Vous êtes sur la page 1sur 10

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

A. Definisi
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan ( accelerasi –
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Prinsip-prinsip pada trauma kepala :
a. Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elatisitas untuk
mengatasi adanya pukulan.
b. Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur
c. Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
 Cedera kulit
 Cedera jaringan tulang
 Cedera jaringan otak
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan :
 Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ( TIK )
 TIK dipertahankan oleh 3 komponen:
1. Volume darah / pembuluh darah ( ± 75 – 150 ml )
2. Volume jaringan otak ( ± 1200 – 1400 ml )
3. Volume LCS ( ± 75 – 150 ml )
Masalah yang timbul dari cedera kepala :
B. Tipe Trauma Kepala
1. Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk ke dalam jaringan otak
dan melukai :
 Merobek durameter LCS merembes
 Saraf otak
 Jaringan otak
Gejala fraktur basis :
 Battle sign
 Hemotympanum
 Periorbital echymosis
 Rinorrhoe
 Orthorrhoe
 Brill hematom

2. Trauma kepala tertutup


a. Komosio
 Cedera kepala ringan
 Difungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali
 Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit
 Tanpa kerusakan otak permanen
 Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah
 Disorientasi sementara
 Tidak ada gejala sisa
 MRS kurang 48 jam kontrol 24 jam pertama, observasi tanda-tanda
vital
 Tidak ada terapi khusus
 Istirahat mutlak setelah keluhan hlang coba mobilisasi bertahap
 Setelah pulang kontrol, aktivitas sesuai, istirahat dan diet cukup.
b. Kontosio
 Ada memar otak
 Perdarahan kecil lokal/difusi gangguan lokal perdarahan
 Gejala :
 Gangguan kesadaran lebih lama
 Kelainan neurologik positif, reflek patologik positif, lumpuh,
konvulsi.
 Gejala TIK meningkat.
 Amnesia retrograd lebih nyata.
c. Hematom epidural
 Perdarahan antara tulang tengkorak dan durameter.
 Lokasi terering temporal dan frontal.
 Kategori talk and die
 Sumber: pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus
 Gejala: manifestasinya adanya desak ruang. Penurunan kesadaran
ringan saat kejadian periode Lucid (beberapa menit – beberapa jam )
penurunan kesadaran hebat koma, serebrasi, dekortisasi, pupil dan
isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positif.
d. Hematom subdural
 Perdarahan antara durameter dan archnoid.
 Biasanya pecah vena akut, subakut, kronis
 Akut :
 Gejala 24 – 48 jam
 Sering brhubungan dengan cidera otak dan medulla oblongata.
 PTIK meningkat.
 Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil
lambat.
 Sub akut :
 Berkembang 7 – 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala
TIK meningkat kesadaran menurun.
 Kronis :
 Ringan, 2 minggu 3-4 bulan
 Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
 Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfgia.

e. Hematom Intrakranial
 Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih
 Selalu diikuti oleh kontosio
 Penyebab: Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi
deselerasi mendadak.
Herniasi ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema local.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak → gejala pernapasan
abnormal :
 Chyne stokes
 Hiperventilasi
 Apneu
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
 Gegar kepala ringan
 Memar otak
 Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
 Hipotensi sistemik
 Hipoksia
 Hiperkapnea
 Udema otak
 Komplikai pernapasan
 Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.

C. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebal blood flow (CBF) adalah 50–60 ml/menit/100gr jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel,
takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar.

D. Gejala klinis
1. Jika klien sadar sakit kepala berat
2. Muntah proyektil
3. Papil edema
4. Kesadaran makin menurun
5. Perubahan tipe kesadaran
6. Tekanan darah menurun, bradikardia
7. Anisokor
8. Suhu tubuh yng sulit dikendalikan.
E. Penatalaksanaan
Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
2. TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS
3. Body of system.

a. Pernafasan (B1-Breathing)
 Hidung : Kebersihan
 Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi
di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
 Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping
hidung, terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
 Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama antara
kanan dan kiri dinding dada
 Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas
paru dan hepar.
 Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara
ronchi dan weezing.
b. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
 Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1
cm lateral medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak..
 Palpasi : Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin, berkeringat
 Perkusi : Suara pekak
 Auskultasi : Irama reguler, sistole/murmur, bendungan vena jugularis, oedema.
c. Persyarafan ( B3 : Brain ) Kesadaran, GCS
 Kepala : Bentuk ovale, wajah tampak mioring ke sisi kanan
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan
bola mata mampu mengikuti perintah.
 Mulut : Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir
tampak kering, terdapat afasia.
 Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak
tampak perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
d. Perkemihan-eliminasi urine ( B4 : Bledder )
 Inspeksi : Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada,
pemeriksaan genitalia eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan.
 Palpasi : Pembesaran kelenjar inguinalis, nyeri tekan.
 Perkusi : Nyeri pada perkusi pada daerah ginjal.
e. Pencernaan-eliminasi alvi ( B5 : Bowel )
 Inspeksi : Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak ada
kelainan, keluhan nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung kadang-kadang,
terdapat diare, buang air besar perhari.
 Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri
tekan.
 Perkusi : Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah
hepar.
 Auskultasi : Peristaltik lebih cepat.
 Abdomen : Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik ususnormal.
 Rektum : Rectal to see
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
 Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop foot,
kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
 Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit.
 Pola aktivitas sehari-hari
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat; kebiasaan merokok, riwayat
peminum alkohol, kesibukan, olah raga.
 Pola nutrisi dan metabolisme; makan teratur, minum perhari, kesulitan menelan, diet
khusus, BB, postur tubuh, tinggi badan.
 Pola eliminasi; BAB dengan jumlah feses, warna feses dan khas, BAK dengan
jumlah urine, warna urine dengan kejernihan, pada eliminasi alvi, relative tidak ada
gangguan buang air.
 Pola tidur dan istirahat; kebiasaan sehari-hari tidur dengan suasana tenang
 Pola aktivitas dan latihan; aktivitas sehari-hari bekerja
 Pola hubungan dan peran; hubungan dengan orang lain dan keluarga, kooperatif
dengan sesamanya.
 Pola sensori dan kognitif; mampu melihat dan mendengar serta meraba, disorientasi,
reflek.
 Pola persepsi dan konsep diri; melakukan kebiasaan bekerja terlalu keras, senang
ngobrol dan berkumpul.
 Pola seksual dan reproduksi
 Pola mekanisme/pola penanggulangan stres dan koping; keluhan tentang penyakit.
 Pola tata nilai dan kepercayaan; adnya perubahan status kesehatan dan penurunan
fungsi tubuh.
 Personal higiene; kebiasaan mandi/hari, gosok gigi/hari, dan cuci rambut/minggu.
 Ketergantungan; ketergantungan terhadap orang lain terutama keluarga.
 Aspek psikologis; cemas akan penyakit, merasa terasing,dan sedikit stres.
 Aspek sosial/interaksi; hubungan antar keluarga, teman kerja, maupun masyarakat
disekitar tempat tinggal.
 Aspek spiritual; ajaran agama, dijalankan setiap saat, mengukui kegiatan agama,
pemenuhan kebutuhan spiritualnya.

F. Pemeriksaan Diagnostik :
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
2. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
3. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
4. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.

G. Prioritas keperawatan
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah


(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)

2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.

3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau integrasi


(trauma atau defisit neurologis).

4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik psikologis.

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.


Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah
baring, imobilisasi.

6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi
tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)

7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran).
Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional. Ketidak
pastian tentang hasil/harapan.

9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan


kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
Tujuan :
 Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
 Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Rencana Tindakan :
1. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak
dan potensial peningkatan TIK.
2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
GCS.
3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap
cahaya.
4. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
6. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang
tenang.
7. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
8. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
9. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
10. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
11. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik,
sedatif, antipiretik.
2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
 mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
 bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Rencana tindakan :
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat
karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara
tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
7. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
8. Lakukan rontgen thoraks ulang.
9. Berikan oksigenasi.
10. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi
tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
 Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
 Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Rencana tindakan :
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang
baik.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat
invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan
perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
4. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara
terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi

4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.


Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah
baring, imobilisasi.
Tujuan :Klien merasa nyaman.
Kriteria hasil :
Klien akan melaporkan peningkatan kekuatan/ tahanan dan menyebutkan makanan yang
harus dihindari.
Rencana tindakan :
1. Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan
penghangat diatas abdomen.
R/ tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga selama
perawatan dan saat klien lemah.
2. Singkirkan pemandangan yang tidak menyenagkan dan bau yang tidak sedap dari
lingkungan klien.
R/ pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap merangsang
pusat muntah.
3. Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal :teh encer, air
jahe, agar-agar, air) 30-60 ml tiap ½ -2 jam.
R/ cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area gastrik dan
dengan demikian tidak memperberat gejala.
4. Instruksikan klien untuk menghindari hal ini :
Cairan yang panas dan dingin
Makanan yang mengandung serat dan lemak (misal; susu, buah)
Kafein
R/ Cairan yang dingin merangsang kram abdomen; cairan panas merangsang
peristaltik; lemak juga merangsang peristaltik dan kafein merangsang motilitas
usus.
5. Lindungi area perianal dari iritasi
R/ sering BAB dengan penigkatan keasaman dapat mengiritasi kulit perianal.
5) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran).
Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
Tujuan :
 Intake nutrisi meningkat.
 Keseimbangan cairan dan elektrolit.
 Berat badan stabil.
 Torgor kulit dan membran mukosa membaik.
 Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi diberikan per oral.
 Keluarga mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan, yaitu
makan rendah garam dan rendah lemak.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas lagi. Klien
diberikan rentang skala (1-10).
1. Mengkaji keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien.
2. Kaji faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien kurang
makan makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak mengeluarkan
keringat).
3. Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan
program diet (rendah garam dan rendah lemak).
4. Membantu keluarga dalam memberikan asupan makanan peroral dan
menyarankan klien untuk menghindari makanan yang berpantangan dengan
penyakitnya.
5. Membantu memberikan vitamin dan mineral sesuai program.
6. Kolaborasi dengan Tim dokter dalam pemberian Transfusi Infus RD 5% 1500
cc/24 jam dan NaCl.

http://www.infokeperawatan.com/asuhan-keperawatan-cedera-kepala.html

Vous aimerez peut-être aussi