Vous êtes sur la page 1sur 3

A.

Diksi dalam Cerpen “Pacarku Ada Lima”


Diksi atau pilihan leksikal sangat menentukan dalam penyampaian makna suatu karya sastra. Kata,
rangkaian kata, dan pasangan kata yang dipilih dengan seksama dapat menimbulkan pada diri
pembaca suatu efek yang dikehendaki pengarang, misalnya menonjolkan bagian tertentu suatu
karya, menggugah simpati atau empati pembaca, atau pun menghilangkan monotoni.

a) Pemanfaatan Sinonim
Sejumlah kata dalam bahasa dapat digunakan secara lugas, misalnya pada bidang keilmuwan
makna denotatifnya dominan. Akan tetapi lebih banyak kata yang dalam penggunaannya harus
diperhatikan benar makna konotatifnya. Dalam cerpen “Pacarku Ada Lima” ditemukan adanya
pemanfaatan sinonim seperti pada kutipan berikut;
“.....Tak akan terukur dan tertakar akal mengapa kita jutaan kali mati dan lahir, seolah tak
berakhir.....”

b) Pemanfaatan Bentuk Ulang


pemanfaatan dalam bentuk ulang juga dapat ditemukan dalam cerpen “Pacarku Ada Lima”.
Gabungan kata yang berupa pengulangan kata dapat memberikan efek melebih-lebihkan (Pradopo,
1993: 108) hal ini tampak dalam kutipan berikut yakni:
“….Langit berwarna-warni khas senja....”.

c) Pemendekan Kata
Pemendekan kata bisa dilakukan dengan cara menghilangkan imbuhan. Penghilangan imbuhan ini
banyak dilakukan pengarang untuk kelancaran ucapan atau menurut Pradopo (1993:101) digunakan
untuk memperoleh irama yang menyebabkan liris..

Pemendekan kata juga di lakukan oleh Dewi Lestari dalam cerpenya “Pacarku Ada
Lima”. Pemendekan kata yakni:
Tak : tidak
Kata tersebut dapat dilihat dari kuipan yakni:
”.......Tak akan terukur dan tertakar akal mengapa kita jutaan kali mati dan lahir, seolah tak
berakhir.......”

B. Pemajasan/ Penggunaan bahasa figurative pada cerpen “Pacarku Ada


Lima” karya Dewi Lestari
Pemajasan (bahasa figurative) merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang
maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada
makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi ia merupakan gaya yang mendayagunakan
penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias. Majas yang ada pada cerpen “Pacarku Ada Lima”
antara lain sebagai berikut;
a) Majas Personifikasi
Majas personifikasi merupakan kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-
benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Dalam cerpen “Pacarku
Ada Lima” terdapat penggunaan majas personifikasi, dapat dilihat pada kutipan;
”angkot yang mengulur waktu untuk menelan penumpang sebanyak-banyaknya.”

b) Majas Paralisme
Paralelisme merupakan gaya bahasa yang mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya serupa.
Gaya bahasa paralelisme yang terkandung di dalam cerpen “Pacarku Ada Lima” yaitu dalam
kutipan;
“Sesuatu dalam mortalitas ini mengundang kita untuk kembali, dan kembali lagi. Sesuatu
dalam dunia materi, jasad, partikel, mengundang jiwa kita menjemput tubuh untuk ditumpangi dan
kembali mengalami.”

c) Majas Paradoks
Paradoks adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlawanan, tetapi sebenarnya
tidak apabila dicermati dan dipikir dengan sungguh-sungguh.
“...Merayap pelan di Jalan Katamso, Jakarta, saat jam bubar sekolah merupakan pelatihan
observasi yang baik. Seolah mengamati dunia dalam mikroskop...”

d) Majas Hiperbola
Hiperbola merupakan gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal. Pada cerpen “Pacarku Ada
Lima” juga ditemukan gaya bahasa hiperbola, dapat dilihat pada kutipan;
“Seolah mengamati dunia dalam mikroskop....”
e) Majas Simile
Simile adalah basa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan kata-kata
pembanding. Bahasa kiasan Simile terdapat pada:
“...Merayap pelan di Jalan Katamso, Jakarta, saat jam bubar sekolah merupakan pelatihan
observasi yang baik.Seolah mengamati dunia dalam mikroskop.......”

C. Pencitraan pada cerpen “Pacarku Ada Lima”


Melalui ungkapan-ungkapan bahasa tertentu yang ditampilkan dalam karya sastra, kita sering
merasakan indera ikut terangsang. Seolah-olah ikut melihat atau mendengar apa yang dilukiskan
dalam karya tersebut. Tentu saja kita tidak melihat dan mendengar secara imajinasi. Penggunaan
kata-kata dan ungkapan yang mampu membangkitkan tanggapan indera yang demikian dalam
karya sastra disebut sebagai pencitraan. Berikut Pecitraan yang ada dalam cerpen “Pacarku Ada
Lima”:

a) Citra Penglihatan (Visual)


Adalah jenis yang paling sering dipergunakan oleh penulis dibandingkan dengan pencitraan yang
lain. Citra penglihatan memberi rangsangan kepada indera penglihatan, hingga sering hal-hal yang
tak dilihat jadi seolah-olah terlihat. Penggunaan citra penglihatan pada cerpen “Pacarku Ada Lima”
dapat dilihat pada kutipan:
“...Seolah mengamati dunia dalam mikroskop....”

b) Citra pendengaran (auditoris)


Dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara. Juga ditemukan pada cerpen
“Pacarku Ada Lima”, pada kutipan;
“...mendengar bunyi hujan yang beradu dengan bumi...”

c) Citra gerakan (kinestetik)


Menggambarkan sesuatu yang sesunggahnya tidak bergerak, tetapi dilukiskan dapat bergerak,
ataupun gambaran gerak pada umumnya. Citra gerak ini membuat hidup dan gambaran jadi dinamis.
Dapat dilihat pada cerpen “Pacarku Ada Lima” yakni:
“Langit senja di jalanan macet ini menggerakkan saya untuk menelusuri cinta yang nyaris tak
terganti.....”

d) Citra rabaan (tektil termal)


Banyak dipakai oleh penulis untuk membuat karyanya lebih hidup, pada cerpen “Pacarku Ada Lima”
yakni;
“...untuk merasakan hangat kulit manusia lewat gengaman....”

Vous aimerez peut-être aussi