Vous êtes sur la page 1sur 30

PEMBUATAN BIOETHANOL DENGAN LIMBAH

CUCIAN BERAS

DISUSUN OLEH :
RENALDO ARDIAN X MIPA 1 / 25
Muhammad Irsyad Husain X MIPA 1 / 17
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah biologi tentang
limbah dan pemanfaatannya dengan baik.
Adapun makalah ilmiah biologi tentang limbah dan pemanfaatannya ini
telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ilmiah biologi


tentang limbah dan pemanfaatannya ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Kudus, September 2017

Penyusun

Bab I
Pendahuluan
1.1 latar belakang
Kebutuhan akan bahan bakar merupakan kebutuhan yang sangat
penting bagi umat manusia. Bila mencermati informasi dari para pakar
peneliti sumber daya alam. Mereka menyatakan, kandungan sumber
minyak bumi di wilayah Indonesia diprediksikan hanya mampu untuk
mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri sampai tahun 2010. Jadi,
sudah selayaknya semua pihak memikirkan alternatif bahan bakar lain
yang tidak hanya mengandalkan bahan dasar minyak.
Di Indonesia, kebutuhan akan etanol sangat tinggi, karena etanol
memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah untuk industri kosmetik,
tinta, dan percetakan. Selain itu juga karena etanol memiliki sifat yang
tidak beracun maka bahan ini digunakan sebagai pelarut dalam industri
makanan dan minuman maupun sebagai bahan bakar alternatif pengganti
bensin karena aman terhadap lingkungan dan manusia.
Disisi lain, meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia, makin
meningkat pula kebutuhan nasi sebagai makanan pokok. kegiatan
menanak nasi menghasilkan limbah air cucian beras yang selama ini
belum termanfaatkan dengan baik.dari kandungan amilum dalam air
cucian beras, maka dapat dihidrolisa untuk menghasilkan glukosa.
glukosa kemudian difermentasi menjadi ethanol
menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Salah satu alternatif yang
cukup potensial dalam menanggulangi krisis minyak bumi adalah
pemanfaatan air cucian sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.
Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi hampir oleh
seluruh masyarakat Indonesia (>90%), selain itu beras juga berkaitan erat
dengan segala aspek budaya (Anonim, 2004). Bagian terbesar beras
didominasi oleh karbohidrat amilosa dan amilopektin. Beras juga
mengandung protein, vitamin, mineral, dan air. Pada proses pengolahan
beras menjadi nasi beras biasanya dicuci berulang kali hingga dianggap
bersih. Air cucian tersebut biasanya akan langsung dibuang karena
dianggap tidak memiliki nilai apapun, namun sebenarnya air cucian
tersebut masih mengandung karbohidrat, protein, dan vitamin B (Moehyi,
1992) Dari kandungan karbohidrat dalam air cucian beras, maka dapat
dihidrolisa untuk menghasilkan glukosa. Glukosa kemudian difermentasi
secara anaerob menjadi bioetanol menggunakan Saccharomyces
cerevisiae.
Seiring dengan berkembangnya genetika molekuler, S. cerevisiae
juga digunakan untuk menciptakan revolusi terbaru manusia di bidang
rekayasa genetika. S. cerevisiae yang sering mendapat julukan sebagai
super jamur telah menjadi mikroorganisme frontier di berbagai
bioteknologi modern. Tentu saja kegunaan mikroorganisme ini pun
menjadi semakin penting di dunia industri fermentasi.
Saat ini S. cerevisiae tidak saja digunakan dalam bidang fermentasi
tradisional, tetapi mikroorganisme-mikroorganisme S. cerevisiae baru
yang didapatkan dari riset dan aplikasi bioteknologi telah merambah
sektor-sektor komersial yang penting, termasuk makanan, minuman,
biofuel, kimia, industri enzim, pharmaceutical, agrikultur, dan
lingkungan.
Di masa depan, terutama karena krisis energi yang semakin sering
terjadi, etanol yang diproduksi oleh fermentasi jamur ragi ini agaknya
akan mendapat perhatian khusus karena potensinya sebagai biofuel.
Dalam bidang energi, jamur ragi sebagai pabrik etanol merupakan
suatu strategi alternatif yang telah dikembangkan di beberapa negara,
seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. Saat ini biomass
tanaman adalah sumber biofuel yang paling banyak dikembangkan karena
harganya yang murah dan persediaannya yang mudah didapat.
Sayangnya, salah satu penghambat justru adalah langkanya low-cost
technology dalam pengolahan tanaman menjadi etanol. Tentu saja tidak
sembarang jamur ragi dipakai, melainkan beberapa strain S. cerevisiae
yang telah direkayasa daur metabolismenya secara genetika sehingga
dapat menghasilkan etanol secara efektif dan efisien.
Biofuel dalam bentuk etanol merupakan salah satu harapan masa
depan dari super jamur ini. Alasan utama dari penggunaan etanol adalah
sumber energi yang sustainable dan ramah lingkungan serta sangat
menguntungkan secara ekonomi makro terhadap komunitas pedesaan
(petani).
Seiring dengan itu, krisis energi dalam bentuk minyak bumi
diperkirakan akan terjadi sehubungan dengan prediksi bahwa produksi
minyak dunia akan memuncak dalam waktu 25 tahun mendatang dan
selanjutnya menurun secara drastis.
Bagi negara-negara yang relatif miskin sumber daya minyak dan
pengekspor minyak dunia, hal ini sangat mengancam kesejahteraan
mereka, bahkan dapat mengancam pertahanan dan keamanan mereka.
Oleh karena itu, mereka berpacu dengan waktu untuk mengembangkan
dan mengaplikasikan teknologi baru yang dapat memuluskan transisi
energi oil menuju energi biofuel yang dapat diperbarui. Tentu saja, bagi
negara berkembang seperti Indonesia, pekerjaan rumah yang utama
adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya/ Limbah di Indonesia
sehingga dapat mengembangkan ilmu sekaligus memajukan ekonomi
berbasiskan ilmu pengetahuan ini.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimanakah potensi limbah air cucian beras sebagai bahan baku
bioethanol
2. Apakah air cucian beras dapat dijadikan sebagai bahan alternatif?
3. Bagaimanakah proses pembuatan bio ethanol?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui potensi limbah air cucian beras sebagai bahan baku
bioethanol.
2. Untuk mengetahui kemungkinan serta cara membuat
bioethanol dari limbah air cucian beras.

1.4 Manfaat penelitian


1. Penelitian diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada
limbah air cucian beras.
2. Penelitian juga diharapkan dapat memberikan inovasienergi
alternatif bagi industri maupun rumah tangga.

Bab II
Landasan Teori

2.1 Ethanol
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl
(-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara
umum Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia
yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat
(pati) seperti ubi kayu,ubi jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu
yang kemudian dipopulerkan dengan nama Bioethanol.
Bahan baku lain-nya adalah tanaman atau buah yang mengandung
gula seperti tebu,nira,buah mangga,nenas,pepaya,anggur,lengkeng,dll.
Bahan berserat (selulosa) seperti sampah organik dan jerami padi pun saat
ini telah menjadi salah satu alternatif penghasil ethanol. Bahan baku
tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di
seluruh wilayah Indonesia,sehingga jenis tanaman tersebut merupakan
tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan
baku pembuatan bioethanol.
Namun dari semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan
tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat memproduksi
bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan
baku proses produksi bioethanol juga didasarkan pada pertimbangan
ekonomi.
Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan
saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga
meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan
baku, dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter ethanol.
Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi,
kosmetika dan kini sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan
bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol beraneka ragam, sehingga
grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan
penggunaannya. Untuk ethanol yang mempunyai grade 90-95% biasa
digunakan pada industri, sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai
grade 95-99% atau disebut alkohol teknis dipergunakan sebagai campuran
untuk miras dan bahan dasar industri farmasi.
Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai
campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering
dan anhydrous supaya tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-
ethanol harus mempunyai grade tinggi antara 99,6-99,8 % (Full Grade
Ethanol = FGE). Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap
proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.

2.2 Bahan Baku Pembuatan Ethanol


Pada tahun 1995, sekitar 93% etanol dihasilkan dari proses
fermentasi dari bahan biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak
bumi. Menurut Berg (2004), 95% dari etanol yang diproduksi di dunia
sekarang ini adalah bioetanol, yaitu etanol yang berasal dari amber daya
hayati dan dewasa ini dibuat melalui fermentasi bahan bergula.
Bahan baku pembuatan etanol dari biomasa berdasarkan senyawa
penyusunnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tetes tebu
molases, starchy materials/bahan berpati, dan lignoselulosa. Starchy
materials dan lignoselulosa adalah bahan yang potensial untuk
dikembangkan dewasa ini. Contoh bahan berpati adalah singkong.
Sedangkan contoh limbah lignoselulosa yang berasal dari limbah
pertanian yang cukup potensial adalah jerami padi.

2.3 Sifat Fisik Air Cucian Beras


Beras merupakan hasil pengolahan padi (bahasa latin: Oryza
sativa L.). Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras
didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein,
vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.
Dalam kehidupan sehari-hari, proses pencucian beras akan
menghasilkan suatu limbah rumah tangga yang dikenal dengan air cucian
beras. Selama ini limbah air cucian beras tersebut belum pernah
dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga hal ini memicu terjadinya
pencemaran lingkungan
Pada umumnya saat memasak beras, air cuciannya sering sekali
dibuang begitu saja oleh masyarakat. Sedangkan, seperti yang kita ketahui
bahwasanya pada air cucian beras tersebut masih ada terkandung
karbohidrat yang tersuspensi ketika pencucian, begitu juga dengan
Karbohidrat yang terbuang itu oleh mikroorganisme akan dirombak
menjadi produk yang lebih sederhana. Tetapi, jika mikroorganisme
tersebut sudah tidak mampu merombaknya maka akan menimbulkan
aroma yang kurang sedap
Tabel 1 berikut ini menunjukkan komposisi kimia yang terkandung
dalam air cucian beras. Dapat dilihat bahwa kandungan terbesar adalah
karbohidrat (41,3%).
Unsur Kandungan (g)
Karbohidrat 41.3
Protein 26.6
Lemak 18.3
Fosfor 0.029
Kalsium 0.019
Besi 0.004
Vitamin B 0.0002
(Fibria, 2007)

2.4 Amilum
Amilum merupakan polisakarida yang terdapat banyak di alam, yaitu
pada sebagian besar tumbuhan. Amilum atau dalam bahasa sehari-hari
disebut pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian.
(McGilvery&Goldstein, 1996)
Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya
adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya
amilopektin. Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat
dengan ikatan 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka.
Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar
mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik.
Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang,
sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang.
Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena
terdiri atas lebih dari 1.000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam
air dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terbentuk
suatu larutan koloid yang kental. larutan koloid ini apabila diberi larutan
iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul
amilosa yang membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodium akan
memberikan warna ungu atau merah lembayung
2.5 Sifat Amilum
Amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau yang mempunyai Rumus
Molekul (C6H10O5)n, Densitas 1.5 g/cm3.
Dalam air dingin amilum tidak akan larut tetapi apabila suspensi
dalam air dipanaskan akan terjadi suatu larutan koloid yang kental,
memberikan warna ungu pekat pada tes iodin dan dapat dihidrolisis
dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa.
Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam
jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber
energi yang penting. Kandungan patitersusun dari dua macam
karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-
beda.
Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin
menyebabkan sifat lengket. Pati digunakan sebagai bahan untuk
memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri,
pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan
pada industri kosmetika.
2.6 Kegunaan Amilum
Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan
makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai
sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri
kosmetika.
Diatas disebutkan bahwa amilum sering dicampuradukan dengan
kanji. Biasanya kanji dijual dalam bentuk tepung serbuk berwarna putih
yang dibuat dariubi kayu sebelum dicampurkan dengan air hangat untuk
digunakan.
Kanji juga digunakan sebagai pengeras pakaian dengan
menyemburkan larutan kanji cair ke atas pakaian sebelum disetrika. Kanji
juga digunakan sebagai bahan perekat atau lem.
Selain itu, serbuk kanji juga digunakan sebagai penyerap kelembapan,
sebagai contoh, serbuk kanji disapukan pada bagian kelangkang bayi
untuk mengurangi gatal-gatal. Kanji lebih efektif dibandingkan bedak
bayi karena kanji menyerap kelembapan dan menjaga agar pelapis
senantiasa kering. Tes kanji dilakukan untuk mengetes adanya iodin.

2.7 Hidrolis
Hidrolisis Hidrolisis adalah adalah reaksi kimia yang memecah
molekul air (H2O) menjadi kation hidrogen (H+) dan anion hidroksida
(OH−) melalui suatu proses kimia. Proses ini biasanya digunakan untuk
memecah polimer tertentu, terutama yang dibuat melalui polimerisasi
tumbuh bertahap (step-growth polimerization)., Reaksi hidrolisis
merupakan suatu reaksi kimia yang digunakan untuk menetralkan suatu
campuran asam dan basa yang menghasilkan air dan garam. Proses
hidrolisis tersebut memiliki andil yang besar dalam terlaksananya
berbagai macam proses penting dan kebutuhan dalam kehidupan sehari-
hari.
Reaksi hidrolisis antara molekul asam dan basa yang direaksikan
dengan air akan membentuk garam dengan rumus kimia NaCl. NaCl ini
merupakan garam yang digunakan di dabur ibu rumah tangga sebagai
pemberi rasa asin dalam makanan.
Di bidang pertanian, reaksi hidrolisis dimanfaatkan dalam penyesuaian
pH tanah dengan tanaman yang ditanam. Melalui reaksi hidrolisis akan
didapatkan jenis pupuk yang tidak terlalu asam maupun basa. Adapun
molekul kimia yang sering digunakan untuk menurunkan pH pupuk ialah
pelet padat (NH4)2SO4. Apabila garam tersebut direaksikan dalam air,
maka ion NH4+ akan terhidrolisis di dalam tanah membentuk NH3 dan
H+ yang bersifat asam.
Reaksi hidrolisis antara garam yang terbentuk dari HOCl yang
merupakan asam lemah dengan NaOH yang merupakan basa kuat dengan
air akan terjadinya hidrolisis HOCl sehingga menghasilkan ion OH- yang
bersifat basa. Sedangkan NaoH sebgai basa kuat tidak terhidrolisis.
Garam yang terbentuk melalui penggabungan kedua asam basa terdebut
ialah NaOCl. Garam ini merupakan salah satu material yang
dimanfaatkan dalam pembuatan
bayclin atau sunklin untuk memutihkan pakaian kita.
Reaksi hidrolisis memiliki peran penting dalam pemecahan
makanan menjadi nutrisi yang mudah diserap. Sebagian besar senyawa
organik dalam makanan tidak mudah bereaksi dengan air, sehingga
dibutuhkan katalis untuk memungkinkan keberlangsungan proses
ini. Katalis organik yang membantu dengan reaksi dalam organisme
hidup dikenal sebagai enzim. Enzim ini bekerja dengan menerapkan
konsep hidrolisis.
Reaksi hidrolisis berperan penting dalam proses pelapukan batuan.
Proses ini penting dalam pembentukan tanah, dan membuat mineral
penting tersedia bagi tanaman. Berbagai mineral silikat, seperti feldspar,
mengalami reaksi hidrolisis lambat dengan air, membentuk tanah liat dan
lumpur, bersama dengan senyawa larut.
Reaksi hidrolisis memiliki andil dalam penjernihan air. Penjernihan
air minum oleh PAM menerapkan prinsip hidrolisis, yaitu menggunakan
senyawa aluminium fosfat yang mengalami hidrolisis total.

ada 4 tipe hidrolisis:


a). Hidrolisis tanpa katalis Reagensia Grignard sangat diperlukan dalam
sintesis dehidrolisis dengan cepat dan sempurna oleh air. Asam anhidrat,
lactones, lactides dan yang termasuk anhidrit sebagai etilen oksid dengan
cepat dihidrolisis hanya dengan air, reaksi asetat anhidrat lebih cepat
diantara benzoate ataupun ptalat, acetil klorin lebih cepat terhidrolisis
daripada Butyril bromide.
b). Hidrolisis dengan asam Dari observasi Kirchof, pati dapat diubah
menjadi glukosa dengan menggunakan asam. Branconnot menghidrolisis
linen dengan asam sulfat dan didapat gula fermentasi. Penggunaan asam
dalam hidrolisis akan mempercepat hidrolisis dari berbagai bahan seperti
ester, gula dan amida. Penambahan asam dapat mempercepat reaksi,
karena asam sebagai katalisator (ion H+ nya yang diperlukan). Biasanya
yang banyak digunakan untuk hidrolisis adalah asam klorida dan asam
sulfat.
c). Hidrolisis dengan basa Hidrolisis dengan basa dapat digolongkan
menjadi dua macam yaitu:  Hidrolisis dengan basa pada konsentrasi
rendah Dalam hidrolisis ini ion hidroksi merupakan katalisator, seperti ion
hydrogen sebagai katalisator asam. Reaksi ini berlangsung cepat sampai
terbentuk reaksi yang diinginkan.  Hidrolisis dengan basa konsentrasi
tinggi Hidrolisis basa ini berlangsung menggunakan soda kaustik
secukupnya, dengan tekanan dan konsentrasi tinggi.
d). Hidrolisis dengan enzim Enzim adalah protein yang diproduksi dari
sel hidup dan digunakan oleh sel-sel untuk mengkatalisis reaksi kimia
yang spesifik. Hidrolisis enzimatis adalah proses pemecahan polimer
menjadi monomer - monomer penyusunnya dengan bantuan enzim.
Enzim amilase adalah enzim yang mampu menurunkan energi aktivasi
sehingga dapat mempercepat pemecahan rantai polimer polisakarida
menjadi monomer gula penyusunnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi pada proses
hidrolisis:
1. Katalisator Hampir semua reaksi hidrolisis memerlukan katalisator
umtuk mempercepat jalannya reaksi. Katalisator yang dipakai dapat
berupa enzim atau asam sebagai katalisator, karena kerjanya lebih cepat,
pada proses hidrolisa pati biasanya digunakan asam klorida.
2. Waktu reaksi Untuk hidrolisis pada temperatur yang rendah biasanya
dibutuhkan waktu yang lama. Dengan waktu yang lama maka hidrolisis
akan semakin rata dan luas kontak permukaan antara partikel dengan
cairan semakin tinggi, tetapi apabila waktu terlalu lama maka dapat
mengakibatkan sebagian glukosa yang terbentuk mengalami
pengurangan, waktu optimum untuk menghidrolisis pati menjadi gula
berkisar 2 jam.
3. Suhu Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi mengikuti persamaan
Arrhenius. Makin tinggi suhu, makin cepat jalannya reaksi. Untuk
mencapai konversi tertentu diperlukan waktu sekitar 3 jam untuk
menghidrolisa pati ketela rambat pada suhu 100°C. Tetapi kalau suhunya
dinaikkan sampai suhu 135°C, konversi yang sebesar itu dapat dicapai
dalam 40 menit.
4. Pengadukan Supaya zat pereaksi dapat saling bertumbukan dengan
sebaik-baiknya, maka perlu adanya pencampuran. Untuk proses batch, hal
ini dapat dicapai dengan bantuan pengaduk atau alat pengocok. Apabila
prosesnya berupa proses alir (kontinyu), maka pencampuran dilakukan
dengan cara mengatur aliran di dalam reaktor supaya berbentuk olakan.
5. pH (derajat keasaman) pH merupakan faktor yang mempengaruhi
proses hidrolisis sehingga dapat dihasilkan hidrolisis yang sesuai dengan
yang diinginkan. pH yang baik untuk proses hidrolisis dengan asam
adalah 2,3.
2.8 Bioethanol
Bahan bakar etanol adalah etanol (etil alkohol) dengan jenis yang sama
dengan yang ditemukan pada minuman beralkohol dengan penggunaan
sebagai bahan bakar. Etanol seringkali dijadikan bahan
tambahan bensinsehingga menjadi biofuel. Produksi etanol dunia untuk
bahan bakar transportasi meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu 7
tahun, dari 17 miliar liter pada tahun 2000 menjadi 52 miliar liter pada
tahun 2007. Dari tahun 2007 ke 2008, komposisi etanol pada bahan bakar
bensin di dunia telah meningkat dari 3.7% menjadi 5.4%
Etanol (C2H5OH) atau etil-alkohol merupakan hidrokarbon berikatan
tunggal, tidak berwarna dan tidak berasa tetapi memiliki bau yang khas.
Etanol memiliki sifat fisika antara lain titik didih 73,32oC, titik kritis
243,1oC, serta densitas 0,7893 g/mL pada suhu 20oC
Manfaat dari Ethanol sendiri adalah :
1. Sebagai obat antiseptik pada luka dengan kadar 70%
2. Bahan baku barang industri seperti zat warna, parfum, dan essence
buatan.
3. Untuk kepentingan industri misalnya sebagai pelarut bahan bakar
ataupun diolah kembali menjadi bahan lain
4. Untuk membuat minuman keras seperti bir dan wisky

2.9 Bioethanol Sebagai Bahan Bakar


Etanol dapat digunakan sebagai bioenergi. Etanol merupakan salah satu
bahan baku alternatif pengganti energi minyak dan gas pada kendaraan
bermotor dan pabrik. Hingga saat ini konsumsi etanol dunia sekitar 63
persen untuk bahan bakar, terutama di Brasil, Amerika Utara, Kanada,
Uni Eropa, dan Australia. Uji coba juga telah dilakukan di Indonesia.
Tahun 1982, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
membangun pabrik percontohan pembuatan etanol dan perkebunan bahan
bakunya, yaitu ubi kayu atau singkong, di daerah transmigrasi Tulang
Bawang, Lampung Utara.
Makin tingginya harga minyak mentah, etanol sebagai campuran bahan
bakar kendaraan memiliki prospek bagus yang berfungsi sebagai
penambah volume BBM, peningkat angka oktan, dan sebagai sumber
oksigen untuk pembakaran yang lebih bersih pengganti (methil tertiary-
butil ether/MTBE). Hal ini dikarenakan etanol mengandung 35 persen
oksigen, maka etanol dapat meningkatkan efisiensi pembakaran. Etanol
juga ramah lingkungan karena emisi gas buangnya rendah kadar karbon
monoksida, nitrogen oksida, dan gas-gas rumah kaca yang menjadi
polutan.
2.10 Proses Pembuatan Bioethano
Proses pembuatan alkohol secara industri tergantung pada bahan bakunya.
Bahan yang mengandung gula biasanya tidak atau sedikit saja
memerlukan pengolahan pendahuluan. Tetapi bahan-bahan yang
mengandung pati, selulosa atau hemiselulosa harus dihidrolisa terlebih
dahulu sehingga menjadi gula yang dapat difermentasikan.
Etanol dapat dihasilkan dari peragian atau fermentasi karbohidrat, dimana
prinsip pembentukan etanol adalah pelepasan energi yang tersimpan pada
bahan – bahan organik yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi
dengan bantuan mikroba. Terdapat beberapa jenis mikroba yang memiliki
kemampuan untuk menfermentasikan etanol diantaranya khamir dan
bakteri. Proses pembentukan etanol dengan perantara mikroba berjalan
secara anaerobik dan untuk yeast secara mikroaerobik
Produksi ethanol dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohidrat, dilakukan melalui konversi karbohidrat menjadi gula yang
larut dalam air. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula larut
dalam air dilakukan dengan penambahan air dan enzim. Kemudian
dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan
penambahan yeast atau ragi. Proses fermentasi dimaksudkan untuk
mengubah gula menjadi etanol (alkohol) dengan menggunakan strain
mikroorganisme. Etanol yang dihasilkan dapat ditingkatkan kualitasnya
dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan. Proses
fermentasi sangat berpengaruh dari kondisi pH dan temperatur fermentasi.
Selain itu fermentasi alkohol ditentukan oleh nutrisi (zat gizi) dan kondisi
udara untuk kehidupan ragi. Dalam proses pembuatan alkohol, selain
tergantung pada bahan baku yang digunakan juga tergantung pada faktor-
faktor yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan mikroba yang
digunakan.

Beberapa tahap utama yang dilakukan dalam proses fermentasi yaitu :


a. Seleksi mikroorganisme yang akan digunakan.
b. Seleksi media yang akan digunakan.
c. Sterilisasi semua bagian yang penting agar tidak terkontaminasi
mikroorganisme lain.
d. Evaluasi proses dan hasil secara keseluruhan.

2.11 Saccharomyces cerevisiae


Saccharaomyces cerevisiae adalah nama spesies yang termasuk
dalam khamir berbentuk oval. Saccharomyces cerevisiae berfungsi dalam
pembuatan roti dan bir, karena Saccharomyces bersifat fermentatif
(melakukan fermentasi, yaitu memcah glukosa menjadi karbon dioksida
dan alkohol) kuat. Namun, dengan adanya oksigen, Saccharomyces juga
dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbon
dioksida dan air.
Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal
dengan nama jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri
fermentasi. Karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol inilah,
S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally Regarded
as Safe) yang paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan berbagai
minuman beralkohol, mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan
oleh manusia ini memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang
pertama di dunia.
Saccharomyces cerevisiae tergolong eukariot yang secara morfologi
hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval
atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Dapat berkembang biak
dengan membelah diri melalui "budding cell" . Reproduksinya dapat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia
bagi pertumbuhan sel . Penampilan makroskopik mempunyai koloni
berbentuk bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur
lunak dan memiliki sel bulat dengan askospora 1-8 buah (NIKON,2004 ;
LANDECKER, 1972 ; LODDER, 1970) .
Saccharomyces cerevisiae merupakan fungi mikroskopis,
bersel tunggal dan tidak memiliki badan buah, sering disebut sebagai ragi,
khamir, atau yeast. Reproduksi vegetatifnya adalah dengan membentuk
kuncup atau tunas (budding). Pada kondisi optimal, khamir dapat
membentuk lebih dari 20 tunas. Tunas-tunas tersebut semakin membesar
dan akhirnya terlepas dari sel induknya.
Tunas yang terlepas ini kemudian tumbuh menjadi individu
baru. Reproduksi generatif terjadi dengan membentuk askus
dan askospora. Askospora dari 2 tipe aksus yang berlainan bertemu
dan menyatu menghasilkan sel diploid. Selanjutnya
terjadi pembelahan secara meiosis, sehingga beberapa askospora
(haploid) dihasilkan lagi. Askospora haploid tersebut berfungsi secara
langsung sebagai sel ragi baru. Cara reproduksi fungi secara seksual ini
terjadi saat reproduksi aseksual tidak bisa dilakukan, misalnya bila suplai
makanan terganggu atau lingkungan hidupnya tidak mendukung
Semua strain Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh aerobik pada
glukosa, maltosa, dan trehalosa. Kemampuan ragi untuk menggunakan
gula yang berbeda dapat berbeda tergantung pada apakah mereka tumbuh
aerobik atau anaerobik. Beberapa strain tidak dapat tumbuh anaerobik
pada sukrosa dan trehalosa.
Semua strain dapat menggunakan amonia dan urea sebagai sumber
nitrogen tunggal, tetapi tidak dapat menggunakan nitrat, karena mereka
tidak memiliki kemampuan untuk mengurangi mereka untuk ion
amonium. Mereka juga dapat menggunakan kebanyakan asam amino,
peptida kecil, dan basa nitrogen sebagai sumber nitrogen. Ragi juga
memiliki persyaratan untuk fosfor, yang berasimilasi sebagai dihidrogen
fosfat ion, dan belerang, yang dapat diasimilasikan sebagai sebuah ion
sulfat atau sebagai senyawa sulfur organik seperti asam amino metionin
dan sistein. Beberapa logam, seperti magnesium, zat besi, kalsium, dan
seng, juga diperlukan untuk pertumbuhan yang baik dari ragi.

2.12 Proses Fermentasi


Setiap mikroorganisme seperti layaknya makhluk hidup pasti
membutuhkan makanan sebagai sumber energi. Sumber energi utama
bagi hampir semua makhluk hidup adalah karbohidrat, mulai dari yang
rantai panjang seperti pati sampai yang paling sederhana (mono dan
disakarida).
Monosakarida paling utama adalah glukosa, gula dengan rumus
kimia C6H12O6. Hampir semua makhluk hidup mengolah karbohidrat
menjadi glukosa, menyebabkan glukosa menjadi muara utama dari
metabolisme karbon.

Kita mengkonsumsi karbohidrat dalam bentuk nasi untuk


selanjutnya diolah menjadi glukosa. Di dalam sel-sel tubuh kita, glukosa
dengan adanya oksigen diubah menjadi karbondioksida yang dilepas oleh
paru-paru kita. Reaksinya:
C6H12O6 (aq) + 6O2 (g) → 6CO2 (g) + 6H2O (l) , ΔG = -2880 kJ per
mole of C6H12O6
Reaksi berantai respirasi yang terdiri dari pemecahan glukosa
(glycolysis), citric acid cycle, dan oxidative phosporylation
Yeast dan beberapa jenis bakteri (Z. mobilis, E. coli) juga
melakukan proses yang sama seperti di gambar di atas jika oksigen
tersedia (aerob). Namun jika tidak ada oksigen (anaerob),
mikroorganisme ini mampu menempuh jalur metabolisme lain yang bisa
menghasikan energi juga walaupun hanya sekitar 5-10 % dibanding
kondisi aerob.
Jika kita langsung mati lemas tanpa oksigen, yeast misalnya mampu
mengolah glukosa dan bertahan hidup. Ini karena yeast memiliki gen-gen
yang merupakan kode-kode guna mensintesis enzim-enzim untuk
fermentasi glukosa. Hasil dari fermentasi glukosa sangat tergantung jenis
mikroorganisme. Yeast mengfermentasi glukosa menjadi ethanol dan
sedikit glycerol Fermentasi anaerob menghasilkan ethanol

2.13 Fermentasi
fermentasi berasal dari kata Latin Fermentyang berarti "enzim". Fermentasi
adalah suatu proses penguraian zat dari molekul kompleks menjadi molekul
yang lebih sederhana menggunakan fasilitas enzim pengurai, dan dihasilkan
energi. Peristiwa ini sering dilakukan oleh golongan organisme tingkat
rendah seperti bakteri dan ragi, sehingga peristiwa ini sering disebut
juga peragian, seperti pada pembuatan tape (peuyeum). Pada proses
fermentasi, glukosa diubah secara anaerob yang meliputi glikolisis dan
pembentukan NAD. Fermentasi menghasilkan energi yang relatif kecil dari
glukosa. Fermentasi dibedakan menjadi dua tipe reaksi, yakni fermentasi
alkohol dan fermentasi asam laktat

 Fermentasi Alkohol: Pada fermentasi alkohol, asam piruvat diubah


menjadi etanol atau etil alkohol melalui dua langkah reaksi,
langakah pertama dengan pembebasan CO2 dari asam piruvat yang
kemudia diubah menjadi asetaldehida, dan langkah kedua dengan
reaksi reduksi asetaldehida oleh NADH menjadi etanol. NAD yang
terbentuk akan digunakan untuk glikolisis.
 Fermentasi Asam Laktat: fermentasi asam laktat adalah
fermentasi glukosa yang menghasilkan asam laktat. Fermentasi
asam laktat dimulai dengan glikolisis yang menghasilkan asam
piruvat, kemudian berlanjut dengan perubahan asam piruvat
menjadi asam laktat. Pada fermentasi asam laktat, asam piruvat
bereaksi secara langsung dengan NADH membentuk asam laktat.
Fermentasi asam laktat dapat berlangsung ketika pembentukan keju
dan yoghurt.
2.14 Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi yaitu:
1. Jenis mikroba yang digunakan Ada tiga karakteristik penting yang harus
dimiliki oleh mikroba bila akan digunakan dalam fermentasi:
a) Mikroba harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan
lingkungan yang cocok dan mudah untuk dibudidayakan dalam jumlah
besar.
b) Organisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur atau memecah
komponen yang komplek menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga
lebih mudah dicerna, dan menghasilkan enzim-enzim esensial dengan
mudah dan dalam jumlah besar agar perubahan perubahan kimia yang
dikehendaki dapat terjadi. c) Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi
pertumbuhan dan produksi maksimum secara komparatif harus sederhana .
2. pH (Derajat Keasaman) Menurut Prescott dan Dunn (1959), untuk
mendapatkan ph yang optimum (4,0-4,5) dapat dilakukan dengan
menambahkan asam, misalnya asam sitrat, tartarat, atau malat dan bisa juga
dengan menambah basa, misalnya KOH. Selama fermentasi, ph akan
menurun dari ph semula. Penurunan ph disebabkan sebagian alkohol diubah
menjadi asam-asam organik.
3. Suhu Mikroorganisme mempunyai temperatur maksimal, optimal, dan
minimal untuk pertumbuhannya. Temperatur optimal untuk Saccharomyces
cerevisiae berkisar antara 25-30 oC dan temperatur maksimal antara 35-47
oC. Beberapa jenis Saccharomyces cerevisiae dapat hidup pada 11 suhu 0
oC. Temperatur selama fermentasi perlu mendapatkan perhatian, karena di
samping temperatur mempunyai efek yang langsung terhadap pertumbuhan
khamir juga mempengaruhi komposisi produk akhir.
4. Oksigen Tersedianya oksigen pada fermentasi dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Jamur mempunyai sifat aerobik
(memerlukan oksigen), sedangkan khamir bersifat aerobik atau anaerobik
tergantung pada kondisinya. Adanya oksigen juga dapat memperkecil kadar
etanol yang didapat. Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu
aerob obligat (tumbuh jika persediaan oksigen banyak), aerob fakultatif
(tumbuh jika oksigen cukup juga dapat tumbuh secara anaerob), anaerob
obligat (tumbuh jika tidak ada oksigen), dan anaerob fakultatif (tumbuh jika
tidak ada oksigen juga dapat tumbuh secara aerob) (Gaman and Sherrington.
5. Makanan (Nutrisi) Semua mikroorganisme memerlukan nutrien yang
menyediakan energi biasanya diperoleh dari subtansi yang mengandung
karbon. Dalam banyak keadaan bila konsentrasi nutrien semakin meningkat,
maka suatu daerah penghambatan substrat akan terjadi. Dalam industri
fermentasi dibutuhkan substrat yang murah, mudah tersedia dan efisien
penggunaanya (Thontowi, 2007). Selulosa mulai banyak digunakan sebagai
substrat fermentasi karena mudah didapat dan harganya murah. Sumber
selulosa pada umumnya dalam bentuk limbah, misalnya jerami, bonggol
jagung, libah kayu dan sampah organik. Biasanya penggunaan selulosa
sebagai sumber karbon tidak dapat langsung, tetapi harus mengalami
hidrolisa terlebih dahulu secara kimia ataupun enzimatik. Glukosa yang
dihasilkan dari hidrolisis selulosa dapat digunakan untuk memproduksi
etanol.
2.15 Bahan Bakar Fosil
Tumbuhan,batu bara, minyak bumi, dan gas alam menyediakan energi
yang pada mulanya berasal dari matahari. Melalui proses photosintesis,
tumbuhan menyimpan energi yang dapat diperoleh kembali melalui
pembakaran tumbuhan itu sendiri atau pelapukan tumbuhan yang diubah
menjadi bahan bakar fosil. Semua bahan bakar fosil yang ada pada saat
ini dibentuk selama jutaan tahun yang lampau ketika hewan dan tanaman
aquatik terkubur dan tertekan oleh lapisan sedimen di bagian bawah laut
dan lumpur. Selama waktu itu materi-materi organik diubah menjadi
minyak bumi, gas dan batubara, yang saat ini merupakan sumber utama
energi migas. Jadi contoh bahan bakar fosil adalah minyak bumi, gas
alam, dan batubara.
Minyak bumi adalah cairan kental berwarna gelap yang tersusun dari
campuran senyawa karbon, yaitu senyawa yang mengandung karbon dan
hidrogen. Komposisi minyak bumi sangat beragam, mulai dari
hidrokarbon dengan jumlah atom karbon rendah sampai tinggi (5-25 atom
karbon membentuk rantai karbon). Gas alam biasanya diasosiasikan
dengan deposit minyak bumi yang pada umumnya merupakan gas
metana, sisanya gas etana, propana, dan butana.
Gas alam dan minyak bumi digunakan bersama-sama sekitar tiga per
empat dari bahan bakar fosil yang dikonsumsi per tahun. Gas alam cair
yang utama adalah metana, CH4, dan kadang-kadang mengandung sedikit
etana, propana dan butana. Kalor pembakaran per mol gas alam adalah:
CH4(g) + O2(g) → CO2(g) + 2H2O(g) ∆Ho = -802 kJ
Nilai ∆Ho ini setara dengan 50,1 kJ per gram bahan bakar gas alam.
Minyak bumi adalah campuran senyawa karbon yang sangat kompleks.
Bensin yang diperoleh dari minyak bumi melalui proses kimia dan fisika
menggandung banyak senyawa hidrokarbon berbeda. Salah satu
hidrokarbon dalam bensin adalah oktan, C8H18. Pembakaran senyawa
oktan melepaskan kalor sebanyak 5074 kJ/mol.
C8H18(l) + 25/2 O2(g) → 8CO2(g) + 92H2O(g) ∆Ho = -5074 kJ
Nilai ∆Ho ini setara dengan 44,4 kJ/g. Harga ini menunjukan alasan
mengapa bahan bakar fosil cair lebih populer sebab minyak bumi
melepaskan kalor lebih besar dibandingkan batubara untuk jumlah yang
sama.
Antrasit atau batubara keras adalah jenis batubara paling tua, diperkirakan
mulai terbentuk sekitar 250 juta tahun yang lalu dan mengandung karbon
lebih dari 80%. Batubara bituminit adalah jenis batubara paling
muda,mengandung karbon sekitar 45% sampai 65%. Pembakaran
batubara dalamoksigen akan menghasilkan kalor sebesar 30,6 kJ/g.Kita
dapat membandingkan nilai ini dengan kalor pembakaran karbon (grafit).
C(grafit) + O2(g) → CO2(g) + 2H2O(g) ∆Ho = -393,5 kJ
Harga tersebut berlaku untuk satu mol karbonn. Jadi untuk satu gram
karbon sama dengan 32,8 kJ/g. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan yang
diperoleh dari pembakaran batubara.

2.16 Kondisi Minyak Indonesia


Sejak tahun 1990an produksi minyak mentah Indonesia telah mengalami
tren penurunan yang berkelanjutan karena kurangnya eksplorasi dan
investasi di sektor ini. Di beberapa tahun terakhir sektor minyak dan gas
negara ini sebenarnya menghambat pertumbuhan PDB. Target-target
produksi minyak, ditetapkan oleh Pemerintah setiap awal tahun, tidak
tercapai untuk beberapa tahun berturut-turut karena kebanyakan produksi
minyak berasal dari ladang-ladang minyak yang sudah menua. Saat ini,
Indonesia memiliki kapasitas penyulingan minyak yang kira-kira sama
dengan satu dekade lalu, mengindikasikan bahwa ada keterbatasan
perkembangan dalam produksi minyak, yang menyebabkan kebutuhan
saat ini untuk mengimpor minyak demi memenuhi permintaan domestik.

Penurunan produksi minyak Indonesia dikombinasikan dengan


permintaan domestik yang meningkat mengubah Indonesia menjadi
importir minyak dari tahun 2004 sampai saat ini, menyebabkan Indonesia
harus menghentikan keanggotaan jangka panjangnya (1962-2008) di
OPEC. Kendati begitu, Indonesia akan bergabung kembali dengan OPEC
pada Desember 2015.

Tabel di bawah menunjukkan produksi minyak yang menurun selama satu


dekade terakhir. Tabel ini dibagi dalam dua angka produksi, yang pertama
diambil dari perusahaan minyak dan gas multinasional BP Global (angka-
angkanya mencakup minyak mentah, shale oil, oil sands dan gas alam
cair), dan angka-angka produksi yang kedua bersumber dari Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (angka-angka
ini mencakup minyak mentah dan kondensat minyak).

Produksi Minyak Bumi Indonesia¹:

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
BP Global 996 972 1,003 990 1,003 942 918 882 852 825
SKKMigas 1,006 954 977 949 945 900 860 826 794 786
¹ dalam ribuan barrels per day (bpd)
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2016 and SKKMigas

Kurangnya eksplorasi dan investasi-investasi lain di sektor minyak ini


telah menyebabkan penurunan dalam produksi minyak Indonesia yang
disebabkan karena manajemen yang lemah dari pemerintah, birokrasi
yang berlebihan, kerangka peraturan yang tidak jelas serta ketidakjelasan
hukum mengenai kontrak. Hal ini menciptakan iklim investasi yang tidak
menarik bagi para investor, terutama bila melibatkan investasi jangka
panjang yang mahal.

Secara kontras, konsumsi minyak Indonesia menunjukkan tren naik yang


stabil. Karena jumlah penduduk yang bertumbuh, peningkatan jumlah
penduduk kelas menengah, dan pertumbuhan ekonomi; permintaan untuk
bahan bakar terus-menerus meningkat. Karena produksi domestik tidak
bisa memenuhi permintaan domestik, Indonesia mengimpor sekitar
350.000 sampai 500.000 barel bahan bakar per hari dari beberapa negara.

Konsumsi Minyak di Indonesia:

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Bpd¹ 1,303 1,244 1,318 1,287 1,297 1,402 1,589 1,631 1,643 1,676 1,628
¹ dalam ribuan
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2016

Kebanyakan proses produksi minyak Indonesia terkonsentrasi di


cekungan-cekungan yang ada di wilayah barat negara ini. Namun, karena
hanya sedikit penemuan minyak baru yang signifikan di wilayah Barat ini,
Pemerintah telah mengubah fokusnya ke wilayah Timur Indonesia.
Kendati begitu, cadangan minyak yang terbukti di seluruh negara ini telah
turun dengan cepat menurut sebuah publikasi dari perusahaan minyak BP.
Di 1991 Indonesia memiliki 5,9 miliar barel cadangan minyak terbukti
namun jumlah ini telah menurun menjadi 3,7 miliar barel pada akhir 2014.
Sekitar 60% dari potensi ladang minyak baru Indonesia berlokasi di laut
dalam yang membutuhkan teknologi maju dan investasi modal yang besar
untuk memulai produksi.

Bab III
Metodologi Penelitian

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu : 2 November 2016 - 13 November 2016
Tempat : Desa Megawon

3.2 Alat dan Bahan


Peralatan
1. Erlenmeyer
2. Labu distilasi
3. Tabung Reaksi
4. Beaker Glass
5. Thermometer
6. Gelas Ukur

Bahan-bahan yang Digunakan


1. Air cucian beras
2. yeast

3.2 Prosedur Penelitian


1. Air cucian beras di taruh di Erlenmeyer.
2. Menambahkan Yeast (saccharomyeces) ke dalam Erlenmeyer
kemudian ditutup menggunakan penutup khusus Erlenmeyer
3. Tunggu kurang lebih 1 minggu
4. Setelah fermentasi selesai, hasil fermentasi kemudian di destilasi
dengan suhu 60-65 derajat karena ethanol menguap pada suhu
sekian.

5. Hasil dari destilasi adalah ethanol yang sudah dipisahkan dari

larutan.
6. Hasil diuji dengan dibakar
Bab IV
Simpulan

4.1 Analisis Hasil


Sebelum larutan hasil fermentasi didistilasi, telah dilakukan
penyaringan terlebih dahulu agar proses distilasi dapat berjalan lebih
mudah. Penyaringan dilakukan sebanyak dua kali hingga larutan tidak
terlihat partikel solid di dalamnya. Pada penelitian ini, distilasi dilakukan
dengan menggunakan rangkaian alat yang terdiri dari labu distilasi,
kondensor, termometer dan penampung distilat. Suhu distilasi dijaga
antara 70-80oC . Hal ini bertujuan agar komponen yang teruapkan hanya
ethanol, dimana titik didih etanol sebesar 78,4oC dan titik didih air 100oC.
Adapun indikator suhu menggunakan termometer.
Distilasi dilakukan selama 1 jam. Selama proses distilasi terjadi
penguapan pada larutan dalam labu distilasi. Sebagian uap tersebut masuk
ke dalam tube kondensor, tetapi tidak mengalami kondensasi. Hal ini
disebabkan transfer panas yang tidak maksimal. Pada proses distilasi ini,
terhitung suhu air sebesar 30o.
Pada akhir distilasi, tidak dapat dilakukan pengukuran kadar etanol
dan yield etanol karena distilat yang diperoleh hannya dapat membentuk
film pada dinding gelas penampung. Hal ini menunjukkan bahwa proses
distilasi ini tidak berjalan dengan baik

4.2 Simpulan
Dari beberapa uraian yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Limbah air cucian beras berpotensi sebagai bahan baku
bioetanol karena mengandung amilum dan dapat dihidrolisa
sehingga dapat meningkatkan konsentrasi glukosa sebesar 200%.
2. Limbah air cucian beras dapat diubah menjadi etanol melalui
proses fermentasi anaerobik menggunakanSaccharomyces
cerevisiae dengan yiel sebesar 42%.
4.3 Saran
Dari beberapa uraian yang telah disebutkan, maka penulis memberikan
beberapa saran yaitu
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mencari teknik
hidrolisa yang efektif digunakan pada hidrolisa air cucian beras
menjadi glukosa.
2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mencari
perbandingan yeast:substrat yang optimum agar mendapatkan yield
maksimum
3. Distilasi etanol sebaiknya dilakukan menggunakan distilasi
khusus karena etanol memiliki sifat azeotrop sehingga tidak mudah
dipisahkan dari larutan.

Vous aimerez peut-être aussi