Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
K THT-KL REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2018
UNIVERSITAS HASANUDDIN
ANGINA LUDWIG
DISUSUN OLEH:
Nurul Amira Syahirah bt Saiful Bahari C111 13 823
Nor Syuhaidah binti Mohamed Juhari C111 13 856
Marini C111 13 326
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Aksimitayani
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Lehar (THT-KL) Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Residen Pembimbing :
______________________
( dr. Aksimitayani )
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN 2
BAB I
PENDAHULUAN 3
BAB II
2.1 DEFINISI 4
2.2 ANATOMI 6
2.3 EPIDEMIOLOGI 8
2.4 ETIOLOGI 9
2.5 PATOFISIOLOGI 9
2.8 PENATALAKSANAAN 14
2.9 KOMPLIKASI 15
2.10 PROGNOSIS 15
BAB III
KESIMPULAN 16
REFFERENSI 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Penderita terbanyak adalah pada umur 20-60 tahun, walaupun pernah
dilaporkan terjadi pada usia 12 hari – 84 tahun. Selain itu, penyakit ini juga lebih
dominan terjadi pada laki-laki dengan rasio (3:1 sampai 4:1). Anak-anak dilaporkan
jarang menderita penyakit ini, namun ia juga dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas
(Costain, 2010). Faktor predisposisi terjadinya Angina Ludwig ini adalah karies
dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada
frenulum lidah.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 ANATOMI
6
Gambar 1. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang submandibular di
inferior dari m. mylohyoid.
7
Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton,
n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.
Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di
garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh
bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan
atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang submental
mengandungi beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous.
Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan
posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi
penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian
anterior leher, menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Kebanyakan kasus Angina Ludwig terjadi pada individu yang sehat. Kondisi
yang menjadi faktor risiko yaitu karies dentis, tindakan pengobatan gigi, penyakit
sistemik seperti diabetes mellitus, alkoholisme, malnutrisi, dan keadaan
imunokompromis seperti AIDS dan transplantasi organ (Candamourty, 2012).
Hal ini akan berakibat fatal seperti terjadinya asfiksia pada pasien jika tidak
diberikan pengobatan dengan tingkat mortalitas 50%. Dengan penatalaksanaan bedah
yang segera, pemberian antibiotik, dan perbaikan perawatan gigi dapat menyebabkan
penurunan mortalitas yang signifikan, yaitu menjadi kurang dari 10% (Candamourty,
2012).
8
2.4 ETIOLOGI
Sebanyak 70% kasus dari Angina Ludwig disebabkan oleh infeksi ontogenik.
Gigi molar mandibula kedua merupakan lokasi infeksi yang paling umum, tapi gigi
molar mandibula ketiga juga umumnya terkait (Costain, 2011). Penyebab lainnya
adalah fraktur Mandibula, tindikan di frenulum lingual dan lidah, dan injeksi ke vena
jugularis. Neoplasma dan salivary calculi mungkin juga dapat mengubah anatomi
yang normal dari ruangan-ruangan ini dan menyebabkan infeksi yang persisten yang
mengarah ke Angina Ludwig (Costain, 2011).
2.5 PATOFISIOLOGI
Sebanyak 70% kasus dari Angina Ludwig disebabkan oleh infeksi ontogenik.
Gigi molar mandibula kedua merupakan lokasi infeksi yang paling umum, tapi gigi
molar mandibula ketiga juga umumnya terkait (Costain, 2011). Akar dari gigi-gigi
tersebut yang berpenetrasi ke Garis Mylohyoid (contohnya adalah abses atau infeksi
gigi), memiliki akses langsung ke ruang submaksilaris (Candamourty, 2012).
9
Penyebab lainnya adalah fraktur Mandibula, tindikan di frenulum lingual dan
lidah, dan injeksi ke vena jugularis. Neoplasma dan salivary calculi mungkin juga
dapat mengubah anatomi yang normal dari ruangan-ruangn ini dan menyebabkan
infeksi yang persisten yang mengarah ke Angina Ludwig (Costain, 2011). Penyebab
yang sering ditemukan adalah karena infeksi polimikrobial bakteri yang juga
mengikutsertakan spesies Streptococcus. Bakteri lain yang sering ditemukan di kultur
adalah Staphylococcus, Fusobacterium, dan Bacteriodes. Pasien yang mengalami
imunokompromis umumnya terinfeksi oleh organism yang atipikal, seperti
Pseudomonas, Eschericia coli, Candida, atau Clostridium (Costain, 2011).
Infeksi leher dan pembengkakan juga merupakan gejala umum penyakit ini
karena sekali terinfeksi pasien akan merasa tidak nyaman dalam menelan dan
deglutinasi. Pasien juga akan mengeluhkan sakit leher yang parah sebagai bagian dari
infeksi Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur
vokalis, bau mulut, air liur berlebihan, disfagia, odynophagia dan susah bernapas.
Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada jalan
nafas. Suara pasien terdengar sangat tidak biasa dan menyerupai suara seseorang
yang memiliki "hot potatoes" di mulut. Pasien juga akan lemah secara genetis dan
menderita kelelahan yang berlebihan (B Aishwarya, 2014).
10
Pasien menjadi demam karena penyebaran infeksi tapi ini umumnya tidak
dicatat sebagai gejala utama.. Hal ini diperumit oleh nyeri, trismus, edema jalan
nafas, dan perpindahan lidah yang menciptakan jalan nafas yang terganggu. Jika
infeksi menyebar ke saluran pendengaran pasien mungkin menderita sakit telinga
parah dan sakit kepala. Pada 10% kasus pasien menderita gangguan pendengaran. Hal
ini terutama karena infeksi akan menyebar ke telinga bagian dalam (B Aishwarya,
2014).
Anamnesis
Dapatkan riwayat terperinci dari pasien yang diduga terinfeksi leher dalam ruang
leher. Meminta riwayat berikut ini sangat penting:
Rasa sakit
Prosedur gigi terbaru
Infeksi saluran pernafasan bagian atas (URTI)
Trauma leher atau rongga mulut
Kesulitan pernafasan
11
Disfagia
Status imunosupresi atau immunocompromised
Tingkat onset
Lama gejala
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus fokus pada penentuan lokasi infeksi, ruang leher
dalam yang terlibat, dan kompromi potensial atau komplikasi potensial yang mungkin
sedang dikembangkan. Pemeriksaan kepala dan leher yang komprehensif harus
dilakukan, termasuk pemeriksaan gigi dan amandel. Pada pemeriksaan oral, elevasi
dari lidah, terdapat indurasi besar di dasar mulut dan di anterior lidah, dan
pembengkakan suprahioid. Biasanya terdapat edema submandibular bilateral.
Pembengkakan pada jaringan anterior leher diatas tulang hyoid sering disebut dengan
bull’s neck appearance. Tanda yang paling konsisten dari infeksi ruang leher dalam
adalah demam, peningkatan jumlah WBC, dan nyeri tekan. Tanda dan gejala lainnya
sangat bergantung pada ruang-ruang tertentu yang terlibat dan mencakup hal-hal
berikut (Murray, 2017):
Asimetri leher dan massa leher terkait atau limfadenopati, yang hadir pada
hampir 70% abses retrofaringeal anak-anak menurut sebuah penelitian oleh
Thompson dan rekannya.
Perpindahan medial dinding faring lateral dan amandel akibat keterlibatan
ruang parapharyngeal
Trismus disebabkan oleh peradangan otot pterygoid
Torticollis dan penurunan rentang gerak leher akibat peradangan pada otot
paraspinal
Kemungkinan defisit neural, terutama saraf kranial (misalnya, suara serak dari
kelumpuhan pita suara yang benar dengan selubung karotid dan keterlibatan
vagal), dan sindrom Horner dari keterlibatan rantai simpatis serviks.
Demam tinggi secara teratur (mungkin menyarankan tromboflebitis vena
jugularis internal dan embolisasi septik)
Takipnea dan sesak napas (mungkin menyarankan komplikasi paru dan
memperingatkan obstruksi jalan napas yang akan datang)
12
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan
dada, yang mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak,
adanya gas, dan penyempitan jalan napas. Pemeriksaan CT-Scan memberikan
gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan juga
dapat sangat membantu untuk memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan
bantuan. Selain itu foto panoramik rahang dapat membantu untuk menentukan tempat
fokal infeksinya (Lemonick, 2002).
13
2.8 PENATALAKSANAAN
Manajemen jalan napas adalah dasar pengobatan untuk pasien dengan Angina
Ludwig. Saat ini, tidak ada pedoman untuk pengendalian saluran napas pada pasien
dengan Angina Ludwig. Rekomendasi saat ini terutama didasarkan pada pengalaman
individu dan sumber daya spesifik institusi. Jelas, pasien yang mengalami gangguan
pernapasan atau obstruksi jalan nafas yang akan datang memerlukan segera intubasi.
Teknik yang disarankan meliputi intubasi orotracheal rutin dan intubasi nasotrakeal
serat optik. Intubasi blind nasotracheal tidak boleh dilakukan pada pasien dengan
Angina Ludwig karena potensi perdarahan dan abses pecah. Pada pasien yang tidak
diintubasi dengan angina Ludwig, peralatan jalan nafas, termasuk instrumen
trakeostomi dan krikotiroidotomi, harus berada di samping tempat tidur (Winters,
2007).
14
Gambar 7. Drainase pada infeksi supuratif
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling serius dari Angina Ludwig yaitu asfiksia yang
disebabkan oleh edema pada soft-tissue leher. Pada infeksi lanjut, sampai 65% pasien
dengan Angina Ludwig mengalami komplikasi supuratif yang memerlukan drainase
bedah. Komplikasi lain Angina Ludwig termasuk penyempitan atau penyempitan
saluran nafas yang mengancam jiwa, trombosis sinus kavernosus, abses otak, infeksi
selubung karotis, ruptur arteri, tromboflebitis supuratif vena jugularis vena,
mediastinitis, empiema, abses paru, efusi perikardial dan / atau pleura, osteomielitis
mandibula, abses subphrenic, syok septik, dan pneumonia aspirasi (KA Kamala,
2017).
2.10 PROGNOSIS
15
BAB III
KESIMPULAN
16
REFERENSI
17