Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A B
Gambar 3.1. A. Sampel padat setelah 12 jam inkubasi; B. Sampel cair setelah 12 jam inkubasi.
Hasil metode TPC untuk sampel padat setelah inkubasi 12 jam (Gambar 3.1.) didapatkan 51 jumlah
koloni. Perhitungan TPC menggunakan rumus sebagai berikut:
TPC (CFU/ml) = Jumlah koloni per cawan x (1/faktor pengenceran) (Salosa, 2013)
TPC (CFU/ml) = 51 x (1/10-3)
TPC (CFU/ml) = 5,1 x 104 CFU/ml.
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa bahan-bahan (agar-agar, mutiara, nata de coco, dawet,
cincau, kolang-kaling, dan roti) yang digunakan dalam sampel padat tidak layak untuk dikonsumsi karena
produk makanan dapat dikategorikan aman jika sesuai standar BPOM RI No. 16 tahun 2016, yaitu total
koloni bakteri (Total Plate Count/TPC) tidak melebihi 1x104 coloni forming unit / per ml (CFU/ml) (BPOM
RI, 2016).
Sampel cair setelah inkubasi 12 jam (Gambar 3.1.), diperoleh 1 koloni bakteri dengan hasil perhitungan
rumus TPC sebagai berikut:
TPC (CFU/ml) = Jumlah koloni per cawan x (1/faktor pengenceran) (Salosa, 2013)
TPC (CFU/ml) = 1 x (1/10-3)
TPC (CFU/ml) = 1 x 103 CFU/ml.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa es batu yang digunakan sebagai sampel cair memenuhi syarat mutu
BPOM RI No. 16 tahun 2016, di mana dikatakan aman suatu air minum jika total koloni bakteri (Total Plate
Count/TPC) tidak melebihi 1x103 CFU/ml (BPOM RI, 2016).
3.2. Pembahasan
Wisata Kuliner Deles Surabaya dengan luas 11 x 140 m yang terletak di Jalan Arief Rachman Hakim,
Klampis Ngasem, Sukolilo, Surabaya memiliki 36 kios yang berjajar, di mana salah satu kios yang dijadikan
tempat pengambilan sampel es campur memiliki luas 4 x 3 m dan memiliki dapur serta tempat cuci kecil di
bagian belakang. Pedagang mengunakan etalase untuk meletakkan produk jualan mereka. Semua bahan
untuk membuat es campur disimpan dalam toples-toples kaca tertutup, sedangkan peralatan yang digunakan,
seperti sendok sayur (ladle) hanya direndam dalam wadah berisi air untuk kemudian digunakan kembali,
untuk es batu disimpan dalam termos tertutup, namun penjual mengambil dan memasukkan es batu ke dalam
es campur menggunakan tangan kosong, sehingga higienitas minuman yang disajikan oleh penjual belum
tentu terjaga dikarenakan kurangnya pengetahuan para pedagang akan penerapan sanitasi yang baik
(Ningsih, 2014). Selain itu es campur dipilih sebagai sampel uji higienitas, karena menurut Ningsih (2014)
dalam pertumbuhannya bakteri memerlukan air, oleh karena itu bahan makanan yang mengandung cairan
lebih cepat busuk dibandingkan dengan bahan makanan atau minuman kering.
Uji MPN (Most Probable Number) merupakan metode untuk mengukur konsentrasi dari
mikroorganisme hidup pada sampel dengan cara mereplikasi pertumbuhan broth dalam pengenceran 10 kali
lipat. Asumsi dasar dari metode MPN adalah bahwa satu sel hidup menghasilkan kekeruhan media uji di
bawah kondisi yang digunakan (Sutton, 2010). Terbentuknya gas dalam tabung Durham disebabkan adanya
fermentasi laktosa menjadi gas dan asam oleh bakteri koliform dan Escherichia coli (Jasmadi dkk., 2014).
Kehadiran bakteri koliform merupakan indikator biologi adanya kontaminasi feses terhadap makanan. Salah
satu anggota kelompok koliform adalah Escherichia Coli. Karena Escherichia coli adalah bakteri koliform
yang ada pada kotoran manusia, maka Escherichia coli sering disebut sebagai Coliform fecal (Aditia dan
Muthiadin, 2015). Hasil dari uji MPN untuk sampel padat adalah >1100 MPN/100 ml, sedangkan pada
sampel cair 21 MPN/100 ml. Jika dikaitkan dengan literatur, standar nilai MPN menurut BPOM RI No. 16
tahun 2016 untuk makanan olahan, seperti agar-agar, cincau, nata de coco, dan sebagainya adalah < 3
MPN/ml sehingga dapat dinyatakan bahwa es campur tidak layak konsumsi, meskipun hasil uji MPN pada es
batu sebagai sampel cair menunjukkan hal sebaliknya, yakni 21 MPN/100 ml, di mana nilai tersebut sudah
sesuai standar MPN untuk air minum, yang diharuskan memiliki angka <1,0 MPN/ml.
Pada metode TPC (Total Plate Count) diperoleh hasil yang tidak jauh berbeda dari metode MPN, yaitu
untuk sampel padat didapatkan 5,1 x 104 CFU/ml yang mana tidak sesuai dengan standar BPOM RI No. 16
tahun 2016, yakni total koloni bakteri (Total Plate Count/TPC) tidak melebihi 1x104 coloni forming unit / ml
(CFU/ml) (BPOM RI, 2016). Sedangkan pada sampel cair diperoleh nilai 1 x 103 CFU/ml di mana masih
memenuhi syarat mutu BPOM RI No. 16 tahun 2016, yang menyatakan aman suatu air minum jika total
koloni bakteri (Total Plate Count/TPC) tidak melebihi 1x103 CFU/ml (BPOM RI, 2016). Prinsip dari metode
TPC adalah jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan dalam media, maka mikroba tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan kemudian dihitung tanpa
menggunakan mikroskop (Irfan, 2014). Rumus yang digunakan dalam perhitungan TPC adalah sebagai
berikut:
TPC (CFU/ml) = Jumlah koloni per cawan x (1/faktor pengenceran) (Salosa, 2013).
Es batu dinyatakan layak konsumsi karena es batu yang digunakan merupakan es batu pabrikan, di
mana mulai dari proses pembuatan, pengemasan, pendistribusian, sampai penyajian telah terjaga
higienitasnya (Rifta dkk., 2016). Bahan-bahan dalam pembuatan es campur memiliki nilai kontaminan yang
paling tinggi jika dibandingkan dengan es batu, hal ini dapat disebabkan karena adanya kontaminasi pada
peralatan, pengetahuan akan higienis pedagang, dan sanitasi tempat pengolahan minuman masih kurang
(Pratiwi, 2007). Faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada kebiasaan penjual yang hanya mencelupkan
peralatan (untuk mengambil bahan es campur) ke dalam air di suatu wadah dan nantinya dipakai kembali.
Selain itu, biasanya alat-alat yang digunakan juga disimpan dan dibiarkan begitu saja setelah dipakai,
sehingga menambah resiko terjadinya kontaminasi bakteri patogen (Kurniadi, 2013) . Ketika proses melayani
pembeli, terjadi ketidaksengajaan di mana agar-agar yang sudah dimasukkan ke dalam plastik terjatuh di atas
nampan berisi peralatan dan bahan lain, lalu oleh penjual dimasukkan kembali agar-agar tersebut ke dalam
plastik menggunakan tangan kosong. Kejadian ini dikuatkan dengan pernyataan Ningsih (2014) bahwa faktor
kemungkinan masuknya bakteri kedalam makanan antara lain pada waktu makanan disiapkan, pada waktu
makanan diolah, pada waktu makanan disimpan, dan pada waktu disajikan. Penggunaan tangan yang tidak
bersih dapat menjadi sumber kontaminasi bakteri patogen. Dimulai saat membuat hingga menyajikan perlu
diperhatikan kebersihan tangan, tangan yang tidak dicuci dengan sabun dan menyentuh minuman dapat
meningkatkan resiko pencemaran bakteri patogen. Sehingga saat melakukan penjamahan makanan perlu
digunakan sarung tangan (Naria, 2005).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum uji higienitas es campur di tempat Wisata Kuliner Deles Surabaya adalah
pada uji TPC dan MPN menunjukkan sampel padat yang berupa bahan-bahan membuat es campur, seperti
agar-agar, jeli, cincau, dawet, dan lain-lain lebih banyak mengandung kontaminan serta tidak layak
dikonsumsi daripada sampel cair yang berupa es batu, di mana sampel padat pada uji TPC dihasilkan nilai
5,1 x 104 CFU/ml, sedangkan untuk sampel cair diperoleh nilai 1 x 10 3 CFU/ml. Uji MPN pada sampel padat
memberikan nilai >1100 MPN/100 ml, sedangkan sampel cair menunjukkan nilai 21 MPN/100 ml. Bakteri
koliform dan koliform fekal dalam suatu makanan/minuman menunjukkan adanya kontaminasi feses
terhadap makanan/minuman tersebut. Perubahan warna dalam medium LB dan terbentuknya gas dalam
tabung Durham membutikkan hadirnya bakteri koliform dan koliform fekal yang akan memfermentasi
laktosa menjadi gas dan asam. Faktor-faktor yang mempengaruhi higienitas suatu makanan/minuman antara
lain adalah kurangnya pengetahuan para pedagang akan penerapan sanitasi yang baik pada lingkungan,
peralatan makan, dan diri sendiri, kualitas bahan baku, seperti sumber air yang digunakan dalam mencuci
peralatan ataupun yang digunakan untuk memasak, serta perlakuan pemanasan.
4.2. Saran
1. Diharapkan penjual lebih memperhatikan sanitasi pada peralatan yang digunakan dalam berdagang,
yaitu dengan mencuci peralatan yang telah dipakai menggunakan air yang mengalir
2. Diharapkan pedagang menjaga sanitasi lingkungan tempat berdagang dengan selalu membersihkan meja
atau etalase yang terkena cipratan makanan/minuman menggunakan kain lap bersih
3. Diharapkan penjual lebih memperhatikan sanitasi diri dengan menggunakan sarung tangan ketika akan
menjamah makanan/minuman dalam melayani pembeli
4. Diharapkan penjual lebih teliti lagi dalam memperhatikan kualitas bahan baku yang akan diolah.
DAFTAR PUSTAKA
Aditia, L., dan Muthiadin, C. 2015. Uji Kualitas Mikrobiologis Pada Makanan Jajanan di Kampus II
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Jurnal Ilmiah Biologi Biogenesis, Vol. 3, No. 2. (119-
123).
BPOM. 2016. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2016 Tentang Kriteria Mikrobiologi Dalam Pangan Olahan. Jakarta: BPOM RI.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Depkes RI. 2003. Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi
Jasaboga. Jakarta: Depkes RI.
Irfan, Mokhamad. 2014. Isolasi Dan Enumerasi Bakteri Tanah Gambut di Perkebunan Kelapa Sawit PT.
Tambang Hijau Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar. Jurnal Agroteknologi, Vol. 5, No. 1. (1-8).
Jasmadi, Haryani, Y., dan Jose, C. 2014. Prevalensi Bakteri Coliform dan Escherichia coli Pada Daging Sapi
yang Dijual di Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Pekanbaru. JOM FMIPA, Vol. 1, No. 2. (31-39).
Kurniadi, Y., Saam, Z., dan Afandi, D. 2013. Faktor Kontaminasi Bakteri Escherichia coli Pada Makanan
Jajanan di Lingkungan Kantin Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Bangkiang. Jurnal Ilmu Lingkungan,
Vol. 7, No. 1. (28-37).
Naria, E. 2005. Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman Jajanan di Kompleks USU Medan. J. USU, Vol. 25,
No. 2. (118-126).
Ningsih, Riyan. 2014. Penyuluhan Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman, serta Kualitas Makanan yang
Dijajakan Pedagang di Lingkungan SDN Kota Samarinda. Jurnal Kesehtan Masyarakat, Vol. 10, No. 1.
(64-72).
Oblinger, J. L., and Koburger, J. A. 1975. Understanding and Teaching The Most Probable Number
Technique. Journal Milk Food Technology, Vol. 38, No. 9. (540-545).
Pratiwi, A. W. 2007. Kesehatan Lingkungan : Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Wilayah Kota
Bogor. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 2, No. 2. (62-63).
Rifta, R., Budiyono, dan Darundiati, Y. H. 2016. Studi Identifikasi Keberadaan Escherichia coli Pada Es
Batu yang Digunakan Oleh Pedagang Warung Makan di Tembalang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 4,
No. 2. (176-185).
Salosa, Y. Y. 2013. Uji Kadar Formalin, Kadar Garam, dan Total Bakteri Ikan Asin Tenggiri Asal Kabupaten
Sarmi Provinsi Papua. Depik, Vol. 2, No. 1. (10-15).
Sujaya, I. N., Dwipayanti, N. M. U., Sutiari, N. K., Wulandari, L. P. L., dan Adhi, N. K. T. 2010. Pembinaan
Pedagang Makanan Kaki Lima untuk Meningkatkan Higiene dan Sanitasi Pengolahan dan Penyediaan
Makanan di Desa Penatih, Denpasar Timur. Jurnal Udayana Mengabdi, Vol. 9, No. 1. (1-8).
Sutton, Scott. 2010. The Most Probable Number Method and Its Use in QC Microbiology. Journal of GXP
Compliance, Vol. 14, No. 4. (28-33).
Wandrivel, R., Suharti, N., dan Lestari, Y. 2012. Kualitas Air Minum yang Diproduksi Depot Air Minum Isi
Ulang di Kecamatan Bungus Padang Berdasarkan Persyaratan Mikrobiologi. Jurnal Kesehatan Andalas,
Vol. 1, No. 3. (129-133).