Vous êtes sur la page 1sur 17

DEPARTEMEN I.

K THT-KL REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2018
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANGINA LUDWIG

DISUSUN OLEH:
Nurul Amira Syahirah bt Saiful Bahari C111 13 823
Nor Syuhaidah binti Mohamed Juhari C111 13 856
Marini C111 13 326

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Aksimitayani

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL REFERAT: ANGINA LUDWIG

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

1. Nurul Amira Syahirah bt Saiful Bahari C111 13 823


2. Nor Syuhaidah binti Mohamed Juhari C111 13 856
3. Marini C111 13 326

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Lehar (THT-KL) Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Februari 2018

Residen Pembimbing :

______________________
( dr. Aksimitayani )

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 2

BAB I

PENDAHULUAN 3

BAB II

2.1 DEFINISI 4

2.2 ANATOMI 6

2.3 EPIDEMIOLOGI 8

2.4 ETIOLOGI 9

2.5 PATOFISIOLOGI 9

2.6 MANIFESTASI KLINIS 10

2.7 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG 11

2.8 PENATALAKSANAAN 14

2.9 KOMPLIKASI 15

2.10 PROGNOSIS 15

BAB III

KESIMPULAN 16

REFFERENSI 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

Angina Ludwig pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederickvon Ludwig


pada tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau infeksi jaringan ikat leher dan dasar
mulut yang cepat menyebar dan sering menyebabkan kematian (K Saifeldeen, 2004).
Infeksi ini kebiasaanya terjadi dari dasar mulut yang umumnya pada orang dewasa
dengan infeksi gigi yang tidak diobati. Beliau mengamati bahwa kondisi ini akan
memburuk secara progesif bahkan dapat berakhir pada kematian dalam waktu 10 – 12
hari. Hal ini karena penyakit ini jika tidak diobati akan dapat menghalang jalan napas
sehingga mengharuskan trakeotomi (B Aishwarya, 2014).
Perkataan Angina berasal dari bahasa Latin angere yang bermaksud
mencekik. Di dalam kasus ini, Angina Ludwig mengacu pada perasaan mencekik
dantersedak sekunder yang diakibatkan oleh obstruksi jalan napas lingual (Costain,
2010). Penyakit yang pertama kali ditemukan oleh seorang dokter berasal dari Jerman
ini juga sering dikenali dengan Angina Ludovici, Cynanche, Carbuculus
Gangraenosus, Morbus Strangulatorius dan Angina Maligna (KA Kamala, 2017).
Angina Ludwig berasal dari ruang submandibular yang disertai elevasi dan
perubahan letak lidah. Ruang submandibular dan sublingual, meskipun berbeda
secara anatomis, namun harus dianggap sebagai suatu unit yang sama karena
posisinya yang berdekatan dan keterlibatan ganda infeksi yang sering secara
odontogenik. Angina Ludwig adalah sebuah peradangan akut, selulitis dari ruang
submandibula dan sublingual bilateral dan ruang submental (K Saifeldeen, 2004).
Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian
superior ruang suprahioid yang berkembang secara perkontinuitatum bukan melalui
peyebaran limfatik. Angina Ludwig juga salah satu bentuk abses leher dalam. Abses
leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fascia leher sebagai akibat
perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan
tanda klinis setempat berupa nyeri dan pembengkakkan akan menunjukkan lokasi
infeksi.

4
Penderita terbanyak adalah pada umur 20-60 tahun, walaupun pernah
dilaporkan terjadi pada usia 12 hari – 84 tahun. Selain itu, penyakit ini juga lebih
dominan terjadi pada laki-laki dengan rasio (3:1 sampai 4:1). Anak-anak dilaporkan
jarang menderita penyakit ini, namun ia juga dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas
(Costain, 2010). Faktor predisposisi terjadinya Angina Ludwig ini adalah karies
dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada
frenulum lidah.

Obstruksi jalan napas merupakan penyebab kematian utama. Indonesia


mencatat angka kematian melebihi 50%. Namun angka kematian berkurang hingga
8% sejak diperkenalkan antibiotik di Indonesia pada tahun 1940-an, peningkatan
hygene oral dan gigi dan pendekatan yang agresif mengenai penyakit ini (K
Saifeldeen, 2004).

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan cepat,


potensial menyebabkan kematian, yang mengenai ruang sublingual dan
submandibular. Umumnya, infeksi dimulai dengan selulitis, kemudian berkembang
menjadi fasciitis, dan akhirnya berkembang menjadi abses yang menyebabkan
indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut, dan elevasi serta perubahan
letak lidah ke posterior (Lemonick, 2002). Wilhelm Fredrick von Ludwig pertama kali
mendeskripsikan Angina Ludwig ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis
yang progresif yang berasal dari region kelenjar submandibular (Cossio PI, 2010).

2.2 ANATOMI

Pengetahuan mengenai ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia


penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi terutamanya pada penyakit
Angina Ludwig. Infeksi rentan terjadi karea ruang yang terbentuk di leher seperti
ruang submandibular, ruang submaksilar dan ruang submentak dibentuk oleh
berbagai fascia. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan
menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfatik (Hartmann,
1999).
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m.
mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu
ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Namun yang
membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan
ruang submaksillar.

6
Gambar 1. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang submandibular di
inferior dari m. mylohyoid.

Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya


oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan
di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia
superfisial dan m. platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian
inferiornya dibentuk oleh m. digastricus. Di bagian anteriornya pula, ruang ini
berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya
terhubung dengan ruang pharyngeal.

Gambar 2. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m. styloglossus.

7
Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton,
n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.
Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di
garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh
bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan
atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang submental
mengandungi beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous.

Gambar 3. Segitiga ruang submental.

Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan
posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi
penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian
anterior leher, menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Kebanyakan kasus Angina Ludwig terjadi pada individu yang sehat. Kondisi
yang menjadi faktor risiko yaitu karies dentis, tindakan pengobatan gigi, penyakit
sistemik seperti diabetes mellitus, alkoholisme, malnutrisi, dan keadaan
imunokompromis seperti AIDS dan transplantasi organ (Candamourty, 2012).
Hal ini akan berakibat fatal seperti terjadinya asfiksia pada pasien jika tidak
diberikan pengobatan dengan tingkat mortalitas 50%. Dengan penatalaksanaan bedah
yang segera, pemberian antibiotik, dan perbaikan perawatan gigi dapat menyebabkan
penurunan mortalitas yang signifikan, yaitu menjadi kurang dari 10% (Candamourty,
2012).

8
2.4 ETIOLOGI

Sebanyak 70% kasus dari Angina Ludwig disebabkan oleh infeksi ontogenik.
Gigi molar mandibula kedua merupakan lokasi infeksi yang paling umum, tapi gigi
molar mandibula ketiga juga umumnya terkait (Costain, 2011). Penyebab lainnya
adalah fraktur Mandibula, tindikan di frenulum lingual dan lidah, dan injeksi ke vena
jugularis. Neoplasma dan salivary calculi mungkin juga dapat mengubah anatomi
yang normal dari ruangan-ruangan ini dan menyebabkan infeksi yang persisten yang
mengarah ke Angina Ludwig (Costain, 2011).

Penyebab yang sering ditemukan adalah karena infeksi polimikrobial bakteri


yang juga mengikutsertakan spesies Streptococcus. Bakteri lain yang sering
ditemukan di kultur adalah Staphylococcus, Fusobacterium, dan Bacteriodes. Pasien
yang mengalami imunokompromis umumnya terinfeksi oleh organism yang atipikal,
seperti Pseudomonas, Eschericia coli, Candida, atau Clostridium (Costain, 2011).

2.5 PATOFISIOLOGI

Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang sublingual dan


submandibular akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat dan
dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas.

Ruang submandibular dibagi menjadi ruang sublingual di bagian superior dan


ruang submaksilaris di bagian inferior oleh otot mylohyoid. Ketika terjadi infeksi di
sini, infeksi mungkin menyebar dengan bebas melalui jaringan karena terhubungnya
kedua ruangan ini. Karena saling terhubungnya ruangan-ruangan ini, Angina Ludwig
umumnya ditemukan bilateral. Infeksi juga dapat menjalar ke ruang
pharyngomaxilaris dan ruang retropharyngeal (Costain, 2011).

Sebanyak 70% kasus dari Angina Ludwig disebabkan oleh infeksi ontogenik.
Gigi molar mandibula kedua merupakan lokasi infeksi yang paling umum, tapi gigi
molar mandibula ketiga juga umumnya terkait (Costain, 2011). Akar dari gigi-gigi
tersebut yang berpenetrasi ke Garis Mylohyoid (contohnya adalah abses atau infeksi
gigi), memiliki akses langsung ke ruang submaksilaris (Candamourty, 2012).

9
Penyebab lainnya adalah fraktur Mandibula, tindikan di frenulum lingual dan
lidah, dan injeksi ke vena jugularis. Neoplasma dan salivary calculi mungkin juga
dapat mengubah anatomi yang normal dari ruangan-ruangn ini dan menyebabkan
infeksi yang persisten yang mengarah ke Angina Ludwig (Costain, 2011). Penyebab
yang sering ditemukan adalah karena infeksi polimikrobial bakteri yang juga
mengikutsertakan spesies Streptococcus. Bakteri lain yang sering ditemukan di kultur
adalah Staphylococcus, Fusobacterium, dan Bacteriodes. Pasien yang mengalami
imunokompromis umumnya terinfeksi oleh organism yang atipikal, seperti
Pseudomonas, Eschericia coli, Candida, atau Clostridium (Costain, 2011).

Seringnya, Angina Ludwig terjadi pada pasien tanpa penyakit komorbid,


walaupun pasien dengan diabetes mellitus, HIV, malnutrisi, dan alcoholism risiko
mengalami Angina Ludwig meningkat dibanding yang normal (Costain, 2011).

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan Angina Ludwig biasanya memiliki riwayat ekstraksi gigi


sebelumnya atau hygiene oral yang buruk dan nyeri pada gigi. Daerah yang terinfeksi
membengkak dengan cepat. Hal ini dapat menghalangi jalan napas atau mencegah
dari menelan air liur. Gejala pertama dan paling penting yang akan ditunjukkan oleh
pasien yang menderita angina ludwig adalah bahwa ia akan menghadapi kesulitan
bernafas. Hal ini terutama disebabkan oleh penyumbatan jalan nafas setelah infeksi
menyebar sampai menginfeksi pipa angina (Murray, 2017).

Infeksi leher dan pembengkakan juga merupakan gejala umum penyakit ini
karena sekali terinfeksi pasien akan merasa tidak nyaman dalam menelan dan
deglutinasi. Pasien juga akan mengeluhkan sakit leher yang parah sebagai bagian dari
infeksi Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur
vokalis, bau mulut, air liur berlebihan, disfagia, odynophagia dan susah bernapas.
Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada jalan
nafas. Suara pasien terdengar sangat tidak biasa dan menyerupai suara seseorang
yang memiliki "hot potatoes" di mulut. Pasien juga akan lemah secara genetis dan
menderita kelelahan yang berlebihan (B Aishwarya, 2014).

10
Pasien menjadi demam karena penyebaran infeksi tapi ini umumnya tidak
dicatat sebagai gejala utama.. Hal ini diperumit oleh nyeri, trismus, edema jalan
nafas, dan perpindahan lidah yang menciptakan jalan nafas yang terganggu. Jika
infeksi menyebar ke saluran pendengaran pasien mungkin menderita sakit telinga
parah dan sakit kepala. Pada 10% kasus pasien menderita gangguan pendengaran. Hal
ini terutama karena infeksi akan menyebar ke telinga bagian dalam (B Aishwarya,
2014).

Gambar 4. Pembengkakan pada area submandibular

2.7 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Anamnesis

Dapatkan riwayat terperinci dari pasien yang diduga terinfeksi leher dalam ruang
leher. Meminta riwayat berikut ini sangat penting:

 Rasa sakit
 Prosedur gigi terbaru
 Infeksi saluran pernafasan bagian atas (URTI)
 Trauma leher atau rongga mulut
 Kesulitan pernafasan

11
 Disfagia
 Status imunosupresi atau immunocompromised
 Tingkat onset
 Lama gejala

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus fokus pada penentuan lokasi infeksi, ruang leher
dalam yang terlibat, dan kompromi potensial atau komplikasi potensial yang mungkin
sedang dikembangkan. Pemeriksaan kepala dan leher yang komprehensif harus
dilakukan, termasuk pemeriksaan gigi dan amandel. Pada pemeriksaan oral, elevasi
dari lidah, terdapat indurasi besar di dasar mulut dan di anterior lidah, dan
pembengkakan suprahioid. Biasanya terdapat edema submandibular bilateral.
Pembengkakan pada jaringan anterior leher diatas tulang hyoid sering disebut dengan
bull’s neck appearance. Tanda yang paling konsisten dari infeksi ruang leher dalam
adalah demam, peningkatan jumlah WBC, dan nyeri tekan. Tanda dan gejala lainnya
sangat bergantung pada ruang-ruang tertentu yang terlibat dan mencakup hal-hal
berikut (Murray, 2017):

 Asimetri leher dan massa leher terkait atau limfadenopati, yang hadir pada
hampir 70% abses retrofaringeal anak-anak menurut sebuah penelitian oleh
Thompson dan rekannya.
 Perpindahan medial dinding faring lateral dan amandel akibat keterlibatan
ruang parapharyngeal
 Trismus disebabkan oleh peradangan otot pterygoid
 Torticollis dan penurunan rentang gerak leher akibat peradangan pada otot
paraspinal
 Kemungkinan defisit neural, terutama saraf kranial (misalnya, suara serak dari
kelumpuhan pita suara yang benar dengan selubung karotid dan keterlibatan
vagal), dan sindrom Horner dari keterlibatan rantai simpatis serviks.
 Demam tinggi secara teratur (mungkin menyarankan tromboflebitis vena
jugularis internal dan embolisasi septik)
 Takipnea dan sesak napas (mungkin menyarankan komplikasi paru dan
memperingatkan obstruksi jalan napas yang akan datang)

12
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan
dada, yang mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak,
adanya gas, dan penyempitan jalan napas. Pemeriksaan CT-Scan memberikan
gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan juga
dapat sangat membantu untuk memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan
bantuan. Selain itu foto panoramik rahang dapat membantu untuk menentukan tempat
fokal infeksinya (Lemonick, 2002).

Gambar 5. Foto Polos menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik (tanda panah)

Gambar 6. CT scan menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik dan adanya


udara dalam soft-tissue

13
2.8 PENATALAKSANAAN

Manajemen jalan napas adalah dasar pengobatan untuk pasien dengan Angina
Ludwig. Saat ini, tidak ada pedoman untuk pengendalian saluran napas pada pasien
dengan Angina Ludwig. Rekomendasi saat ini terutama didasarkan pada pengalaman
individu dan sumber daya spesifik institusi. Jelas, pasien yang mengalami gangguan
pernapasan atau obstruksi jalan nafas yang akan datang memerlukan segera intubasi.
Teknik yang disarankan meliputi intubasi orotracheal rutin dan intubasi nasotrakeal
serat optik. Intubasi blind nasotracheal tidak boleh dilakukan pada pasien dengan
Angina Ludwig karena potensi perdarahan dan abses pecah. Pada pasien yang tidak
diintubasi dengan angina Ludwig, peralatan jalan nafas, termasuk instrumen
trakeostomi dan krikotiroidotomi, harus berada di samping tempat tidur (Winters,
2007).

Antibiotik harus dimulai sesegera mungkin. Antibiotik awalnya harus bersifat


luas dan mencakup organisme gram positif, gram negatif, dan anaerobik. Kombinasi
penisilin, klindamisin, dan metronidazol biasanya digunakan. Laporan kasus baru-
baru ini menganjurkan penggunaan steroid intravena. Dalam laporan ini, administrasi
kortikosteroid berpotensi menghindari kebutuhan akan pengelolaan jalan nafas.
Sampai saat ini, tidak ada uji coba terkontrol secara acak yang menunjukkan
kemanjuran kortikosteroid pada pasien dengan angina Ludwig (Winters, 2007).
Pemberian deksametason intravena dan nebul adrenalin telah dilakukan untuk
mengurangi edema saluran nafas bagian atas pada beberapa kasus (Lemonick, 2002).

Drainase surgikal diindikasikan jika terdapat infeksi supuratif, bukti radilogis


adanya penumpukan cairan didalam soft-tissue, krepitus, atau aspirasi jarum purulen.
Drainase juga diindikasikan jika tidak ada perbaikan setelah pemberian terapi
antibiotik (Lemonick, 2002). Insisi dan drainase abses bisa berupa intra oral atau
eksternal. Insisi intra oral dan prosedur drainase diindikasikan jika infeksi dilokalisasi
ke ruang sublingual. Insisi dan drainase eksternal dilakukan jika infeksi melibatkan
ruang peri-mandibular (B Aishwarya, 2014).

14
Gambar 7. Drainase pada infeksi supuratif

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling serius dari Angina Ludwig yaitu asfiksia yang
disebabkan oleh edema pada soft-tissue leher. Pada infeksi lanjut, sampai 65% pasien
dengan Angina Ludwig mengalami komplikasi supuratif yang memerlukan drainase
bedah. Komplikasi lain Angina Ludwig termasuk penyempitan atau penyempitan
saluran nafas yang mengancam jiwa, trombosis sinus kavernosus, abses otak, infeksi
selubung karotis, ruptur arteri, tromboflebitis supuratif vena jugularis vena,
mediastinitis, empiema, abses paru, efusi perikardial dan / atau pleura, osteomielitis
mandibula, abses subphrenic, syok septik, dan pneumonia aspirasi (KA Kamala,
2017).

2.10 PROGNOSIS

Prognosis Angina Ludwig sangat tergantung kepada proteksi segera jalan


nafas yaitu dengan diagnosis yang cepat dan dengan pemberian antibiotik yang tepat
untuk mencegah tingkat morbiditas yang tinggi (Costain, 2010). Tingkat kematian
pada era sebelum adanya antibiotik sebesar 50%, tetapi dengan adanya antibiotik
tingkat mortalitas berkurang menjadi 5%. Tahap mortalitas dan morbiditas penyakit
ini juga dapat dikurang dengan pencegahan terutama di dalam tahap hygene gigi serta
karies gigi (Sharfuddin M, 2014).

15
BAB III

KESIMPULAN

Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang sublingual dan


submandibular akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat dan
dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas dengan tingkat
mortalitas 50%. Dengan penatalaksanaan bedah yang segera, pemberian antibiotic,
dan perbaikan perawatan gigi dapat menyebabkan penurunan mortalitas yang
signifikan, yaitu menjadi kurang dari 10%.
Sebanyak 70% kasus dari Angina Ludwig disebabkan oleh infeksi ontogenik.
Gigi molar mandibula kedua merupakan lokasi infeksi yang paling umum, tapi gigi
molar mandibula ketiga juga umumnya terkait. Akar dari gigi-gigi tersebut yang
berpenetrasi ke Garis Mylohyoid (contohnya adalah abses atau infeksi gigi), memiliki
akses langsung ke ruang submaksilaris. Penyebab lainnya adalah fraktur Mandibula,
tindikan di frenulum lingual dan lidah, dan injeksi ke vena jugularis. Neoplasma dan
salivary calculi mungkin juga dapat mengubah anatomi yang normal dari ruangan-
ruangn ini dan menyebabkan infeksi yang persisten yang mengarah ke Angina
Ludwig.
Penyebab yang sering ditemukan adalah karena infeksi polimikrobial bakteri
yang juga mengikutsertakan spesies Streptococcus.

16
REFERENSI

B Aishwarya, M. T. (2014). Ludwig's Angina: Causes Symptoms and Treatment. Journal of


Pharmaceutical Sciences and Research, 328-330.
Candamourty, R. (2012). Ludwig's Angina --An emergency: A case report with literature
review. J Nat Sci Biol Med , 206-208.
Cossio PI, H. E. (2010). Ludwig's Angina and Ketoacidosis as a Frust Manifestation of
Diabetes Mellitus. Oral Surgery, 624-627.
Costain, N. (2010). Ludwig's Angina. The American Journal of Medicine, 115-117.
Duprey, K. (2010). Ludwig's Angina. Int J Emerg Med , 201-202.
Hartmann, R. W. (1999). Ludwig's Angina in Childen. Ludwig's Angina in Childen, 109-112.
K Saifeldeen, R. E. (2004). Ludwig's Angina. Emergency Medical Journal, 242-243.
KA Kamala, S. S. (2017). Ludwig's Angina: Emergency Treatment. Journsl Health Sciences
and Resources, 46-48.
Lemonick, D. (2002). Ludwig's Angina: Diagnosis anf Treatment. Ludwig's Angina:
Diagnosis anf Treatment, 31-37.
Murray, A. D. (2017, May 04). Deep Neck Infections:Background, History of Procedure,
Problem. Retrieved January 28, 2018, from emedicine.medscape.com:
https://emedicine.medscape.com/article/837048-overview#a9
Sharfuddin M, R. H. (2014). Factors Influencing Ludwig's Angina. Factors Influencing
Ludwig's Angina, 5-7.
Winters, M. (2007, February 15). Evidence-Based Diagnosis and Management of ENT
Emergencies. Retrieved January 28, 2018, from Medscape:
https://www.medscape.com/viewarticle/551650_4

17

Vous aimerez peut-être aussi