Vous êtes sur la page 1sur 24

Tugas Makalah

STRATEGI PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Keguruan

Nur Aisyah Amini

1687203066

Dosen Pengampu: Khairil Anwar, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) MUHAMMADIYAH SAMPIT
2018
Tugas Makalah

STRATEGI PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Keguruan

Nur Aisyah Amini

1687203066

Dosen Pengampu: Khairil Anwar, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) MUHAMMADIYAH SAMPIT
2018

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul Strategi Pengembangan Profesi Guru.
Makalah ini diajukan guna menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen
pengampuh untuk mata kuliah Etika Profesi Keguruan. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari dari kata sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Sampit, 07 Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I: PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II: PEMBAHASAN ................................................................................... 3

A. Pengembangan Profesionalisasi Guru ..................................................... 3


B. Model Pengembangan Guru .................................................................... 6
C. Tantangan dan Problematik Pengembangan Profesionalisasi Guru........ 9
D. Implementasi Program Pengembangan Profesi Guru ............................. 12

BAB III: TELAAH KRITIS................................................................................ 17

BAB IV: PENUTUP ........................................................................................... 18

A. Kesimpulan ............................................................................................. 18
B. Saran ........................................................................................................ 19
C. Keritikan .................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan pengaruh lingkungan terhadap individu untuk


menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku,
pikiran dan sikapnya (Thompson, 1993). Tujuan pendidik adalah untuk
memperkaya budi pekerti, pengetahuan dan untuk menyiapkan seseorang agar
mampu dan trampil dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Dari pengertian
tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau
aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai
aspek, baik aspek intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, terampil
serta berkepribadian serta dapat berprilaku berdasarkan akhlak mulia.

Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan


diakibatkan oleh kurikulum, tetapi oleh kurangnya kemampuan
profesionalisme guru dan keengganan siswa untuk belajar. Jumlah tenaga
pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan
profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak
berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau
kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-
benar berkualitas (Dahrin, 2000). Banyak faktor yang menyebabkan kurang
profesionalismenya seorang guru dan pemerintah berupaya agar guru benar-
benar professional, sehingga mampu mengantisipasi tantangan-tantangan yang
ada dalam dunia pendidikan.

Pada makalah ini membicarakan bagaimana strategi pengembangan


profesi guru. Oleh karenanya dalam makalah ini akan dibahas tentang
pengembangan profesionalisasi guru, model pengembangan guru, tantangan
dan problematik pengembangan profesionalisasi guru, dan implementasi
program pengembangan profesi guru

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1. Bagaimana pengembangan profesionalisasi guru?
2. Apa saja model pengembangan guru?
3. Jelaskan tantangan dan problematik pengembangan profesionalisasi guru!
4. Bagaimana implementasi program pengembangan profesi guru?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan


kepada para pembaca tentang strategi pengembangan profesi guru baik itu
pengembangan profesionalisasi guru, model pengembangan guru, tantangan
dan problematik pengembangan profesionalisasi guru, dan implementasi
program pengembangan profesi guru. Di samping itu makalah ini juga
bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampuh untuk
mata kuliah Etika Profesi Keguruan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengembangan Profesionalisasi Guru

Profesionalisasi adalah proses memfasilitasi seseorang menjadi profesional


melalui berbagai latar pendidikan. Proses pendidikan dan latihan ini biasanya
memerlukan waktu yang lama, intensif, dan diselenggarakan oleh suatu
lembaga profesi. Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi
atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai
kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh
profesinya itu. Profesionalisasi mengandung dua dimensi utama, yaitu
peningkatan status dan peningkatan kompetensi, dan keterampilan praktis.1

Ada lima ukuran seorang guru dinyatakan profesional. (1) guru memiliki
komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen
tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya; (2) guru menguasai secara
mendalam bahan ajar yang diajarkannya dan cara mengajarkannya kepada
siswa. Bagi guru, hal ini merupakan duah hal yang tidak dapat dipisahkan; (3)
guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik
evaluasi, mulai cara pengamatan dalamperilaku siswa sampai tes hasil belajar;
(4) guru mampu berpikir secara sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan
belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna
mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya; (5)
guru seyogianya nya menjadi bagian dari masyarakat belajar dalam
lingkungan profesinya, misalnya kalau di Indonesia, PGRI dan organisasi
profesi lainnya. 2

Dari ciri-ciri tersebut mengindikasi bahwa menjadi seorang guru bukanlah


pekerjaan yang gampang, seperti yang dibayangkan oleh sebagian orang,

1
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional: Pedoman Kinerja, Kualifikasi, & Kompetensi Guru,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 52.
2
Ibid. hlm. 73.

3
dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikan kepada siswa sudah
cukup. Anggapan tersebut belumlah dapat dikategorikan sebagai guru yang
memiliki pekerjaan professional. Sebab, guru yang professional harus
memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya,
dan menjaga kode etik guru.

Dengan adanya pengukuhan guru sebagai profesi, guru dituntut untuk


mereformasi pendidikan, memanfaatkan semaksimal mungkin sumber-sumber
belajar diluar sekolah, merombak struktur hubungan guru dan siswa,
menggunakan teknologi modern dan menguasai IPTEK, kerjasama dengan
teman sejawat antar sekolah, serta kerja sama dengan komunitas
lingkungannya. Hal ini menunjukkan betapa tingginya tuntutan
profesionalisme seorang guru. Jika tingkat kesejahteraan saat ini dirasakan
tidak memadai oleh sebagian besar guru, untuk memenuhi tuntutan itu
tampaknya sulit dicapai. Hal ini sesuai dengan dikemukakan Maslow (1970)
bahwa kebutuhan paling mendasar seseorang adalah survival biologis
sehingga seorang guru secara naluri akan mengutamakan keberlangsungan
hidup daripada memikirkan profesionalisme-nya. Oleh karena itu, adanya
kebijakan sertifikasi guru yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan guru
merupakan langkah bijak dalam meningkatkan profesionalisme guru.

Pengembangan professional guru bertujuan untuk memenuhi tiga


kebutuhan, yaitu (1) kebutuhan sosial yang meningkatkan kemampuan sistem
pendidikan yang efisien dan manusiawi, serta melakukan adaptasi untuk
penyusunan kebutuhan kebutuhan sosial; (2) kebutuhan untuk menemukan
cara-cara untuk membantu staf pendidikan guna mengembangkan pribadinya
secara luas; (3) kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong keinginan
guru untuk menikmati dan mendorong kehidupan pribadinya, seperti halnya
membantu siswa dalam mengembangkan keinginan dan keyakinan untuk
memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya (Danim,
2002).

4
Ada lima macam kegiatan guru yang termasuk kegiatan pengembangan
profesi guru. Kelima macam kegiatan itu, yaitu:

1. Melaksanakan kegiatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan,


2. Menemuka teknologi tepat guna di bidang pendidikan,
3. Membuat alat pelajaran/peraga atau alat bimbingan,
4. Menciptakan karya seni seperti lagu, lukisan, atau karya lain,
5. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.3

Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 merupakan salah satu usaha untuk


meningkatkan mutu guru, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. Di dalam UU ini diamanatkan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kebijakan prioritas dalam kerangka pemberdayaan guru saat ini
adalah meningkatkan kualifikasi, peningkatan kompetensi, sertifikasi guru,
pengembangan karir, penghargaan dan perlindungan, perencanaan kebutuhan
guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.

Sejalan dengan itu, ke depan beberapa kebijakan yang digariskan untuk


meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan mutu guru
khususnya, antara lain mencakup hal-hal berikut ini. Pertama, melakukan
pendataan, validasi data, pengembangan program dan sistem pelaporan
pembinaan profesi pendidik melalui jaringan kerja dengan P4TK, LPMP, dan
Dinas Pendidikan.

Kedua, mengembangkan model penyiapan dan penempatan pendidik


untuk daerah khusus melalui pembentukan tim pengembang dan survei
wilayah. Ketiga, menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem
pengelolaan pendidik secara transparan dan akuntabel melalui pembentukan
tim pengembang dan program rintisan pengelolaan pendidik.

3
Ibid. hlm. 181.

5
Keempat, meningkatkan kapasitas staf dalam perencanaan dan evaluasi
program melalui pelatihan, pendidikan lanjutan, dan rotasi. Kelima,
mengembangkan sistem layanan pendidik untuk pendidikan layanan khusus
melalui kerjasama dengan LPTK dan lembaga terkait lain. Keenam,
melakukan kerjasama antar lembaga di dalam dan di luar negeri melalui
berbagai program yang bermanfaat bagi pengembangan profesi pendidik.
Ketujuh, mengembangkan sistem dan pelaksanaan penjaminan mutu
pendidikan melalui pembentukan tim pengembangan dan tim penjamin mutu
pendidikan.

Dengan demikian, pengembangan profesi guru harus dilakukan secara


demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan
menjujung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.4

B. Model Pengembangan Guru

Guru sebagai suatu profesi harus selalu berkembang. Pengembangan


profesionalisme guru terutama harus didasarkan pada kebutuhan individu guru
itu sendiri selain kebutuhan institusi dan kelompok guru. Menurut Danim
(2002) pengembangan guru berdasarkan kebutuhan institusi adalah penting,
namun hal yang lebih penting adalah berdasarkan kebutuhan individu guru
untuk menjalani proses profesionalisasi, karena substansi kajian dan konteks
pembelajaran selalu berkembang dan berubah menurut dimensi ruang dan
waktu, guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya.

Upaya pengembangan profesionalisme guru perlu terus dilakukan secara


berkelanjutan supaya pengetahuan, pemahaman dan keterampilan mereka
yang berhubungan dengan tugasnya selalu mengikuti perkembangan kemajuan
dunia pendidikan. Berbagai model pengembangan sebenarnya sudah

4
Barnawi & Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012),
hlm. 38.

6
dikemukakan oleh banyak ahli pendidikan yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan guru. Keefektifan masing-masing model tersebut
tergantung kepada tergantung situasi dan kondisi yang melingkupi guru
tersebut. Berbagai macam model tersebut akan memberikan pilihan kepada
guru untuk meningkatkan pengembangan profesinya.

Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, unsur kegiatan


pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi:

1. Pengembangan diri, dapat dilakukan dengan melalui diklat fungsional


dan/atau kegiatan kolektif guru meningkatkan kompetensi dan/atau
keprofesian guru, misalnya lokakarya atau kegiatan bersama, keikutsertaan
pada kegiatan ilmiah dan kegiatan kolektif lain yang sesuai dengan tugas
dan kewajiban guru,
2. Publikasi Ilmiah, terdiri atas: presentasi pada forum ilmiah, publikasi
ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal,
dan publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman
guru,
3. Karya inovatif, misalnya penemuan teknologi tepat guna,
penemuan/penciptaan atau pengembangan karya seni,
pembuatan/modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau penyusunan
standar, pedoman, soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun
provinsi.

Ketiga macam pengembangan tersebut dilaksanakan guru secara


berkelanjutan agar profesionalisme guru tetap terjaga dan meningkat.

Ada berbagai model pengembangan profesional yang dikemukakan oleh


para pakar yang dapat dilakukan oleh guru. Menurut Richard dan Lockhart
(2000:37) terdapat beberapa model pengembangan profesional guru, meliputi:

1. Keikutsertaan dalam konferensi (conference participation),


2. Workshop dan seminar (workshops and in service seminars),
3. Kelompok membaca (reading groups),

7
4. Pengamatan kolega (peer observation),
5. Penulisan jurnal/catatan harian guru (writing teaching diaries/journals),
6. Kerja proyek (project work),
7. Penelitian tindakan kelas (classroom action research),
8. Portofolio mengajar (teaching portfolio), dan
9. Mentoring (mentoring).

Ditjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional (dalam Saud, 2009)


menyebutkan beberapa alternatif program pengembangan profesional guru,
yaitu:

1. Program peningkatan kualifikasi guru atau program studi lanjut,


2. Program penyetaraan dan sertifikasi,
3. Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi,
4. Program supervisi pendidikan,
5. Program pemberdayaan MGMP,
6. Pimposium guru,
7. Program tradisional lainnya, misalnya CTL, PTK, penulisan karya ilmiah,
8. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah,
9. Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah,
10. Melakukan penelitian,
11. Magang,
12. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan,
13. Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi, dan
14. Menggalang kerjasama dengan teman sejawat.5

5
Ahmad Yusuf Sobri, “Model-Model Pengembangan Profesionalisme Guru”, Konvensi Nasional
Pendidikan Indonesia (KONASPI), Universitas Negeri Malang, 2016, hlm. 339.

8
C. Tantangan dan Problematik Pengembangan Profesionalisasi Guru

Profesionalisme guru kini menjadi sesuatu yang mengemuka ke ruang


publik seiring dengan tuntutan untuk meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Oleh banyak kalangan, mutu pendidikan Indonesia terutama SD
dianggap masih rendah. Hal ini disebabkan beberapa indikator, antara lain,
pertama, lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki
dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Bekal kecakapan
yang diperoleh di lembaga belum memadai untuk digunakan secara mandiri
karena yang terjadi di lembaga pendidikan hanya transfer of knowledge
semata yang mengakibatkan anak didik tidak inovatif, kreatif bahkan tidak
pandai menyiasati persoalan seputar lingkungannya. Kedua, masih cukup
banyak masalah dan kendala yang berkaitan dengan pola pikir dan perilaku
guru yang rendah, di antaranya berhubungan dengan hal-hal, antara lain (1)
Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal;
(2) Meningkatkan dan memelihara citra profesi; (3) Keinginan untuk
senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat
meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilan-nya
(4) Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi; (5) Memiliki kebanggaan
terhadap profesinya.

Kesuksesan pendidikan bukan sekedar menghadirkan anak-anak usia wajib


belajar secara fisik di sekolah. Tantangan terberat justru memastikan anak-
anak usia wajib belajar ini mendapatkan pelayanan pendidikan bermutu yang
membuat mereka mampu mencapai tujuan belajar, menyelesaikan sekolah,
dan memiliki kemampuan menghadapi masa depan. Untuk mencapai
pendidikan yang berkualitas, guru mempunyai peran penting dan strategis.
Kita membutuhkan guru yang terlatih dengan baik dan memiliki motivasi
tinggi. Namun, hal yang paling menyulitkan pada guru adalah menjaga
keseimbangan antara tuntutan untuk berbuat normatif ideal dengan suasana
kehidupan masa kini yang ditandai dengan pola-pola kehidupan yang

9
materialistis, individualistis, kompetitif, konsumtif, dan sebagainya. Tentu ini
sangat berimbas pada peran dan tugas guru sebagai pendidik yang profesional.

Beberapa hambatan pengembangan profesi guru dibedakan menjadi dua,


yaitu faktor internal dan eksternal.

1. Faktor Internal
Termasuk dalam faktor internal adalah guru itu sendiri. Guru sebagai
subjek merupakan faktor yang paling menentukan terwujudnya
profesionalitas guru. Hal-hal yang menyebabkan profesionalisme guru
tidak berkembang antara lain:
a. Kurangnya kreativitas guru,
b. Kurangnya minat guru untuk berinovasi,
c. Minimnya niat guru untuk menjadi guru yang profesional (pasrah
dengan kemampuan dan keadaan),
d. Guru merasa sudah hafal materi ajar diluar kepala sehingga
mengesampingkan tugas-tugas administrasi guru seperti Silabus dan
RPP,
e. Guru kurang memanfaatkan waktu di sekolah untuk bertukar
pengalaman dengan guru sejawat tentang pengalaman-pengalaman
proses pembelajaran yang baik,
f. Kurangnya persiapan guru sebelum mengajar,
g. Kecenderungan malas untuk meng-update informasi yang berkaitan
dengan pengembangan profesinya,
h. Kurang aktif dalam organisasi dan asosiasi profesi,
i. Adanya anggapan bahwa pekerjaan guru adalah rutinitas, bukan
pekerjaan yang dinamis.
2. Faktor Eksternal
Selain faktor internal, hambatan pengembangan profesi guru juga
ditentukan oleh faktor eksternal, diantaranya lingkungan, birokrasi, dan
sumber daya. Lingkungan dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik berkaitan dengan letak geografis

10
yang sulit dijangkau. Hal ini menyebabkan sulitnya guru dalam mengakses
informasi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sarana dan prasarana juga memengaruhi proses pembelajaran.
Ketidaktersediaan sarana dan prasarana yang memadai atau menunjang
proses pembelajaran mengakibatkan pelaksanaan pembelajaran berjalan
tidak efektif dan penyampaian bahan ajar dari guru cenderung tidak
berkembang. Semestinya strategi pembelajaran dilakukan secara inovatif
dan bervariasi dalam alat dan media. Hal ini pada akhirnya berimbas pada
tidak terlaksanakannya indikator kompetensi pengembangan profesi guru.
Lingkungan sosial juga ikut memengaruhi pengembangan profesi guru.
Jika masyarakat sekolah (atasan, teman sejawat) tidak mendukung
pengembangan profesi, hal ini ikut menghambat pengembangan
profesi.guru. Untuk mewujudkan guru profesional harus ada kerja sama
dan dukungan semua pihak. Guru yang tidak diberi kesempatan mengikuti
pertemuan pengembangan kurikulum di tingkat sekolah, kelompok guru
(antar sekolah), yang dikelola Diknas kota, provinsi, maupun nasional
bahkan internasional membuat guru tidak berkembang dan kurang
mengetahui perkembangan yang ada. Selain itu, minimnya program dan
kegiatan kolaboratif antara Diknas sebagai wadah sekolah dasar dan
menengah dengan perguruan tinggi. Padahal, sumber daya di perguruan
tinggi berlimpah dalam menjalankan Tri Dharma perguruan tinggi
(pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian kepada
masyarakat) dengan pendanaan yang memadai.
Faktor yang juga penting adalah sumber daya. Salah satunya, yaitu
tidak terlaksananya penelitian disebabkan kekurangan dana, tidak
memiliki waktu dan sumber daya lainnya, sampai pada tidak adanya
pembinaan dari pihak yang terkait.6

6
Jamil Suprihatiningrum, op.cit hlm. 178.

11
D. Implementrasi Program Pengembangan Profesi Guru

Berbagai model profesionalisme guru yang dikemukakan oleh para ahli


ternyata memiliki banyak persamaan. Oleh karena itu, berikut akan
dikemukakan beberapa implementasi model-model profesionalisme guru
tersebut sehingga memungkinkan guru dapat memilih model tersebut sesuai
dengan kebutuhannya masing-masing.

1. Program peningkatan kualifikasi pendidikan guru. Program ini ditujukan


bagi guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal sarjana
untuk mengikuti pendidikan sarjana bahkan magister pendidikan keguruan
dalam bentuk tugas belajar. Namun saat ini, saat jarang guru berkualifikasi
di bawah sarjana.
2. Program penyetaraan dan sertifikasi. Program penyetaraan diberikan
kepada guru yang latar belakang pendidikannya tidak sesuai dengan tugas
mengajarnya atau bukan dari program pendidikan keguruan. Sedangkan
program sertifikasi ditujukan kepada guru yang telah memenuhi syarat
(misalnya, minimal telah mengajar lima tahun, lulus UKG) agar mereka
dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan juga memperoleh
kesejahteraan.
3. Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi. Program pelatihan ini
diberikan kepada guru agar tercapai kompetensi yang diinginkan sehingga
materi pelatihan mengacu kepada bahan-bahan yang menunjang
kompetensi yang akan dicapai.
4. Program supervisi pendidikan. Program ini ditujukan untuk memberikan
bantuan kepada guru dalam menyelesaikan persoalan pembelajaran yang
dihadapi guru di kelas dan juga persoalan yang terkait dengan pendidikan
secara umum.
5. Program pemberdayaan KKG dan MGMP. KKG adalah wadah kegiatan
profesional guru, biasanya untuk guru SD (guru kelas), sedangkan MGMP
untuk guru SMP dan SMA sesuai dengan bidang studi masing-masing
guru. Dengan adanya wadah ini, guru dapat saling memberi masukan

12
tentang materi pembelajaran yang diajarkan dan dapat mencari alternatif
pemecahan terhadap persoalan- persoalan pembelajaran yang dihadapi di
dalam kelas.
6. Simposium guru. Simposium merupakan media guru untuk saling bertukar
pikiran dan pengalaman tentang proses pembelajaran dan ajang untuk
kompetisi ajang kreativitas diantara guru.
7. Program pelatihan tradisional lainnya. Program pelatihan yang ditujukan
kepada guru dengan hanya membahas persoalan aktual dan penting
sehingga guru tidak ketinggalan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, misalnya pembelajaran kontektual, Kurikulum 2013, blended
learning, penelitian tindakan kelas.
8. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah. Salah satu kelemahan guru
adalah kurangnya membaca dan menulis karya ilmiah sehingga karir guru
sedikit terhambat karena mereka kekurangan karya ilmiah. Untuk itu
gugus sekolah perlu memprogram pelatihan penulisan karya ilmiah bagi
guru sehingga mereka produktif dalam berkarya, serta perlu adanya
pendampingan dari pihak kepala sekolah dan pengawas pendidikan.
9. Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah. Pertemuan ilmiah ditujukan
kepada guru untuk memberikan pengetahuan mutakhir tentang pendidikan
dan pembelajaran. Pemberian informasi tersebut bertujuan untuk
meningkatkan aspek kompetensi dan profesional guru dalam proses
pembelajaran.
10. Melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini sangat
dianjurkan kepada guru supaya guru dapat merefleksikan program
pembelajaran yang telah dilaksanakan di dalam kelasnya sehingga guru
selalu dapat memperbaiki performansi mengajarnya. Namun, karena tugas
mengajar yang banyak menyebabkan guru jarang melakukan PTK selain
juga disebabkan kemauan dan kemampuan mereka menulis karya ilmiah.
Oleh karena itu perlu adanya pendampingan dari kepala sekolah dan
pengawas sekolah agar guru menjadi produktif dalam melakukan PTK.

13
11. Magang. Kegiatan ini biasanya ditujukan kepada guru pemula. Guru
pemula melakukan magang di dalam kelas dengan bimbingan guru senior
sesuai dengan bidang studinya. Kegiatan magang biasanya meliputi:
pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan kelas dengan tujuan agar guru
pemula tersebut dapat mengikuti jejak guru senior yang profesional.
12. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan. Pengetahuan dan
pemahaman guru tidak hanya berkutat dengan materi pembelajaran di
buku, tetapi juga perlu pengetahuan yang lebih luas melalui media cetak
dan eletronik, dan bahkan guru diharapkan dapat mengikuti pemberitaan
melalui internet. Guru profesional akan selalu mengikuti perkembangan
pengetahuan dari berbagai sumber media yang tersedia.
13. Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi. Organisasi profesi
memberikan keuntungan yang besar kepada guru (PGRI) untuk
mengembangkan profesionalitasnya dengan membangun sesama
komunitas pembelajaran.
14. Menggalang kerjasama dengan teman sejawat. Kerjasama yang erat
diantara sejawat guru dapat memberikan peluang pengembangan
profesionalnya melalui kegiatan ilmiah dan kegiatan lainnya sehingga
profesionalisme guru meningkat.
15. Pengembangan guru yang dipandu secara individual. Program ini
bertujuan agar guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka sendiri,
mampu belajar aktif serta mengarahkan diri mereka sendiri. Oleh karena
itu, kepala sekolah dan pengawas sekolah seyogyanya memotivasi guru
saat menyeleksi tujuan belajar berdasarkan penilaian personal kebutuhan
mereka.
16. Observasi dan penilaian. Kegiatan ini ditujukan kepada guru agar mereka
dapat mengamati dan menilai program pembelajaran yang dilakukan
sehingga guru memiliki data yang akurat tentang pembelajarannya untuk
kemudian mereka dapat melakukan refleksi dan analisis terhadap
peningkatan proses pembelajaran di kelasnya.

14
17. Pemberian penghargaan. Agar guru giat menjalankan profesinya, maka
diperlukan penghargaan terhadap prestasi yang telah ditorehkan, dan
bahkan penghargaan perlu juga diberikan kepada guru tidak tetap sehingga
tidak perbedaan perlakukan diantara guru.
18. Model defisit. Kepala sekolah dan pengawas sekolah seharusnya
mengatasi defisit atau kekurangan dalam kinerja guru yang dikarenakan
kelemahan guru secara individual dalam menjalankan tugas profesinya.
Untuk itu, pemimpin sekolah perlu menerapkan manajemen kinerja
terhadap guru sehingga apabila guru mengalami kesulitan dalam
menjalankan tugasnya dapat dibantu oleh kepala sekolah dan pengawas
sekolah secara individual.
19. Model cascade atau desiminasi. Karena keterbatasan sumberdaya di
sekolah, guru secara individual dikirim untuk mengikuti pelatihan. Setelah
selesai mengikuti pelatihan, guru tersebut menyebarkan informasi kepada
rekan-rekannya agar mereka juga memperoleh pengetahuan yang sama.
20. Model berbasis standar. Model pengembangan ini menitikberatkan kepada
standar-standar yang harus dipenuhi dalam mengadakan pengembangan
profesional guru. Model ini kurang diminati karena lebih menitikberatkan
pada standar-standar yang harus dipenuhi bukan kepada kompetensi apa
yang harus dimiliki guru sehingga pengelolaan program pengembangan
profesional guru bersifat seragam tidak berdasarkan kebutuhan
pengembangannya.
21. Model mentoring. Model pengembangan ini melibatkan dua guru (guru
pemula dan berpengalaman) dan mengandung unsur konseling dan
profesional. Guru yang berpengalaman memberikan pelatihan kepada guru
pemula agar guru pemula dapat meningkatkan profesionalnya. Ada pula
yang menyatakan model ini adalah model supervisi klinis kepada guru
pemula.

15
Setelah mempelajari berbagai model pengembangan profesional guru
tersebut, maka guru dapat mempertimbangkan model-model tersebut sesuai
dengan kebutuhannya. Masing-masing model mempunyai kelebihan dan
kelemahan, dimana model tersebut menggambarkan seperangkat karakteristik
yang berbeda sehingga penerapan suatu model tertentu tidak disarankan atau
model yang berdiri sendiri.

Setiap model harus dipadukan dengan model-model yang lain supaya


peningkatan profesionalisme guru terus berkelanjutan tanpa adanya pemisahan
antar model, dan bahkan pemaduan antar model tersebut sangat dianjurkan.
Pemilihan model pengembangan profesional yang tepat oleh guru akan
berdampak besar terhadap peningkatan professional guru yang pada akhirnya
juga berdampak pada kualitas pendidikan di Indonesia.7

7
Ahmad Yusuf Sobri, loc.cit hlm. 340.

16
BAB II

TELAAH KRITIS

Dalam telaah ini, bisa dijelaskan dalam bagaimana fenomina dimasyarakat


tentang pengembangan professional guru khususnya di Sampit sendiri upaya
pengembangan profesi guru sudah dilaksanakan yaitu mengikuti kegiatan seminar
pendidikan guna meningkatkan mutu pendidikan di Kotawaringin Timur,
Kalimantan Tengah. Dari kegiatan seminar pendidikan ini juga diharapkan guru
harus terus meningkatkan kompetensinya, meski usaha itu sering terkendala ruang,
waktu, kesempatan, biaya, dan tenaga ahli. Contohnya pada ribuan guru di Sampit
menigkuti seminar pendidikan dan konferensi kerja PGRI. Dengan adanya
seminar ini diharapkan benar-benar bisa menyadarkan para guru bahwa dalam
meningkatkan mutu pendidikan, itu perlu kerja keras.

Kemudian ada upaya pengembangan profesi guru seperti yang dilakukan


oleh para guru SMAN 1 Sampit, Kotawaringin Timur (Kotim) mengikuti
pelatihan rancang pembelajaran inkuiri. Pembelajaran secara inkuiri bertujuan
menumbuhkembangkan kemampuan berpikir, bekerja ilmiah, serta dapat
mengkomunikasikan sebagai aspek keterampilan hidup.

Namun ada jua nilai guru yang bertugas di pedesaan Kabupaten


Kotawaringin Timur lebih rendah dibandingkan para guru yang bertugas di kota.
Hal ini disebabkan desa minim sarana dan prasarana. Jadi, upaya pemerintah
dalam pengembangan profesi guru masih dirasa belum merata dan ini perlu
menjadi perhatian bagi pemerintah. Sehingga pemerintah perlu untuk
meningkatkan mutu guru dengan mendorong kegiatan-kegiatan pengembangan
profesi guru agar pemerataan peningkatan kualitas pendidikan dapat terwujud.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Guru sebagai suatu profesi harus selalu berkembang. Upaya


pengembangan profesionalisme guru perlu terus dilakukan secara
berkelanjutan supaya pengetahuan, pemahaman dan keterampilan mereka
yang berhubungan dengan tugasnya selalu mengikuti perkembangan kemajuan
dunia pendidikan. Berbagai model pengembangan sudah dikemukakan oleh
banyak ahli pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan
guru. Berbagai macam model tersebut akan memberikan pilihan kepada guru
untuk meningkatkan pengembangan profesinya.

Beberapa hambatan pengembangan profesi guru dibedakan menjadi dua,


yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah guru itu sendiri.
Guru sebagai subjek merupakan faktor yang paling menentukan terwujudnya
profesionalitas guru. Faktor eksternal, diantaranya lingkungan yaitu;
lingkungan fisik dan lingkungan sosial, birokrasi, ketidaktersediaan sarana dan
prasarana juga memengaruhi proses pembelajaran, dan sumber daya.

Setelah mempelajari berbagai model pengembangan profesional guru,


maka guru dapat mempertimbangkan model-model tersebut sesuai dengan
kebutuhannya. Masing-masing model mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Pemilihan model pengembangan profesional yang tepat oleh guru akan
berdampak besar terhadap peningkatan professional guru yang pada akhirnya
juga berdampak pada kualitas pendidikan di Indonesia.

18
B. Saran

Diharapkan bagi pembaca khususnya mahasiswa jurusan pendidikan dan


calon guru serta para guru supaya lebih dapat meningkatkan dan
mengembangkan profesinya sehingga menjadi guru yang lebih professional
dan berkualitas dalam upaya menambah wawasan dan memperkaya
pengetahuan peserta didik.

C. Kertikan

Meskipun pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk


mengembangkan profesionalisme guru, jika secara individu guru tersebut
tidak meningkatkan kompetensinya sebagai guru yang professional, maka
dunia pendidikan kita akan tetap tertinggal.

19
DAFTAR PUSTAKA

Barnawi & Mohammad Arifin. 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.

Suprihatiningrum, Jamil. 2014. Guru Profesional: Pedoman Kinerja, Kualifikasi,


& Kompetensi Guru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Yusuf Sobri, Ahmad. 2016. Model-Model Pengembangan Profesionalisme Guru.


http://ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/Artikel-Konaspi-AY-
Sobri.pdf. Diakses pada tanggal 08 Maret 2017.

20

Vous aimerez peut-être aussi