Vous êtes sur la page 1sur 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Di jaman modern sekarang ini, semenjak ilmu pengetahuan telah berkembang


dengan pesatnya terutama ilmu psikologi dan ilmu pendidikan, maka fase-fase
perkembangan manusia telah diperinci serta gejala-gejala yang tampak pada setiap fase
perkembangan itu dipelajari secara mendalam. Fase perkembangan masa remaja
merupakan pusat perhatian. Hal ini disebabkan karena masa remaja merupakan masa
transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa.
Menurut Bobak (2004), periode masa remaja dapat dibagi ke dalam tiga tahap,
yaitu: tahap awal (usia 10-14 tahun), tahap menengah (usia 15-16 tahun), dan tahap akhir
(usia 17-21 tahun).
Di era globalisasi ini generasi muda yang merupakan penerus bangsa dihadapkan
pada pesatnya informasi tentang berbagai hal, termasuk hal-hal yang menyangkut seksual
yang dapat memberikan pengaruh baik positif maupun negatif. Selain itu remaja juga
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, terutama dalam masalah seks. Informasi yang mereka
dapat bisa dari berbagai sumber dan diterima begitu saja tanpa menyaringnya.
Media massa dan media cetak memegang peranan yang besar dalam hal seksual,
misalnya: banyaknya beredar majalah-majalah porno yang membuat mereka terdorong
untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma, selain itu media player juga
dapat mempengaruhi, salah satunya ialah maraknya VCD-VCD porno yang dijual bebas.
Hal ini dikhawatirkan akan berdampak buruk pada mereka, salah satunya adalah akibat
rasa ingin tahu yang tinggi, mereka terdorong untuk mencoba melakukan perilaku seksual
tersebut tanpa tahu akibatnya.
Pendidikan yang diberikan pada remaja saat ini sangat terbatas, dan akhirnya
remaja saat ini semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah yang berakibat pada
kehamilan diluar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan yang dapat memicu
terjadinya pengguguran kandungan atau aborsi.
Aborsi merupakan tindakan dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan
dalam rahim seorang perempuan hamil . Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang
cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun.
Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka
yang enggak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. Selain itu, ada yg
mengkategorikan aborsi itu pembunuhan. Ada yang melarang atas nama agama. Ada yang
menyatakan bahwa jabang bayi juga memiliki hak hidup sehingga harus dipertahankan,
dan lain-lain.
Aborsi merupakan masalah kesehatan warga karena memberikan dampak pada
kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil
dan melahirkan yaitu perdarahan, infeksi dan eklampsia.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang maka penulis menarik
suatu rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa itu Aborsi?


2. Apa penyebab seseoarang melakukan Aborsi ?
3. Bagaimana pandangan Gereja terhadap Aborsi ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui tentang Aborsi
2. Untuk mengetahui alasan & dampak dari melakukan Aborsi
3. Untuk mengetahui pandangan Gereja terhadap Aborsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ABORSI


Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah Menggugurkan
kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti
pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh.
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for
Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan
sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam
rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.

Jadi, gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) yaitu terjadi keguguran janin;
melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak
menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum, istilah aborsi diartikan
sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu
secara sengaja maupun enggak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda
(sebelum bulan ke empat masa kehamilan).
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:
 Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan
atau sebab-sebab alami.
 Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang
disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
 Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut
mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah
pemerkosaan.
 Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
 Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk spontaneous
abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion.

2.2 KlASIFIKASI / JENIS-JENIS ABORSI

1. ABORSI SPONTAN
Aborsi ini merupakan aborsi yang terjadi secara tidak sengaja. Ada banyak raktor yang
menyebabkannya, diantaranya janin tidak berkembang. Janin tidak berkembang bisa
diakibatkan oleh virus TORCH. Umumnya janin agar gugur pada usia sekitar 3 bulan. Ibu
hamil yang menderita malaria, infeksi berat, dan syphilis juga rentan mengalami aborsi
spontan.
Nah, aborsi spontan terbagi menjadi beberapa macam, yaitu :
 Aborsi komplikus: janin keluar seluruhnya sebelum usia kehamilan 20 minggu
 Aborsi inkomplikus: janin keluar sebagian sebelum umur kehamilan 20 minggu

3
 Aborsi habitualis: wanita yang mudah mengalami aborsi hingga mengalami aborsi
secara berturut-turut sebanyak 3 kali atau lebih
 Aborsi insipiens: pendarahan tanpa disertai keluarnya janin yang terjadi sebelum
usia kehamilan mencapai 20 minggu
 Aborsi terrinfeksi: aborsi dengan infeksi organ reproduksi yang menyertainya
 Septic Abortion: aborsi dengan infeksi yang menyebar hingga masuk ke sistem ibu
 Missed Abortion: aborsi dengan usia kehamilan sebelum mencapai 20 minggu,
dengan kondisi janin meninggal namun masih tertahan dalam rahim hingga 8
minggu atau lebih.

2. ABORSI PROVOKATUS
Aborsi Provokatus adalah segala upaya pengguguran yang terjadi dengan
kesengajaan, dengan menggunakan alat-alat atau obat-obatan untuk mengakhiri kehamilan.
Aborsi Provokatus terbagi menjadi beberapa jenis :
 Provocatus therapeutics; Aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu
hamil yang menderita penyakit parah seperti penyakit jantung, hipertensi, penyakit
TBC, kanker rahim, dan sebagainya.
 Provocatus criminalis: Aborsi yang dilakukan tanpa alasan medis. Umumnya
terjadi pada kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan. Alat-
alat yang biasa digunakan untuk membunuh janin adalah paku, kateter, alat
pemasang IUD, dan sebagainya. Pengguguran juga bisa dilakukan dengan obat-
obatan seperti mercury clorida, fenol dan lysol, serta potassium permagnat.

2.3 ALASAN SESEORANG MELAKUKAN ABORSI


Tindakan aborsi atau kuret yang dilakukan seorang wanita yang tengah hamil pasti
memiliki berbagai macam alasan, baik itu alasan medis maupun alasan non-medisnya.
Menurut studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998), menyatakan bahwa
alasan seseorang menggugurkan kandungan :

1 % kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah),
3 % karena membahayakan nyawa calon ibu,
3 % karena janin akan tumbuh dengan cacat tubuh yang serius.
93 % kasus aborsi lainnya adalah karena alasan-alasan non medis diantaranya adalah

1. Terlalu banyak anak


"Yang berkeinginan untuk aborsi justru yang sudah menikah karena sudah punya
banyak anak. Yang anaknya banyak ini yang kita perjuangkan. Kita akan
memberikan konseling terlebih dahulu agar si ibu mengerti dan tidak mencoba-
coba aborsi yang tidak aman.
2. Anak masih kecil
Wanita menikah juga banyak yang ingin menggugurkan kandungan karena alasan
anak masih kecil. Hal ini biasanya terjadi karena alat kontrasepsi gagal berfungsi
sehingga menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan.

4
3. Hamil di umur yang terlalu tua
Kehamilan di usia tua sebenarnya dapat membahayakan nyawa si ibu, bahkan
kondisi ini turut menyumbang tingginya angka kematian ibu. Terlebih lagi bila ibu
yang usianya sudah tidak muda ingin melakukan aborsi dengan cara yang tidak
aman.
4. Tidak siap jadi ibu
Hal ini biasanya disebabkan karena kurangnya informasi yang didapatkan oleh
remaja. Banyak remaja yang masih menganggap bahwa melakukan hubungan
seksual pertama kali tidak dapat menyebabkan kehamilan. Akhirnya ketika
kehamilan yang tidak diinginkan terjadi, ia tidak siap untuk menjadi ibu.
5. Masih sekolah
"Sebenarnya menurut studi kami remaja itu tidak sampai 20 persen. Ada yang
alasannya karena masih sekolah, tapi tidak terlalu banyak dibandingkan dengan
wanita menikah yang karena kegagalan konstrasepsi.
6. Mementingkan karir
Terkadang karir juga menjadi alasan wanita menggugurkan kandungan. Meski
jumlahnya tidak terlalu banyak, tetapi alasan terikat kontrak kerja, tidak ingin
disibukkan dengan anak atau ingin meraih karir yang tinggi juga menjadi alasan
wanita melakukan aborsi.

2.4 DAMPAK MELAKUKAN ABORSI


Dampak psikologis:
1. Perasaan bersalah dan berdosa
2. Depresi
3. Trauma
4. Ingin bunuh diri
5. Rasa menyesal mendalam dan tak punya harga diri

Dampak pada kesehatan wanita:

1. Perdarahan Hebat

Perdarahan hebat sebagai efek aborsi serius umumnya disertai dengan demam
tinggi dan gumpalan jaringan janin dari rahim. Perdarahan berat dilaporkan terjadi
pada 1 dari 1000 kejadian aborsi.

Perdarahan hebat bisa berarti:


− Adanya gumpalan darah/jaringan yang lebih besar dari bola golf
− Berlangsung selama 2 jam atau lebih
− Aliran darah yang deras sehingga membutuhkan Anda mengganti pembalut lebih
dari 2 kali dalam satu jam, selama 2 jam berturut-turut
− Perdarahan berat selama 12 jam berturut-turut
Baik aborsi spontan, medis, maupun ilegal (dengan obat aborsi yang didapat
secara ilegal atau cara “alternatif” lainnya) sama-sama bisa menyebabkan perdarahan
hebat. Perdarahan vagina yang sangat hebat bisa berujung pada kematian, terutama jika
aborsi dilakukan secara ilegal dengan metode yang seadanya.

5
2. Infeksi
Infeksi adalah efek aborsi yang terjadi pada 1 dari setiap 10 kasus. Dalam studi meta-
analisis terbitan jurnal Lancet yang mengamati 1.182 kasus aborsi medis di bawah
pengawasan ketat tim dokter rumah sakit, 27 persen pasien mengalami infeksi yang
berlangsung selama 3 hari atau lebih sebagai efek aborsi.
Infeksi terjadi karena leher rahim akan melebar selama proses aborsi yang
diinduksi obat aborsi (baik resep dokter maupun yang didapat dari pasar gelap). Ini
kemudian menyebabkan bakteri dari luar masuk dengan mudah ke dalam tubuh, memicu
timbulnya infeksi parah di rahim, saluran tuba, dan panggul.
Tanda-tanda infeksi setelah aborsi meliputi gejala yang timbul mirip penyakit standar,
seperti sakit kepala, nyeri otot, pusing, atau sensasi “tidak enak badan” pada umumnya.
Demam tinggi adalah satu lagi contoh gejala infeksi setelah aborsi, walau tak jarang pula
kasus infeksi yang tidak disertai demam. Segera kunjungi dokter jika Anda mengalami
demam tinggi (di atas 38ºC) setelah aborsi yang disertai sakit perut dan punggung parah
sehingga Anda sulit berdiri, dan cairan vagina yang berbau tidak normal.

3. Sepsis
Dalam kebanyakan kasus, infeksi tetap berada di satu area tertentu (rahim, misalnya).
Namun, dalam kasus yang lebih parah, infeksi bakteri masuk ke aliran darah Anda dan
berjalan ke seluruh tubuh. Ini yang disebut sebagai sepsis. Dan ketika infeksi terlanjur
menyerang tubuh Anda semakin parah sehingga menyebabkan tekanan darah menurun
sangat rendah, ini disebut sebagai syok sepsis. Syok sepsis setelah aborsi termasuk kondisi
gawat darurat.
Ada dua faktor utama yang dapat berperan penting terhadap peningkatan risiko Anda
terhadap sepsis dan pada akhirnya, syok sepsis setelah aborsi: aborsi yang tidak sempurna
(potongan jaringan sisa kehamilan masih terperangkap dalam tubuh setelah aborsi) dan
infeksi bakteri pada rahim selama aborsi (baik lewat pembedahan maupun dengan cara
mandiri).
Jika Anda baru saja melakukan aborsi dan mengalami gejala berikut, segera dapatkan
pertolongan medis:
− Suhu tubuh sangat tinggi (di atas 38ºC) atau sangat rendah
− Perdarahan berat
− Nyeri parah
− Lengan dan kaki pucat, juga terasa dingin
− Sensasi linglung, kebingungan, gelisah, atau letih
− Gemetar menggigil
− Tekanan darah rendah, terutama saat berdiri
− Ketidakmampuan untuk buang air kecil
− Jantung berdebar cepat dan keras; palpitasi jantung
− Sulit bernapas, bernapas dangkal dengan sesak napas

4. Kerusakan rahim
Kerusakan rahim terjadi pada sekitar 250 dari seribu kasus aborsi lewat pembedahan
dan 1 di antara seribu pada kasus aborsi obat (resep dan nonresep) yang dilakukan pada
usia kehamilan 12-24 minggu.

6
Kerusakan rahim termasuk kerusakan leher rahim, perlubangan (perforasi) rahim, dan
luka robek pada rahim (laserasi). Namun sebagian besar kerusakan ini bisa tidak
terdiagnosis dan tidak terobati kecuali dokter melakukan visualisasi laparoskopi.
Risiko perforasi rahim meningkat pada wanita yang sebelumnya telah melahirkan dan
bagi mereka yang menerima anestesi umum pada saat aborsi. Risiko kerusakan serviks
akan lebih besar pada remaja yang melakukan aborsi sendiri pada trimester kedua, dan
ketika praktisi aborsi gagal memasukkan laminaria untuk dilatasi serviks.

5. Infeksi peradangan panggul


Infeksi peradangan panggul (PID) adalah penyakit yang dapat menyebabkan
peningkatan risiko kehamilan ektopik dan mengurangi kesuburan perempuan di masa
depan. Kondisi ini berpotensi mengancam nyawa. Sekitar 5% perempuan yang tidak
terinfeksi oleh infeksi lain sebelum kehamilan dan selama aborsi dapat mengembangkan
PID dalam waktu 4 minggu setelah aborsi pada trimester pertama.
Risiko PID meningkat pada kasus aborsi spontan karena adanya peluang untuk
jaringan kehamilan terperangkap dalam rahim serta risiko perdarahan hebat. Keduanya
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri; Selain itu, pada wanita yang
sudah mengalami anemia sedang hingga berat sedari awal, kehilangan darah lebih lanjut
akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Pada aborsi yang diinduksi (baik legal maupun
ilegal), instrumen dan manipulasi eksternal juga meningkatkan kemungkinan infeksi.

6. Endometritis
Endometritis adalah kondisi peradangan pada lapisan rahim, dan biasanya karena
infeksi. Endometritis adalah risiko efek aborsi yang mungkin terjadi pada semua, namun
lebih terutama untuk remaja. Remaja perempuan dilaporkan 2,5 kali lebih mungkin untuk
mengalami endometritis setelah aborsi dibandingkan wanita usia 20-29.
Infeksi yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi pada organ reproduksi,
masalah kesuburan, dan masalah kesehatan umum lainnya.
7. Kanker
Perempuan yang pernah sekali menjalankan aborsi menghadapi risiko 2,3 kali lebih
tinggi terkena kanker serviks daripada perempuan yang tidak pernah aborsi. Perempuan
yang pernah dua kali atau lebih menjalani aborsi memiliki peningkatan risiko hingga 4,92.
Risiko peningkatan kanker ovarium dan kanker hati juga terkait dengan aborsi tunggal
dan ganda. Peningkatan kanker pasca-aborsi mungkin disebabkan oleh gangguan hormonal
tidak wajar sel kehamilan selama dan kerusakan leher rahim yang tidak diobati atau
peningkatan stres dan dampak negatif dari stres pada sistem kekebalan tubuh.Sementara
itu berbanding terbalik dengan mitos masyarakat, tidak ada hubungan antara aborsi dan
peningkatan risiko kanker payudara.

8. Kematian
Perdarahan hebat, infeksi parah, emboli paru, anestesi yang gagal, dan kehamilan
ektopik yang tidak terdiagnosis merupakan beberapa contoh penyebab utama dari
kematian ibu yang terkait aborsi dalam seminggu setelahnya.

7
Studi tahun 1997 di Finlandia melaporkan bahwa perempuan yang aborsi
berisiko empat kali lipat lebih mungkin untuk meninggal akibat kondisi kesehatan di tahun
berikutnya daripada wanita yang melanjutkan kehamilan mereka sampai cukup umur.
Penelitian ini juga menemukan bahwa perempuan yang melakukan aborsi mengalami
peningkatan risiko kematian yang lebih besar dari bunuh diri dan sebagai korban
pembunuhan (oleh anggota keluarga maupun pasangan), daripada perempuan yang
melanjutkan hamil hingga 9 bulan.

2.5 UPAYA PENCEGAHAN ABORSI


Unwanted pregnancy dapat dicegah dengan beberapa hal, yaitu:
 Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah
 Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan kegiatan positif seperti berolahraga,
seni, dan keagamaan
 Menghindari perbuatan yang akan menimbulkan dorongan seksual, seperti meraba-
raba tubuh pasangannya dan menonton vidio porno.
 Saat menemukan kasus unwanted pregnancy, sebagai petugas kesehatan harus:
 Bersikap bersahabat dengan remaja
 Memberikan konseling pada remaja dan keluarganya
 Apabila ada masalah yang serius agar diberikan jalan keluar yang terbaik dan
apabila belum bisa terselesaikan supaya dikonsultasikan pada dokter ahli
 Memberikan alternatif penyelesaian masalah apabila terjadi kehamilan pada remaja
yaitu :
 Diselesaikan secara kekeluargaan
 Segera menikah
 Konseling kehamilan, persalinan dan keluarga berencana
 Pemeriksaan kehamilan sesuai standar
 Bila ada gangguan kejiwaan, rujuk ke psikiater
 Bila ada risiko tinggi kehamilan, rujuk ke SpOG
 Bila tidak terselesaikan dengan menikah, anjurkan pada keluarga supaya menerima
dengan baik
 Bila ingin melakukan aborsi, berikan konseling risiko aborsi
 Menangani sesegera mungkin jika terjadi komplikasi yang dapat mengancam jiwa
ibu dan janin
 Memberikan bimbingan dan konseling pada ibu hamil
 Memberikan pendidikan ex education sedini mungkin pada WUS.
 Memberikan penyuluhan pada orangtua untuk lebih memperhatikan pergaulan
putra putri

2.5 PANDANGAN GEREJA TERHADAP ABORSI


Semua manusia, dimana pun dan apapun itu, dari kekurangan, cacat, kelemahan, tetap
pribadi yang bermartabat. Martabat itu bukan diukur dari segi lahiriah, tetapi dari siapakah
dirinya, yaitu pribadi yang telah diciptakan Allah sesuai dengan Citra-Nya (seturut gambar
dan rupa-Nya).
Gereja mengajak kita untuk menghormati hidup manusia sejak dari awal, oleh karena
itu dapat dikatakan dengan tegas, kita menolak adanya pengguguran. Hal ini ditulis dengan
jelas dalam sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh Tahta Suci Roma pada tanggal 10
8
Maret 1987, yaitu Dokumen Donum Vitae. Dan dokumen ini bersumber pada Kitab Suci
sendiri yaitu larangan membunuh orang yang tidak bersalah (berdasarkan Kel 20:13 dan
Ul 5:17). Jadi GerejaKatolik menolak dengan tegas abortus atau pengguguran dengan cara
dan alasan apapun. Sekalipun aborsi itu dilakukan dengan alasan kesehatan dari si ibu.
Atau karena rasa belas kasihan karena melihat anak yang akan dilahirkan itu nanti cacat
(cacat fisik atau cacat mental) sehingga dianggap tidak memiliki masa depan yang baik
kecuali penderitaan. Setiap orang menurut kodratnya memiliki hak hidup, hak untuk
mendapat kehidupan yang layak, tempat tinggal yang nyaman, dan pelayanan kesehatan
yang memadai
Hak untuk tumbuh dan berkembang secara penuh. Maka, bagaimanapun juga hak
asasi manusia harus dibela tidak hanya secara individu tetapi juga sebagai keseluruhan
didalam hidup bermasyarakat dan berbangsa. Hak-hak itu bersepadan dengan martabat
manusia dan bersifat hakiki dari setiap pribadi, baik dalam segi jasmani maupun rohani.
Bahkan Katolik juga menolak aborsi terhadap bayi yang dikandung akibat kecelakaan (ibu
diperkosa atau hasil pergaulan bebas). Tidak ada satu orang pun yang berhak mengambil
jiwa seseorang, sekalipun ia masih manusia kecil dalam kandungan.
Magisterium Gerejadengan teguh menjunjung tinggi kehidupan manusia dan
menentang aborsi, karena memang demikianlah yang sudah diajarkan oleh para rasul dan
diimani Gereja sepanjang sejarah.
 Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes 27, “Selain itu apa saja yang berlawanan
dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang mana pun juga,
penumpasan suku, pengguguran (aborsi), eutanasia atau bunuh diri yang disengaja;
apa pun yang melanggar keutuhan pribadi manusia, apa pun yang melukai martabat
manusia, seperti kondisi-kondisi hidup yang tidak layak manusiawi, pemenjaraan
yang sewenang-
wenang, pembuangan orang-orang, perbudakan, pelacuran, perdagangan wanita
dan anak-anak muda; begitu pula kondisi-kondisi kerja yang memalukan, sehingga
kaum buruh diperalat semata-mata untuk menarik keuntungan itu semua dan hal-
hal lain yang serupa memang perbuatan yang keji. Dan sementara mencoreng
peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang
melakukannya, dari pada mereka yang menanggung ketidak-adilan, lagi pula
sangat berlawanan dengan kemuliaan Sang Pencipta.”
 Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, Humanae Vitae 13 mengutip Paus
Yohanes XXIII mengatakan, “Hidup manusia adalah sesuatu yang sakral, dari
sejak permulaannya, ia secara langsung melibatkan tindakan penciptaan oleh
Allah.” Maka manusia tidak mempunyai dominasi yang tak terbatas terhadap
tubuhnya secara umum; manusia tidak mempunyai dominasi penuh atas
kemampuannya berkembang biak justru karena pemberian kemampuan
berkembang biak itu ditentukan oleh Allah untuk memberi kehidupan baru, di
mana Tuhan adalah sumber dan asalnya.
 Dalam surat ensiklik yang sana Paus Paulus VI juga menyebutkan kedua aspek
perkawinan yaitu persatuan (union) dan penciptaan kehidupan baru (pro-creation).
Maka “usaha interupsi/pemutusan terhadap proses generatif yang sudah berjalan,
dan terutama, aborsi yang dengan sengaja diinginkan, meskipun untuk alasan
terapi, adalah mutlak tidak termasuk dalam cara-cara yang diizinkan untuk
pengaturan kelahiran.”
Karena hidup manusia dimulai saat konsepsi/ fertilisasi, maka manusia harus dihormati
dan diperlakukan sebagai manusia sejak masa konsepsi dan karenanya, sejak saat konsepsi,
hak-haknya sebagai manusia harus diakui, terutama haknya untuk hidup.
9
 Paus Yohanes Paulus II kemudian menyebutkan adanya hubungan yang dekat
antara kontrasepsi dan aborsi. Kontrasepsi menentang kebenaran sejati tentang
hubungan suami istri, sedangkan aborsi menghancurkan kehidupan manusia.
Kontrasepsi menentang kebajikan kemurnian di dalam perkawinan, sedangkan
aborsi menentang kebajikan keadilan dan merupakan pelanggaran perintah “Jangan
membunuh”. Maka keduanya sebenarnya berasal dari pohon yang sama, berakar
dari mental hedonistik yang tidak mau menanggung akibat dalam hal seksualitas,
berpusat pada kebebasan yang egois, yang menganggap ‘pro-creation‘ sesuatu
beban untuk pencapaian cita-cita/personal
 Paus Yohanes Paulus II menyebutkan mentalitas sedemikian mendorong
bertumbuhnya “culture of death” di dalam masyarakat, yang pada dasarnya
menentang kehidupan. Dalam mentalitas ini, bayi/ anak-anak maupun orang tua
yang sakit-sakitan dianggap sebagai ‘beban’ sehingga muncullah budaya aborsi dan
euthanasia. Suatu yang sangat menyedihkan! Padahal seharusnya, manusia memilih
kehidupan seperti yang diperintahkan Allah, “Pilihlah kehidupan, supaya engkau
hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu,
mendengarkan suara-Nya dan berpaut kepada-Nya” (Ul 30:19-20).
Sebab itu, moral Katolik memegang teguh keyakinan, bahwa begitu hidup pribadi
manusia dimulai, pembunuhan sebelum kelahiran dinilai sama seperti pembunuhan setelah
kelahiran. Pengguguran dinilai sehubungan dengan larangan membunuh manusia. Namun
larangan membunuh, biarpun berlaku universal, berlaku tidak tanpa kekecualian. Hidup
manusia adalah nilai paling fundamental, namun bukan nilai yang paling tinggi. Hidup
manusia dapat dikurbankan demi nilai yang lebih tinggi dan yang lebih mendesak –
sebagaimana jelas dari uraian teologi moral mengenai “hukuman mati”. Maka, tidak
sedikit ahli teologi moral Katolik yang berpendapat bahwa kalau ada seorang ibu yang
tidak mungkin diselamatkan, bila kehamilan berlangsung terus dan kalau anak dalam
kandungan oleh karena penyakit sang ibu juga tidak mampu hidup sendiri di luar
kandungan, dalam konflik itu hidup ibu yang mesti berlangsung terus harus diselamatkan
biarpun oleh karenanya hidup anak tidak mungkin diselamatkan. Pokoknya, hidup harus
dipelihara! Kalau tidak mungkin hidup ibu dan anak, sekurang-kurangnya satu yang hidup
terus!
Namun kiranya jarang terjadi bahwa pengguguran menjadi satu-satunya jalan untuk
memelihara hidup. Jauh lebih sering terjadi konflik lain, seperti kehamilan di luar nikah
yang menjadi beban psikis bagi ibu dan keluarganya. Jelas sekali, bahwa konflik seperti itu
tidak dapat diselesaikan dengan pengguguran. Dalam hal ini harus dituntut sikap wajar dan
manusiawi dari lingkungan, dan dari tempat-tempat pendidikan serta tempat kerja.
Kewajiban mereka ialah membantu orang yang hamil di luar nikah, bukan
menghukumnya. Hal yang sama berlaku, bila pemeriksaan medis sebelum kelahiran
memperlihatkan, bahwa anak yang akan lahir itu cacat. Sudah barang tentu, demi cacatnya,
anak tidak boleh dibunuh, baik setelah maupun sebelum lahir, Konflik yang dialami oleh
keluarga yang menantikan kelahiran seorang anak cacat, hendaknya diatasi dengan
bantuan sosial dan dengan konseling, pribadi dan resmi, sipil dan gerejawi. Konflik hidup
hanya dapat diselesaikan dengan membantu hidup!

Sanksi
Umat Katolik yang merampungkan suatu aborsi terkena ekskomunikasi secara
otomatis dan langsung (latae sententiae). Itu berarti bahwa ekskomunikasi tersebut tidak
perlu dinyatakan atau dijatuhkan seperti halnya penalti ferendae sententiae ("masih harus
diputuskan"); namun, sebagaimana ditetapkan dengan jelas oleh hukum kanon,
ekskomunikasi terjadi ipso facto (oleh kenyataan itu sendiri) ketika suatu delik atau
10
"tindak pidana" dilakukan (suatu penalti latae sententiae). Hukum kanon menyatakan
bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu "pelaku pelanggaran tidak terkena penalti latae
sententiae", dan sebagai gantinya akan diberikan suatu penitensi atau silih; di antara 10
kondisi yang tercantum dalam hukum kanon terdapat klausul delik yang dilakukan oleh
orang yang belum berusia 16 tahun, orang yang bukan karena kesalahan atau kelalaiannya
tidak mengetahui adanya penalti tersebut, dan "orang yang terpaksa bertindak karena
ketakutan berat, kendati hanya relatif berat, ataupun karena kebutuhan mendesak atau
kesusahan berat".
Menurut suatu memorandum tahun 2004 oleh Kardinal Joseph Ratzinger, para
politisi Katolik yang aktif mengampanyekan dan memberikan suara demi hukum-hukum
aborsi permisif perlu diberitahu oleh imam mereka mengenai ajaran Gereja, serta
diperingatkan agar menahan diri untuk tidak menerima Komuni Kudus atau menempuh
risiko ditolak hingga mereka mengakhiri kegiatan tersebut. Posisi ini didasarkan
pada Kanon 915 dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 dan juga didukung, atas nama pribadi,
oleh KardinalRaymond Leo Burke, Prefek Signatura Apostolik, otoritas yudisial tertinggi
dalam Gereja Katolik setelah Sri Paus.

Pengampunan bagi wanita yang melakukan aborsi


Terlepas dari indikasi dalam hukum kanon bahwa ekskomunikasi otomatis tidak
berlaku pada wanita yang melakukan aborsi karena rasa takut yang berat atau karena
kesusahan berat, Gereja Katolik, di luar pembedaan tersebut, menjamin dimungkinkannya
pengampunan bagi para wanita yang telah melakukan aborsi. Paus Yohanes Paulus
IImenuliskan:
Sekarang saya ingin menyampaikan suatu perkataan khusus bagi para wanita yang
telah melakukan aborsi. Gereja menyadari adanya banyak faktor yang mungkin telah
mempengaruhi keputusan Anda, dan ia tidak ragu bahwa dalam banyak kasus hal itu
mungkin suatu keputusan yang menyakitkan dan bahkan sangat menggelisahkan. Luka di
dalam hati Anda mungkin belum tersembuhkan. Tentu saja apa yang telah terjadi adalah
dan tetap sangat keliru. Namun, jangan menyerah pada keputusasaan dan jangan
kehilangan harapan. Berusahalah untuk lebih memahami apa yang telah terjadi dan
hadapilah dengan jujur. Apabila Anda belum melakukannya, serahkanlah diri Anda pada
kerendahan hati dan percayalah pada penyesalan. Bapa yang penuh belas kasihan siap
memberikan Anda pengampunan dan damai sejahtera-Nya dalam Sakramen Rekonsiliasi.
Dalam kesempatan Yubileum Luar Biasa Kerahiman pada tahun 2015, Paus
Fransiskus mengumumkan bahwa semua imam (selama tahun Yubileum – yang berakhir
pada tanggal 20 November 2016), melalui Sakramen Tobat, diizinkan untuk melepaskan
sanksi ekskomunikasi atas tindakan aborsi, yang sebelumnya wewenang itu hanya
dikhususkan bagi para uskup dan imam tertentu yang diberi mandat tersebut oleh
uskupnya. Kebijakan ini dijadikan permanen melalui sebuah surat apostolik berjudul
Misericordia et misera (Kerahiman dan Penderitaan), yang dikeluarkan pada tanggal 21
November 2016

11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ( TANGGAPAN)
Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki. Terlepas
dari alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi dilakukan karena terjadi kehamilan
yang tidak diinginkan. Apakah karena kontrasepsi yang gagal, perkosaan, masalah
ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar nikah.
Gereja mengajak kita untuk menghormati hidup manusia sejak dari awal oleh karena
itu dapat dikatakan dengan tegas, kita menolak adanya pengguguran.
Aborsi hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat sebagai cara untuk
menyelamatkan ibunya. Jadi, aborsi yang dilakukan oleh karena alasan lain, jelas- jelas
dilarang.

3.2 REFLEKSI PRIBADI


Di zaman ini, wacana mengenai aborsi d semakin penting. Ada desakan sangat kuat
dari berbagai pihak agar Gereja mengendurkan aturannya dan memperbolehkan aborsi.
Desakan terjadi karena Gereja sejak awal sampai saat ini tetap mempertahankan
pandangannya bahwa Aborsi harus dilarang karena tidak sesuai dengan kehendak Allah di
mana Allah menghendaki kehidupan bukan kematian.
Zaman ini juga ditandai dengan perkembangan di berbagai bidang kehidupan
masyarakat. Perkembangan ini berdampak positif karena memberikan sumbangan positif
bagi manusia. Di dalam dampak positif tersebut terselubung dampak negatif misalnya
aborsi. Banyak keluarga-keluarga Katolik dapat dengan mudah melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan ajaran agama. Jika mereka tidak senang dengan bayi dalam
kandungan atau bayi tersebut tidak sesuai dengan keinginan mereka, mereka dengan
mudah melakukan aborsi.Hal ini karena prosesnya cepat dan mudah serta tanpa efek
samping. Maka tidak mengherankan banyak orang melakukan aborsi tanpa merasa beban
apa-apa seolah-olah manusia tidak ada arti lagi. Hal ini terjadi mungkin tanpa disadari atau
mungkin dengan penuh kesadaran.
Jadi,Menurut saya pribadi pembunuhan janin adalah pembunuhan manusia yang
adalah Gambar Allah sendiri. Dalam rahim ibu Allah berdiam. Ini sesuai dengan apa yang
tertulis dalam Kitab Suci, “ Sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya
sendiri” (Kej. 9:6b). Maka, barang siapa melakukan tindakan yang merugikan orang lain
terutama aborsi adalah melawan hukum Allah dan dari padanya akan dituntut nyawa juga.
Hidup manusia itu keramat dan tidak dapat diganggu gugat. Hanya Dia yang boleh
mengambil.

3.3 SARAN
Seorang tenaga medis harus lebih sering memberikan pendidikan kesehatan
khususnya tentang aborsi dan dampaknya terhadap kesehatan sehingga masyarakat dapat
pengetahuan dan memiliki persepsi yang benar akan hal tersebut dan diharapkan dapat
menurunkan angka kejadian aborsi baik secara legal maupun illegal.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://badansehatku.wordpress.com/2017/10/06/aborsi-menurut-gereja-katolik/

https://andosipayung.wordpress.com/2013/12/28/mengapa-gereja-katolik-melarang-aborsi/

http://www.landasanteori.xyz/2017/07/makalah-tentang-aborsi.html

http://ima-rsy.blogspot.co.id/2014/02/karya-tulis-ilmiah-tentang-aborsi.html

http://ronifansyuri.blogspot.co.id/2014/04/makalah-aborsi-lengkap.html

13

Vous aimerez peut-être aussi