Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (Undang-undang kesehatan tahun
1992).
Adanya undang-undang kesehatan kerja di setiap negara mempunyai
dampak yang begitu besar untuk kondisi kesehatan di tempat kerja. Tujuan dari
hukum ini adalah untuk menciptakan kondisi kerja yang lebih aman dan lebih
sehat bagi para pekerja (suddarth. 2002: 27).
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada
upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health
of all at work). Sebenarnya hal ini merupakan keuntungan bagi pemilik lapangan
pekerjaan atau para pengusaha untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman
karena hasilnya adalah pengurangan biaya yang berhubungan dengan absennya
pekerja, perawatan pekerja di rumah sakit dan kecacatan (suddarth. 2002: 27).
Menurut Suma’mur (1976), Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu
kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik,
mental maupun sosial dengan usaha preventif terhadap penyakit/ gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta
terhadap penyakit umum.
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari
sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil
budaya dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta
benda atau kerugian terhadap proses (DepKes RI, no. 3, 1998).
2
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan
semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan
pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi
beban, bukan kebutuhan. Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero),
Djoko Sungkono menyatakan bahwa Data angka kecelakaan kerja tahun 2011 lalu
mencapai, 99.491 kasus. Jumlah tersebut kian meningkat dibanding tahun
sebelumnya. Pada tahun 2007 terjadi sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008
sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010
sebanyak 98.711 kasus. Untuk pada 2011 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414
kasus kecelakaan kerja per hari.
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1
juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat
hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan
dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana
diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap
tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada
upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health
of all at work).
Sebagai suatu usaha dalam pencegahan kecelakaan kerja di bidang
keperawatan dikembangkan suatu spesialisasi perawatan yang disebut dengan
perawatan kesehatan kerja (occupational health nursing).
Perawat okupasional dapat bekerja di unit tunggal dalam lingkungan
industri, menjadi konsultan paruh waktu atau dengan waktu yang terbatas, atau
menjadi anggota dari tim indisiplener yang terdiri dari pekerja kesehatan yang
bervariasi seperti perawat, dokter, fisiolog pelatih, pendidik kesehatan, konsulen,
ahli gizi, ahli teknik keselamatan, dan hygine industri (suddarth. 2002: 27).
Perawat kesehatan okupasional mempunyai fungsi dalam beberapa cara
yang dapat memberikan perawatan langsung pada pekerja yang sakit, melakukan
3
program pendidikan kesehatan untuk anggota staf perusahaan, aau menyususn
program kesehatan yang ditujukan untuk mengembangkan perilaku kesehatan
tertentu, seperti makan dengan benar dan olah raga yang cukup, serta bagaimana
menggunakan alat-alat perlindungan dan pentingnya penggunaan alat-alat tersebut
bagi keselamatan kerja, serta hygine pada setiap pekerja (suddarth. 2002: 27).
Maka dari itu, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang peraturan
pemerintah yang menyangkut kesehatan kerja dan memahami legalsasi yang
berhubungan, serta semua hal yang bersangkutan tentang kesehatan kerja,
keselamatan kerja serta kecelakaan kerja (K3) (Suddarth. 2002: 27).
Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang semua yang
berhubungan dengan K3 disertai dengan contoh asuhan keperawatan kesehatan
kerja. Diharapkan dengan makalah ini nantinya dapat dijadikan acuan bagi
mahasiswa keperawatan lain untuk dapat membantu meningkatkan kesehatan
kerja dengan menerapkan asuhan keperawatan kesehatan kerja yang komprehensif
dan kompeten.
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian kesehatan kerja dan keselamatan kerja
2. Menjelaskan tentang prinsip dasar kesehatan kerja
3. Menjelaskan tentang Factor resiko di tempat kerja
4. Menjelaskan tentang ruang lingkup kesehatan kerja
5. Menjelaskan tentang tujuan keselamatan kerja
6. Menjelaskan tentang dasar hukum kesehatan dan keselamatan kerja
7. Menjelaskan tentang kecelakaan kerja
8. Menjelaskan tentang penyakit akibat kerja
9. Menjelaskan tentang ergonomi
10. Menjelaskan tentang alat pelindung kerja (PEE)
11. Menjelaskan tentang tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja
4
12. Menjelaskan tentang fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan
kesehatan kerja
13. Menjelaskan tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
14. Menjelaskan tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit pada penyakit akibat kerja
15. Menjelaskan tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan keselamatan
kerja
1.4 Manfaat
1. Untuk Mengetahui tentang pengertian kesehatan kerja dan keselamatan
kerja
2. Untuk Mengetahui tentang prinsip dasar kesehatan kerja
3. Untuk Mengetahui tentang Factor resiko di tempat kerja
4. Untuk Mengetahui tentang ruang lingkup kesehatan kerja
5. Untuk Mengetahui tentang tujuan keselamatan kerja
6. Untuk Mengetahui tentang dasar hokum kesehatan dan keselamatan kerja
7. Untuk Mengetahui tentang kecelakaan kerja
8. Untuk Mengetahui tentang penyakit akibat kerja
9. Untuk Mengetahui tentang ergonomi
10. Untuk Mengetahui tentang alat pelindung kerja (PEE)
11. Untuk Mengetahui tentang tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja
12. Untuk Mengetahui tentang fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan
dan kesehatan kerja
13. Untuk Mengetahui tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
14. Untuk Mengetahui tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit pada penyakit akibat kerja
15. Untuk Mengetahui tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan
keselamatan kerja
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.3 Faktor Resiko Di Tempat Kerja
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi
bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja,
penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian
yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi
bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko”
tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan
dengan baik.
7
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal (effendi,
Ferry. 2009: 233).
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat
pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat kerja dan
lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata kerja, perilaku
kerja, serta faktor lainnya (effendi, Ferry. 2009: 233).
8
2.6 Dasar Hukum
Dasar hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja adalah Undang-
undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 86 (dermawan,
deden. 2012: 190):
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
9
kerja. Namun, patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti
pentingnya K3 dan bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan.
10
menggunakan alat dengan cara yang salah, serta kegagalan memakai
alat pelindung atau keselamatan diri secara benar (B, sugeng. 2003).
2.7.2 Kerugian yang disebabkan kecelakaan akibat kerja
Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:
11
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak
resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat
keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek
keselamatan & hygiene umum, atau alat-alat perlindungan diri.
3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan
perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan yang
berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat
perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas & debu,
atau penelaahan tentang bahan-bahan & desain paling tepat untuk
tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis
& patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, & keadaan-keadaan
fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
2.8 Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat
kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease (dermawan,
deden. 2012: 193).
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI nomor: PER-01/MEN/1981
tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja bahwa yang dimaksud dengan
penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekrjaan
atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit akibat kerja adalah dipengaruhi oleh
populasi pekerja, disebabkan oleh penyebab yang spesifik, ditentukan oleh
pemajanan ditempat kerja, ada atau tidaknya kompensasi. Contohnya adalah
keracunan timbel (Pb), abestosis, dan silikosis (B, sugeng. 2003).
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan
pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (international Labour Organization) di
Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut penyakit akibat kerja sebagai
berikut :
12
1. Penyakit akibat kerja-occupational disease
Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi
yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan work related disease
Adalah penyakit yangt mempunyai bebrapa agen penyebab, dimana
dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang
mempunyai etiologi kompleks.
3. Penyakit yang mengenai populasi kerja-disease of fecting working
populations
Adalah penyakit agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat
oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
2.8.1 Jenis penyakit akibat kerja
WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (dermawan,
deden. 2012: 193):
13
Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan
parut (silikosis, antrakosiliksis, asbestosis) dan silikotuberkulosisyang
silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras.
Penykit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) atau byssinosis
yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, hnep (serat yang diperoleh dari
batang tanaman cnnabis sativa), dan sisal (serat yang diperoleh dari
tumbuhan agave sisalana, biasanya dibuat tali).
Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
Alveolitis alergica yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik.
Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya yang
beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau persenyawaannya yang
beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya yang
beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannya yang
beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannya yang
beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh arsenik (As) atau persenyawaannya yang
beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh merkurium/ raksa (Hg) atau
persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh timbel (Pb) atau persenyawaannya yang
beracun.
Penyakit yang disebabkan flourin (F) atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
14
Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang bercun.
Penyakit yang disebabkan oleh benzema atau homolognya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol, atau keton.
Penyakit yang disebabkan olehgas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti CO, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya
yang beracun, amoniak, seng, braso, dan nikel.
Kelainan pendengarayang disebabkan oleh kebisingan.
Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot,
urat, tulang persendian dan pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan
tinggi.
Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang
mengIon.
Penyakit kulit atau dermatosis yang disebabkan oleh fisik, kimiawi atau
biologis.
Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh Ter, Pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk dan residu dari zat-
zat tersebut.
Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan resiko kontaminsai khusus.
Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas radiasi, atau
kelembapan udara yang tinggi.
Penyakit yang disebabkan oleh bahan lainnya termasuk bahan obat.
15
Menurut (dermawan, deden. 2012: 197-199) penyakit akibat
kerja/penyakit akibat hubungan kerja:
1. Penyakit Saluran Pernapasan
Penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun
kronis.
a. Akut misalnya :
Asma akibat kerja sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut
atau karena virus.
b. Kronis, misalnya :
Asbestosis
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
Edema paru akut : dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti
nitrogen oksida.
2. Penyakit Kulit
a. Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam
kehidupan, kadang sembuh sendiri.
b. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit
yang berhubungan dengan pekerjaan.
c. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang
merupakan penyeba, membuat peka atau karena faktor lain.
3. Kerusakan Pendengaran
a. Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukkan akibat pajanan
kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
b. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang
dengan gangguan pendengaran.
c. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya
pendengaran.
4. Gejala pada Punggung dan Sendi
a. Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan panyakit pada
punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan.
b. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
16
c. Atritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang tidak
wajar.
5. Kanker
a. Adanya presentase yag signifikan menunjukkan kasus kanker yang
disebabkan oleh pajanan di tempat kerja.
b. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari
laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi.
c. Pada kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun
sebelum diagnosis.
6. Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau karbon monoksida da bahan kimia lain di tempat
kerja.
7. Penyakit Liver
a. Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus
atau sirosis karena alkohol.
b. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
8. Masalah Neuropsikitarik
a. Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering
diabaikan.
b. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol
atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena
penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri.
c. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres
yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Lebih dari 100 bahan kimia (a.l solven) dapat menyebabkan depresi
Susunan Syaraf Pusat.
e. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl
ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
f. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
17
9. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
a. Alergi
b. Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan
c. Sick building syndrome
d. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal : parfum derivate
petroleum, rokok.
2.8.2 Faktor penyebab penyakit akibat kerja
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada
bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja,
sehingga tidak mungkin disebutkan satu persatu.
18
2.9.2 Ruang lingkup ergonomi
Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih,
Yuliani, 2002):
19
Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria :
a. Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b. Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang
digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.
c. Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja
10-20 cm lebih rendah dari siku.
d. Mengangkat dan mengangkut
Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan
mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus
ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang
digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari
manusia sebagai “alat utama” untuk mengangkat dan mengangkut.
3. Sistem manusia–mesin
Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan
kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal
dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang
digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang
diperhatikan, misalnya :
a. adanya informasi yang komunikatif
b. tombol dan alat pengendali baik
c. perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk
pekerjaannya.
4. Kebutuhan kalori
Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan.
Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang diperlukan.
Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda dari pekerja
wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian kalori
pada pekerja.
a. Pekerja Pria
Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari
Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari
Pekerjaan berat : 3000 kal/hari
20
b. Pekerja Wanita
Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari
Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari
Pekerjaan berat : 2600 kal/hari
5. Pengorganisasian kerja
Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat,
pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan
dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam.
Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga diperhatikan
waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama
antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang
berulang (repetitive).
6. Lingkungan kerja
Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor
lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang
berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C.
7. Olahraga dan kesegaran jasmani
Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum bekerja/tes
kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi karyawan.
8. Musik dan dekorasi
Musik dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan
mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan pengaturan
warna dapat memberikan kesan jarak, kejiwaan dan suhu. Misalnya :
biru ; jarak jauh dan sejuk
hijau ; menyegarkan
merah ; dekat, hangat, merangsang
orange ; sangat dekat, merangsang.
9. Kelelahan
Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan
lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan
21
diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan
kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.
22
Mata Kacamata pelindung (googles),
pelindung wajah, goggles khusus.
Paru Masker wajah, respirator, alat
bantu pernafasan.
Tangan Sarung tangan pelindung, sarung
tangan tahan bahan kimia, sarung
tangan insulasi.
Kaki Sepatu pengaman, selubung kaki
Kulit (gaiter) dan sepatu pengaman.
Krim pelindung.
Pelindung yang kedap seperti
Torso dan tubuh sarung tangan dan celemek.
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu
dalam keadaan sehat dan selamat
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.
2.12 Fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) di industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul. 1998):
1. Fungsi perawat
a. Mengkaji masalah kesehatan
b. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
23
c. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
d. Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan
2. Tugas perawat
a. Mengawasi lingkungan pekerja
b. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
c. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
d. Membantu melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja
e. Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di
rumah kepada pekerja dan keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan
f. Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap pekerja
g. Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja
h. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja dan
keluarganya
i. Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
j. Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
2.13 Diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini (B,
sugeng. 2003):
24
a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi
pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau
hilang.
b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.
c. informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesa atau dari data
penyakit di perusahaan.
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan
a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik.
b. Pemeriksaan laboratorium membantu diagnostik klinis.
c. Dugaan adanya penyakit akibat bekerja dilakukan juga melalui
pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis.
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
a. Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis-
pembacaan standart ILO).
b. Pemeriksaan audiometri.
c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah dan urine.
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygine perusahaan
yang memerlukan:
a. Kerjasama dengan tenaga ahli hygine perusahaan.
b. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data
yang ada.
c. Pengenalan secara lengsung sistem kerja dan lama pemakaian.
7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis
klinis, kemudian dicari faktor penyebabnya di tempat kerja, atau
melalui pengamatan (penelitian) yang relatif lebih lama.
b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi, dan dokter penasehat
(kaitannya dengan kompensasi).
25
tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan
sebagai pedoman :
26
dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara
khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita
(konsentrasi, jumlah, lama dan sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk
diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk
dapat menetukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat
perkerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanan, misalnya penggunaan
APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga resikonya meningkat.
Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang
mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab
penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan
untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti
telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab
langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjann hanya memperberat suatu
kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan waktu menegakkan
diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit
apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien
tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
27
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila
penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat
timbulnya penyakit.
2.14 Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit/ five level and
prevention diseases (leavel and clark) pada penyakit akibat kerja
(effendi, ferry. 2009: 238)
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
Misalnya; pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik,
pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi,
lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan
seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
2. Perlindungan khusu (spesific protection)
Misalnya; imunisasi, hygine perorangan, sanitasi lingkungan, serta
proteksi terhadap bahaya dan kecelakaaan kerja.
3. Deteksi dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment)
Misalnya; diagnosa dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta
pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi kecacatan (disability limitation)
Misalnya; memeriksa dan mengobati tenaga kerja komprehensif,
mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan kesehatan.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Misalnya; rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang
menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan
karyawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai, menyediakan tempat
kerja yang dilindungi, dan terapi kerja di rumah sakit.
2.15 Promosi Kesehatan Dalam Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Promosi kesehatan, pencegahan dan kontrol penyakit, kesejahteraan,
penurunan faktor risiko, dan pelayanan kesehatan preventif adalah beberapa
istilah yang digunakan pada program kesehatan di lahan kerja (anderson. 2007:
451).
28
Promosi kesehatan digunakan untuk menunjukkan sebuah proses
pembelajaran para pekerja mengenai bagaimana cara meningkatkan kesehatan dan
kualitas hidup mereka dengan mengembangkan gaya hidup yang baru. Proses
promosi kesehatan di lahan kerja biasanya dimulai dari pekerja yang mendapat
pengetahuan mengenai perilaku, risiko kesehatan atau proses penyakit (anderson.
2007: 451).
Perawat kesehatan kerja sering kali bertanggung jawab terhadap program
promosi kesehatan di lahan kerja dan berada pada posisi yang tepat untuk
menciptakan kemitraan dengan komunitas. Apabila suatu organisasi tidak
memiliki perawat kesehatan kerja, program kesehatan menjadi tanggung jawab
staf keamanan kerja atau staf departemen sumber daya manusia atau staf
departemen keuangan. Proses keperawatan untuk meningkatkan kesehatan di
lahan kerja berfokus pada keseluruhan populasi perusahaan dan mungkin meluas
kepada individu yang menjadi tanggungan pekerja (pasangan dan anak)
(anderson. 2007: 451).
Aktivitas promosi kesehatan seluruh pekerja, termasuk manajemen.
Langkah berikutnya adalah menciptakan kesadaran terhadap isu-isu kesehatan
melalui pendidikan internal perusahaan, skrining, dan intervensi yang berfokus
pada gaya hidup.
29
kelas aerobik di tempat kerja, menyediakan waktu senggang untuk
skrining kesehatan, kudapan sehat di etalase makanan).
30
orang yang ada di dalam organisasi. Di bawah ini adalah contoh dari sebuah
perencanaan bisnis:
a. Catatan eksekutif: sebuah kesimpulan singkat mengenai rencana
promosi kesehatan, termasuk di dalamnya tujuan (contoh, untuk
menurunkan strain punggung bagian bawah), metode (contoh,
dilakukan melalui 3 kali pertemuan , masing-masing selama 30 menit),
keuntungan yang dapat diharapkan (contoh, lebih sedikit absen pada
hari kerja, peningkatan produktivitas), biaya (contoh, biaya program,
seperti brosur, selebaran, waktu pengajaran, insentif, ketidak hadiran,
dan biaya tak terduga, seperti biaya akibat penurunan asuransi dan
klaim kompensasi pekerja).
b. Tujuan: secara jelas menggambarkan apa yang ingin dicapai dan
rasional. Termasuk tujuan Masyarakat Sehat 2010 (Healthy People
2010 Objectives) untuk dewasa sehat.
c. Metode: bagaimana, bilamana, dan dimana rencana akan diwujudkan
ke dalam tindakan. Uraikan setiap tugas yang harus diselesaikan
(contoh, rancangan brosur dan selebaran serta diseminasi) dan individu
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas tersebut, beserta
batas waktu penyelesaian program. Jelaskan isi program, termasuk
mengundang pembicara tamu, demonstrasi ulang, dan metode untuk
meningkatkan partisipasi pekerja serta adaptasi dari perilaku yang
diajarkan. Selain itu, tentukan juga tujuan dan objektif program.
Tujuan program dapat berupa: Delapan puluh persen pekerja yang
telah menjalani program perawatan punggung melaporkan penurunan
pengajuan izin sakit yang berhubungan dengan nyeri punggung bawah.
Objektif program dapat berupa: Setelah mengikuti pembelajaran
demonstrasi mengenai prosedur mengangkat yang benar, 90% pekerja
berpartisipasi akan mendemonstrasikan prosedur mengangkat yang
benar.
d. Manfaat yang diharapkan: Tulislah hasil program (contoh, jumlah
absensi pekerja karena nyeri punggung bawah menurun). Ide yang
bagus jika dalam proposal, dicantumkan jumlah absensi pekerja pada
31
tahun terkahir dan besarnya presentase keberhasila program yang
diajukan dalammenurunkan ketidakhadiran. Selain itu, cantumkan pula
pada laporan Anda, nama perusahaan lain hasil temuan Anda dari
literatur yang mengimplementasikan program serupa, beserta
keberhasila yang dicapai oleh perusahaan tersebut.
e. Biaya: Proyeksi akurat dari biaya program (material, waktu para
pengajar, insentif), dan profit yang diharapkan dari penurunan
ketidakhadiran dan peningkatan produktivitas.
2. Implementasi program promosi kesehatan
Marketing adalah bagian esensial dari keberhasilan implementasi program.
Termasuk di dalam beberapa strategi Marketing adalah:
32
e. Memberikan hadiah insentif kepada pekerja yang ikut berpartisipasi,
seperti kaus oblong, topi, sampel tabir surya, kudapan buah-buahan,
botol minuman.
3. Evaluasi program promosi kesehatan
Proses evaluasi memberikan kesempatan untuk menentukan hasil yang
dicapai dari program promosi kesehatan dan mengarahkan peningkatan pelayanan
kesehatan kepada para pekerja. Evaluasi struktur, program, proses pelaksanaan
program dan hasil program adalah tiga pendekatan yang umum dilakukan dalam
meninjau ulang jaminan mutu.
a. Termasuk dalam evaluasi struktur adalah (1) meninjau ulang
mekanisme pelaporan yang diberikan kepada manajemen beserta
dukungan terhadap program promosi kesehatan; (2) menentukan
keadekuatan fasilitas fisik untuk menunjang program; (3)
mengidentifikasi peralatan dan persediaan yang digunakan; (4)
mengidentifikasi kebutuhan kepegawaian dan kualifikasinya; (5)
menganalisis demografik pekerja dan kebutuhan status kesehatan; (6)
menentukan apakah misi, tujuan, dan objektif program diformulasikan
untuk memenuhi kebutuhan kesehatan para pekerja dan kebutuhan
bisnis pengusaha.
b. Evaluasi proses mencakup (1) apakah aktivitas promosi kesehatan
sesuai dengan kondisi; (2) apakah program promosi kesehatan di
bentuk untuk memenuhi kebutuhan di lahan kerja (saatnya anda
melakukan perbandingan terhadap pengkajian awal kebutuhan), dan
(3) apakah terdapat pendokumentasian dan pencatatan.
c. Evaluasi hasil berfokus pada (1) apakah tujuan dan objektif yang
diharapkan dapat dicapai; (2) apakah program membawa hasil yang
positif; (3) apakah hasil kesehatan menunjukkan pencegahan penyakit/
pengetahuan pekerja tentang perawatan diri, mengembalikan fungsi
atau menurunkan ketidaknyamanan; (4) bagaimana perbandingan
keuntungan yang dicapai program dengan biaya program; dan (5)
kepuasan (dari pekerja, pengusaha, dan orang-orang yang bergantung
pada pekerja) terhadap kualitas pelayanan promosi kesehatan yang
33
diterima.Metode yang lazim digunakan untuk evaluasi adalah skala
rating pascaprogram, observasi, dan wawancara dengan para pekerja
tentang pendapat,sikap, dan kepuasan mereka terhadap program.
Tinjauan ulang bagan dan catatan dapat dilakukan untuk menentukan
perbedaan singkat morbiditas dan mortalitas.
34
DAFTAR PUSTAKA
35