Vous êtes sur la page 1sur 111

Vietha’s Blog JUST ANOTHER WORDPRESS.

COM WEBLOG

Search this

 beranda
 buku tamu
 quotes
« AsKep Pada Bayi dengan Infeksi Neonatus HIV/AIDs
Asuhan Keperawatan Klien dengan Kanker Ovarium »

1DES
AsKep pada Sepsis Neonatorum
Posted Desember 1, 2008 by vietha2008 in Asuhan Keperawatan. Tagged: AsKep. 1 Komentar

A. Definisi
Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain.
Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian
pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat
badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi
kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir.
Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi
nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
Pembagian Sepsis:
1. Sepsis dini –> terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada
saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial –> terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat
dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung
dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami
komplikasi.
B. Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus,
parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada neonatus
antara lain :
 Perdarahan
 Demam yang terjadi pada ibu
 Infeksi pada uterus atau plasenta
 Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
 Proses kelahiran yang lama dan sulit
C. Tanda dan Gejala
Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan:
 Bayi tampak lesu
 tidak kuat menghisap
 denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik
 gangguan pernafasan
 kejang
 jaundice (sakit kuning)
 muntah
 diare
 perut kembung
D. Faktor Risiko
1. Sepsis Dini
 Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
 Malnutrisi pada ibu
 Prematuritas, BBLR
2. Sepsis Nosokomial
 BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun
 Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang
 Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten)
E. Pencegahan
 Pada masa Antenatal –> Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara
berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan
janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.
 Pada masa Persalinan –> Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
 Pada masa pasca Persalinan –> Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.
F. Prognosis
25% bayi meninggal walaupun telah diberikan antibiotik dan perawatan intensif.
G. Asuhan Keperawatan
Pengkajian :
 Status sosial ekonomi
 Riwayat parawatan antenatal
 Riwayat penyakit menular seksual
 Riwayat penyakit infeksi selama kehamilan dan saat persalinan (toksoplasma, rubeola,
toksemia gravidarum, dan amnionitis)
 Pemeriksaan fisik
Diagnosa Keperawatan
1. Infeksi b.d penularan infeksi pada bayi sebelum dan sesudah kelahiran
Tujuan : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai risiko menderita infeksi
Intervensi :
 Kaji bayi yang berisiko menderita infeksi
 Kaji tanda2 infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus, refleks menghisap,
minum sedikit, distensi abdomen.
 Kaji tanda2 infeksi yang berhubungan dengan sistem organ
2. Kebutuhan Nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d intoleransi terhadap minuman
Tujuan : Memelihara kebutuhan nutrisi bayi, BB bayi normal, terhindar dari dehidrasi
Intervensi :
 Kaji intoleransi terhadap minuman
 Hitung kebutuhan minum bayi
 Ukur intake dan output
 Timbang BB bayi secara berkala
 Catat perilaku makan dan aktivitas secara akurat
 Pantau koordinasi refleks menghisap dan menelan.
Bibliografi
 Makalah kelompok “Asuhan Keperawatan Infeksi pada Neonatus Sepsis”. 2008. STIKES
‘Aisyiyah Yogyakarta
 http://www.indonesiaindonesia.com
 NIC
 NOC
 NANDA
Tentang iklan-iklan ini
Terkait
AsKep Pada Bayi dengan Infeksi Neonatus HIV/AIDsdalam "Asuhan Keperawatan"
ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM RISIKO TINGGIdalam "Asuhan Keperawatan"
AsKep Anak dengan Invaginasidalam "Asuhan Keperawatan"

One response to this post.


1.

Posted by ADE FITRIYANI on Agustus 20, 2010 at 4:25 am


KIRIM GE DONK TENTANG KEBIDANAN N PENYAKIT GE…
Balas
Tinggalkan Balasan

Pos-pos Terbaru
 Katalog Oriflame edisi Januari 2012
 Hanya..
 The Princess Diaries 2 and me
 We were given:
 Future
 It’s Time to Move Forward
 Datang dan Pergi….
 ….on the Brink
 Antara…
 Ikut Remedial (lagi)

Blogroll
 Vietha\’s Blog
 WordPress.com

Organisasi
 Modernisator

Reuni
 friendster.com
 IPALIMA06
 STIKes ‘Aisyiyah Yogya
 Website SMA N 2 Yogyakarta

Zona Buku
 Goodreads.com
 Gramedia
 KutuKutuBuku

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.


 Ikuti

Diberdayakan oleh Terjemahan

 Home
 Contact Us
 Usaha Anda

 Grafis

 Tahukah Anda

 Motivasi

 Tips Komputer/Internet

 Health

 More

Home » Konsep Materi Keperawatan » Askep Sepsis Neonatorum

Askep Sepsis Neonatorum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan meningkatnya taraf kesehatan Indonesia, dimana hal ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas SDM anak Indonesia yang cerdas, sehat untuk masa yang akan datang maka
pemerintah bersama Dinas Kesehatan beserta jajarannya berupaya sedini mungkin untuk
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sangat banyak terjadi di masyarakat khususnya
yang terjadi pada anak-anak.
Diantaranya tingkat mortalitas bayi setelah lahir, dengan sepsis, malnutrisi, BBLR
dan prematurisme yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Sepsis neonatorum
merupakan salahsatu masalah yang dapat menyebabkan kematian pada bayi dengan insiden
sepsis neonatal sangat rendah, antara 1-8 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan Meningitis
sebanyak 20%-25%, mortalitas berkisar antara 20%-30%.
Epidemiologi infeksi neonatal dapat berubah-ubah seperti halnya bayi berat lahir
rendah yang dapat bertahan hidup untuk waktu yang lebih lama. Insiden infeksi berbanding
terbalik dengan umur kelahiran dan berat badan lahir mungkin mencapai 25%-40% diantara
bayi dengan berat badan 500-1000 gr saat lahir dan 12%-40% pada bayi 1000-1500gr. Infeksi
nasokomial pada bayi berat badan lahir sangat rendah (< 1500gr ) rentan sekali menderita
sepsis neonatal.
Selain perubahan-perubahan tersebut, spektrum etiologi bakteri dan mortalitas sepsis
neonatal yang berkembang. Pada tahun 1930, Steptococcus hemolitikus grup A merupakan
penyebab terbanyak infeksi neonatal dan dikendalikan dengan penisilin. Pada tahun 1940
insiden infeksi gram negatif, khususnyan E.colli, meningkat dan pada tahun 1950-an insiden
staphilococcus penghasil penisilinase ( S.aureus ) meningkat.
Sejalan dengan berkembangnya pemahaman kolonisasi pada neonatus, praktik
perawatan kulit dan tali pusat berkembang pula. Infeksi gram negatif menonjol pada tahun
1960 dan tahun 1970 streptococcus b hemolitikus grup B yang menonjol. Pada tahun 1980-an
infeksi nasokomial merupakan masalah utama dalam bangsal perawatan intensif. Bersamaan
dengan perubahan organisme penyebab infeksi bisa terjadi menurunnya mortalitas, mungkin
sebagian mencerminkan besarnya organisme gram positif sebagai agen etiologi yang
menonjol hingga sekarang mortalitasnya dilaporkan sebesar 11% – 20 %.
Bila tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam,
oleh Karena itu perlu adanya pengetahuan bagi tim kesehatan dalam pemberian pelayanan
keperawatan dan medis dalam penatalaksanaan sepsis neonatorum, sehingga dapat
mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas bayi, dan dapat mempertahankan generasi
penerus yang sehat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sepsis neonatorum?
2. Apa saja etiologi dari sepsis neonatorum?
3. Bagaimana Patofisiologi dari sepsis neonatorum?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada penderita sepsis neonatorum?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada penderita sepsis neonatorum?
6. Bagaimana prognosis pada penderita sepsis neonatorum?
7. Apa saja komplikasi yang terjadi pada penderita sepsis neonatorum?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita sepsis neonatorum?
9. Bagaimana pencegahan dari sepsis neonatorum?
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat pada pasien denagan sepsis neonatorum?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk melengkapi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Anak II pada semester VI, sertta
diharapkan mhasiswa mampu memahami dan mengerti tentang Sepsis Neonatorum

2. Tujuan Khusus

1. Agar mahasiwa mengetahui pengertian dari sepsis neonattorum

2. Agar mahasiwa mengetahui Etiologi dari sepsis nenatorum

3. Agar mahasiwa mengetahui Patofisiologi dari sepsis neonatorum

4. Agar mahasiwa mengetahui Manifestasi dari sepsis neonatorum


5. Agar mahasiwa mengetahui Pemeriksaan diagnostic dari sepsis neonatorum

6. Agar mahasiwa mengetahui prognosis pada penderita sepsis neonatorum?


7. Agar mahasiwa mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita sepsis neonatorum?
8. Agar mahasiwa mengetahui pada penderita sepsis neonatorum?
9. Agar mahasiwa mengetahui pencegahan dari sepsis neonatorum?
10. Agar mahasiwa mengetahui Asuhan keperawatan pada sepsis neonatorum

D. Manfaat Penulisan

Diharapkan penulisan makalah ini mahasiswa dapat mengidentifikasi tentang Sepsis


Neonatorum pada bayi baru lahir serta penanganannya.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
- Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat
sehingga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal
dalam 24 sampai 48jam.(perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta :
EGC)
- Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu
pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600
kelahiran hidup (Bobak, 2005).
- Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga
sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat
meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari. (Surasmi, 2003)
- Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)
- Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah
kelahiran. (Mochtar, 2005)
Dari beberapa pengertian diatas, kami menyimpulkan bahwa sepsis neunatorum adalah
infeksi berat karena bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan
dan dapat menyebabkan kematian.
B. Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
- Bakteri escherichia koli
- Streptococus group B
- Stophylococus aureus
- Enterococus
- Listeria monocytogenes
- Klepsiella
- Entererobacter sp
- Pseudemonas aeruginosa
- Proteus sp
- Organisme anaerobic

Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat
bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat
mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif
rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka
biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan
sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator.
Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian
ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang
bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar
artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas.
Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari
semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas dan
penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di
dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari
semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun

Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari
tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya
infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi
rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit
hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun
atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama
untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi
cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan
kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir
tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan
komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar
dari pada bayi perempuan.

3. Faktor Lingkungan
a. ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur
invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter
vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme
pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus
yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi
spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang
berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya,
sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk
dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang
dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis,
influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang
sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan
traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara
tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat
bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui
jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.

3. Infeksi paska atau sesudah persalinan.


Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea,
infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)

C. Patofisiologi

Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas


non spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis,
keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya imunoglobulin A dan
imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya kadar komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui
plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi
dapat terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran gastrointestinal
atau genitourinaria maternal. Organisme yang paling sering menginfeksi adalah
streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli, yang terdapat di vagina. GBS muncul
sebagaimikroorganisme yang sangat virulen pada neonatus, dengan angka kematian
tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae dan stafilokoki koagulasi
negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis pada bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial,
dan organisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki,
dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan sebagai
penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi bakterial dapat terjadi
melalui tampatseperti puntung tali pusat, kulit, membran mukosa mata, hidung, faring,
dan telinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan,
dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain, personel,
atau benda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air, alat
pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan peralatan respirasi, dan kateter vena
dan arteri terpasang yang digunakan untuk infus, pengambilan sampel darah,
pemantauantanda vital. (Donna L. Wong, 2009).
Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria,
dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat,
complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan
disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko
untuk mendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal pada
sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor nekrosis tumor
(FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal anti-FNT sangat
memperlemah manifestasi syok septik. Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan dalam
aliran darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis
lebih lanjut.Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin
proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. FNT
dan mediator radang lain meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan
terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan antara
perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut
umur atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler yanng
terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator yang dapat dipercaya pada penurunan
perfusi perifer. Tekanan vaskuler perifer pada syok septik (panas) tetapi menjadi sangat
naik pada syok yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen
jaringan melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh vasodilatasi
perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi miokardium,
hipotensi, insufisiensi ventilator, anemia. (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang
dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar. Zat-zat patogen dapat
berupa bakteri, jamur, virus, maupun riketsia. Penyebab yang paling umum dari
septisemia adalah organisme gram negatif. Jika perlindungan tubuh tidak efektif dalam
mengontrol invasi mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang
dikarakteristikkan
dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan kegagalan
sistem multipel. (Marilynn E. Doenges, 1999).

Melalui Air Ketuban → Bakteri → Infeksi pada Ibu


↓ ↓
Masuk kedalam tubuh janin meningitis,oesteomelitis
↓ ↓
resiko infeksi
Terjadinya Infeksi awal

Infeksi/Kuman menyebar

Keseluruh tubuh janin

Hipotalamus Organ Hati Organ pernafasan Sistem Gastrointestinal


↓ ↓ ↓ ↓
Berespon menghasil Erirtosit banyak G3 sirkulasi O2 Muntah, Diare
kan panas tubuh Dilisis CO2 Malas menghisap
↓ ↓ ↓ ↓
Gangguan Volume cairan elektrolit
Hipertermia
Fungsi tidak optimal Bayi akan sesak

Gangguan pola nafas

Hiperbilirubin

Jaundice (ikterif)

Ke Otak

Enselopati

Kemit ikterik(kejang)

resiko cedera

D. Manifestasi klinis

1. Umum : panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardia.
5. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak
teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry
6. Hematologi : ikterus,splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan.
(Kapita selekta kedokteran Jilid II,Mansjoer Arief 2008)
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya
dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung

Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
- Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
- Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang,opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
- Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau
tungkai yang terkena
- Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi
yang terkena teraba hangat
- Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah
E. Pemeriksaan penunjang
- Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropemia dengan pergeseran ke kiri
(imatur: total seri granolisik > 0,2).
- Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
- Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat mendeteksi
organisme.
- DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil
immatur yang menyatakan adanya infeksi.
- Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
inflamasi.

F. Prognosis
Pada umumnya angka kematian sepsis neonatal berkisar antara 10–40% dan pada meningitis
15–50%. Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya penyakit
penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit dan tempat perawatannya. Gejala sisa
neurologik yang jelas nampak adalah hidrosefalus, retardasi mental, buta, tuli dan cara bicara
yang tidak normal. Kejadian gejala sisa ini adalah sekitar 30 – 50% pada bayi yang sembuh
dari meningitis neonatal. Gejala sisa ringan seperti gangguan penglihatan, kesukaran belajar
dan kelainan tingkah laku dapat pula terjadi.

G. Komplikasi
- Dehidrasi
- Asidosis metabolic
- Hipoglikemia
- Anemia
- Hiperbilirubinemia
- Meningnitis
- DIC.

H. penatalaksanaan
- Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi
2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida)dosis
7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai
1 jam pelan-pelan).
- Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap,
feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi
lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos
dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
- Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
- Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah
dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
- Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem
dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari
i.v i.m (atas indikasi khusus).
- Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian
antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21
hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi
syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma,
trombosit, terapi kejang, transfusi tukar

I. Pencegahan
a. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai,
penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin,
rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptic, yang artinya dalam melakukan
pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik.Tindakan intervensi pada ibu dan
bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu
dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan
dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan
peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan
kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah
memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data
yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus
sehat. Bayi yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat
mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. (Sarwono, 2004)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata / identitas
Nama : Diisi sesuai nama pasien
Umur : Biasanya menyerang pada usia neonatal 0 hari – 28 hari Infeksi nasokomial pada bayi berat
badan lahir sangat rendah (<1500gr) rentan sekali menderita sepsis neonatal.
Alamat : tempat tinggal keluarga tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak mau
menghisap, lemah
b. Riwayat penyakit sekarang: cara lahir (normal), hilangnya reflek rooting, kekakuan pada
leher, tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.apgar score, jam lahir, kesadaran
c. Riwayat penyakit dahulu : Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan hepar karena
obstruksi.
d. Riwayat kehamilan: demam pada ibu (<37,9ºc), riwayat sepsis GBS pada bayi sebelumnya,
infeksi pada masa kehamilan
e. Riwayat prenatal: Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi
tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang
diberikanpd ibu selama hamil / persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi, rupture
selaput ketuban yang lama (>18 jam), persalinan premature(<37 minggu.
f. Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada penyebeb ikterus
itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal,
stenosis pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.
g. Riwayat penyakit keluarga: Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit yang
berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
h. Riwayat imunisasi : Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT / DT atau TT dan kapan
terakhir

3. Activity daily living


a. Nutrisi : Bayi tidak mau menetek
b. Eliminasi : BAB 1x/hari
c. Aktifitas latihan : Kekauan otot, lemah, sering menangis
d. Istirahat tidur : Pola tidur bayi yang normalnya 18 – 20 jam/hari, saat sakit berkurang
e. Personal hygiene : Biasanya pada bayi yang terkena Infeksi neonatorum,melalui
plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi.
f. Psikososial : Bayi rewel

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang
Kesadaran: normal
5. Vital sign: TD :
Nadi : normal (110-120 x/menit)
Suhu : meningkat (36,5ºC– 37ºC)
Pernafasan : meningkat > 40 x/menit (bayi) normal 30-60x/menit)

b. Kepala dan leher:


Inspeksi: Simetris, dahi mengkerut
Kepala: Bentuk kepala mikro atau makrosepali, trauma persalinan, adanya caput, kenaikan tekanan
intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.
Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna
Mata : Agak tertutup / tertutup,
Mulut : Mecucu seperti mulut ikan
Hidung : Pernafasan cuping hidung, sianosis
Telinga : Kebersihan
Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe
Terdapat kaku kuduk pada leher
c. Dada
Inspeksi : Simetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas
Perkusi : Jantung : Dullness
Paru : Sonor
Auskultasi : terdengar suara wheezing
d. Abdomen
Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda – tanda infeksi pada tali pusat (jika infeksi melalui tali pusat),
keadaan tali pusat dan jumlah pembuluh darah (2 arteri dan 1 vena)
Palpasi : Teraba keras, kaku seperti papan
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar bising usus
e. Kulit
Turgor kurang, pucat, kebiruan
f. Genetalia
Tidak kelainan bentuk dan oedema, Apakah terdapat hipospandia, epispadia, testis BAK
pertama kali.

g. Ekstremitas
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, Fleksi pada
tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat diangkat bagai sepotong kayu.

6. Pemeriksaan Spefisik
a. Apagar score
b. Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal
c. Sistem neurologis
4. Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif
5. Reflek menghisap: kuat, lemah
6. Reflek menjejak: baik, buruk
7. koordinasi reflek menghisap dan menelan
7. Pemeriksaan laboatorium
a. sampel darah tali pusat
b. fenil ketonuria
c. hematokrit
B. Analisa dan Sintesa DatA
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat
pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat
kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut
diagnosa keperawatan.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan prosedur
invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).
2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
4. Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2
(Doenges, 2000)

D. Rencana Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan prosedur
invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).
a. tujuan: Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
b. kriteria hasil: penularan infeksi tidak terjadi.
c. intervensi dan rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. 1. Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai Isolasi luka linen dan mencuci tangan
indikasi adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan
luka, sementar pengunjung untuk
menguranagi kemungkinan infeksi.
2. 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah Mengurangi kontaminasi ulang.
melakukaan aktivitas walaupun menggunakan
sarung tangan steril
3. 3. Dorong penggantian posisi , nafas dalama/ Bersihkan paru yang baaik untuk mencegah
batuk. pnemonia
4. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika Mencegah penyebaran infeksi melalui
memungkinkan proplet udaraa.
5. 5. Pantau kecendrungan suhu Demam ( 38,5OC- 40OC) disebabkan oleh
efek dari endotoksinhipotalkus dan endofrin
yang melepaskan pirogen.

2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan suhu tubuh dalam keadaan
normal ( 36,5-37 )
b. Kriteria Hasil
- Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
- Pasien mampu tidur dengan nyenyakPasien tidak kejang
- hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
- Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 110-120 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)

c. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan
dan pantau warna kulit akan mempengaruhi proses regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak diketahui
jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien
masuk ke dalam kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan paha
aksila, leher dan lipatan paha, hindari terdapat pembuluh-pembuluh dasar besar
penggunaan alcohol untuk kompres. yang akan membantu menurunkan demam.
Penggunaan alcohol tidak dilakukan karena
akan menyebabkan penurunan dan
peningkatan panas secara drastis.
Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan untuk
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika menurunkan panas dengan segera.
panas tidak turun.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam


a. tujuan: setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan kebutuhan akan cairan terpenuhi dan
TTV dalm batas normal
b. Kriteria Hasil
- Bayi mampu menetek
- BB pasien optimal
- intake adekuat
- Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
c. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan
dan pantau warna kulit akan mempengaruhi proses regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan Hipertermi sangat potensial untuk
dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak diketahui
jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien
masuk ke dalam kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok digunakan
hipertermi, dan pertimbangkan untuk pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk
langkah kolaborasi dengan memberikan menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi
antipiretik. secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama
tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu
pemberian antipiretik diperlukan untuk
segera menurunkan panas, misal dengan
asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
jumlah pemberian yang telah ditentukan diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi
lapar dan haus yang berlebih.

4. Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2


a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dapatmengatur dan
membantu usaha bernapasan dan kecukupan oksigen.
b. Kriteria Hasil:
- Hipoksimia teratasi, mengalami perbaikan kebutuhan O2
- Keluarga dapat memposisikan bayinya sesuai yang diajarkan perawat
- Pernafasan 30 – 40 x/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tarikan otot bantu pernafasan
- Tidak mengalami dispnea dan sianosis
d. Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional
Pertahankan jalan nafas paten. Tempatkan Meningkatkan ekspansi paru-paro, upaya
pasienpada posisi yang nyamandengan pernafasan
kepala tempat tidur tinggi
Pantau frekuansi dankedalaman pernafasan. Pernafasan cepat atau dangkalterjadi karena
Catatpenggunaan otot aksesoris/ upaya untuk hipoksemia stress dan sirkulasi
endotoksin.hipovestilasi dan dispnea
bernafas
merefleksikan mekanisme kompensasi yang tida
efektif dan merupakan indikasi bahwa
diperlukan dukungan ventilator.
Auskultasi bunyi nafas. Perhatikan krekels , Kesulitan pernafasan dan munculnya bunyi
mengi, area yang mengalami penurunan/ advevtisinus merupakan indicator dari kongesti
kehilangan ventilasi pulmonal/edema interstisial. Etelektasis
Catat munculnya sianosis sirkumoral Menunjukkan ogsigen sistemik tidak
adekuat/pengurangan perfusi
Selidiki perubahan pada sensorium, agitasi, Fungsi serebral sangat sensitive terhadap
kacau mental, perubahan kepribadian, penurunan oksigenasi
delirium, koma
Berikan o2 tambahan melalui jalur yang Diperlukan untuk mengoreksi hipoksemia
sesuai, misalnya kanula nasal, masker dengan menggagalkan upaya/progresi asidosis
respitorik
Tinjau sinar x dada Perubahan menunjukkan perkembangan/
resolusi dari komplikasi pulmonal, misalnya
edema.

E. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI,
1989;162 )

F. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif
dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai
atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan
analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan . Dalam evaluasi tujuan tersebut
terdapat tiga alternatif, yaitu :
a. Tujuan tercapai : pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian : pasien menunjukkan perubahan sebagian sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai : pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)
2. Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri,
virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
3. Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria,
dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat,
complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan
disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
4. Manifestasi klinis meliputi:
a. Umum : panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema
b. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
c. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardia.
e. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak
teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry
f. Hematologi : ikterus,splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan.
(Kapita selekta kedokteran Jilid II,Mansjoer Arief 2008)
5. Pemeriksaan penujang meliputi: pemeriksaan darah tepi, Kultur darah, analisa kultur urine,
DPL, CPR.

6. Pada umumnya angka kematian sepsis neonatal berkisar antara 10–40% dan pada meningitis
15–50%. Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya penyakit
penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit dan tempat perawatannya.

7. Dehidrasi, Asidosis metabolic, Hipoglikemia, Anemia, Hiperbilirubinemia, Meningnitis,


DIC.
8. Penatalaksanaan:

a. Diberikan kombinasi antibiotika

b. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan

c. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian


antibiotika 10-14 hari.

9. Pencegahan:

a. Pada masa antenatal: Perawatan antenatal: meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara
berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu.
b. Pada masa antenatal: Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu.
c. Sesudah persalinan: Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi
normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih,
setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril.
10. Konsep Asuhan Keperawatan: pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, NCP,
implenentasi, evaluasi.
B. Saran
a. Meningkatkan mutu pelayan kesehatan
b. Meningkatkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
c. Meningkatkan pofesionalitas kerja perawat.

DAFTAR PUSTAKA

A.H. Markum, 1996, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I.Jakarta : Gaya Baru. 15 April
2012 10.00
Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. 15 April 2012 10.00

Marshall H. 1998.Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi Edisi 4.Kajarta:EGC. 16 April


2012 01.00

Ngastiyah 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC. 16 April 2012 01.00

http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/01/makalah-askep-sepsis-neonatus.html

di akses tanggal 16 April 2012 01.00


Share
Share this article :

di 11:10 PM
LABEL: KONSEP MATERI KEPERAWATAN

+ KOMENTAR +1 KOMENTAR

Reply

Anonymous
October 25, 2014 at 12:23 AM

terima kasih sudah membantu :D

Terimakasih Anonymous atas Komentarnya di Askep Sepsis Neonatorum

:D :( :) :-o :-q :p ;)

:)) =)) :(( :-t b-( :x

POST A COMMENT

Terima kasih atas kunjungannya. Silahkan meninggalkan komentar agar saya bisa
feedback ke blog agan. :D

Newer PostOlder PostHome

Subscribe to: Post Comments (Atom)

Untuk Pencarian Lebih Cepat


Ketik di sini... Cari!



Berlangganan Artikel

Masukan alamat Email kamu disini untuk mendapatkan artikel terbaru..!


Ketik alamat ema Submit

Bottom of Form

Popular News
Powered by Blogger

Koleksi Frenshilgo
 Aplikasi s60v3 (5)
 Download Aplikasi Free (18)
 S60v2 (2)
 Symbian (6)
 Tips Komputer dan Internet (28)
 Tutorial Blog (5)
 Video s60v3 (1)
Aplikasi Symbian

 ET Slide Unlock V2.0 - Aplikasi Pengunci Ala Android/iphone symbian s60v3


Assalamu alaikum Wr. Wb. Aplikasi ET Slide Unlock adalah...

 Prayer Times ~ Pengingat Adhan/Sholat S60v3


Assalamu alaikum Wr. Wb. Kali ini saya ingin berbagi...

 Free i-SMS s60v3 s60v5 | Aplikasi merubah SMS ala Android dan Blackberry
Assalamu alaikum Wr. Wb. Sampai jumpa kembali dengan...

 Aplikasi BBM Buat S60V2


Halo... Sobat apa kabar?! Semoga baik-baik saja ya...Untuk...

More Article »

Copyright © 2011. Frenshilgo . All Rights Reserved

Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map

Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger
Top of Form

ASUHAN KEPERAWATAN
 Home
ikamay. Powered by Blogger.

JAM
Renungan
 google translate

Diberdayakan oleh Terjemahan


Lencana Facebook

Ika May

IKA MAY
View my complete profile
Archives
o 2013 (12)
 August (12)
 ASKEP PENDARAHAN
 ASKEP DIABETES
 ASKEP EFUSI PLEURA
 Asuhan Keperawatan Meningitis
 ASKEP DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
 ASKEP TB PARU
 Asuhan Keperawatan TB Paru
 Askep Klien PPOM
 ASKEP HEPATITIS
 ASKEP KLIEN DENGAN PANKREATITIS
 ASKEP Sindrom Koroner Akut (SKA)
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SEPSIS NEONATO...
My Musik
feedjit
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SEPSIS NEONATORUM
Posted by IKA MAY |
undefinedundefined
undefined

1. PENGERTIAN
1. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain.
2. Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat
minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1
dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
3. Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik
terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang
dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang
dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
4. Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu
orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan
pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine
sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B),
dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP,
2009).
5. Sepsis Neonatorum adalah suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh
bayi baru lahir.
6. Suatu sindroma respon inflamasi janin/FIRS disertai gejala klinis infeksi yang
diakibatkan adanya kuman di dalam darah pada neonatus.
Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30%
kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir
yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi
kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir.
Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi
nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
2. ETIOLOGI
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri,
virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
- Bakteri escherichia koli
- Streptococus group B
- Stophylococus aureus
- Enterococus
- Listeria monocytogenes
- Klepsiella
- Entererobacter sp
- Pseudemonas aeruginosa
- Proteus sp
- Organisme anaerobik
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria
pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat
mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif
rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka
biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan
sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator.
Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian
ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila
tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya
bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda
paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua
bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas – dan penelitian
menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam
darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua
kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
1. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus
sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan
tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit
putih.
2. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari
20 tahun atua lebih dari 30 tahun
3. Kurangnya perawatan prenatal.
4. Ketuban pecah dini (KPD)
5. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
1. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari
pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada
paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan
pertahanan kulit.\
2. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi
sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,
menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
3. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
- ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur
invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter
vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme
pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
- Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
- Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme
yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
- Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
- Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain
virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang
dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang
ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi
amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi.
Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi
oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius,
kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi
pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati
jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir
ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal
melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka
umbilikus (AsriningS.,2003)
3. PATOFISIOLOGI
C. Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara
yaitu :

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati
plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab
infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain
malaria, sifilis dan toksoplasma.

b. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang
ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan
korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus
digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain
melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre”
lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida
albican dan gonorrea).

c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya
terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap
lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau
profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi
juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
Melalui Air Ketuban → Bakteri → Infeksi pada Ibu
↓ ↓
Masuk kedalam tubuh janin meningitis,oesteomelitis
↓ ↓
Terjadinya Infeksi awal . resiko infeksi

Infeksi/Kuman menyebar

Keseluruh tubuh janin
Hipotalamus Organ Hati Organ pernafasan SistemGastrointestinal
↓ ↓ ↓ ↓
Berespon menghasil Erirtosit banyak G3 sirkulasi O2 Muntah, Diare
kan panas tubuh Dilisis CO2 Malas menghisap
↓ ↓ ↓ ↓
Hipertermia Fungsi tidak Bayi akan sesak Gangguan Volume
Optimal ↓ cairandan elektrolit
↓ Gangguan pola nafas
Hiperbilirubin

Jaundice (ikterif)

Ke Otak

Enselopati

Kemit ikterik(kejang)

resiko cedera
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut :
- Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
- Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
- Saluran nafas: apnoe, dispnue(< 30x/menit), takipnae(>60x/menit), retraksi, nafas
cuping hidung, merintih, sianosis
- Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi(>
160x/menit), bradikardi(< 100x/menit)
- Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
- Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap,
denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa
gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
- Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
- Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
- Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena
- Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan
sendi yang terkena teraba hangat
- Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh darah air kemih, jika
diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.
2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara
menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis dan kultur urin.
- Leukositosis (>34.000×109/L)
- Leukopenia (< 4.000x 109/L)
- Netrofil muda 10%
- Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen)atau I/T ratio >0,2
- Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
- CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
Factor-faktor pada masalah hematology:
- Peningkatan kerentaan kapiler
- Peningkatan kecenderungan perdarahan(kadar protrombin plasma rendah)
- Perlambatan perkembangansel-sel darah merah
- Peningkatan hemolisis
- Kehilangan darah akibat uji laboratorium yang sering dilakukan
6. PENATALAKSANAAN
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v
(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3
dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi
2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan
i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ? sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine,
lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas
indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia,
pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah,
analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan
darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada
hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP
tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau
Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15
mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan
sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus
meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.
6. Pengobatan suportif meliputi :
Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis,
terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi
tukar.
7. KOMPLIKASI
- Kelainan bawaan jantung,paru,dan organ-organ yang lainnya
- Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal
- Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi\
- Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)
- Perdarahan
- Demam yang terjadi pada ibu
- Infeksi pada uterus atau plasenta
- Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
- Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
- Proses kelahiran yang lama dan sulit
8. PENCEGAHAN
1. Pada masa Antenatal :
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai,
penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk
ke pusat kesehatan bila diperlukan.
1. Pada masa Persalinan :
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
1. Pada masa pasca Persalinan :
Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan
tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SEPSIS NEONATORUM
1. Pengkajian
- Aktivitas/istirahat
Gejala: malaise
- Sirkulasi
Tanda: tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal denyut perifer
kuat,cepat,takikardia (syok).
- Eliminasi
Gejala: diare
- Makanan dan Minuman
Gejala: anoreksia, mual, munta
- Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan
Tanda: gelisah, ketakutan
- Nyeri / Keamanan
Gejala: abdomiral
- Pernafasan
Gejala: tacipnea, infeksi paru, penyakit vital
Tanda: Suhu naik( 39,95OC) kadang abnormal dibawah 39,95OC
- Seksualitas
Gejala: puripus perineal
Tanda: magerasi vulvaa – pengeringan vaginal purulen
- Penyuluhan Pembelajaraan
Gejala: masalah kesehatan kronis riwaayat selenektomi penggunaan antibiaotik
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan
prosedur invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).
Intervensi :
1. Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukaan aktivitas walaupun menggunakan
sarung tangan steril.
3. Dorong penggantian posisi , nafas dalama/ batuk.
4. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan
5. Pantau kecendrungan suhu
Rasional :
1. Isolasi luka linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan
luka, sementar pengunjung untuk menguranagi kemungkinan infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi ulang.
3. Bersihkan paru yang baaik untuk mencegah pnemoniaa
4. Mencegah penyebaran infeksi melalui proplet udaraa.
5. Demam ( 38,5OC- 40OC) disebabkan oleh efek dari endotoksinhipotalkus dan
endofrin yang melepaskan pirogen.
1. Hipertermia berdasarkan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit dehidrasi, efek
langsung dari sirkulasiedotoksia pada hipotalamus perubahan pada reguasi temperataif.
Intervensi :
1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil / diaporesis.
2. Pantau suhu linkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
3. Berikan kompres hangat.
Rasional :
1. Suhu 38,9OC- 41,1OC menunjukakana proses penyakit infeksius akut.
2. Suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankana sushu
mendekati normala.
3. Dapat membantu mengurangi demam.
1. Kekurangan volume cairan berdasaarkan peningkataaan jelas padaa vasodilatif maatif/
kompurtmen vaskuler dan permeabilitas kapiler/kebocvoran cairan kedalam lokasi
interstisial (ruang ketiga)
Intervensi :
1. Ukur / kadar urine dan berat jenis datat ketidaak seimbangan masukan dan keluaraan
kumulatif dihubungkan dengan berat badan setiapa hari, dorong masukan cairan oral
sesuai toleransi.
2. Palpasi denyut peripher
3. Kaji membran mukosaa kering, turgor kulit yang kurang baik, dan rasa haaus.
4. Amat odema dependem/ periper pada skrotum, punggung kaki.
Rasional :
1. Pengurangan dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan darh.
2. Denyut yang lemah, mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemia.
3. Hipovomelemia/cairan ruang ketiga akan memperkuat tanda tanda dehidrasi.
4. Kehilangan cairan dari komparlemen vaskuler kedalam ruangaan intersilikal akan
menyebabkan edema jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6.
Jakarta : EGC.
2. Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC
3. Harianto, Agus. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses internet di
http://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium
4. Novriani, Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di http://cemolgadis-
melayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.htm
5. Anonim. 2007. Sepsis. Akses internet
dihttp://www.pediatrik.com/ilmiah_popular/20060220-1uyr3qilmiahpopular.doc
6. Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum. Akses internet
di http://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum
7. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak ed.15 vol.I.1999.EGC:Jakarta
8. Bobak,keperawatn maternitas ed.4.2004.EGC:Jakarta



Posted by IKA MAY
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

0 COMMENTS:

POST A COMMENT

Newer PostHome

Copyright 2011 ASUHAN KEPERAWATAN.All rights reserved. Powered by Blogger


Luggage, Live In Las Vegas, Las Vegas Recreation, Free SharePoint hosting.

FahrinNizami
BLOG KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN DASAR, MEDIKAL BEDAH, MATERNITAS, ANAK, JIWA, KOMUNITAS, GERONTIK
DAN GAWAT DARURAT
type your sea

Monday, March 28, 2016 Anak


Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Sepsis
Neonatorum (Sepsis Anak)
Artikel ini merupakan sebagian bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan. jika anda berkenan maka
bagikanlah artikel ke sosial media yang anda punya dan kunjungi blog lain saya dengan
mengklik Ontamedis.com yang berbagi mengenai seputar informasi kesehatan
dan OntaMuslim.blogspot.com yang berbagi seputar agama Islam.

A. Konsep Dasar Penyakit Sepsis Neonatorum


1. Definisi
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala
infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges,
1999)
Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum
dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang
memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)
Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau sepsis
pada neonatus yang perlu diketahui(Maryunani, 2009), yaitu:
1. Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi
oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
2. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan
lain
3. Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan
diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. (WHO, 1996)
4. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS (Systeic Inflammatory
Respopnse Syndrome), sepsis, sepsis berat, syok septic, disfungsi multiorgan dan akhirnya
kematian.
2. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua
bentuk (Maryunani, 2009) yaitu:
a. Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir (kurang dari
72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero
b. Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar
atau rumah sakit (infeksi nasokomial)
3. Etiologi
Penyebab sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus,
parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri seperti
Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp, serratia sp, Escerichia Coli, Group B
streptococcus, Listeria sp, dan lain-lain. (Maryunani, 2009)
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis
pada neonatus adalah:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus dan plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit
4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin
oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan
penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan kerusakan
sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang
mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara (Surasmi, 2003), yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umpilikus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta,antara lain virus
rubella, herpes, situmegalo, koksari, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui
jalur ini, antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat pesalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman
yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi
amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara
lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi
dan masuk ke tyraktus digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi
pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diaras infeksi pada janin dapat terjadi
melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi
oleh kuman (misalnya herpes genitalis, candida albika, dan n.gonnorea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui
alat-alat: penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau
dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nosokomial.Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat
mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan
dapa neonatus yang menderita sepsis.
a. Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan >60x/menit,
cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi dada yang dalam: terjadi
karena adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru bayi akibat dari aspirasi cairan ketuban
ibu. Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain itu dapat menyebabkan infeksidengan
perubahan paru, infiltrasi, dan kerusakan jaringan bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian
disebabkan oleh pelepasan granulosit dari protaglandin dan leukotrien.
b. Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari telinga,
ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam manifestasi umum dari infeksi
sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis yang berhubungan dengan organisme tertentu.
Apabila bayi sudah mengalami infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak
menyebabkan penurunan kesadaran, hal tersebut juga menyebabkan ubun-ubun besar
menonjol (berisi cairan infeksi) dan keluarnya nanah dari telinga. Dalam hal terganggunya
sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
c. Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena respon tubuh bayi dalam
menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme bakteri atau dari ketidakstabilan
sistem saraf simpatik.
d. Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis bayi yang
tidak menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta nanah yang keluar dari
telinga
e. Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di
saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi terjadi dimulai dari infeksi luka
umbilikus.
Berdasarkan manifestasi klinis yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa
tanda dan gejala pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling berhubungan baik dari
perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda neurologi bahkan psikologinya saling
berhubungan.
6. Komplikasi
a. Hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari keadaan septik. Bayi
mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupanenergi yang berkurang. Asidosis
metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi asam laktat,
selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan termal
netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice
terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh yang
disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal, bahkan
disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang meningkat.
b. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang, tidak
mau menyusu, dan terjadinya hipertermia..
c. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan pada
jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua, ini
merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel
darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel
darah merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Namun
pada bayi yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh,
sehingga terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi akan
kekurangan darah akibat dari hal ini (anemia) yang disertai hiperbilirubinemia karena
seringnya destruksi hemoglobin sering terjadi.
d. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui aliran darah.
e. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang
mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan mukopoliskarida
pada sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel
mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang
berpotensi trombi dan emboli pada mikrovaskular.
7. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagiandari evaluasi
diagnostik dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam
kasus ini, radiografidada
dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalanpleura, efusi atau
mungkin menunjukkan broncograms udaradibedakan dari yang terlihat dengan sindrom
gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya dapat diindikasikan
dengan kondisi
klinis spesifik, seperti didugaosteomyelitis atau necrotizing enterocolitis (McMillan, 2006)
Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis.
Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan
antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju
endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif
walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah,
cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan
drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya
sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama.
Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan
lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang
merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila
terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)
8. Penatalaksanaan
a. Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal, untuk
menstabilkan statuskardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan untuk
mencegah kecenderungan perdarahan. Perawatan suportifneonatus septik sakit (Datta,
2007) meliputi sebagai berikut:
1) Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal harus dirawat
di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara teratur.
2) Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatusmengalami perfusi yang
jelek, maka saline normal dengan10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan dosis yang
sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk.
Dextrose(10%) 2 ml per kg pil besar dapat diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang
adalah biasanya ada dalam sepsis neonatal dan dilanjutkan selama 2
hari atausampai bayi dapat memiliki feed oral.
3) Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalamidistres pernapasan atau sianosis
4) Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai
5) Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan perdarahan
6) Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangatsakit atau memiliki perut
kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.
7) Langkah-langkah pendukung
lainnya termasuk stimulasilembut fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan
ketat dankonstan kondisi bayi dan perawatan ahli
b. Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme
tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk
kebutuhan nutrisi dan monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif
berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara
parental. Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol,
eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. (Sangayu, 2012)
9. Pencegahan
Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus.tanpa pengobatan
yang memadai, gangguan ion dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh
karena itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat mencegah terjadinya
kesakitan dan kematian (Surasmi, 2003)
Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
a. Pada masa antenatal. Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara
bekala,imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dang
jani, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada saat persalinan. Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara aseptik, dalam
arti persalinan piperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi
seminimal mungkindilakukan ( bila benar-benar diperlukan ). Mengawasi keadaan ibu dan
janin yang baik selama proses persalinan,melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan
menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c. Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi
normal,penberiab ASI secepatnya,mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap persih,
setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan
infasif harus dilakukan dengan prinsip – prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput
lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan
sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai
pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau
bertugas dikar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian
antibiotik secara rasional, sedapat mungkin memalui pemantauan mikrobiologi dan tes
resistensi.
10. Prognosis
Pada umumnya ngka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10% - 40 % dan
pada meningitis 15% - 50%. Angka tersebut berbeda-beda tergantung dari waktu timbulnya
penyakit penyebabnya, cara dan waktu awitan penyakit, derajat prematuritas bayi, adanya
dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.

Artikel ini merupakan sebagian bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan. jika anda berkenan maka
bagikanlah artikel ke sosial media yang anda punya dan kunjungi blog lain saya dengan
mengklik Ontamedis.com yang berbagi mengenai seputar informasi kesehatan
dan OntaMuslim.blogspot.com yang berbagi seputar agama Islam.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data, yang perlu dikaji
adalah identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat perawatan antenatal,
adanya/tidaknya ketuban pecah dini,partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus).
Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain. Ada atau tidaknya
riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll). Apakah selama
kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis.
Toksoplasmosis,rubeola, toksemia gravidarum, dan amnionitis). Mengkaji tatus sosial
ekonomi keluarga.
Pada pemeriksaan fisik data yang akan ditemukan meliputi letargi (khususnya setelah
24 jam petama), tidak mau minum atau refleks mengisap lemah, regurgitasi, peka rangsang,
pucat, berat badan berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis,
hipertermi/hipotermi, tampak ikterus. Data lain yang mungkin ditemukan adalah
hipertermia,pernapasan mendengkur, takipnea, atau apnea, kulit lembab dan dingin, pucat,
pengisian kembali kapiler lambat, hipotensi, dehidrasi, sianosis. Gejala traktus
gastrointestinal meliputi muntah, distensi abdomen atau diare.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan apnea
b. Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Intoleran terhaap makanan/minuman
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan apnea
Kriteria hasil:
- Tidak ada sianosis dan disipnea, mendemonstrasikan batuk efaktif dan suara nafas yang
bersih
- Menunjukan jalan nafas yang paten(pelayan tidak merasa tercekik,tidak ada suara nafas
abnormal)
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional:

INTERVENSI RASIONAL
1. Posisikan pasien semi powler Posisi semi powler dapat
memaksimalkan ventilasi
2.. Auskultasi suara napas, catat adanya suara
napas tambahan Suara napas tambahan dapat menjadi
sebagai tanda jalan napas yang tidak
adekuat
3. Monitor respirasi dan status O2,TTV Pada sepsis terjadinya gangguan
respirasi dan status O2 sering
ditemukan yang menyebabkan TTV
tidak dalam rentan normal
4. Berikan pelembab udara kasa basah Mengurangi jumlah lokasi yang dapat
Nacl lembab menjadi tempat masuk organisme

5. Ajarkan batuk efektif,suction,pustural Untuk mengeluarkan sekret pada


drainage saluran napas untuk menciptakan jalan
napas yang paten

b. Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


Kriteria hasil:
- Suhu dalam batas normal
- Perkembangan status klien membaik selama masa terapi
Intervensi dan Rasional:

INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan isolasi atau pantau pengunjung Isolasi/pembatasan pengunjung
sesuai indikasi dibutuhkan untuk melindungi pasien
imunosupresi dan mengurangi risiki
kemungkinan infeksi
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah Menugrangi kontaminasi silang
melakukan aktivitas walaupun
menggunakan sarung tangan steril
3. Dorong sering menggati posisi, napas Bersihan paru yang baik mencegah
dalam/batuk pneumonia
4. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif Mengurangi jumlah lokasi yang dapat
jika memungkinkan menjadi tempat masuk organisme

5. Lakukan inspeksi terhadap luka/ sisi alat Mencatat tanda-tanda inflamasi atau
invasif setiap hari infeksi lokal, perubahan pada karakter
drainase luka atau sputum dan urine.
Mencegah infeksi yang berkelanjutan
6. Gunakan teknik steril setiap waktu pada Mencegah masuknya bakteri,
saat penggantian balutan ataupun suction mengurangi risiko infeksi nasokomial
atau pemberian perawatan
7. Pantau kecenderungan suhu, jika demam Demam (38,5oC - 40 oC) disebabkan
berikan kompres hangat. oleh efek-efek dari endotoksin pada
hipotalamus dan endorfin yang
melepaskan pirogen. Hipotermia
(<36 oC) adalah tanda-tanda genting
yang menunjukkan status syok atau
penurunan perfusi jaringan
8. Amati adanya menggigil dan diaforesis Menggigil seringkali mendahului
memuncaknya suhu pada adanya infeksi

9. Memantau tanda-tanda penyimpangan Dapat menunjukkan ketidaktepatan atau


kondisi atau kegagalan untuk membaik ketiakadekuatan terapi antibiotik atau
selama masa terapi perumbuhan berlebih ari organisme
resisten
10. Inspeksi rongga mulut terhadap plak putih Depresi sistem imun dan penggunaan
atau sariawan, selidiki juga adanya rasa dari antibiotik dapat meningkatkan
gatal atau peradangan vaginal/perineal risiko infeksi sekunder.
11. Kolaborasi dalam pemberian obat Terapi pengobatan sangat membantu
antibiotik. Perhatikan dampak pemberian penyembuan dalam masa terapi
obat perawatan
c. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi
Kriteria hasil:
- Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
- Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
Intervensi dan Rasional:

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang
jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan
aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
penggunaan alcohol untuk kompres. besar yang akan membantu menurunkan
demam. Penggunaan alcohol tidak
dilakukan karena akan menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara
drastis.
Kolaborasi: Pemberian antipiretik juga diperlukan
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan untuk menurunkan panas dengan segera.
jika panas tidak turun.

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam


Kriteria hasil:
- Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
- Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
- Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang
jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan Hipertermi sangat potensial untuk
dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok
hipertermi, dan pertimbangkan untuk digunakan pada anak dibawah usia 1
langkah kolaborasi dengan memberikan tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak
antipiretik. terjadi hipotermi secara tiba-tiba.
Hipertermi yang terlalu lama tidak baik
untuk tubuh bayi oleh karena itu
pemberian antipiretik diperlukan untuk
segera menurunkan panas, misal dengan
asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
jumlah pemberian yang telah ditentukan diperlukan untuk mencegah bayi dari
kondisi lapar dan haus yang berlebih.
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
Kriteria hasil:
- Saturasi oksigen >90 %
- Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
- Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi
jaringan
Intervensi dan Rasional:

INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan tirah baring Menurunkan beban kerja mikard dan
konsumsi oksigen
2. Pantau perubahan pada tekanan darah Hipotensi akan berkembang bersamaan
dengan mikroorganisme menyerang
aliran darah

3. Pantau frekuensi dan irama jantung, Disritmia jantung dapat terjadi sebagai
perhatikan disritmia akibat dari hipoksia

4. Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan Peningkatan pernapasan terjadi sebagai


kualitas respon terhadap efek-efek langsung
endotoksin pada pusat pernapasan
didalam otak

5. Catat haluaran urine setiap jam dan berat Penurunan urine mengindikasikan
jenisnya penurunan perfungsi ginjal

6. Kaji perubahan warna kulit, suhu, Mengetahui status syok yang berlanjut
kelembapan
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Intoleran terhaap makanan/minuman
Kriteria hasil:
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi dan Rasional:

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor adanya penurunan berat badan Anoreksia ataupun intoleran terhadap
makanan atau minuman dapat
menyebabkan terjadinya penurunan
berat badan
2. Identifikasi makanan kesukaan Meningkatkan selera klien terhadap
makanan atau minuman
3. Anjurkan untuk melakukan oral hygene Menurunkan rasa mual terhadap
sebelum makan makanan

4. Monitor intake cairan dan nutrisi Kekurangan cairan dapat menyebabkan


dehidrasi dan hiper termi. Kekurangan
nutrisi dapat menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan

5. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi Protein dan vitamin C berperan penting


makanan yang berprotein dan vitamin C dalam penyembuhan yang berkaitan
dengan infeksi
6. Yakinkan diet yang dimakan juga Kekurangan serat dapat menyebabkan
mengandung tinggi serat konstipasi

7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Mengidentifikasi masalah nutrisi dalam


menentukan jumlah kaloriyang dibutuhkan terapi perawatannya
pasien

Artikel ini merupakan sebagian bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan. jika anda berkenan maka
bagikanlah artikel ke sosial media yang anda punya dan kunjungi blog lain saya dengan
mengklik Ontamedis.com yang berbagi mengenai seputar informasi kesehatan
dan OntaMuslim.blogspot.com yang berbagi seputar agama Islam.
Sumber:
Darsana, Wayan. Laporan Pendahuluan Sepsis Neonatorum. 18 September
2010.http://darsananursejiwa.blogspot.com/2010/09/laporan-pendahuluan-sepsis-
neonatorum.html
Datta, Parul. 2007. Pediatric Nursing. JAYPEE:New Delhi
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Indri. Asuhan Keperawatan Sepsis Neonatorum. 11 Mei 2009. http://indri-
dpl.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-sepsis-neonatorum.html
NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Media ihardy:Yogyakarta
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. Penerbit Buku
Kesehatan: Jakarta
McMillan, Julia A. 2006. Oski’s Pediatrics Principles & Practice. Lippincott Williams & Wilkins:
USA
Udara, Sangayu. Sepsis Neonatorum. 16 Mei
2012.http://udarajunior.blogspot.com/2012/05/sepsis-neonatorum.html
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Artikel ini merupakan sebagian bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan. jika anda berkenan maka
bagikanlah artikel ke sosial media yang anda punya dan kunjungi blog lain saya dengan
mengklik Ontamedis.com yang berbagi mengenai seputar informasi kesehatan
dan OntaMuslim.blogspot.com yang berbagi seputar agama Islam.

Diposkan oleh Fahrin Nizami pada 8:40:00 AM

Reaksi:

0 komentar:

Post a Comment
Newer PostOlder PostHome
S
ubscribe to: Post Comments (Atom)
 Follow Us on Twitter!
 "Join Us on Facebook!

 RSS

Contact

Translator

Diberdayakan oleh Terjemahan

Iklan
Fanspage

Arsip Blog

 ▼ 2016 (20)
o ► August (4)
o ► July (1)
o ► April (1)
o ▼ March (10)
 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Sepsis Neon...
 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Gangguan Ko...
 Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Perawatan Vulva (Vul...
 Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Perawatan Diri dalam...
 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Kanker Hati...
 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Gagal Jantu...
 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pneumothora...
 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Peradangan ...
 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Kanker Paru...
 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Ablasio Ret...
o ► February (4)

Kiriman Terpopuler

 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Sepsis Neonatorum (Sepsis Anak)

Artikel ini merupakan sebagian bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan. jika anda berkenan maka
bagikanlah artikel ke sosial medi...

 Contoh Soal Uji Kompetensi Keperawatan Anak Chapter 1

Artikel ini merupakan sebagian bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan. jika anda berkenan maka
bagikanlah artikel ke sosial medi...

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Sindrom Steven Johnson


Artikel ini merupakan sebagian bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan. jika anda berkenan maka
bagikanlah artikel ke sosial medi...

 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Kanker Hati (Ca Hepar)

Artikel ini merupakan sebagian bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan. jika anda berkenan maka
bagikanlah artikel ke sosial medi...

 Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Perawatan Vulva (Vulva Hygiene)

Artikel ini merupakan sebagian bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan. jika anda berkenan maka
bagikanlah artikel ke sosial medi...

Label

Anak Jiwa Maternitas Medikal Bedah SAP Uji Kompetensi Keperawatan


Followers

Author

FAHRIN NIZAMI
VIEW MY COMPLETE PROFILE
Powered by Blogger.

Latest Tweets

...searching twitter...

Theme by Site5.
Experts in Web Hosting.

© Copyright 2011 Diary/Notebook Theme by Site5.com. All Rights Reserved. by TNB


;

KASHYRIA LOVE
Jumat, 31 Agustus 2012
askep SEPSIS NEONATORUM
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFENISI
Sepsis adalah sindrome yang di karakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala infeksi yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.
(Marilynn E. Doenges, 1999).

Sepsis adalah bakteri umum pada aliran darah. (Donna L. Wong, 2003).
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran
darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004). Sepsis adalah infeksi
bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. (Mary E. Muscari,
2005).

Neonatus sangat rentan karena respon imun yang belum sempurna. Angka mortalitas
telah berkurang tapi insidennya tidak. Faktor resiko antara lain, prematuritas, prosedur
invasif, penggunaan steroid untuk masalah paru kronis, dan pajanan nosokomial terhadap
patogen. Antibodi dalam kolostrum sangant efeektif melawan bakteri gram negatif, oleh
sebab itu, menyusui ASI memberi manfaat perlindungan terhadap infeksi.

B. ETIOLOGI
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri :
1. Bakteri escherichia koli
2. Streptococus group B
3. Stophylococus aureus
4. Enterococus
5. Listeria monocytogenes
6. Klepsiella

C. PATOFISIOLOGI
Berespon menghasilkan
panas tubuh
Gangguan pola
nafas tidak efektis

Fungsi tidak
optimal
Bayi akan sesak

G3 sirkulasi O2 co2

Erirtosit banyak
dilisis

Mu
ntah,
Diar
e
mala
s
men
ghisa
p

S
y
s
t
e
m

g
a
s
t
r
o
i
n
t
e
s
t
i
n
a
l
Organ pernapasan

Organ hati
Keseluruhan tubuh
janin hipotalamus

Resiko infeksi

meningitis,oesteomelitis

Infeksi / kuman
menyebar

Terjadi infeksi awal

Masuk kedalam tubuh


janin

Melalui air ketuban

Infeksi pada ibu

bakteri
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut :

1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema

2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali

3. Saluran nafas: apnoe, dispnue(< 30x/menit), takipnae(>60x/menit), retraksi, nafas cuping hidung,
merintih, sianosis

4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi(> 160x/menit), bradikardi(<
100x/menit)

5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur,
ubun-ubun membonjol

6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdaraha.

7. Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut
jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan
pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung

8. Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:

9. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar

10. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus
(posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun

11. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai
yang terkena

12. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang
terkena teraba hangat

13. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh darah air kemih, jika diduga suatu
meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.

2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara menyeluruh. Hal ini
termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis dan kultur urin :

a. Leukositosis (>34.000×109/L)

b. Leukopenia (< 4.000x 109/L)


c. Netrofil muda 10%

d. Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen)atau I/T ratio >0,2

e. Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)

f. CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal

Factor-faktor pada masa hematologi :

 Peningkatan kerentaan kapiler

 Peningkatan kecenderungan perdarahan(kadar protrombin plasma rendah)

 Perlambatan perkembangansel-sel darah merah

 Peningkatan hemolisis

 Kehilangan darah akibat uji laboratorium yang sering dilakukan

F. PENATALAKSANAAN

1) Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis
untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino
glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ? sampai 1 jam
pelan-pelan).

2) Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses
lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan
analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan
CRP kuantitatif).

3) Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah,
foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.

4) Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP
normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.

5) Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal,
maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40
mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14
hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.

6) Pengobatan suportif meliputi :


Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi
hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.

G. KOMPLIKASI

1. Kelainan bawaan jantung,paru,dan organ-organ yang lainnya

2. Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal

3. Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi\

4. Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)

5. Perdarahan

6. Demam yang terjadi pada ibu

7. Infeksi pada uterus atau plasenta

8. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)

9. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)

10. roses kelahiran yang lama dan sulit

H. PENCEGAHAN

a. Pada masa Antenatal :

Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan
terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap
keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.

b. Pada masa Persalinan :

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.

c. Pada masa pasca Persalinan :

Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap
bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

2. Aktivitas/istirahat

Gejala: malaise

3. Sirkulasi

Tanda: tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal denyut perifer kuat,cepat,takikardia
(syok).

4. Eliminasi

Gejala: diare

5. Makanan dan Minuman

Gejala: anoreksia, mual, munta

6. Neurosensori

Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan

Tanda: gelisah, ketakutan

7. Nyeri / Keamanan

Gejala: abdomiral

8. Pernafasan

Gejala: tacipnea, infeksi paru, penyakit vital

Tanda: Suhu naik( 39,95OC) kadang abnormal dibawah 39,95OC

9. Seksualitas

Gejala: puripus perineal

Tanda: magerasi vulvaa – pengeringan vaginal purulen

10. Penyuluhan Pembelajaraan

Gejala: masalah kesehatan kronis riwaayat selenektomi penggunaan antibiaotik


2. DIAGNOSA

I. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan prosedur
invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).
Intervensi :

1) Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukaan aktivitas walaupun menggunakan sarung
tangan steril.

3) Dorong penggantian posisi , nafas dalama/ batuk.

4) Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan

5) Pantau kecendrungan suhu

Rasional :

1) Isolasi luka linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan luka,
sementar pengunjung untuk menguranagi kemungkinan infeksi.

2) Mengurangi kontaminasi ulang.

3) Bersihkan paru yang baaik untuk mencegah pnemoniaa

4) Mencegah penyebaran infeksi melalui proplet udaraa.

5) Demam ( 38,5OC- 40OC) disebabkan oleh efek dari endotoksinhipotalkus dan endofrin yang
melepaskan pirogen.

II. Hipertermia berdasarkan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit dehidrasi, efek


langsung dari sirkulasiedotoksia pada hipotalamus perubahan pada reguasi temperataif.
Intervensi :

1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil / diaporesis.

2) Pantau suhu linkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
3) Berikan kompres hangat.

Rasional :

1) Suhu 38,9OC- 41,1OC menunjukakana proses penyakit infeksius akut.


2) Suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankana sushu mendekati
normala.
3) Dapat membantu mengurangi demam.

III. Kekurangan volume cairan berdasaarkan peningkataaan jelas padaa vasodilatif maatif/
kompurtmen vaskuler dan permeabilitas kapiler/kebocvoran cairan kedalam lokasi interstisial
(ruang ketiga)
Intervensi :
1) Ukur / kadar urine dan berat jenis datat ketidaak seimbangan masukan dan keluaraan
kumulatif dihubungkan dengan berat badan setiapa hari, dorong masukan cairan oral sesuai
toleransi.

2) Palpasi denyut peripher

3) Kaji membran mukosaa kering, turgor kulit yang kurang baik, dan rasa haaus.

4) Amat odema dependem/ periper pada skrotum, punggung kaki.

Rasional :

1) Pengurangan dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan darh.

2) Denyut yang lemah, mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemia.

3) Hipovomelemia/cairan ruang ketiga akan memperkuat tanda tanda dehidrasi.

4) Kehilangan cairan dari komparlemen vaskuler kedalam ruangaan intersilikal akan


menyebabkan edema jaringan.
BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama
satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi
baru lahir. (DEPKES 2007)

a) Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus,
parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.

b) Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.

c) Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium

d) perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan
metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complemen cascade menimbulkan
banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.
( Bobak, 2004).

B. SARAN

a) Meningkatkan mutu pelayan kesehatan


b) Meningkatkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
c) Meningkatkan pofesionalitas kerja perawat.

DAFTAR PUSTAKA

 Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta :
EGC.
 Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC
 Harianto, Agus. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium
 Novriani, Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di http://cemolgadis-
melayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.htm
 Anonim.2007.Sepsis.Aksesinternet dihttp://www.pediatrik.com/ilmiah_popular/20060220-
1uyr3qilmiahpopular.doc
 Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum
 Nelson, Ilmu Kesehatan Anak ed.15 vol.I.1999.EGC:Jakarta
 Bobak,keperawatn maternitas ed.4.2004.EGC:Jakarta
DAFTAR ISI

BAB I : TINJAUAN TEORITIS

1. DEFENISI

2. ETIOLOGI

3. PATOFISIOLOGI

4. MANIFESTASI KLINIS

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

6. PENATALAKSANAAN

7. KOMPLIKASI

8. PENCEGAHAN

BAB II : ASUHAN KEPERAWATA

1. PENGKAJIAN

2. DIAGNOSA

3. INTERVESI

4. RASIONAL

5. EVALUASI

BAB III: KESIMPULAN

1. KESIMPULAN

2. SARAN

DAFTAR ISI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.DENGAN GANGGUAN SEPSIS


NEONATORUM
D

OLEH :

1. MINTARIA NAIBAHO

2. KASIRIA NDRURU

3. RAJA YUNUS SINAGA

4. WARISMAN NDRURU

AKADEMI KEPERAWATAN RSU HERNA MEDAN

T/A 2012/2013BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFENISI
Sepsis adalah sindrome yang di karakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala infeksi yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.
(Marilynn E. Doenges, 1999).

Sepsis adalah bakteri umum pada aliran darah. (Donna L. Wong, 2003).
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran
darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004). Sepsis adalah infeksi
bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. (Mary E. Muscari,
2005).
Neonatus sangat rentan karena respon imun yang belum sempurna. Angka mortalitas
telah berkurang tapi insidennya tidak. Faktor resiko antara lain, prematuritas, prosedur
invasif, penggunaan steroid untuk masalah paru kronis, dan pajanan nosokomial terhadap
patogen. Antibodi dalam kolostrum sangant efeektif melawan bakteri gram negatif, oleh
sebab itu, menyusui ASI memberi manfaat perlindungan terhadap infeksi.

B. ETIOLOGI
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri :
1. Bakteri escherichia koli
2. Streptococus group B
3. Stophylococus aureus
4. Enterococus
5. Listeria monocytogenes
6. Klepsiella

C. PATOFISIOLOGI
Berespon menghasilkan
panas tubuh
Gangguan pola
nafas tidak efektis

Fungsi tidak
optimal

Bayi akan sesak

G3 sirkulasi O2 co2

Erirtosit banyak
dilisis

Mu
ntah,
Diar
e
mala
s
men
ghisa
p

S
y
s
t
e
m

g
a
s
t
r
o
i
n
t
e
s
t
i
n
a
l
Organ pernapasan

Organ hati

Keseluruhan tubuh
janin hipotalamus

Resiko infeksi

meningitis,oesteomelitis

Infeksi / kuman
menyebar

Terjadi infeksi awal


Masuk kedalam tubuh
janin

Melalui air ketuban

Infeksi pada ibu

bakteri

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah
sebagai berikut :

1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema

2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali

3. Saluran nafas: apnoe, dispnue(< 30x/menit), takipnae(>60x/menit), retraksi, nafas cuping hidung,
merintih, sianosis

4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi(> 160x/menit), bradikardi(<
100x/menit)
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur,
ubun-ubun membonjol

6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdaraha.

7. Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut
jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan
pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung

8. Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:

9. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar

10. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus
(posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun

11. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai
yang terkena

12. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang
terkena teraba hangat

13. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh darah air kemih, jika diduga suatu
meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.

2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara menyeluruh. Hal ini
termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis dan kultur urin :

a. Leukositosis (>34.000×109/L)

b. Leukopenia (< 4.000x 109/L)

c. Netrofil muda 10%

d. Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen)atau I/T ratio >0,2

e. Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)

f. CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal

Factor-faktor pada masa hematologi :

 Peningkatan kerentaan kapiler


 Peningkatan kecenderungan perdarahan(kadar protrombin plasma rendah)

 Perlambatan perkembangansel-sel darah merah

 Peningkatan hemolisis

 Kehilangan darah akibat uji laboratorium yang sering dilakukan

F. PENATALAKSANAAN

1) Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis
untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino
glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ? sampai 1 jam
pelan-pelan).

2) Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses
lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan
analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan
CRP kuantitatif).

3) Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah,
foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.

4) Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP
normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.

5) Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal,
maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40
mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14
hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.

6) Pengobatan suportif meliputi :

Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi
hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.

G. KOMPLIKASI

1. Kelainan bawaan jantung,paru,dan organ-organ yang lainnya

2. Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal

3. Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi\

4. Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)

5. Perdarahan
6. Demam yang terjadi pada ibu

7. Infeksi pada uterus atau plasenta

8. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)

9. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)

10. roses kelahiran yang lama dan sulit

H. PENCEGAHAN

a. Pada masa Antenatal :

Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan
terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap
keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.

b. Pada masa Persalinan :

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.

c. Pada masa pasca Persalinan :

Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap
bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

2. Aktivitas/istirahat

Gejala: malaise
3. Sirkulasi

Tanda: tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal denyut perifer kuat,cepat,takikardia
(syok).

4. Eliminasi

Gejala: diare

5. Makanan dan Minuman

Gejala: anoreksia, mual, munta

6. Neurosensori

Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan

Tanda: gelisah, ketakutan

7. Nyeri / Keamanan

Gejala: abdomiral

8. Pernafasan

Gejala: tacipnea, infeksi paru, penyakit vital

Tanda: Suhu naik( 39,95OC) kadang abnormal dibawah 39,95OC

9. Seksualitas

Gejala: puripus perineal

Tanda: magerasi vulvaa – pengeringan vaginal purulen

10. Penyuluhan Pembelajaraan

Gejala: masalah kesehatan kronis riwaayat selenektomi penggunaan antibiaotik

2. DIAGNOSA

I. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan prosedur
invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).
Intervensi :

1) Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukaan aktivitas walaupun menggunakan sarung
tangan steril.

3) Dorong penggantian posisi , nafas dalama/ batuk.


4) Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan

5) Pantau kecendrungan suhu

Rasional :

1) Isolasi luka linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan luka,
sementar pengunjung untuk menguranagi kemungkinan infeksi.

2) Mengurangi kontaminasi ulang.

3) Bersihkan paru yang baaik untuk mencegah pnemoniaa

4) Mencegah penyebaran infeksi melalui proplet udaraa.

5) Demam ( 38,5OC- 40OC) disebabkan oleh efek dari endotoksinhipotalkus dan endofrin yang
melepaskan pirogen.

II. Hipertermia berdasarkan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit dehidrasi, efek


langsung dari sirkulasiedotoksia pada hipotalamus perubahan pada reguasi temperataif.
Intervensi :

1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil / diaporesis.

2) Pantau suhu linkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.

3) Berikan kompres hangat.

Rasional :

1) Suhu 38,9OC- 41,1OC menunjukakana proses penyakit infeksius akut.


2) Suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankana sushu mendekati
normala.
3) Dapat membantu mengurangi demam.

III. Kekurangan volume cairan berdasaarkan peningkataaan jelas padaa vasodilatif maatif/
kompurtmen vaskuler dan permeabilitas kapiler/kebocvoran cairan kedalam lokasi interstisial
(ruang ketiga)
Intervensi :
1) Ukur / kadar urine dan berat jenis datat ketidaak seimbangan masukan dan keluaraan
kumulatif dihubungkan dengan berat badan setiapa hari, dorong masukan cairan oral sesuai
toleransi.

2) Palpasi denyut peripher

3) Kaji membran mukosaa kering, turgor kulit yang kurang baik, dan rasa haaus.

4) Amat odema dependem/ periper pada skrotum, punggung kaki.

Rasional :

1) Pengurangan dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan darh.

2) Denyut yang lemah, mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemia.

3) Hipovomelemia/cairan ruang ketiga akan memperkuat tanda tanda dehidrasi.

4) Kehilangan cairan dari komparlemen vaskuler kedalam ruangaan intersilikal akan


menyebabkan edema jaringan.

BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama
satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi
baru lahir. (DEPKES 2007)

a) Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus,
parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.

b) Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
c) Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium

d) perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan
metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complemen cascade menimbulkan
banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.
( Bobak, 2004).

B. SARAN

a) Meningkatkan mutu pelayan kesehatan


b) Meningkatkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
c) Meningkatkan pofesionalitas kerja perawat.

DAFTAR PUSTAKA

 Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta :
EGC.
 Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC
 Harianto, Agus. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium
 Novriani, Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di http://cemolgadis-
melayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.htm
 Anonim.2007.Sepsis.Aksesinternet dihttp://www.pediatrik.com/ilmiah_popular/20060220-
1uyr3qilmiahpopular.doc
 Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum
 Nelson, Ilmu Kesehatan Anak ed.15 vol.I.1999.EGC:Jakarta
 Bobak,keperawatn maternitas ed.4.2004.EGC:Jakarta

DAFTAR ISI

BAB I : TINJAUAN TEORITIS

1. DEFENISI
2. ETIOLOGI

3. PATOFISIOLOGI

4. MANIFESTASI KLINIS

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

6. PENATALAKSANAAN

7. KOMPLIKASI

8. PENCEGAHAN

BAB II : ASUHAN KEPERAWATA

1. PENGKAJIAN

2. DIAGNOSA

3. INTERVESI

4. RASIONAL

5. EVALUASI

BAB III: KESIMPULAN

1. KESIMPULAN

2. SARAN

DAFTAR ISI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.DENGAN GANGGUAN SEPSIS


NEONATORUM
D

OLEH :

1. MINTARIA NAIBAHO

2. KASIRIA NDRURU
3. RAJA YUNUS SINAGA

4. WARISMAN NDRURU

AKADEMI KEPERAWATAN RSU HERNA MEDAN

T/A 2012/2013

Diposkan oleh my heart will go on di 01.37


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog
 ► 2013 (4)
 ▼ 2012 (9)
o ► September (2)
o ▼ Agustus (1)
 askep SEPSIS NEONATORUM
o ► Mei (2)
o ► April (4)

Mengenai Saya

my heart will go on
qu harus bisa mencapai yang qu inginkan... qu paling benci waktu yang di tunda2
Lihat profil lengkapku
Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

RYRI LUMOET
BERJUANGLAH UNTUK ORANG YANG ANDA CINTAI

 Home
 About Us
 Contact
 FAQ

Free Glitter Text Generator


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK SEPSIS NEONATORUM
Posted in

Kamis, 25 November 2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi merupakan salah satu penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir.
Sepsis berhubungan dengan angka kematian 13% - 50% dan kemungkinan morbiditas yang kuat
pada bayi yang bertahan hidup. (Fanaroff & Martin, 1992). Infeksi pada neonatus di negeri kita masih
merupakan masalah yang gawat. Di Jakarta terutama di RSCM, infeksi merupakan 10 – 15% dari
morbidilitas perinatal.
Infeksi pada neonatus lebih sering di temukan pada BBLR. Infeksi lebih sering ditemukan pada bayi
yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar rumah sakit. Dalam hal ini
tidak termasuk bayi yang lahir di luar rumah sakit dengan cara septik.
Sepsis neonatus, sepsis neonatorum, dan septikemia neonatus merupakan istilah yang telah
digunakan untuk menggambarkan respon sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir. Ada sedikit
kesepakatan pada penggunaan istilah secara tepat, yaitu apakah harus dibatasi pada infeksi bakteri,
biakan darah positif, atau keparahan sakit. Kini, ada pembahasan yang cukup banyak mengenai
definisi sepsis yang tepat dalam kepustakaan perawatan kritis.

1.2 Tujuan
• Untuk memenuhi tugas keperawatan anak.
• Untuk mengetahui definisi tentang sepsis neonatorum.
• Untuk mengetahui perjalanan penyakit dari sepsis neonatorum sehingga dapat memunculkan
masalah-masalah keperawatan.
• Untuk mempelajari askep sepsis neonatorum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sepsis adalah sindrome yang di karakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang
parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Marilynn E. Doenges, 1999).
Sepsis adalah bakteri umum pada aliran darah. (Donna L. Wong, 2003).
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran darah bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004).
Sepsis adalah infeksi bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan.
(Mary E. Muscari, 2005).
Neonatus sangat rentan karena respon imun yang belum sempurna. Angka mortalitas telah
berkurang tapi insidennya tidak. Faktor resiko antara lain, prematuritas, prosedur invasif,
penggunaan steroid untuk masalah paru kronis, dan pajanan nosokomial terhadap patogen. Antibodi
dalam kolostrum sangant efeektif melawan bakteri gram negatif, oleh sebab itu, menyusui ASI
memberi manfaat perlindungan terhadap infeksi.

2.2 Etiologi
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc (1961) membaginya menjadi 3 golongan,
yaitu:
1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu melalui batas plasenta
dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.

2. Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi dari pada cara lain. Mikroorganisme dari vagina naik dan
masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara
pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam) memunyai peranan penting terhadap
timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh
(misalnya ada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina).
3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi berakibat fatal terjadi sesudah
lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril
atau akibat infeksi silang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di bagi menjadi tiga kategori :
• Faktor maternal : ruptur selaput ketuban yang lama, persalinan prematur, amnionitis klinis,
demam maternal, manipulasi berlebihan selama proses persalinan, dan persalinan yang lama.
• Faktor lingkungan : yang dapat menjadi faktor predisposisi bayi selama sepsis meliputi, tetapi tidak
terbatas pada, buruknya praktik cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus arteri dan
vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter, selang endootrakea, teknologi invasif, dan
pemberian susu formula.
• Faktor penjamu : jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat lahir rendah, dan kerusakan
mekanisme pertahanan diri penjamu. (Bobak, 2004)
Bakteri, virus, jamur, dan protozoa (jarang) dapat menyebabkan sepsis neonatus. Penyebab yang
paling sering dari sepsis mulai awal adalah streptokokus group B (SGB) dan bakteri enterik yang
didapat dari saluran kemih ibu. Sepsi mulai akhir disebabkan oleh SGB, virus herpes simpleks
(HSV), entero virus dan E. Coli K1. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, candida dan
stafilokokus koagulase negatif (CONS), merupakan patogen yang paling umum mulai akhir. (Nelson,
hal. 653).

2.3 Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas non spesifik (inflamasi)
dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis, keterlambatan respon kemotaksis, minimal
atau tidak adanya imunoglobulin A dan imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya kadar
komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui plasenta dari aliran darah
maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi dapat terjadi dari kontak
langsung dengan organisme dari saluran gastrointestinal atau genitourinaria maternal. Organisme
yang paling sering menginfeksi adalah streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli, yang
terdapat di vagina. GBS muncul sebagai mikroorganisme yang sangat virulen pada neonatus, dengan
angka kematian tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae dan stafilokoki
koagulasi negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis pada bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial, dan organisme yang
menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki, dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi
negatif, baiasa ditemukan sebagai penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi bakterial
dapat terjadi melalui tampatseperti puntung tali pusat, kulit, membran mukosa mata, hidung, faring,
dan telinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan, dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain, personel, atau benda – benda
dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air, alat pelembab, pipa wastafel, mesin
penghisap, kebanyakan peralatan respirasi, dan kateter vena dan arteri terpasang yang digunakan
untuk infus, pengambilan sampel darah, pemantauan tanda vital. (Donna L. Wong, 2009).
Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan
penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif.
Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan
kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang
mengakibatkan disseminated intravaskular coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko untuk mendapatkan sepsis
nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal pada sepsis gram negatif dapat ditiru dengan
injeksi endotoksin atau faktor nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal
anti-FNT sangat memperlemah manifestasi syok septik. Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan
dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis
lebih lanjut.
Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang memicu
respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. FNT dan mediator radang lain
meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler, dan
terjadinya ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut umur atau didefinisikan
dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler yanng terlambat (>2 detik) dipandang sebagai
indikator yang dapat dipercaya pada penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler perifer pada syok
septik (panas) tetapi menjadi sangat naik pada syok yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik
pemakaian oksigen jaringan melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh
vasodilatasi perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi miokardium, hipotensi,
insufisiensi ventilator, anemia. (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang disebabkan oleh
penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapat mengakibatkan
perubahan psikologis yang sangat besar. Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur, virus, maupun
riketsia. Penyebab yang paling umum dari septisemia adalah organisme gram negatif. Jika
perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol invasi mikroorganisme, mungkin dapat terjadi
syok septik, yang dikarakteristikkan dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi
seluler, dan kegagalan sistem multipel. (Marilynn E. Doenges, 1999).

2.4 Manifestasi klinis


• Umum : panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema.
• Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia (nafsu makan buruk), muntah, diare, hepatomegali.
• Saluran nafas : apneu, dispneu, takipneu, retraksi, nafas tidak teratur, merintih, sianosis.
• Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardia,
bradikardia.
• Sistem saraf pusat : iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, aktivitas menurun-letargi, koma,
peningkatan atau penurunan tonus, gerakan mata abnormal, ubun-ubun membonjol.
• Hematologi : pucat, ptekie, purpura, perdarahan, ikterus.
• Sistem sirkulasi : pucat, sianosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung tidak beraturan.
(Kapita Selekta, 2000).

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Biodata
• Umur neonatus (0 – 28 hari)
• Jenis kelamin laki-laki
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
• Panas
2. Riwayat Kehamilan
• Demam pada ibu (>37,9°C).
• Riwayat sepsis GBS pada bayi sebelumnya.
• Infeksi pada masa kehamilan.
3. Riwayat Persalinan
• Persalinan yang lama.
• Ruptur selaput ketuban yang lama (>18 jam).
• Persalinan prematur (<37 minggu).
4. Riwayat atau adanya faktor resiko
• Prematuritas/BBLR/BBLSR.
• Skor APGAR 5 menit rendah (<6).
• Jenis kelamin laki-laki (laki-laki 4 kali lebih sering terkena sepsis dari pada perempuan).
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
• Lemah, Koma.
2. Inspeksi
• Kepala: ubun-ubun membonjol.
• Muka: pucat, sianosis.
• Mata: gerakan mata abnormal.
• Kulit: ptekie.
3. Palpasi
• Distensi abdomen.
• Pemeriksaan ekstremitas: tremor, kejang.
5. Auskultasi
• Sistem pernafasan: nafas tidak teratur, merintih, takipneu.
6. Laboratorium
• Hitung darah lengkap (HDL).
Nilai HDL yang paling penting ialah hitung sel darah putih (SDP). Bayi yang mengalami sepsis
biasanya menunjukkan penurunan nilai SDP, yakni <5000 mm3.
• Trombosit
Nilai normal 150.000 – 300.000 mm3. Pada sepsis nilai trombosit menurun.

• Kultur darah
Dilakukan dalam 24 – 48 jam untuk menjelaskan jumlah dan jenis bakteri yang ada dan
kerentanannyaterhadap terapi antibiotika.
• Pungsi lumbal dan sensitivitas cairan serebrospinal (CSS)
Jumlah rata-rata leukosit di dalam CSS bayi baru lahir adalah sel/mm3 dan kisaran normal dapat
mencapai 20 sel/mm3. Kadar protein CSF pada bayi cukup bulan adalah 90mg/dl dan 120 mg/dl
pada bayi kurang bulan. Pungsi lumbal traumatik dapat memberikan hasil yang tidak dapat
diintepretasikan, karena penggunaan faktor koreksi yang berdasarkan pada jumlah eritrosit di dalam
CSF dan di dalam cairan perifer sering tidak adekuat untuk menentukan jumlah leukosit dan kadar
protein yang sebenarnya didalam CSS.
• Kultur urin
Urin untuk pemeriksaan aglutinasi lateks dan kultur juga dapat dilakukan.
• Rontgen dada dilakukan bila ada gejala respirasi.

3.2 Diagnosa
1. Hipertermia b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada
reagulasi temperatur.
2. Diare b/d iritasi usus sekunder akibat organisme yang menginfeksi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kondisi yang mempengaruhi masukan nutrisi.
4. Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan b/d reduksi aliran darah.
5. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit b/d edema dan imobilitas.
6. Resiko terhadap kekurangan volume cairan b/d peningkatan permeabilitas kapiler.
7. Resiko terhadap gangguan pertukaran gas b/d edema pada paru-paru.
8. Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2.
9. Resiko pemajanan infeksi ke bayi lain b/d penurunan sistem imun dan pemajanan lingkungan
(nosokomial).
10. Ketakutan pada keluarga b/d ketidakberdayaan (ancaman pada kesejahteraan pada diri anak).

3.3 Intervensi
1. Diagnosa : Hipertermia b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan
pada reagulasi temperatur.
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam bata normal, bebas dari kedinginan. Tidak
mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil/diaforesis Suhu 38,9° - 41,1° C
menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi. Suhu
ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Dapat membantu mengurangi demam.
Kolaborasi
Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol). Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
Berikan selimut pendingin Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5° –
40° C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.

2. Diagnosa : Diare b/d iritasi usus sekunder akibat organisme yang menginfeksi.
Kriteria Hasil : Meningkatkan fungsi usus mendekati normal.
Intervensi Rasional
Observasi frekuensi defekasi, karakteristik, dan jumlah. Diare sering terjadi akibat mikroba yang
masuk kedalam usus.
Dorong diet tinggi serat dalam batasan diet, dengan masukan cairan sedang sesuai diet yang dibuat.
Meningkatkan konsistensi feses. Meskipun cairan perlu untuk fungsi tubuh optimal, kelebihan
jumlah mempengaruhi diare.
Bantu perawatan peringeal sering, gunakan salep sesuai indikasi. Berikan rendam pada pusaran air.
Iritasi anal, ekskoriasi dan pruritus dapat terjadi karena diare.
Berikan obat sesuai indikasi. Untuk mengontrol frekuensi defekasi sampai tubuh mengalami
perubahan yang lebih baik.

3. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kondisi yang mempengaruhi masukan
nutrisi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan penambahan berat badan dan bebas dari tanda malnutrisi.
Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energi, kondisi
kulit, kuku, rambut, rongga mulut, keinginan untuk makan/anoreksia. Memberikan kesempatan
untuk mengobservasi penyimpangan dari normal/dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi.
Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan. Membuat
data dasar, membantu dalam memantau keefektifan aturan terapeutik.
Kaji fungsi GI dan toleransi pada pemberian makanan enteral, catat bising usus, keluhan
mual/muntah, ketidaknyamanan abdomen, adanya diare / konstipasi, terjadinya kelemahan dan
takikardia. Karena pergantian protein dari mukosa GI terjadi kira-kira setiap 3 hari, saluran GI
beresiko tinggi pada disfungsi dini dan atrofi dari penyakit dan malnutrisi.

4. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b/d reduksi aliran darah.
Kriteria Hasil : Menunjukkan perfusi adekuat yang dibuktikan dengan tanda-tanda vital stabil, nadi
perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat kesadaran umum, haluaran urinarius individu yang
sesuai dan bising usus aktif.
Intervensi Rasional
Mandiri
Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktivitas perawatan. Menurunkan beban kerja miokard dan
konsumsi O2, maksimalkan efektivitas dari perfusi jaringan.
Pantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi,dan perubahan pada
tekanan denyut. Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran
darah, menstimulasi pelepasan, atau aktivasi dari substansi hormonal maupun kimiawi yang
umumnya menghasilkan vasodilatasi perifer, penurunan tahapan vaskuler sistemik dan hipovolemia
relatif.
Pantau frekuensi dan irama jantung. Bila terjadi takikardi, mengacu pada stimulasi sekunder sistem
saraf simpatis untuk menekankan respon dan untuk menggantikan kerusakan pada hipovolumia
relatif dan hipertensi.
Perhatikan kualitas/kekuatan dari denyut perifer Pada awal nadi cepat/kuat karena peningkatan
curah jantung. Nadi dapat menjadi lemah/lambat karena hipotensi terus menerus, penurunan curah
jantung, vasokonstriksi perifer jika terjadi status syok.

Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas. Perhatikan dispnea berat. Peningkatan
pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari endotoksin pada pusat
pernafasan di dalam otak, dan juga perkembangan hipoksia, stres dan demam. Pernafasan dapat
menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
Catat haluaran urin setiap jam dan bertat jenisnya. Penurunan haluara urin dengan peningkatan
berat jenis akan mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal yang dihubungkan dengan
perpindahan cairan dan vasokonstriksi selektif.
Evaluasi kaki dan tangan bagian bawah untuk pembengkakan jaringan lokal, eritema. Stasis vena
dna proses infeksi dapat menyebabkan perkembangan trombosis.
Catat efek obat-obatan, dan pantau tanda-tanda keracunan Dosis antibiotik masif sering dipesankan.
Hal ini memiliki efek toksik berlebihan bila perfusi hepar/ ginjal terganggu.
Kolaborasi
Berikan cairan parenteral Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin
dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.
Pantau pemeriksaan laboratorium. Perkembangan asidosis respiratorik dan metabolik merefleksikan
kehilangan mekanisme kompensasi, misalnya penurunan perfusi ginjal dan akumulasi asam laktat.

5. Diagnosa : Resiko terhadap kerusakan integritas kulit b/d edema dan imobilitas.
Kriteria Hasil : Mempertahankan kulit utuh dan mengidentifikasi faktor-faktor resiko.
Intervensi Rasional
Ubah posisi sering di tempat tidur dan kursi. Rekomendasikan 10 menit latihan setiap jam dan
lakukan rentang gerak. Meningkatkan sirkulasi, tonus otot, dan gerak tulang sendi.
Gunakan jadwal rotasi dalam membalikkan pasien. Memberikan waktu lebih lama bebas dari
tekanan, mencegah gerakan yang menimbulkan pengelupasan dan robekan yang dapat merusak
jaringan rapuh.
Pertahankan agar sprei dan selimut tetap kering, bersih dan bebas dari kerutan, serpihan ataupun
material lainnya yang dapat mengiritasi. Mengurangi abrasi kulit.
Berikan tambahan zat besi dan vitamin C. Membantu dalam penyembuhan/generasi seluler.

6. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d peningkatan permeabilitas
kapiler.
Kriteria Hasil : Mempertahankan volume sirkulasi adekuat yang dibuktikan dengan tanda-tanda vital
dalam batas normal pasien, nadi perifer teraba, dan haluaran urin adekuat.
Intervensi Rasional
Mandiri
Catat/ukur pemasukan pengeluaran urin dan berat jenisnya
Penurunan haluaran urin dan berat jenis akan menyebabkan hipovolemia.
Pantau tekanan darah dan denyut jantung
Pengeluaran dalam sirkulasi volume cairn dapat mengurangi tekanan darah/CVP, mekanissme
kompensasi awal dari takikardia untuk meningkatkan curah jantung dan meningkatkan darah
sistemik.
Kaji membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus
Hipovolemia/cairan ruang ketiga akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi.
Amati edema dependen/perifer pada sacrum, skurutum, punggung kaki Kehilangan cairan dari
kompartemen vaskuler kedalam ruang interstitial akan menyebabkan edema jaringan.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV
Sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mengatasi hipovolemia relatif (vasodilatasi
perifer), menggantikan kehilangan dengan meningkatkan permeabilitas kapiler (misalnya
penumpukan cairan di dalam rongga peritoneal) dan meningkatkan sumber-sumber tak kasat mata
(misalnya demam dan diaforesis).
Pantau nilai laboratorium Mengevaluasi perubahan di dalam hidrasi/viskositas darah. Peningkatan
BUN akan merefleksikan dehidrasi, nilai tinggi dari BUN/Kr dapat mengindikasikan
disfungsi/kegagalan ginjal.

7. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap ganggun pertukaran gas b/d edema pada paru-paru.
Kriteria Hasil : Mengoptimalkan pertukaran gas.
Intervensi Rasional
• Kaji pernafasan setiap jam, catat kualitas, irama, pola, kedalaman, dan otot penafasan.
• Kaji saluran nafas setiap hari.
• Kaji perubahan perilaku dan orientasi.
• Monitor ABC dan catat perubahan • Ubah posisi setiap 2 jam untuk bergerak dan drainase sekret.
Tentukan posisi anak dalam posisi yang benar untuk mengoptimalkan pernafasan.
• Suction diperlukan untuk membersihkan sekrat.
8. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2.
Kriteria Hasil : Tidak mengalami dispnea dan sianosis.
Intervensi Rasional
Pertahankan jalan nafas paten. Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman dengan kepala tempat
tidur tinggi. Meningkatkan ekspansi paru-paru, upaya pernafasan.
Pantau frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori/ upaya untuk
bernafas. Pernafasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres dan sirkulasi endotoksin.
Hipoventilasi dan dispnea merefleksikan mekanisme kompensasi yang tidak efektif dan merupakan
indikasi bahwa diperlukan dukungan ventilator.
Auskultasi bunyi nafas. Perhatikan krekels, mengi, area yang mengalami penurunan / kehilangan
ventilasi. Kesulitan pernafasan dan munculnya bunyi adventisinius merupakan indikator dari
kongesti pulmonal/edema interstisial. Etelektasis.
Catat munculnya sianosis sirkumoral. Menunjukkan oksigen sistemik tidak adekuat/pengurangan
perfusi.
Selidiki perubahan pada sensorium, agitasi, kacau mental, perubahan kepribadian, delirium, koma.
Fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenasi.
Berikan O2 tambahan melalui jalur yang sesuai, misalnya kanula nasal, masker. Diperlukan untuk
mengoreksi hipoksemia dengan menggagalkan upaya/progresi asidosis respiratorik.
Tinjau sinar X dada. Perubahan menunjukkan perkembangan / resolusi dari komplikasi pulmonal,
misalnya edema.

9. Diagnosa : Resiko pemajanan infeksi ke bayi lain b/d penurunan sistem imun dan pemajanan
lingkungan (nosokomial).
Kriteria Hasil : Bebas dari infeksi nosokomial.
Intervensi Rasional
Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi. Dibutuhkan untuk melindungi pasien
imunosupresi. Mengurangi resiko infeksi nosokomial.
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan
steril. Mengurangi kontaminasi silang.
Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memunngkinkan. Mengurangi jumlah lokasi yang
dapat menjadi tempat masuk organisme.
Pantau kecenderungan suhu. Demam (38,5 – 40 C) disebabkan oleh efek dari endotoksin pada
hipotalamus.
Dapatkan spesimen urine, darah, sputum, luka, jalur invasif sesuai petunjuk pewarnaan gram,
kultur dan sensitivitas. Identifikasi terhadap portal entri dan organisme penyebab septisemia adalah
penting bagi efektivitas pengobatan.

10. Diagnosa : Ketakutan pada keluarga b/d ketidakberdayaan (ancaman pada kesejahteraan pada
diri anak).
Kriteria Hasil : Keluarga bisa menerima keadaan yang dialami oleh anaknya.
Intervensi Rasional
Berikan penjelasan pada orang tua tentang kesehatan anak. Untuk mengurangi kecemasan yang
dialami oleh orang tua.
Tinjau faktor resiko dan bentuk penularan/tempat masuk infeksi. Menyadari terhadap bagaimanan
infeksi ditularkan akan memberikan informasi untuk merencanakan/melakukan tindakan protektif.
Dorong orang tua untuk memberikan perhatian yang lebih pada anak. Tujuan terapeutik pada anak
maksimal.

3.4 Implementasi
• Mempertahankan tirah baring, membantu aktivitas perawatan.
• Memantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi,dan perubahan
pada tekanan denyut.
• Memantau frekuensi dan irama jantung.
• Mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas.
• Memantau suhu anak.
• Mencatat pemasukan dan pengeluaran urin.
• Memantau pemeriksaan laboratorium.
• Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan
steril untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial.

3.5 Evaluasi
• Suhu kembali normal.
• Berat badan meningkat.
• Perfusi jaringan normal, tidak mengalami dispnea dan sianosis.
• Tidak terjadi infeksi nosokomial.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran darah bayi
selam empat minggu pertama kehidupan. Penyebabnya dimulai pada infeksi antenatal, infeksi
intranatal, infeksi postnatal.
Pemeriksaan untuk mendiagnosa adanya sepsis adalah hitung darah lengkap (HDL), trombosit,
kultur darah, pungsi lumbal dan sensitivitas cairan serebrospinal (CSS), kultur urin, rontgen dada
dilakukan bila ada gejala respirasi.

4.2 Saran
• Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
• Hindari infeksi nosokomial.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC, 2004.


Carpenito, Lynda Jual, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC, 2000.
FKUI, Ilmu Kesehatan Anak.
Gulanick, Meg. Puzas, Knol Michele. Wilson, R. Cynthia, Nursing Care Plans for Newborns and
Children : acute and critical care. USA : 1992.
Mansjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius: FKUI, 2000.
Muscari E. Mary, Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC, 2005.
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta:. EGC, 1999.
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 2. Jakarta: EGC, 1999.
Wilkinson, M. Judith, Buku Saku Diagnosa Keperawatan NIC NOC edisi 7. Jakarta : EGC, 2006.
William, M. Scwartz, Pedoman Klinis Pediatrik. Jakarta: EGC, 2004.
Wong, L. Donna, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol. 1. Jakarta: EGC, 2009.
Diposkan oleh RYRI LUMOET di 07.07

Reaksi:

0 komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

About Me

My Champus

Clock
Calendar
Free Blog Content
Blog Archive
 ► 2008 (8)
 ► 2009 (16)
 ▼ 2010 (16)
o ► Maret (2)
o ► April (4)
o ► Mei (1)
o ▼ November (5)
 PERAN MAHASISWA DALAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
 ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIPOSPADIA DAN EPIS...
 ASUHAN KEPERAWATAN ANAK SEPSIS NEONATORUM
 ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROMA NEFRO...
o ► Desember (4)
 ► 2011 (1)
 ► 2012 (14)
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Pengikut
SEPUTAR KESEHATAN

Nursing Begin

Colorlicious blog

Blog My Friend

dr. Suparyanto, M.Kes


ECHERICHIA COLI
3 bulan yang lalu

Dini_Blog
Sahabat
11 bulan yang lalu

SN Iztyqomah

Intro :: ceria.bkkbn.go.id - Pusat Informasi Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja


Jalan-Jalan

Catatan Kecil

Copyright 2009 RYRI LUMOET. All rights reserved.


Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas
Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy | Blogger Templates

Fly in the Air


Such a simple blog that I create to be my container of
every mood I feel.... :)
Thursday, 12 April 2012

ASKEP Sepsis (teoritis)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu.
4) Riwayat penyakit keluarga
c. Riwayat Tumbuh Kembang
1) Riwayat prenatal
Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar
pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama
hamil / persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi.
2) Riwayat neonatal
Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah lahir atau beberapa hari
kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada penyebeb ikterus itu sendiri.
Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis
pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.
d. Riwayat Imunisasi
e. Pemeriksaan Fisik
1) Inpeksi
2) Palpasi
3) Auskultasi
4) Perkusi
Studi Diagnosis
Pemeriksaan biliribin direct dan indirect, golongan darah ibu dan bayi, Ht, jumlah retikulosit,
fungsi hati dan tes thyroid sesuai indikasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
a. Hipertermi berhubungan dengan efek endotoksin, perubahan regulasi
temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolism
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan kebocoran cairan
kedalam intersisial
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan terganggunya
pengiriman oksigen kedalam jaringan,
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
g. Kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi
(Doenges, 2000)

3. INTERVENSI

NO Diagnosa Rencana Tujuan dan Rencana Tindakan Rasi


Keperawatan Kriteria Hasil
1 Gangguan perfusi Tujuan : Mandiri Mandiri
jaringan Menunjukan perfusi yang
berhubungan adekuat Observasi tekanan darah, catat Hipotensi akan berkemba
dengan Kriteria hasil : perkembangan hipotensi dan mikroorganisme menyera
berkurangnya - Tanda- tanda vital stabil perubahan pada tekanan denyut darah,menstimulasi pelep
suplai oksigen ke- Nadi perifer jelas substansi hormonal maup
otak - Kulit hangat dan kering umumnya menghasilkan
- Tingkat kesadaran umum penurunan tahapan vasku
- Haluaran urinarius yang hipovolemia relatif. Bila
sesuai dan bising usus jantung menjadi terdepre
perubahan mayor pada ko
preload/afterload mengha
Observasi frekuensi
pernapasan, kedalaman, dan Peningkatan pernapasan
kualitas. Perhatiakn dispnea terhadap efek- efek langs
berat. pada pusat pernapasan di
perkembangan hipoksia,
Pernapasan dapat terjadi
sufisiensi pernapasan, me
kegagalan pernapasan ak

Bila terjadi takikardi, me


Observasi frekuensi dan irama sekunder sistem saraf sim
jantung. Perhatikan distritmia. respon dan untuk mengga
hipovolemia relatif dan h
jantung dapat terjadi seba
ketidakseimbangan elektr
satus aliran perfusi yang

Mekanisme kompensasi
Observasi kulit terhadap mengakibatkan kulit hang
perubahan warna, suhu, adalah karakteristik dari h
kelembaban hiperdinamik dari syok se
syok berlanjut, terjadi ko
darah pirau pada organ vi
darah perifer, dan mengak
lembab, pucat/kelabu.

Pada awal nadi cepat/ ku


curah jantung. Nadi dapa
Perhatikan kualitas/kekuatan karena hipotensi terus me
dari denyut perifer. curah jantung, dan vasok
terjadi status syok.

Perubahan menunjukkan
serebral, hipoksia,dan/ata
Selidiki perubahan pada
sensorium, misalnya kesuraman
mental, angitasi, tidak dapat
beristirahat, perubahn
keperibadian, delirium, stupor,
koma.
Menerunkan beban kerja
Anjurkan tirah baring : bantu O2, memaksimalkan efekti
dengan aktivitas perawatan. jaringan.

Catat haluaran urine setiap jam Penurunan haluaran urine


dan berat jenisnya. berat jenis akan mengind
perfusi ginjal yang dihub
perpindahan cairan dan v
Terdapat kemungkinan m
sementara selama fase hi
curah jantung meningkat)
menyebabkan perkemban

Penurunan aliran darah p


(vasokontriksi splanknik)
Auskultasi bising usus. dan dapat menimbulkan i

10. Statis vena dan proses inf


perkembangan trombosis
10. Evaluasi kaki dan tangan
bagian bawah untuk
pembengkakan jaringan lokal,
eritemia, tanda Homan positif.
11. Dosis antibiotik masif eri
11. Catat efek obat- obatan dan memiliki efek toksik pote
pantau tanda- tanda keracunan hepar/ginjal terganngu.

12. Jelaskan mengenai terapi obat-


12. Untuk meningkatkan pem
obatan, interaksi, efek samping, meningkatkan kerjasama
dan pentingnya ketaatan pada dan mengurangi resiko ka
program

Kolaborasi Kolaborasi

Berikan cairan parenteral Untuk mempertahankan


sejumlah besar cairan mu
mendukung volume sirku
Berikan kortisteroid Meskipun kontroversial,
diberikan untuk kepentin
penurunan permeabilitas
perfusi ginjal, dan penceg
mikroemboli
Berikan NaHCO3 Ketidakseimbangan perfu
laktat menimbulkan asido
terapi penggantian.
Berikan antasida; misalnya Menurunkan potensial te
aluminium gaster dihubungkan deng
hidroksida(Amphojel) stres/perubahan perfusi.

Pantau pemeriksaan Perkembangan asidosis r


labolatorium, misalnya GDA, merefleksikan kehilangan
kadar laktat. kompensasi, misalnya pe
ginjal/eksresi hidrogen, d
laktat
Berikan suplemen O2 Memaksimalkan O2 yang
seluler.
2. Hipertermi Tujuan : Mandiri
berhubungan Mendemontrasikan suhu 1. Observasi suhu pasien (derajat Suhu 38,90 – 41,10 C men
dengan efek dalam batas normal, bebas dan pola)perhatikan infeksius akut. Pola dema
endotoksin, dari kedinginan mengigil/diaforesis dalam diagnosis : mis., ku
perubahan regulasi Kriteria hasil : berakhir lebih dari 24 jam
Tidak mengalami pneumonia pneumokokal
komplikasi yang tifoid; demam remiten (b
berhubungan derajat pada arah tertentu
paru: kurva intermiten ata
normal kembali dalam pe
menunjukan episode sept
atau TB. Menggigil serin
suhu. Catatan Penggunaa
pola demam dan dapat di
dibuat atau bila demam te
38,90 C.
Dapat membantu mengu
Catatan Penggunaan air e
menyebabkan kedinginan
secara aktual. Selain itu,
2. Berikan kompres air hangat ; mengeringkan kulit
hindari pengunaan alkhol Melibatkan anggota kelu
keperawatan
Pakaian tipi membantu p
pasien dan meningkatkan
3. Ajarkan cara kompres air Membantu menyeimbang
hangat yang keluar dengan yang
4. Anjurkan pasien memakai output).
pakaian tipis
Kolaborasi
5. Anjurkan pasien banyak minum
air putih (7-8 gelas) Digunakan untuk mengu
aksi sentralnya pada hipo
Kolaborasi demam mungkin dapat be
pertumbuhan organisme d
1. Berikan antiperitik, misalnya autodestruksi dari sel-sel
ASA (aspirin), aetaminofen
(Tylenol)
3. Kekurangan cairan Tujuan : Mandiri Mandiri
berhubungan Mempertahankan volume
dengan sirkulasi adekuat Observasi tekanan darah dan Pengurangan dalam sirku
peningkatan Kreteria hasil : denyut jantung. Ukur CVP mengurangi tekanan dara
permeabilitas kompenasi awal dari taki
kapiler Tanda- tanda vital pasien meningkatkan curah jantu
dalam bats normal tekanan darah sistemik
Nadi perifer teraba Hipovolemia/cairan ruan
Haluaran urine adekuat Obervasi membran mukosa memperkuat tanda- tanda
kering, turgor kulit yang kurang
baik, dan rasa haus Penurunan haluaran urine
Ukur/catat haluaran urine dan menyebabkan hipovolem
berat positif lanjut dengan dise
jenis.Catatketidakseimbangan badan dapat mengindikas
masukan dan haluaran dan edema jaringan, men
kumulatif (termasuk semua mengubah terapi/ kompo
kehilangan/ tak kasat mata) dan
hubungan dengan berat badan
setiap hari. Dorong masukan
cairan oral sesuai toleransi. Denyut yang lemah, mud
Palapsi denyut perifer menyebabkan hipovolem
Agar pasien mengetahui
Berikan pengetahuan mengenai mengenai pentingnya cai
pentingnya cairan untuk mempertahankan suhu tu
mempertahankan suhu tubuh
yang normal.
Kolaborasi
Kolaborasi
Sejumlah besar cairan m
Berikan cairan IV, misalnya mengatasi hipovolemia re
kristaloid (D5W, NS) dan perifer); menggantikan ke
koloid (albumin, plasma beku meningkatkan permeabili
segar) sesuai indikasi. penumpukan cairan di da
dan meningkatkan sumbe
(misalnya demam/diafore
Mengevaluasi perubahn d
hidrasi/viskositas darah. P
Pantau nilai laboratorium, BUN akan merefleksikan
misalnya : Ht/ jumlah SDM dan BUN/Kr dapat meng
BUN/Kr kegagalan ginjal.

4. IMPLEMENTASI
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencanan tindakan keperawatan. (Aziz Alimul, 2009)
5. EVALUASI
1. Suhu tubuh dalam batas normal, bebas dari kedinginan
2. Tidak terjadi syok hipovolemik
3. Intake cairan adekuat
4. Frekuensi oksigen ke jaringan adekuat
5. Menunjukan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu
6. Tidak terjadi infeksi
7. Pasien mengetahui, mengerti dan patuh dengan program terapeutik

Posted by udarajunior at 06:58

Reactions:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:
Post a Comment

Links to this post


Create a Link

Newer PostOlder PostHome

Subscribe to: Post Comments (Atom)


Followers

Search This Blog

Top of Form
Search

Blog Archive

 ▼ 2012 (48)
o ► October (4)
o ► September (5)
o ► August (2)
o ► June (2)
o ► May (2)
o ▼ April (5)
 Contoh Diagnosa dan Intervensi Askep Gangguan Mobi...
 SKIZOFRENIA
 Diagnosis Keperawatan Pulmonal Disease dan Heart D...
 ASKEP Sepsis (teoritis)
 ASKEP Tetralogy of Fallot (ToF)
o ► March (7)
o ► February (21)
 ► 2011 (1)
~Visitor counter~

110504
There was an error in this gadget
My Data

 Sang A Made Udara Istri R


 udarajunior
Facebook Badge

Sangayu Udara

Create your badge

Kursus Perbaikan Handphone


Kuasai Trik Jitu Perbaikan HP Android,Samsung,I-phone.G
http://www.vtiga.com
Lihat Details »

SOLUSI TUNTAS HUTANG DAN MODAL USAHA!


Mahar Rp.1.570.000 Anda Bisa Hidup Kaya Dan Bergelimang
http://www.danagb99.blogspot.com
Lihat Details »

MAU GAJI 20 JUTA ? KERJA 2 JAM MODAL CUMA 95 RIBU


KUNJUNGI WWW.GAJIONLINE.COM
http://gajionline.com
Lihat Details »

DAFTAR 95 RIBU, KERJA 2 JAM DAPET 500 RIBU, MAU?


TERBATAS UTK 20 ORANG, KHUSUS HARI INI
http://gajionline.com
Lihat Details »

Yahoo News: Top Stories

Simple template. Template images by ULTRA_GENERIC. Powered by Blogger.

Sumber Ilmu
Make it easy to get knowledge
RABU, 24 OKTOBER 2012

ASKEP SEPSIS

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang di derita neonatus dengan gejala sistemik
dan terdapat bakteri di dalam darah (perawatan bayi resiko tinggi, penerbit buku kedokteran,
Jakarta : EGC)
Sepsis adalah mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darahh ( Dorland,
1998)
Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan
pertama kehidupan (Muscari, Mary E. 2005)
B. PATOFISIOLOGI
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi bakteri:

1. Ketuban pecah sebelum waktunya


2. Perdarahan atau infeksi pada ibu.
3. Penyebab yang lain karena bakteri virus, dan jamur, yang terserang bakteri,
jenis bakteri bervariasi tergantung tempat dan waktu:
1. Streptococus group B (SGB)
2. Bakteri enterik dari saluran kelamin ibu
3. Virus herpes simplek
4. Enterovirus
5. E. Coli
6. Candida
7. Stafilokokus.
4. Proses persalinan yang lama dan sulit
5. Kelahiran kurang bulan
6. trauma lahir, asfiksia neonatus.
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin
oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan
penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak
kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian (Bobak, 2005)
Patogenesis juga dapat terjadi antenatal, intranatal, dan paskanatal yaitu;
1. Antenatal
Terjadi karena adanya faktor resiko, pada saat antenatal kuman dari ibu setelah melewati
plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh melalui sirkulasi darah janin. Kuman
penyebab infeksi adalah kuman yang menembus plasenta, antara lain: virus rubella, herpes,
influeza, dan masih banyak yang lain.
2. Intranatal
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya terjadilah amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi oleh bayi sehingga menyebabkan infeksi pada lokasi yang terjadi pada janin
melalui kulit bayi saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.

3. Pascanatal
Infeksi yang terjadi sesudah persalinan, umumnya terjadi akibat infeksi nasokomial dari
lingkungan di luar rahim,( misal : melalui alat-alat, penghisap lendir, selang endotrakea,
infus, dan lain-lain). Dan infeksi dapat juga terjadi melalui luka umbillikus.

Selain dari faktor patofisiologi ada beberapa faktor yang menyebabkan

yaitu :

4. Faktor predisposisi
Terdapar berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga
dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis.

Faktor tersebut adalah :

a. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan

b. Perawatan antenatal yang tidak memadai


c. Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus
d. Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
e. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.
f. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus.
g. Tidak menerapakan rawat gabung
h. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak
i. Ketuban pecah dini,
MANIFESTASI KLINIS
1. Umum : panas, hipotermi, malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran nafas: apnu, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan. (Arif,
2000)

Jika tidak segera di tangani dapat mengakibatkan adanya komplikasi yaitu:


a. Dehidrasi
b. Asidosis metabolik
c. Hipoglikemia
d. Anemia,
e. Hiperbilirubin
f. Meningitis

C. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metobolisme
tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk
kebutuhan nutrisi.
Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya
memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah
diperoleh, tidak toksis, dapat menembus sawar darah otak dan dapat diberi secara parenteral.
Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol,
eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum.
- Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.
- Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.
- Sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagai dalam 2 kali pemberian.
- Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
- Eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis.
- Berikan lingkungan dengan temperatur netral.
- Pertahankan kepatenen jalan napas
- Observasi tanda-tanda syok septik
- Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia

D. TUMBUH KEMBANG
Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menentukan apakah tumbuh
kembang seorang anak berjalan normal atau tidak, baik dilihat dari segi medis maupun
statistik. Anak yang sehat akan menunjukan tumbuh kembang yang optimal, apabila
diberikan lingkungan bio-fisiko-psikososial yang adekuat. Proses tumbuh kembang
merupakan proses yang ber-kesinambungan mulai dari konsepsi sampai dewasa, yang
mengikuti pola tertentu yang khas untuk setiap anak. Proses tersebut merupakan proses
interaksi yang terus menerus serta rumit antara faktor genetik dan faktor lingkungan bio-
fisiko-psikososial tersebut.
Perkembangan mental, gerakan kasar dan halus, emosi, sosial, perilaku dan bicara
pada anak balita sangat penting sebagai dasar untuk perkembangan selanjutnya yakni
prasekolah, sekolah, akil balik dan remaja. Untuk perkembangan yang baik dibutuhkan:
1. Kesehatan dan gizi yang baik daripada ibu hamil, bayi dan anak prasekolah.
2. Simulasi/ rangsangan yang cukup dalam kualitas dan kuantitas.
3. Keluarga dan KIA-KB mempunyai peran yang penting dalam pembinaan fisik, mental sosial
anak balita.

Perkembangan anak dari lahir sampai dengan 3 bulan, menurut


SKALA YAUMIL-MIMI, yaitu:
1. Belajar mengangkat kepala.
2. Belajar mengikuti obyek dengan matanya.
3. Melihat ke muka orang dengan senyum.
4. Bereaksi terhadap suara/ bunyi.
5. Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak.
6. Menahan barang yang dipegangnya.
7. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh.

E. PENGKAJIAN
a. Pengakajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu dikaji adalah :
- Sosial ekonomi
- Riwayat perawatan antenatal
- Ada/tidaknya ketuban pecah dini
- Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)
- Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain
- Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll)
- Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis,
taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum dan amnionitis)
b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :
- Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
- Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
- Regurgitasi
- Peka rangsang
- Pucat
- Hipotoni
- Hiporefleksi
- Gerakan putar mata
- BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis
- Sianosis
- Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare)
- Hipotermi
- Pernapasan mendengkur bardipnea atau apneu
- Kulit lembab dan dingin
- Pucat
- Pengisian kembali kapiler lambat
- Hipotensi
- Dehidrasi
- Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.
c. Riwayat tumbuh kembang
 Anamnesis riwayat inkontipabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi
sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang di berikan ibu seelama hamil/
persalinan.
 Riwayat neonatal ada ikterik yang tampak, bayi menderita sindrom gawat nafas, hepatitis
neonatal, sianosis, infeksi pasca natal.
 Riwayat imunisasi
d. Riwayat Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
- Bilirubin
- Kadar gular darah serum
- Protein aktif C
- Imunogloblin IgM
- Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus, telinga, pus dari lesi,
feces dan urine.
- Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan jumlah
leukosit.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b.d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dehidrasi, peningkatan
metabolisme.
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b.d hipovolemia.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kebocoran cairan ke dalam intersisial.
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d terganggunya pengiriman oksigen ke dalam
jaringan.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d minum sedikit atau intoleran terhadap minuman
6. Gangguan pola nafas b.d apnea
7. Koping individu tidak efektif b.d kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi.

G. RENCANA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b.d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dehidrasi, peningkatan
metabolisme.
Tujuan/ kriteria hasil : Suhu tubuh dalam keadaan normal ( 36,5-37 )
Intervensi :
 Pantau suhu pasien
R : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit infeksius akut
 Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi
R : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
 Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
R : membantu mengurangi demam
 Kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen
R : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus

2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b.d hipovolemia.


Tujuan/ kriteria hasil : mempertahankan perfusi jaringan
Intervensi :

 Pertahankan tirah baring

R: menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen

 Pantau perubahan pada tekanan darah


R: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah

 Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia


R: disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia

 Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas


R: peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin
pada pusat pernapasan didalam otak

 Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya


R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal

 Kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan


R: mengetahui status syok yang berlanjut

 Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral


R: mempertahankan perfusi jaringan
 Kolaborasi dalam pemberian obat
R: mempercepat proses penyembuhan

3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kebocoran cairan ke dalam intersisial.
Tujuan/ kriteria hasil : terpenuhinya kebutuhan cairan di dalam tubuh.
Intervensi :

 Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya


R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan
hipovolemia

 Pantau tekanan darah dan denyut jantung


R: pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah

 Kaji membrane mukosa


R: hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi

 Kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid


R: cairan dapat mengatasi hipovolemia

4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d terganggunya pengiriman oksigen ke dalam
jaringan.
Tujuan /Kriteria hasil : terpenuhinya oksigen dalam tubuh

Intervensi :

 Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler
R: meningkatkan ekspansi paru-paru

 Pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas


R: pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin

 Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengi


R: kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti
pulmona/ edema intersisial

 Catat adanya sianosis sirkumoral


R: menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate

 Selidiki perubahan pada sensorium


R: fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi

 Sering ubah posisi


R: mengurangi ketidakseimbangan ventilasi
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d minum sedikit atau intoleran terhadap minuman
Tujuan/ kriteria hasil : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan,
menunjukkan kenaikan berat badan.
Intervensi :
 Kaji intoleran terhadap minuman
 Hitung kebutuhan minum bayi
 Ukur masukan dan keluaran
 Timbang berat badan setiap hari
 Catat perilaku makan dan aktivitas secara akurat
 Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
 Ukur berat jenis urine
 Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
 Pantai distensi abdomen (residu lambung)

6. Gangguan pola nafas b.d apnea


Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen.
Kriteria Hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu.
Intervensi Keperawatan :
 Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung, gunting,sianosis,
ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
 Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan
perubahan tekanan darah.
 Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga
pengeluaran energi dan panas.
 Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik.
 Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati.
 Amati gas darah yang ada atau pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan.
 Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.

7. Koping individu tidak efektif b.d kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi.
Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis.
Kriteria hasil : koping individu adekuat.
Intervensi keperawatan :
 Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping
 Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab infeksi, lama
perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
 Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan
selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.
 Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat bayi.
H. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Mempertahankan tirah baring, membantu aktivitas perawatan.
2. Memantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi,dan
perubahan pada tekanan denyut.
3. Memantau frekuensi dan irama jantung.
4. Mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas.
5. Memantau suhu anak.
6. Mencatat pemasukan dan pengeluaran urin.
7. Memantau pemeriksaan laboratorium.
8. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung
tangan steril untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial.

I. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Suhu kembali normal.
2. Berat badan meningkat.
3. Perfusi jaringan normal, tidak mengalami dispnea dan sianosis.
4. Tidak terjadi infeksi nosokomial.

DAFTAR PUSTAKA
Perawatan bayi resiko tinggi, Jakarta : EGC 2000
Wong L, Donna, Buku Ajar Keperawatan Peditrik. Jakarta: EGC, 2009
Carpenito, Lynda Jual, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC

Diposkan oleh Bayu Darma Bestari di 11.38


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: ASKEP, KMB

8 komentar:
1.

Anonim8 Mei 2013 13.03

like this !
tapi diagnosa keperawatannya jadul sekali ini
Balas

2.

Bayu Darma Bestari8 Mei 2013 16.38


ahahaha wah iya terimakasih. saya usahakan mencarari referensi diagnosa
terbarunya mba atau mas yang coment ahahha.
Balas
3.

obat stroke20 November 2015 10.41

Obat Stroke Iskemik Herbal Alami adalah sebuah solusi untuk anda yang bingung
mencari obat untuk mengatasi penyakit stroke, selain itu ada jugaObat Untuk
Mengobati Stroke Ringan Herbal yang memang banyak dicari karena sekarang ini
banyak sekali penderita penyakit stroke ringan. Obat Stroke Tradisional Alami Ampuh,
memang sangat ampuh karena terbuat dari bahan-bahan tradisional. Obat Untuk
Stroke Ringan Yang Manjur juga sangat ampuh untuk mengatasi stroke ringan. Untuk
itu Obat Penyakit Stroke Alami dan Tradisional sangat membantu sekali untuk
pengobatan penyakit stroke. Obat Mujarab Untuk mengobati Penyakit
Stroke merupakan sebuah obat mujarab yang banyak dijadikan alternatif oleh banyak
orang,Obat Penyakit Stroke Alami dan Tradisional dan Obat Alami Untuk Mengobati
Penyakit Stroke ini sudah banyak membantu orang-orang yang mengidap penyakit
stroke dengan menggunakan Obat Untuk Penyakit Stroke Paling Ampuh. Obat Herbal
Untuk Penderita Penyakit Stroke ini sangat aman, karena terbuat dari bahan alami
yang 100% herbal. Obat Tradisional Untuk Penyakit Stroke Berat pun tersedia untuk
anda yang memang mengalmai stroke berat. Untuk itu baik Obat Tradisional Untuk
Menyembuhkan Penyakit Stroke, Obat Untuk Mengobati Stroke Ringan Maupun
Berat, ataupun Obat Herbal Yang Mampu Untuk Mengobati Penyakit Stroke sangat
baik dan berkhasiat sangat tinggi untuk mengobati penyakit stroke hingga tuntas.
Balas

4.

Reza Ahmad Firdaus9 Mei 2016 11.04

thank for share


Obat Hernia
Balas

5.

Julio Aryana27 Mei 2016 09.40

OBAT HERNIA
TERIMA KASIH INFO, SANGAT BERMANFAAT
Balas

6.

Reza Ahmad Firdaus1 Juni 2016 15.32

thank for share


obat hernia
Balas

7.

Nate River3 Agustus 2016 10.28

Very good idea you've shared here, from here I can be a very valuable new
experience. all things that are here will I make the source of reference, thank you
friends.
OBAT BATUK
OBAT SINUSITIS
OBAT KOLESTEROL
OBAT ASMA
OBAT AMBEIEN
Balas

8.

Nate River3 Agustus 2016 10.29

Your post is so good, I wait for your next post

OBAT BATUK
OBAT SINUSITIS
OBAT KOLESTEROL
OBAT ASMA
OBAT AMBEIEN
Balas

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)
INSERT KEYWORD
Top of Form

Cari

TRANSLATE

Diberdayakan oleh Terjemahan

LIKE SUMBER ILMU

JOIN US (FREE)

CATEGORY
 ASKEP (36)
 HEALTH (16)
 JIWA (4)
 KMB (30)

ARSIP BLOG
 ► 2016 (2)
 ► 2014 (2)
 ► 2013 (32)
 ▼ 2012 (22)
o ► Desember (20)
o ▼ Oktober (2)
 ASKEP SEPSIS
 ASKEP HERNIA

MENGENAI SAYA

Bayu Darma Bestari


Lihat profil lengkapku

ONE FREQUENCY

Ada kesalahan di dalam gadget ini

Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

sudigdo_sukses
Minggu, 31 Maret 2013
ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS NEONATORUM
ASKEP SEPSIS NEONATORUM

I. PENGKAJIAN
A. ANAMNESA
1. Identitas
Perlu ditanyakan umur klien
2. Keluhan Utama
Keluhan utama pada sepsis neonatorum tidak khas seperti pada kasus-kasus lain, tetapi biasanya
didapatkan sebagian gejala dari gejala yang biasa terjadi seperti malas minum, kuning, letalergi, dll.
3. Riwayat Penyakit sekarang, perlu ditanyakan:
- Mulai kapan anak terlihat lemas lemas, kesadaran menurun, malas minum, kuning?
- Apakah anak muntah? Berapa kali? Jumlah?
- Apakah anak panas? Mulai kapan?
- Apakah anak mencret?
- Apakah terdapat sesak nafas?
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pernah mengalami infeksi sebelumnya?
5. Riwayat Keluarga
Apakah dalam keluarga ada anggota yang menderita penyakit infeksi?
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Penyakit yang pernah diderita ibu selama kehamilan, terutama penyakit infeksi?

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umu penderita
Kesadaran : Dapat menurun, letargi
Suhu : Dapat hipertermi/hipotermi
Nadi : Takhikardi/Bradi kardi, nadi cepat kecil
RR : Frekuensi nafas meningkat, apneu
2. Kepala
Mata : Sklera icterus, Konjungtiva pucat
Hidung : Sekret, pernafasan cuping hidung
Bibir : Cyanosis, mucus bibir kering
Leher : Adanya pemeriksaan otot Bantu nafas, stermokledomastoid
3. Thorak
a. Paru, Nafas sesak, Apnea, tak teratur, Takhipnea (60x / menit)
b. Jantung Takhikardi (>160x/menit)
4. Abdomen
Perut kembung, hepatomegali
5. Neurologi
Lethargi, kejang, irritable
6. Muskuloskeletal : hipotomi
7. Integumen
8. Ikterus, turgor, kelembaban, sianosis.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium: Kultur darah, cairan liquor, urine, faeces (atas indikasi)
2. Laboratorium pendukung:
- Darah lengkap & trombosit
- Urine lengkap
- crp
3. Fofo thorax
4. Pungsi lumbal

ANALISA DATA

DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH


- Bayi lethargi - Intake yang tdk adekuat - Nutrisi<kebut
- Malas mnm
- Muntah
- BB menurun
- Konjungtiva pct,

- Ada secret dihdng - penumpukan secret -ketidak efektifan


bersihan jln nafas
- Suara ronchi peluru
- RR Meningkat
irama tak teratur

- Suhu < 35,5 - Transisi neonatus thd lingk - Tdk efektifnya


> 37,8 C ekstra uterus termoregulasi
- Kulit dingin
- Pucat
- Menggigil
- Kulit kemerahan
- RR meningkat
- Nadi meningkat

- Diare frekuensi BAB - Pengeluaran yg berlebihan - Volume cairan


> 9x/hari cair mll diare kurang
- Penurunan BB
- Kulit kering
- Mukosa bibir kering
- Turgor menurun
- Oliguri

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan (dehidrasi) sehubungan dengan pengeluaran
yang berlebihan melalui diare.
2. Ketidak efektifan termorgulasi sehubungan dengan transisi neonatus terhadap lingkungan ekstra
uterus.
3. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan penumpukan secret.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan sehubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
5. Potensial kerusakan integritas kulit sehubungan dengan edema, imobilitas.
6. Kurang pengetahuan orang tua sehubungan dengan mis informasi.

III. PERENCANAAN
1. Diagnosa 1
Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan (dehidrasi) sehubungan dengan pengeluaran
yang berlebihan melalui diare.
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan.
Kriteria hasil :
- Intake output seimbang
- BB naik
- Turgor baik
- Mukosa bibir tidak kering
- Frekuensi BAB < 9x/hari, lembek
Intervensi :
1. Tingkatkan intake cairan
R/ : Diare menyebabkan banyak kehilangan cairan, sehingga perlu ditambah masukan cairan untuk
menggantikan cairan yang hilang.
2. Timbang BB tiap hari
R/ : Dengan menambang BB setiap hari dapat mengetahui apakah terjadi penurunan atau
peningkatan sehingga dapat dilakukan intervensi selanjutnya.
3. Observasi tanda-tanda kekurangan cairan
(Turgor, mukosa bibir, kelembaban kulit)
R/ : Dengan mengetahui tanda-tanda kekurangan nutrisi dapat diketahui apakah masih terjadi
dehidrasi sehingga dapat ditentukan intervensi.
4. Observasi frekuensi BAB, konsistensi
R/ : Diare menimbulkan gejala BAB > 9x/hari dengan konsistensi cair.
5. Kolaborasi dengan tim medis
emberian infuse
ntibiotik
R/ : Diare menyebabkan kehilangan cairan sehingga harus segera diganti.
R : Antibiotik dapat membunuh kuman yang menyebabkan infeksi.

2. Diagnosa 2
Ketidak efektifan thermoregulasi sehubungan dengan transisi neonatus terhadap lingkungan ekstra
uterus.
Intervensi :
1. Kurangi atau hilangkan sumber kehilangan panas pada bayi (mandi dengan air hangat, hangatkan
barang-barang untuk perawatan seperti stetoskop)
R/ : Hipothermi/Hiperthermi dapat terjadi karena evaporasi, konveksi, konduksi, radiasi.
2. Observasi suhu tubuh
R/ : Dengan mengobservasi suhu tubuh dapat mengetahui apakah terjadi hipothermi/hipertermi
sehingga dapat menentukan intervensi.
3. Beri selimut ekstra bila hipothermi
R/ : Ekstra selimut dapat memberikan panas melalui konduksi.
4. Beri ekstra lampu bila hipothermi
R/ : Ekstra lampu dapat memberikan panas.
5. Gunakan pakaian tipis
R/ : Pakaian tipis memudahkan mengurangi panas melalui evaporasi.

3. Diagnosa 3
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan penumpukan secret.
Intervensi :
1. Bersihkan secret/suction bila terjadi penumpukan secret
R/ : Adanya secret dapat menyumbat saluran nafas dan menganggu pernafasan sehingga harus
dikeluarkan.

2. Pertahankan intake cairan yang adekuat


R/ : Cairan yang adekuat dapat membuat secret lebih encer sehingga dapat menyumbat saluran
nafas.
3. Observasi suara nafas
R/ : Adanya sekret dapat menimbulkan ronchi, irama nafas tak teratur, frekuensi meningkat.
4. Kolaborasi dengan tim medis
R/ : Antibiotik dapat membunuh kuman penyebab infeksi.

4. Diagnosa 4
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan sehubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
Intervensi :
1. Berikan makan minum dalam porsi kecil tapi sering
R/ : Kapasitas lambung bayi sedikit sehingga terus diberikan sedikit demi sedikit agar kebutuhan
nutrisi tetapi tercukupi.
2. Timbang BB tiap hari
R/ : Mengetahui perkembangan bayi sehingga dapat menentukan intervensi.
3. Obervasi tanda-tanda kekurangan nutrisi
R/ : Mengetahui perkembangan untuk menentukan intervensi.
4. Kolaborasi dengan tim medis
- Pemasangan sonde
R/ : Sonde memasukkan makanan sehingga tetap tercukup karena bayi malas minum.

IV. PELAKSANAAN
Prinsip pelaksanaan pada sepsis neonatorum
1. Mempertahankan nutrisi adekuat
2. Mempertahankan keefektifan bersihan jalan nafas
3. Mempertahankan keefektifan termoregulasi
4. Mempertahankan keseimbangan cairan
5. Mempertahankan integritas kulit
6. Memberi informasi kepada orang tentang proses penyakit dan tindakan yang harus dilakukan

V. EVALUASI
kur pencapaian tujuan
andingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil

Diposkan oleh prasetyo di 07.30


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: asuhan keperawatan
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut

Mengenai Arsip Blog


Saya
 ▼ 2013 (8)
o ► April(6)
o ▼ Maret (2)
 ASUHA
prasetyo N KEPERAWATAN CEDERA
Lihat profil KEPALA
lengkapku
 ASUHA
N KEPERAWATAN SEPSIS
NEONATORUM
 ► 2011 (1)

Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.

Vous aimerez peut-être aussi