivirus
1. Lamivudine
2. Adenovir dipivoksil
3. Entecavir
Tujuan pengobtan hepatitis B kronik adalah mencegah terjadinya liver injury dengan cara
menekan replikasi virus tersebut. Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering di
pakai adalah hilangnya pertanda repliksi virus yang aktif dan menetap (HBeAg dan HBV DNA)

A. Interferon (IFN) alfa.

Pada penelitian menunjukkan bahwa pada pasien hepatitis B kronik sering didapatkan
penurunan produksi IFN. Sebagai salah satu akibatnya terjadi gangguan penampilan molekul
HLA kelas 1 pada membrane hepatosit yang sangat di perlukan agar sel T sitotoksik dapat
mengenali sel – sel hepatosit yang terkena infeksi VHB. Sel-sel tersebut menampilkan antigen
sasaran VHB pada membrane hepatosit. IFN dalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien
hepatitis B kronik dengan HBeg positif, dengan aktivitas penyakit ringan sampae sedang, yang
belum mengalami sirosis. Pengaruh pengobatn IFN adalah menurunkan replikasi virus. Efek
antivirus kemungkinan sekali akibat interferon mengikat pada reseptor khusus di permukaan
sel yang kemudian reaksinya menghambat atau menggangu proses uncoating, RNA
transcription, protein synthesis dan assembly virus. (Mansjoer, 1999)
Efek samping IFN:
o Gejala seperti flu
o Tanda-tanda supresi sumsum tulang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 21
o Depresi
o Rambut rontok
o Berat badan turun
o Gangguan fungsi tiroid
Dosis IFN untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah 5-10 MU 3x seminggu
selama 16-24 minggu.penelitian menunjukkn bahwa terapi IFN untuk hepatitis B kronik HBeAg
negative sebaiknya di berikan selama 12 bulan. Kontra indikasi terapi IFN adalah sirosis
dekompensata, depresi atau riwayat depresi di waktu yang lalu, dan adanya penyakit jantung
berat.

B. PEG Interferon
Penambahan polietilen glikol (PEG) menimbulkan senywa IFN dengan umur paruh yang
jauh lebih tinggi dibandingkn dengn IFN biasa. Dalam suatu penelitian yang membandingkan
pemakaian PEG IFN alfa 2a dengan dosis 90,180, atau 270 mikrogrm tiap minggu selama 24
minggu menimbulkan penurunan DNA VHB yang lebih cepat dari IFN biasa yag diberik 4.5 MU
3x seminggu. Serokonversi HBeAg pada kelompok PEG IFN pada masing-masing dosis adalah
sebesar 27, 33, 37% dan pada kelompok IFN biasa sebesar 25%. Lau et al melakukan penelitian
terapi peginterferon tunggal dibandingkan kombinasi pada 841 penderita hepatitis B kronis.
Kelompok pertama mendapatkan peginterferon alfa 2a (Pegasys) 180 ug/minggu + plasebo tiap
hari, kelompok ke dua mendapatkan peginterferon alfa 2a (Pegasys) 180 ug/minggu + lamivudin
100 mg/hari dan kelompok ke tiga memperoleh lamivudin 100 mg/hari, selama 48 minggu.
Hasilnya pada akhir minggu ke 48, yaitu:
(1). Serokonversi HBeAg tertinggi pada peginterferon tanpa kombinasi, yaitu 27%, dibandingkan
kombinasi (24%) dan lamivudin tunggal (20%).
(2). Respon virologi tertinggi pada peginterferon + lamivudine (86%).
(3). Normalisasi ALT tertinggi pada lamivudin (62%).
(4). Respon HBsAg pada minggu ke 72 : peginterferon tunggal 8 pasien, terapi kombinasi 8
pasien dan lamivudin tidak ada serokonversi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 22
(5). Resistensi (mutasi YMDD) pada minggu ke 48 didapatlan pada: 69 (27%) pasien dengan
lamivudin, 9 pasien (4%) pada kelompok kombinasi, dan
(6). Efek samping relatif minimal pada ketiga kelompok. Disimpulkan bahwa berdasarkan hasil
kombinasi (serokonversi HBeAg, normalisasi ALT, penurunan HBV DNA dan supresi HBsAg),
peginterferon memberikan hasil lebih baik dibandingkan lamivudin. K. Terapi antivirus

C. Lamivudin
Lamivudin berfingsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid
bersaing dengan nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase
yang berfungsi dalam transkrip balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB.
Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegh terjadinya infeksi hepatosit sehat
yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi Karena pada sl-
sel yg telah terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan covalent closed circulation (cccDNA). Karen
itu setelah obat dihentikan, titer DNA VHB akan kembali lagi seperti semula Karen sel-sel yang
terinfeksi akan memprodiksi virus baru lagi. Lamivudin adalah analog nukleosid oral dengan
aktivits antivirus yang kuat.jika di berikan dalm dosis 100mg/hari, lamivudin akan menurunkan
konsentrasi DNA VHB sebesr 95% atau lebih dalam waktu 1 minggu.
Menurut penelitin, dalam waktu 1 tahun serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe terjadi pada 16-
18% pasien yang mendapat lamivudin, sedangkan serokonversi hanya terjadi pada 4-6% pasien
yang mendapat placebo dan 19% pada pasien yang mendapat IFN. Setelah terapi, konsentrasi
ALT berangsur-angsur menjadi normal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengobatan
lamivudine selama 1 tahun telah terjadi perbaikan derajat nekroinflamasi serta penurunan
progresi fibrosis yang bermakna. Di samping itu terjdi penurunan indeks aktivits histologik
(histologic activity index) lebih besar atau sama dengan 2 poin pada 62-70% pasien yang
mendapat lamivudin dibandingkn dengan 30-33% pada kelompok plasebo. Lamivudin
menurunkan progesi fibrosis sebesar 30% dibandingkan dengaan 15% pada kelompok plsebo.
Pada kelompok lamivudine progesi menjadi sirosis terjdi pda 1,8% dibandingkan dengan 7,1%
pada kelompok plasebo. Suatu penelitian yang dilakukan pada 154 orang pasien sirosis yang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 23
mendapat lamivudin menunjukkan bahwa pasien dengn sirosis yang relative lebih ringan
mendapat manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan pasien sirosis berat. Khasiat
lamivudin semakin meningkat bila diberikan dalm waktu yang lebih panjang. Karena itu strategi
pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka panjang. Penelitian di lakukan secara
prospektif (
cohort) pada terapi yang diberikan Selama 4 tahun menunjukkan serokonversi berturut-turut
setiap tahunnya sebagai berikut: 22,29,40, dan 47%. Sayangnya, strategi terapi berkepanjangan
ini terhambat oleh munculnya virus yang kebal terhdap lamivudin, yang biasa disebut YMDD.
Mutant tersebut akan meningkat 20% tiap tahunnya bila terapi lamivudin di teruskan. Efek
samping lamivudine
a. >10% Central nervous system: Headache (21-35%), fatigue (24-27%), insomnia (11%)
b. Gastrointestinal: Nausea (15-33%), diarrhea (14-18%), pancreatitis (range: 0.3-18%;
higher percentage in pediatric patients), abdominal pain (9-16%), vomiting (13-15%)
c. Hematologic: Neutropenia (7-15%)
d. Hepatic: Transaminases increased (2-11%)
e. Neuromuscular & skeletal: Myalgia (8-14%), neuropathy (12%), musculoskeletal pain
(12%)
f. Respiratory: Nasal signs and symptoms (20%), cough (18%), sore throat (13%)
g. Miscellaneous: Infections (25%; includes ear, nose, and throat) 1-10%:
h. Central nervous system: Dizziness (10%), depression (9%), fever (7-10%), chills (7-10%)
i. Dermatologic: Rash (5-9%)
j. Gastrointestinal: Anorexia (10%), lipase increased (10%), abdominal cramps (6%),
dyspepsia (5%), amylase increased (<1- 4%), heartburn
k. Hematologic: Thrombocytopenia (1- 4%), hemoglobinemia (2-3%)
l. Neuromuscular & skeletal: Creatine phosphokinase increased (9%), arthralgia (5-7%)
m. <1% (Limited to important or life-threatening): Alopecia,anaphylaxis, anemia, body fat
redistribution, hepatitis Bexacerbation, hepatomegaly, hyperbilirubinemia,
hyperglycemia, mimmune reconstitution syndrome, lactic acidosis, lymphadenopathy,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 24
muscle weakness, paresthesia, peripheral neuropathy, pruritus, red cell aplasia,
rhabdomyolysis, splenomegaly, steatosis, stomatitis, urticaria, weakness, wheezing.
Keuntungan dan kerugian lamivudin. Keuntungan utama dari lamivudin adalah keamanan,
toleransi pasien serta harga yang relative murah. Kerugiannya adalah sering timbul kekebalan.

D. Adefovir Dipivoksil
Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine monophosphate (dAMP), yang
sudah disetujui oleh FDA untuk digunakan sebagai anti virus terhadap hepatitis B kronis. Cara
kerjanya adalah dengan menghambat amplifikasi dari cccDNA virus. Dosis yang
direkomendasikan untuk dewasa adalah 10 mg/hari oral paling tidak selama satu tahun (Fung,
2003) Marcellin et al (2003) melakukan penelitian pada 515 pasien
hepatitis B kronis dengan HBeAg positif yang diterapi dengan adefovir 10mg dan 30mg selama
48 minggu dibandingkan plasebo. Disimpulkan bahwa adefovir memberikan hasil lebih baik
secara signifikan (p<0,001) dalam hal : respon histologi, normalisasi ALT
serokonversi HBeAg dan penurunan kadar HBV DNA. Keamanan adefovir 10 mg sama dengan
placebo. Hadziyanmis et al memberikan adefovir pada penderita hepatitis B kronis dengan
HBeAg negatif. Pada pasien yang mendapatkan 10 mg adefovir terjadi penurunan HBV DNA
secara bermakna dibandingkan plasebo, namun efikasinya menghilang pada evaluasi minggu ke
48. Pada kelompok yang medapatkan adefovir selama 144 minggu efikasinya dapat
dipertahankan dengan resistensi sebesar 5,9%. Keuntungan dan kerugian adefovir. Keuntungan
penggunan adefovir adalah jarang terjadi kekebalan, kerugiannya adalah toksisitas terhadap
ginjal yang sering di jumpai pda dosis 30mg tau lebih, harga yang lebih mahal dan masih
kurngnya data mengenai keamanan dan khasiat dalam jangka yang sangat panjang.

E. Entecavir
Entecavir adalah Antiretroviral Agent, Reverse Transcriptase Inhibitor (Nucleoside),
Meknisme khasiat entecavir hampir sama dengan lamivudin dan adefovir dipivoksil. Mekanisme
Aksi Entecavir merupakan analog inhibitor guanosin yang berkompetisi dengan substrat natural
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 25
deoxyguanosine triphosphate yang secara efektif menghambat aktivitas polimerase virus
hepatitis sehingga mengurangi sintesis DNA virus. Dosis untuk terapi hepatitis B kronik adalah
0,5mg per hari, sedangka pada penderita yang resisten terhadap lamivudine menggunkan dosis
1 mg per-hari diberikan pada perut kosong (2 jam sebelum atau setelah makan). Efek samping:
1. >10% peningkatan alanin aminotransferase (ALT/SGPT)
2. CNS: pusing (2-4%), fatigue (1-3%)
3. Endokrin dan metabolik : hiperglikemia (2%)
4. Gastrointestinal: peningkatan lipase (7-8%), Peningkatan lipase (2-3%), diarrhea (1%),
dispepsia (1%)
5. Hepatik : peningkatan AST (5%), peningkatan bilirubin (1-2%)
6. Renal: Hematuria (9%), glycosuria (4%), peningkatan creatinine (1-2%),
7. <1% : Dizziness, hypoalbuminemia, insomnia, nausea,somnolence, thrombocytopenia,
vomiting
Keuntungan dan kerugian entecavir. Keuntungan penggunan entecavir adalah jarang
terjadi kekebalan, dapat digunakan pada pasien yang kebal pada lamivudin, kerugiannya adalah
harga yang lebih mahal dan masih kurangnya data mengenai keamanan dan khasiat dalam
jangka yang sangat panjang.

III.7. KOMPLIKASI

Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis lain, dan
risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi dengan
HDV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya
intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditujukan untuk mempertahankan penderita
sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu-satunya
pilihan lain. 1,2,5
Infeksi VHB juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan sirosis
dan karsinoma hepatoseluler primer. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan hepatitis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 26
kronis pada orang-orang berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit hati kompensata dan
replikasi HBV. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen dan HBeAg
pada kapiler glomerulus merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang. 1,2,5
Nekrosis hati akut/subakut, hepatitis kronik, sirosiss, gagal hati, dan karsinoma
hepatoseluler

III.8. PENCEGAHAN

Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan.


A. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan.
1. Vaksin rekombinan ragi
a. Mengandung HbsAg sebagai imunogen
b. Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HbsAg pada > 95%
pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis
c. Efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV
d. Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisasi awal
e. Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer dibawah
10mU/mL
2. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk dewasa,
untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis dewasa), diulang
pada 1 dan 6 bulan kemudian
3. Indikasi
a. Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
b. Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun, bila belum divaksinasi
c. Grup resiko tinggi :
Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B
o Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin
hepatitis B.
o Dosis 0,04-0,07mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 27
o Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada deltoid
sisi lain
o Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian.
o Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAg positif :
o 0,5 ml HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir di bagian
anterolateral otot paha atas
o Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada sisi
lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.

B. Vaksin Kombinasi

Digunakan kepada orang yang mempunyai kemungkinan akan terpapar kedua infeksi
virus hepatitis A dan B.1
1. Twinrix untuk hepatitis A dan B
2. usia 2-15 tahun hanya membutuhkan 2 kali vaksinasi dengan interval bulan ke 0 dan
ke 6.
3. orang dewasa diatas usia 15 tahun membutuhkan 3 dosis penyuntikan vaksin ini
dengan interval waktu penyuntikan 0 bulan, 1 bulan dan 6 bulan kemudian

C. Imunisasi Pada Bayi

Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang HBsAg positif harus mendapat vaksin pada saat
lahir, umur 1 bulan dan 6 bulan. Dosis pertama harus diseertai dengan pemberian 0,5 ml
immunoglobulin hepatitis B (IGHB) sesegera mungkin sesudah lahir karena efektivitasnya
berkurang dengan cepat dengan bertambahnya waktu sesudah lahir. AAP merekomendasikan
bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang HBsAg negative mendapat dosis vaksin pertama pada
saat lahir, kedua pada umur 1-2 bulan, dan ketiga

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 28
III.19. Prognosis
Sangat bervariasi; pada sebagian kasus, penyakit berjalan ringan dengan perbaikan
biokimia terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik
persisten dan kronik aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut
menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimia, pasien tetap
asimptomatik dan jarang terjadi kegagalan hati. (Abdurachman, 1996)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 29
BAB IV

Kesimpulan

Hepatitis B merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera


ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan hepatitis B.
Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah / produk darah, saliva,
semen, alat-alat yang tercemar hepatitis B dan inokulasi perkutan dan subkutan secara tidak
sengaja. Penularan secara parenteral dan non parenteral serta vertikal dan horizontal dalam
keluarga atau lingkungan. Resiko untuk terkena hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta pekerjaan yang
memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 30
Daftar Pustaka :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Page 31

Vous aimerez peut-être aussi