Vous êtes sur la page 1sur 17

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS KELOMPOK LANSIA DENGAN

HIPERTENSI DI RW 03 DESA GENUK BARAT KELURAHAN GENUK


KECAMATAN UNGARAN BARAT, KABUPATEN SEMARANG

OLEH :

KELOMPOK 3

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2017
BAB I
KONSEP TEORI

1. Lansia
a. Pengertian Lansia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Dimana seseorang akan
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap. Seseorang dikatan
lansia apabila usianya sudah mencapai diatas 60 tahun (Azizah, 2011).
Masa dewasa tua (lansia) merupakan masa dimana seseorang telah pensiun, biasanya
diantara usia 65 dan 75 tahun. Seseorang akan menjadi lanjut usia seiring bertambahnya
usia (Potter & Perry, 2005).
Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki tiga macam usia yaitu usia kronologis
dimana seseorang berusia 60 tahun keatas, usia biologis dimana seseorang dalam
kondisi pematangan jaringan, dan usia psikologis dimana kemampuan seseorang untuk
dapat menyesuaikan terhadap setiap situasi yang dihadapi (Noorkasiani, 2009).
b. Proses Menua
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus atau berkelanjutan secara
alamiah dan secara perlahan mengalami perubahan yang terkait waktu, bersifat
universal, intrinsik, progresif, dan destrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup
(Nugroho, 2008).
Proses menua atau ageing proses adalah proses menghilangnya atau menurunnya
fungsi-fungsi dalam diri yang dilatarbelakangi oleh aspek psikologis, bilogis, dan sosial
sehingga terjadi perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan (Noorkasiani, 2009).
Proses menua (ageing process) adalah suatu proses menghilang secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya. Proses penuaan secara progresif terjadi perubahan
fisiologis dan anatomis organ tubuh yang berlangsung seiring berlalunya waktu (Azizah,
2011).

c. Teori- Teori Proses Menua


Menurut Nugroho (2008) dan Azizah (2011) teori-teori proses penuaan terdiri dari :
1) Teori Fisiologi
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri atas teori oksidasi stress,
dan teori dipakai-aus (wear and tear theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan
stress yang menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal).
2) Teori Sosialisasi
a) Teori Interaksi Sosial
Teori ini menjelaskan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi
sosial merupakan kunci mempertahankan status sosial berdasarkan kemampuan
bersosialisasi. Pokok-pokok social exchange theory antara lain:
(1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupa mencapai tujuannya
masing-masing.
(2) Terjadi interaksi sosial yang memerlukan waktu dan biaya.
(3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang aktor mengeluarkan
biaya.
b) Teori Aktivitas atau Kegiatan
(1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
(2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktifitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin
(3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.
(4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.
c) Teori Kepribadian Lanjut (continuity theory)
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan
adanya kesinambunhgan dalam siklus kehidupan lanjut usia. Hal ini dapat dilihat
dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah, walau
ia telah lanjut usia.
d) Teori Pembebasan atau Penarikan Diri (disengagement theory)
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat
dan kemunduran individu dengan individu lain. Teori ini juga menyatakan
bahwa bertambahnya usia, seseorang secara perlahan mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss) yaitu :
(1) Kehilangan peran (loss role)
(2) Kehilangan kontak sosial (restriction of contacts and relationship)
(3) Berkurangnya komitmen ( reduced commitment to social more and values)
2. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Endang Triyono (2014) menuliskandlam bukunya tentang definisi hipertensi,
yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas
normal yang mengakibatkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas). Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada 2 fase dalam setiap
denyut jantung yaitu fase sistolik menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh
jantung dan fase diastolik menunjukan fase darah yang kembali ke jantung.
Menurut Black (2014) hipertensi didefnisikan sebagai elevasi persisten dari
tekanan darah sistolik pada level 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik
pada level 90 mmHg atau lebih.
b. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya.
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan
10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer
belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport
Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan
darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua
sertapelabaran pembuluh darah.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun. 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Meskipun hipertensi primer
belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah
menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi. Ciri perseorangan. Ciri perseorangan yang
mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah: Umur ( jika umur bertambah
maka TD meningkat ), Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ),
Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih).
b. Kebiasaan hidup. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah : Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr),
Kegemukan atau makan berlebihan, Stress, Merokok, Minum alkohol,
Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
a. Ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor
b. Vascular : Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli
kolestrol, Vaskulitis.
c. Kelainan endokrin : DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme.
d. Saraf : Stroke, Ensepalitis, SGB.
e. Obat – obatan : Kontrasepsi oral, Kortikosteroid
c. Patofisiologi
. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer.

d. Klasifikasi
Menurut Suiraoka (2012), hipertensi dikelompokkan dalam dua kelompok besar,
yaitu hipertensi essensial (primer) dan sekunder. Hipertensi essensial atau hipertensi
primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebabnya secara jelas. Sedangkan
hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang penyebabnya sudah diketahui dengan pasti.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah
Kategori Tekanan sistolik Tekanan
(mmHg) diastolik
(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi, stage 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi, stage 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

e. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal
ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri
tidak terukur.
b. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing.
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas.
d. Gelisah
e. Mual muntah.
f. Epistaksis
g. Kesadaran menurun
f. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip penanggulangan
hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, senam ringan.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d) Tidak menimbulakn intoleransi.
e) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat – obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
g. Komplikasi
1. Stroke, dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat
terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dn menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak mengalami arterosklerosis dapat
menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung,
limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa
lemah atau sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak
dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
2. Infark miokard, dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliaran darah melalui pembuluh darah tersebut. hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dn dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian
juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan risiko pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal, dapat terjadi karena kerusakan progesif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein
akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4. Ensefalopati, ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya ke
jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan
lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak napas,
timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan
edema. Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang intersisium diseluruh susunan saraf
pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma (Triyanto, 2014).
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian komunitas kelompok lansia


1. Distribusi lansia
Jumlah lansia di desa Genuk Barat RW 03, Kelurahan Genuk, sejumlah 71
orang lansia. Kegiatan yang sering di lakukan lansia adalah menyapu, memasak,
bertani, dan mengikuti acara pengajian rutin.
2. Riwayat masalah kesehatan yang dialami
Tabel 1.1

NO JENIS PENYAKIT F %
1. Asam Urat 18 18,25 %
2. Hipertensi 32 32,45 %
3. Kolesterol 8 8,11 %
4. ISPA 4 4,6 %
5. Stroke 3 3,4 %
6. DM 4 4,6 %
7. Tidak bermasalah 2 2,3 %
JUMLAH 71 100 %

Berdasarkan gambar diagram 1.1 bahwa masalah kesehatan tertinggi yang terjadi di
desa Genuk Barat (RW 3) adalah hipertensi.
3. Upaya yang sering dilakukan lansia dalam mengatasi gejala yang sering muncul.
Tabel 1.3

NO UPAYA YANG DILAKUKAN F %


1. Dibiarkan saja 18 25 %
2. Dikompres 3 4%
3. Pergi kelayanan kesehatan 32 45 %
4. Dipijat 11 16 %
5. Beli obat di warung 7 10 %
JUMLAH 71 100%

Berdasarkan diagram 1.3 bahwa upaya yang sering dilakukan dalam mengatasi
gejala yang sering muncul adalah dengan cara pergi ke pelayanan kesehatan, namun
masih tinggi jumlah masyarakat yang hanya membiarkan saja dalam mengatasi
gejala yang sering muncul.

4. Kegiatan posyandu lansia


Tabel 1.4

No POSYANDU Frekuensi Persentase


LANSIA
1. Aktif 29 52 %
2. Tidak aktif 42 48 %
Jumlah 71 100

Berdasarkan diagram 1.4 bahwa lebih banyak lansia yang tidak aktif mengikuti
jadwal posyandu lansia di desa Genuk Barat (RW 3).

5. Lansia yang mengetahui jadwal posyandu


Tabel 1.5

No Alasan tidak mengikuti jadwal Frekuensi Persentase


posyandu
1. Tahu jadwal posyandu 29 61 %
2. Tidak tahu jadwal posyandu 42 39 %
Jumlah 71 100 %

Berdasarkan diagram 1.5 bahwa sebagian besar lansia mengetahui jadwal posyandu

6. Tingkat aktivitas dan kegiatan sehari-hari lansia


Tabel 1.6

No Kegiatan sehari-hari lansia Frekuensi Persentase


1. Mandiri 48 68 %
2. Bantuan Minimal 23 32 %
Jumlah 71 100 %

Tabel 1.1

B. Analisa Data
NO DATA MASALAH KEPERAWATAN
1. Data Angket :
1. Berdasarkan instrument yang Defisiensi kesehatan komunitas
disebarkan ke lansia dari total 71 berhubungan dengan ketidakcukupan
lansia di RW 03 Desa Genuk Barat akses pada pemberi layanan
Kelurahan Genuk bahwa kesehatan.
sebanyak 59 lansia tidak mengikuti
kegiatan posyandu lansia di
Kelurahan Genuk.
2. Berdasarkan instrument yang
disebarkan ke lansia di RW 03
Defisiensi pengetahuan berhubungan
Genuk Barat Kelurahan Genuk
dengan kurang sumber pengetahuan
hanya ada 29 lansia yang aktif
mengikuti kegiatan senam lansia.
3. Berdasarkan instrument yag
disebarkan ke lansia di RW 03
Genuk Barat Kelurahan Genuk
bahwa sebanyak 21 lansia
menderita hipertensi lebih dari 5
tahun.
4. Berdasarkan instrument yang
disebarkan ke lansia di RW 03
Genuk Barat Kelurahan Genuk
bahwa sebanyak 40 % lansia jika
sakit pergi ke pelayanan kesehatan
terdekat yaitu di posbindu.
Data Wawancara :
1. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan kepada lansia di RW 03
Genuk Barat Kelurahan Genuk
bahwa sebanyak 59 % lansia tidak
aktif melakukan kegiatan senam
lansia.
2. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan kepada lansia di RW 03
Genuk Barat Kelurahan Genuk
didapatkan 45 % lasia yang
menderita hipertensi lebih dari 5
tahun.
3. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan kepada lansia di RW 03
Genuk Barat Kelurahan Genuk
bahwa sebanyak 25 % lansia jika
sakit hanya membiarkannya saja.
4. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan kepada lansia di RW 03
Genuk Barat Kelurahan Genuk
bahwa sebanyak 45% lansia jika
sakit pergi ke pelayanan kesehatan
(Puskesmas & posbindu)
5. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan di RW 03 Genuk Barat
Kelurahan Genuk bahwa 17 lansia
belum mengetahui lebih mendalam
mengenai penyakit hipertensi.
Data Observasi :
1. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan kepada lansia di RW 03
Genuk Barat Kelurahan Genuk
bahwa sebanyak 59 % lansia tidak
mengikuti kegiatan lansia di
Kelurahan Genuk seperti senam
lansia ataupun posbindu. Lansia
hanya dating ke posbindu apabila
merasa gejala yang dirasakan dari
penyakitnya sudah benar-benar
parah dan mempengaruhi
aktifitasnya.
2. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan kepada lansia di RW 03
Genuk Barat Kelurahan Genuk
bahwa sebanyak 5 lansia memiliki
aktifitas terbatas dan sisanya masih
dapat beraktifitas seperti biasa.
Data Sekunder :
1. Kader lansia di RW 03 desa Genuk
Barat Kelurahan Genuk
mengatakan bahwa banyak lansia
yang menderita hipertensi.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Defisiensi kesehatan komunitas lansia di RW 03 Genuk Barat Kelurahan Genuk
berhubungan dengan ketidakcukupan akses pada pemberi layanan kesehatan (Domain
1 Kelas 2 (Manajemen Kesehatan) 00215)
2. Defisiensi pengetahuan lansia di RW 03 Genuk Barat Kelurahan Genuk berhubungan
dengan kurangnya sumber pengetahuan (Domain 5 Kelas 4 (Kognisi) 00126)

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Bulechek, Gloria M. Et all.2015.Nursing Interventions Classification (NIC) edition


6th.Singapore : Elsevier

Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan Edisi 8 Buku 1. Singapore :
Elsevier.
Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru.2015.Nanda International Inc. Diagnosis
Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi 10.Jakarta : EGC.

Karolina, MS. 2009. Hubungan Pengetahuan Dan Pencegahan Osteoporosis Yang


Dilakukan Lansia Di Kecamatan Medan Selayang. Universitas Sumatera
Utara.

Mitchel, Richard N. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC.

Moorhead, Sue, et al.2015.Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement of


Health Outcomes edition 5th.Singapore : Elsevier.

Potter, Patricia A. & Anne G. Perry. 2010. Fundamental Of Nursing, 7th Edition.
Penerjemah oleh Adrina Ferderika. Singapore : Elsevier.

Raharyani, Loetfia Dwi. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta : EGC.

Stanley, Mickey dan Particia G. Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta :
EGC
Suiraoka, IP. 2012. Penyakit Dengeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.

Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu

Vous aimerez peut-être aussi