Vous êtes sur la page 1sur 69

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Asma Bronchiale adalah suatu keadaan dimana suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
berbagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau
setelah mendapat pengobatan. Asma Bronchiale mempunyai tanda – tanda yang
khas seperti kelelahan, sesak napas, biasanya oleh karena alergi terhadap suatu
benda tertentu dan sebagainya. Semakin cepat dan diatasi penyebabnya yang
diketahui harapan sembuh akan tinggi karena pengobatan dapat dimulai lebih dini.
WHO tahun (2012), sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu
penderita meninggal di seluruh dunia. Angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit asma di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat 20 % untuk sepuluh
tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik.
Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia
adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan
prevalensi asma bronkial sebesar 5–15%. Di Sembilan provinsi yang mempunyai
prevalensi Penyakit Asma diatas prevalensi nasional, antara lain Nanggroe Aceh
Darussalam di urutan pertama, diikuti oleh Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, dan Papua Barat (RIKESDAS, 2007)
Berdasarkan data RS PGI CIKINI dari bulan Januari 2014 sampai Juni
2014 kasus Asma Bronchiale 25 orang. Karena masih tingginya angka kejadian
diatas yang melatar belakangi penulis untuk membahas lebih lanjut dalam “Asuhan
Keparawatan Pada Pasien Asma Bronchiale Pada Pasien RS PGI Cikini”

2. TUJUAN
a. Mampu melakukan pengkajian secara komperhensif kepada pasien dengan
Asma Bronchiale
b. Mampu menegakan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah
c. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien Asma Bronchiale
1
d. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan
e. Sebagai satu syarat untuk menyelesaikan pelatihan ICU dewasa di RS PGI
Cikini

3. METODE PENULISAN
Teknik yang digunakan penulis dalam pengumpulan data yaitu
a. Observasi
Bertujuan untuk mengamati keadaan klien secara langsung untuk memperoleh
data yang sesuai dengan keadaan klien
b. Pemeriksaan fisik
Memeriksa keadaan fisik klien dengan cara infeksi,palpasi,perkusi,dan
auskultasi untuk menentukan masalah keperawatan
c. Wawancara
Mengadakan komunikasi kepada klien dan keluarga
d. Studi kepustakaan
Dilaksanakan untuk mendapatkan keterangan dan dasar teori yang berhubungan
dengan Asma Bronchiale
e. Studi dokumentasi
Membaca catatan keperawatan dan catatan medis yang berhubungan dengan
klien
4. SITEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penulisan dan penyusunan makalah ini terdiri dari 5 bab yaitu:
a. BAB I :Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang ,tujuan
penulisan ,metode penulisan,dan sistematika penulisan
b. BAB II :Tinjauan Teori yang terdiri dari konsep dasar yang
meliputi definisi,anatomi,fisiologi,etiologi,patofisiologi,dan
asuhan keperawatan yang meliputi analisa data,diagnostik
keperawatan,perencanaan,dan evaluasi
c. BAB III :Tinjauan kasus Asma bronchiale
d. BAB IV :Pembahasan kesenjangan yang terjadi pada
pengkajian, analisa data,diagnostik keperawatan,perencanaan,dan
evaluasi
e. BAB V :Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
ASMA BRONCHIALE

1. PENGERTIAN
a. Asthma Bronkiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap berbagai
macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau
setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 2001).
b. Status Astmatikus
Status Asthmatikus merupakan serangan asthma berat yang tidak dapat diatasi
dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat medik ,bila
tidak diatasi dengan cepat akan terjadi gagal pernafasan,(Aryanto Suwondo,
karnen B. Baratawidjaja, 2005).
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah:

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Lorraine
M.wilson,2005).
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang
dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan
berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari
bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis
(N.L.G.Yasmin, 2005 dan Syaifuddin,1997).
Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran
mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring,
dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari
mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat dan bersilia.
3
Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan
kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut
yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat
dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan
diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi
berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila
udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan
kelembapanya mencapai 100% (Lorraine M. Wilson, 2005).
Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan
antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat
jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat follikel getah bening yang dinamakan
adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak,
(Syaifuddin,1997).
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara
terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke
trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring merupakan rangkaian cincin tulang
rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara
terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah.
Pada saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada
aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan
makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring
mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret
keluar dari saluran pernafasan bagian bawah, (Larroin M.W, 2005).
Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk
seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan
diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang hanya
bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing
yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997).

4
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea
bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki
banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk
dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari
yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih
panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang,
(Syaifuddin,1997).
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung
alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat
berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini
disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung
kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos,
diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus,(Lorraine M.
Wilson,2005).
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris,
duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari
paru. (Lorraine M.Wilson,2005 ).
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran
gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi.
Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui
cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan
karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan.
Udara akan mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama
inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat.
Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari –4
mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –8mmHg. Pada saat yang
sama tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan
atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara
mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir.
Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume
5
torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru,(Lorraine M.
Wilson,2005).
Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler
melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat
yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya.
Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen
yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya
dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke
alveoli,(John Gibson,2005).
Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke
jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua
jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikata dengan
hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam
darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat
dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen.
Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram,
maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah
teroksigenasi mencapai jaringan .
Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial
oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam
cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing.
Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan
jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada
tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam
darah (Lorraine M.Wilson, 2005).
Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : PH darah yang normal
berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang PH 7,0 – 7,45.
Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi
CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan PH darah.
Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi
oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan
alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiperventilasi,
(Hudak dan Gallo,1997 ).
6
3. PENYEBAB (ETIOLOGI)
Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
- Reaksi antigen-antibodi
- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001 : 7)

4. TANDA DAN GEJALA


a. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
o Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
o Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
o Whezing belum ada
o Belum ada kelainan bentuk thorak
o Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
o BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
o Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
o Whezing
o Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
o Penurunan tekanan parsial O2
b. Stadium Lanjut/Kronik
o Batuk, ronchi
o Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
o Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
o Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)

7
o Thorak seperti barel chest
o Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
o Sianosis
o BGA Pa O2 kurang dari 80%
o Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
o Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)

5. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan
alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E
( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui
saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen
tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E ( IgE ).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang
itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu
terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat
oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan
menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan
kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini
akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin,
slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of
anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga
reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun
yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas
kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin
menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan
produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi
8
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas
ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada
tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 2005 ).
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan
reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti :
tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan
alergen yang lain.
Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik
yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat
kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan
cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik
lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 2001 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi
karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema
dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus
yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam,
ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk
dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah,
dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir
tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan
menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen
daniel,2001 ).

9
6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian
steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid
jangka lama harus diawasi dengan ketat.
10
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg
bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas.
(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo
Surabaya ).
4. Status asmatikus berat maka pasien masuk ICU dan butuh pemekaian Alat Bantu
Napas bisa terjadi disfungsi penyapihan ventilator
Indikasi pemasangan ventilator mekanik :
1) Frekwensi pernafasan < 10 x/mnt atau >28 x/mnt.
2) Tidal volume <5 ml/kg BB.
3) Tekanan inspirasi <20 cm H2O atau cenderung menurun.
4) Minute volume (MV) <3 liter/mnt atau >20 liter/mnt.
5) Gas darah arteri; pH <7,25, PaCO2 >50 mmHg, PaO2 <50 mmHg dengan
terapy O2.
6) Auskultasi dada: terjadi penurunan atau tidak ada bunyi nafas.
7) Irama dan frekwensi jantung: nadi >120 x/mnt, disritmia.
8) Aktivitas: kelelahan berat, intoleransi aktivitas.
9) Status mental: kacau mental, delirium, somnolen.
10) Observasi fisik: penggunaan otot aksesori, kerja pernafasan berat..

11
7. DAMPAK MASALAH
a. Pada klien
Penderita asthma harus merubah gaya hidup sehari-hari untuk
menghindari faktor pencetus. Perubahan ini dimulai dari lingkungan hidup
sanpai dengan lingkungan kerja. Pada klien dengan serangan asthma, maka
terjadi penurunan nafsu makan, minum sehingga mempengarui status nutrisi
klien. Dalam istirahat klien sangat terganggu sehingga dapat menyebabkan
kelelahan. Adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan
oksigen mempengarui toleransi dalam melakukan aktivitas, kelelahan cepat
lelah dan ketidak mampuan memenuhi ADL.
Klien dapat tumbuh dan berkembang menjadi rendah diri, merasa tidak
mampu, berkepribadian labil,mudah tersinggung,gelisah dan cemas. Adanya
keterbatasan aktifitas, klien lebih tergantung pada orang lain, terkadang klien
tidak dapat berperan sesuai dengan peranya, (Antony C. 1997 ; Tjen daniel,
2001).
b. Pada keluarga
Melihat kondisi klien dengan gejala asthma dan dirawat dirumah sakit,
tentang penyebab, prognosa penyakit dan keberhasilan dari terapi, akan
menimbulkan kecemasan pada keluarga. Perlunya klien dirawat dirumahsakit
menimbulkan respon kehilangan pada keluarga yang ditinggalkan. Peran klien
dalam keluarga sebagai sumber ekonomi akan terganggu karena klien tidak bisa
masuk kerja serta perawatan dan biaya rumah sakit yang tidak sedikit akan
menjadi beban bagi keluarga.

8. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan


12
kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai
derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan
metode proses keperawatan yang meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data.
1) Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada
penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan
implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan
pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat
menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan,
gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan
merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu
juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain
yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan
Diagnosa medis. (Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).
2) Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan
keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti
dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu
pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan
tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi
saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung.
Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang
dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang
dilakukan untuk meringankan gejala asthma (Tjen Daniel, 2001)
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena
13
hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh
lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)
5) Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan
asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai
lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi
serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain sampai
ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan
Tjen Daniel, 2001).

6) Pola fungsi kesehatan


a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal
sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
memungkinkan tidak terjadi serangan asthma (Antony Crokett ;1997, Tjien Daniel ;
2001, Karnen B;1994)
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak,
potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini
karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami klien,
(Hudak dan Gallo;1997)
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk,
kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
d) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama
klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien.
Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
klien, ( Antony C;1997)
e) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan
aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang
14
disebut dengan Exerase Induced Asthma, (Tjien Daniel;2001)
f) Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan
secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja,
(Antony C, 1997)
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah
dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang
salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor
yang ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan
serangan asthma yang berulang.
h) Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri
klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
i) Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini
tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan
menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan
asthma.
j) Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan
pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor,
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha
Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang
konstruktif
2) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
15
bicara, tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan
otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi
istirahat klien (Laura A. T.; 2005, Karnen B ;19983).
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam. (Karnen B;1994, Laura A. Talbot; 2005).
c) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma,
adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
(Laura A.Talbot;2005).
d) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di
rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ; 2005).
e) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi
olfaktori (Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;2005)
f) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah,
dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994)).
g) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta
penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).
h) Thorak
(1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama
pernafasan serta frekwensi peranfasan.(Karnen B.;1994, Laura A.T.;2005).

(2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus (Laura
A.T.;2005).
16
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah. (Laura A.T.;2005).
(4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
(Karnen B .;1994).
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan
hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta
adanya pulsus paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A. T.;2005).
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena
dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi
karena dapat nutrisi (Hudak dan Gallo;1997, Laura A.T.;2005).
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada
extremitas karena dapat merangsang serangan asthma,(Laura A.T.;2005).

3) Pemeriksaan penunjang.
a) Pemeriksaan spirometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asthma, (Karnen B;1998).
b) Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar 20%
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di
anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih,(Karnen
B.;1998).

c) Pemeriksan tes kulit.


Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh, (Karnen B.;1998).
17
d) Laboratorium.
(1) Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia,
hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen B.;1998).
(2) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema
mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya.
Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik,(Arjadiono T.;2005).
(3) Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 – 1500
/mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil
normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung
jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat,(Arjadiono T.;2005).
(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan
SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea,(Arjadiono T.;2005).
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses
patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain, (Karnen B.;1998).
f) Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena
hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus
takikardi – sering terjadi pada asthma.

b. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien.
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data,
18
mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul
serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai
normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil
dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan atau
masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan
klien yang ada pada tanggung jawabnya, (Lismidar ; 1992).
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status
astmatikus. (Berdasarkan Nanda NIC.NOC)
1. Ketidakefktifan bersihan jalan napas
2. Pola napas tidak efektif
3. Kerusakan pertukaran gas
4. Disfungsi respon penyapihan ventilator
5. Hipertermia
6. Ansietas
7. Intoleransi Aktivitas
8. PK Infeksi

10. DISCHARGE PLANNING


1. Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan gambar gambar
2. Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah
3. Hindari factor pemicu : Kebersihan lantai rumah, debu debu, karpet, bulu
binatang dsb
4. Jelaskan tanda tanda bahaya yang akan muncul?
5. Ajarkan penggunaan nebulizer
6. Keluarga perlu memahami tentang pengobatan, nama obat, dosis, efek samping,
waktu pemberian.
7. Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut, stress
8. Jelaskan pentingnya istirahat danlatihan, termasuk latihan nafas
19
9. Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat

20
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN CRITERIA HASIL INTERVENSI
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation (1) Airway suction
 Respiratory status : Airway patency  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan
 Aspiration Control  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan suctioning.
untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas. Kriteria Hasil :  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
suctioning
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
Batasan Karakteristik :
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, memfasilitasi suksion nasotrakeal
-
Dispneu, Penurunan suara nafas mampu bernafas dengan mudah, tidak ada  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
-
Orthopneu pursed lips)  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
-
Cyanosis  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
-
Kelainan suara nafas (rales, wheezing) tidak merasa tercekik, irama nafas,  Monitor status oksigen pasien
-
Kesulitan berbicara frekuensi pernafasan dalam rentang  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
-
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
-
Mata melebar  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
-
Produksi sputum factor yang dapat menghambat jalan nafas
-
Gelisah
-
Perubahan frekuensi dan irama nafas (2) Airway Management
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Faktor-faktor yang berhubungan:  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
-
Lingkungan : merokok, menghirup asap  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
rokok, perokok pasif-POK, infeksi nafas buatan
-
Fisiologis : disfungsi neuromuskular,  Pasang mayo bila perlu
hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas, asma.  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
-
Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas,  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya  Lakukan suction pada mayo
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya  Berikan bronkodilator bila perlu
eksudat di alveolus, adanya benda asing di  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
jalan nafas.  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
21
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation I. AIRWAY MANAGEMENT
 Respiratory status : Airway patency
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
 Vital sign Status
ekspirasi tidak adekuat thrust bila perlu
Kriteria Hasil :
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan nafas buatan
Batasan karakteristik :
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,  Pasang mayo bila perlu
-
Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi mampu bernafas dengan mudah, tidak ada  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
-
Penurunan pertukaran udara per menit pursed lips)  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
-
Menggunakan otot pernafasan tambahan  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
-
Nasal flaring tidak merasa tercekik, irama nafas,
 Lakukan suction pada mayo
-
Dyspnea frekuensi pernafasan dalam rentang
-
Orthopnea normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Berikan bronkodilator bila perlu
-
Perubahan penyimpangan dada  Tanda Tanda vital dalam rentang normal  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
-
Nafas pendek (tekanan darah, nadi, pernafasan)  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
-
Assumption of 3-point position keseimbangan.
-
Pernafasan pursed-lip  Monitor respirasi dan status O2
-
Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
-
Peningkatan diameter anterior-posterior Terapi Oksigen
-
Pernafasan rata-rata/minimal
 Bayi : < 25 atau > 60  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Usia 1-4 : < 20 atau >  Pertahankan jalan nafas yang paten
30  Atur peralatan oksigenasi
 Usia 5-14 : < 14 atau >  Monitor aliran oksigen
25  Pertahankan posisi pasien
 Usia > 14 : < 11 atau >  Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
24  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
-
Kedalaman pernafasan
 Dewasa volume tidalnya
500 ml saat istirahat
 Bayi volume tidalnya 6-8 Vital sign Monitoring
ml/Kg  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
-
Timing rasio  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
-
Penurunan kapasitas vital  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
22
Faktor yang berhubungan :  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
-
Hiperventilasi
aktivitas
-
Deformitas tulang
 Monitor kualitas dari nadi
-
Kelainan bentuk dinding dada
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
-
Penurunan energi/kelelahan
 Monitor suara paru
-
Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
 Monitor pola pernapasan abnormal
-
Obesitas
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
-
Posisi tubuh
 Monitor sianosis perifer
-
Kelelahan otot pernafasan
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
-
Hipoventilasi sindrom
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
-
Nyeri
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
-
Kecemasan
-
Disfungsi Neuromuskuler
-
Kerusakan persepsi/kognitif
-
Perlukaan pada jaringan syaraf tulang
belakang
-
Imaturitas Neurologis

3 Kerusakan Pertukaran gas NOC : NIC :


 Respiratory Status : Gas exchange II. AIRWAY MANAGEMENT
 Respiratory Status : ventilation
Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
 Vital Sign Status
oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di Kriteria Hasil : thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
dalam membran kapiler alveoli  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
dan oksigenasi yang adekuat nafas buatan
 Memelihara kebersihan paru paru dan  Pasang mayo bila perlu
Batasan karakteristik : bebas dari tanda tanda distress  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
pernafasan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Gangguan penglihatan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Penurunan CO2 suara nafas yang bersih, tidak ada
 Lakukan suction pada mayo
sianosis dan dyspneu (mampu
 Takikardi mengeluarkan sputum, mampu bernafas  Berika bronkodilator bial perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Barikan pelembab udara
 Hiperkapnia  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Tanda tanda vital dalam rentang normal
 Keletihan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
23
 somnolen
 Iritabilitas III. RESPIRATORY MONITORING

 Hypoxia  Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha


respirasi
 kebingungan  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
 Dyspnoe penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
 nasal faring  Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
 AGD Abnormal
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 sianosis  Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
 warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
 Hipoksemia adanya ventilasi dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
 hiperkarbia crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
 sakit kepala ketika bangun  auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal

Faktor faktor yang berhubungan :


 ketidakseimbangan perfusi ventilasi
 perubahan membran kapiler-alveolar
4 Disfungsi respon penyapihan ventilator NOC : NIC :
 Respiratory Status : Gas Exchage Mechanical Ventilation
 Respiratory Status : Ventilatory
Definisi : ketidakmampuan untuk mengatur pada  Monitor adanya kelelahan dari otot pernafasan
 Vital Sign
 Monitor adanya kegagalan respirasi
tekanan terendah dukungan ventilasi mekanik saat Kriteria Hasil :
 Lakukanpengaturan monitor ventilasi secara rutin
menjelang dan memperpanjang proses  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara  Monitro adanya penurunan dan peningkatan tekanan
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan inspirasi
penyapihan.
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,  Monitor hasil pembacaan ventilator dan suara nafas
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada  Gunakan tehnik aseptic

24
Batasan karakteristik: pursed lips)  Hentikan selang NGT sampai suction dan 30-60 menit
 Tanda tanda vital dalam rentang normal sebelum fisioterapi dada
1. Berat
 Tingkatkan intake dan cairan adekuat
a.penurunan gas darah arteri dari batas
normal.
Mechanicai ventilation weaning
b. Peningkatan frekuensi pernafasan secara
 Monitro kapasitas vital, kekuatan inspirasi
significant dari batas normal
 Pastikan pasien bebas dari tanda tanda infeksi sebelum
c. Peningkatan tekanan darah dari batas normal
dilepas
(20 mmHg).
 Monitor status cairan dan elektrolit yang adekuat
d. Peningkatan denyut jantung dari batas
 Suktion jalan nafas
normal (20x/menit)
 Konsulkan ke fisioterapi dada
e. Pernafasan abdomen paradoks
 Gunakan tehnik relaksasi
f. Adanya bunyi nafas, terdengar sekresi jalan
nafas.
g. Sianosis Airway management
h. Penurunan tingkat kesadaran
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
i. Nafas dangkal.
thrust bila perlu
Sedang
TD sedikit meningkat <20mmHg  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Peningkatan frekuensi pernafasan<5 x/menit  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
Denyut nadi sedikit meningkat < 20x/menit nafas buatan
Pucat, sianosis  Pasang mayo bila perlu
Kecemasan, diaporesis, mata melebar  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Ringan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
hangat  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
kegelisahan, kelelahan  Lakukan suction pada mayo
tidak nyaman untuk bernafas  Berikan bronkodilator bial perlu
 Berikan pelembab udara(kassa Nacl lembab)
Faktor faktor yang berhubungan:  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Psikologi  Monitor respirasi dan status O2
a. pasien merasa tidak efektif untukpenyapihan
b. tidak berdaya
c. cemas, putus asa, takut
d. defisit pengetahuan
e. penurunan motivasi

25
f. penurunan harga diri
Situasional
a. episode masalah tidak terkontrol
b. riwayat usaha penyapihan tidak berhasil
c. lingkungan yang ,kurang baikriwayat tergantung
ventilator >4 hari-1 minggu
d. ketidakcocokan selang untuk mengurangi
bantuan ventilator
e. ketidakadekuatan dukungan sosial
Fisiologi
a. nutrisi yang tidak adekuat
b. gangguan pola tidur
c. ketidaknyamanan atau nyeri tidak terkontrol
d. bersihan jalan nafas tidak efektif

5 Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :


Kriteria Hasil : Fever treatment
 Suhu tubuh dalam rentang normal  Monitor suhu sesering mungkin
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal  Nadi dan RR dalam rentang normal  Monitor IWL
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak  Monitor warna dan suhu kulit
ada pusing, merasa nyaman  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Batasan Karakteristik:  Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
 kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
 Monitor intake dan output
 serangan atau konvulsi (kejang)  Berikan anti piretik
 kulit kemerahan  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
 pertambahan RR demam
 takikardi  Selimuti pasien
 saat disentuh tangan terasa hangat  Lakukan tapid sponge
 Berikan cairan intravena
Faktor faktor yang berhubungan :  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
-
penyakit/ trauma  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
-
peningkatan metabolisme menggigil
-
aktivitas yang berlebih
-
pengaruh medikasi/anastesi
Temperature regulation
26
-
ketidakmampuan/penurunan kemampuan  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
untuk berkeringat  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
-
terpapar dilingkungan panas  Monitor TD, nadi, dan RR
-
dehidrasi  Monitor warna dan suhu kulit
-
pakaian yang tidak tepat  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat
panas
 Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

27
6 Ansietas b/d penyakit kritis, takut kematian atau NOC : NIC :
kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan  Anxiety control (3) Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
 Coping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
social atau ketidakmampuan yang permanen.
 Impulse control  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Kriteria Hasil :  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
Definisi :  Klien mampu mengidentifikasi dan selama prosedur
mengungkapkan gejala cemas  Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
Perasaan gelisah yang tak jelas dari
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai menunjukkan tehnik untuk mengontol mengurangi takut
cemas  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
respon autonom (sumner tidak spesifik atau tidak
 Vital sign dalam batas normal prognosis
diketahui oleh individu); perasaan keprihatinan  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa  Dorong keluarga untuk menemani anak
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan  Lakukan back / neck rub
disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal
berkurangnya kecemasan  Dengarkan dengan penuh perhatian
ini merupakan peringatan adanya ancaman yang  Identifikasi tingkat kecemasan
akan datang dan memungkinkan individu untuk  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
mengambil langkah untuk menyetujui terhadap
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
tindakan ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Ditandai dengan
 Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
 Gelisah
 Insomnia
 Resah
 Ketakutan
 Sedih
 Fokus pada diri
 Kekhawatiran
 Cemas

28
7 Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, NOC : NIC :
ketidakmampuan memenuhi metabolisme otot Energy Management
 Energy conservation
rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
 Self Care : ADLs
hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk aktivitas
Kriteria Hasil :
selama sakit  Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik keterbatasan
Intoleransi aktivitas b/d fatigue tanpa disertai peningkatan tekanan  Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
Definisi : Ketidakcukupan energu secara fisiologis darah, nadi dan RR  Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
maupun psikologis untuk meneruskan atau  Mampu melakukan aktivitas sehari hari  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktifitas (ADLs) secara mandiri secara berlebihan
sehari hari.  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

Batasan karakteristik :
Activity Therapy
a. melaporkan secara verbal adanya kelelahan  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
atau kelemahan. dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
b. Respon abnormal dari tekanan darah atau  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
nadi terhadap aktifitas mampu dilakukan
c. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
atau iskemia dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
d. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
beraktivitas. yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
Faktor factor yang berhubungan :
 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Tirah Baring atau imobilisasi  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
 Kelemahan menyeluruh luang
 Ketidakseimbangan antara suplei oksigen  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
dengan kebutuhan kekurangan dalam beraktivitas
 Gaya hidup yang dipertahankan.  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
8 PK infeksi NOC : NIC :

29
 Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
 Knowledge : Infection control
Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Risk control
patogen Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
 Batasi pengunjung bila perlu
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
 Mendeskripsikan proses penularan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
Faktor-faktor resiko :
penyakit, factor yang mempengaruhi pasien
-
Prosedur Infasif penularan serta penatalaksanaannya,  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
-
Ketidakcukupan pengetahuan untuk  Menunjukkan kemampuan untuk  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
menghindari paparan patogen mencegah timbulnya infeksi kperawtan
-
Trauma  Jumlah leukosit dalam batas normal
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
-
Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan  Menunjukkan perilaku hidup sehat
 Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
lingkungan
alat
-
Ruptur membran amnion
-
Agen farmasi (imunosupresan)  Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
-
Malnutrisi sesuai dengan petunjuk umum
-
Peningkatan paparan lingkungan patogen  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
-
Imonusupresi kandung kencing
-
Ketidakadekuatan imum buatan  Tingktkan intake nutrisi
-
Tidak adekuat pertahanan sekunder  Berikan terapi antibiotik bila perlu
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan
respon inflamasi) Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
-
Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit
tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi  Monitor hitung granulosit, WBC
pH, perubahan peristaltik)  Monitor kerentanan terhadap infeksi
-
Penyakit kronik  Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase

30
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

31
BAB III. TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN ( Tanggal 11 September 2014 jam 08.00)
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. D.H
Umur : 84 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Murai II No.B-7, Pasar Minggu- Jaksel
Masuk RS : 8 September 2014
Diagnosa Medik : Asma Bronchial On Ventilator
No MR : 29-53-28
Sumber informasi : Auto Anamnesa : Tidak dapat dilakukan oleh karena
saat pengkajian pasien sedang terpasang ETT pro
Ventilator
Allo Anamnesa : Pada Tn.P.S (anak pasien) dan dari
status pasien untuk mendapatkan data saat pasien
dirawat, sebelum dilakukan pengkajian

2. Alasan Dirawat
Pasien masuk ICU Dewasa RS PGI Cikini melalui Unit Gawat Darurat dengan
keluhan utama Sesak napas dan nyeri dada, ada penurunan kesadaran. Masuk ke
ICU Cikini terpasang ETT dari IGD RS PGI Cikini.

3. Riwayat penyakit sekarang


Menurut pengkajian yang didapat dari status pasien dan juga keluarga, di dapat
data : Di rumah pasien tiba- tiba mengeluh sesak nafas, nyeri dada. kemudian
pasien diantar oleh keluarga ke IGD RS PGI Cikini tanggal 08-09-2014 pukul
21.50.
Saat tiba di IGD pasien mengalami penurunan kesadaran, sesak nafas, mulut
berbusa, SPO2 : 52%, TD: 65/30 mmHg, Suhu: 37,7 C, Nadi: 124, RR:8-
10x/menit.
Di IGD dilakukan bagging, memasang oropharingeal tube no.5 kemudian
dilakukan pemasangan ETT no.7,5. Memberikan ventilasi melalui BVM via ETT.
Kemudian dilakukan pemasangan NGT. Dan kemudian pasien di antar ke ICU RS
PGI Cikini untuk dilakukan perawatan selanjutnya
Keadaan umum saat dilakukan pengkajian : KU : Tampak sakit berat, Kesadaran
Composmentis, GCS : 4/6/ETT, Pupil : 2/2, Tensi : TD 150/70 mmHg (on Vascon
0.5 mcq/kgbb), HR 90x/menit, S 36,4 C, Pulsasi halus, RR : 18 x/menit O2

32
saturasi 92% dan terpasang ventilator mode Control 12 Peep 5 fio2 80%,Spo2
93%,TV 433cc.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Menurut anak pasien, pasien mempunyai penyakit Asma Bronchial kurang lebih
40 tahunan ,hipertensi, Ada riwayat Merokok sejak Remaja.Tidak ada riwayat
alergi.
Pasien tidak pernah dirawat dengan kasus yang sama di Cikini, Tapi sering Rawat
Jalan oleh karena sakit asmanya.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga tidak ada yang menderita Asma Bronchial.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Airway:
 Rongga Mulut : Hipersalivasi, Sputum berwarna putih kekuningan,
konsistensi kental.
 Terpasang oropharingeal tube no. 5
 Terpasang ETT kingking ukuran 7.5 pro ventilator

b. Breathing :
 RR : 14x/menit, tampak adanya usaha nafas, tidak ada retraksi dinding
dada.
 Bunyi nafas wheezing dan Ronchi di semua lapang paru.
 ETT kingkin no 7,5
 Irama pernafasan teratur (On ventilator) dengan pola Control 12 Peep 5
fio2 80%,Spo2 93%,TV 433cc
 Riwayat Penyapihan Pasien pernah di weaning Oksigen dari 80% ke 70%
pada tanggal 10/9/2014 jam 08.00-22.00 (Spo2 cenderung menurun yaitu
berkisar 92%-94%) dan selanjutnya kembali di naikan Fio2 80% sampai
saat pengkajian
c. Circulation:
 TD 117/73 mmHg (on Vascon 0.5 mcg/kgBB), HR 86x/menit, S 36,8º C,
 Pulsasi halus
 Akral Ekstrimitas atas teraba dingin
 CRT > 3detik
 Warna kulit putih, turgor kulit normal
d. Disability
 KU : Tampak Sakit Berat
 GCS : 4/6/ETT
 Pupil: isokor, diameter 2/2
 Reflek cahaya +/+
 Kejang (tidak ada), kaku kuduk (tidak ada)
e. Eksposure
33
 Kepala : tidak ada kelainan, tampak bersih
 Mata : tidak ada kelainan, Konjungtiva Tidak ada tanda anemia
 Hidung : Terpasang NGT ukuran 16
 Mulut : Terpasang ETT no.7,5 pro Ventilator
 Telinga : tidak ada kelainan dalam bentuk, fungsi pendengaran baik.
 Leher : tidak ada kelainan, tidak ada tanda peningkatan JVP
 Dada dan punggung : tampak simetris, fokal fremitus (tidak ada), tidak
ada retraksi dinding dada, bunyi jantung S1 dan S2 normal tidak ada bunyi
jantung tambahan
 Abdomen : distensi abdomen (tidak ada), peristaltik usus 5x/menit,
splenomegali (tidak ada), hepatomegali (tidak ada), tidak teraba massa di
semua kuadran
 Genetalia : Bersih,tidak ada keputihan,daerah selangkangan tampak
kemerahan, terpasang dower chateter no 16,
 Muskuloskeletal : kekuatan otot 5 5
5 5
 Ekstremitas: tangan kanan terpasang infus, NaCl 0,9% 500cc/24 jam(21
cc per jam), NaCl 0.9% 50cc + Nepi 20 mg ( 0,5 mcg/ kgbb )
 Integumen : warna kulit putih, turgor kulit normal, tidak ada tanda-tanda
dekubitus

f. Folley Cateter
 Warna urine kuning jernih
 Jumlah urine 300cc/6jam (pukul 06.00-12.00WIB)

g. Going to
 Pemeriksaan thorak foto Hasil laboratorium, ECG terlampir

DATA PENUNJANG
THORAKS FOTO (Tanggal 08-09-2014)
Tak dapat dinilai (Karena berada di hemithorax kiri) yang terlihat berselubung
inhomogen dengan diafragma sinus kiri yang suram.
Aorta dan media sternum tak melebar, tampak ujung ETT berada 4cm diatas Karina
Paru kanan tampak infiltrate di lapangan atas
Diafragma dan sinus kanan baik
Kesimpulan : TB Paru kanan dan Susp Pleura Pneumo kiri

34
LABORATORIUM

NO PEMERIKSAAN September 2014 NILAI NORMAL


8 9 11 12 13
1 HEMATOLOGI
LED *90 0 – 20 mm/jam
Hb 13.2 13.2 12 12,2 12 – 14 g/dL
Hematokrit 41 38 38 37 – 43%
Leukosit *15.6 14,7 11,9 5.0 – 10.0 10^3/µL
Eritrosit *4.69 4.00 – 4.50 10^3/µL
Retikulosit *29 5 – 15 permil
Trombosit 164 195 172 150 – 450 10^3/µL
MCV 88 81 – 92 fL
MCH 28.1 27.0 – 32.0 pg
MCHC *31.9 32.0 – 37.0 g/dL

Hemostasis
Masa pembekuan 12-14 10 – 16 menit
APTT
APTT Pasien *53.6 26.4 – 37.5 detik
APTT Control 30.9
Masa
*20.9
Protrombin(PT)
13.1 11.0 – 14.2 detik
PT Pasien
1.8
PT Control
*695
INR
180. 0 – 350.0 mg/dL
Fibrinogen
2
KIMIA DARAH
169
GDS
7 6 – 8 g/dL
Protein total
54 0 – 50 U/L
SGOT
47 0 – 50 U/L
SGPT
50 68 10 – 50 mg/dL
Ureum
1,6 1,1 0.6 – 1.1mg/dL
Creatinin
8.9 3 – 7 mg/dL
Uric Acid
3 3.4 – 4.8
Albumin
4 1.3 – 3.7
Globulin
127 144 135 – 147 mg/L
Natrium
3.6 3.2 3,5 – 5,0 meq/L
Kalium
9.1 7.1 8,8 – 10,3 mg/dL
Calsium
3
AGD
7.096 H 7.492 7.512 7.35 – 7.45
Ph
123.7 42.4 41.0 35 – 45 mmHg
PCO2
63 85 92 80 – 100 mmHg
PO2
38 H 32.7 33.1 22 – 26 mmol/L
HCO3
4.8 H 9.0 9.9 (-2) - (+2)
BE
96.9 90.6 96 – 100%
SaO2
4
KULTUR Prosed
- -
Darah ur tidak
tumbuh
- Prosedur
Urine
tidak -

35
tumbuh
Sputum - Sterptoko
-
kus
Viridians,
Alpha
Gram
negative

Riwayat Therapi
11 September 2014 :
 Nacl 0,9 % 500cc/24 jam
 Injeksi: 2 x 1 gr Meropenem, 1 x 62,5 mg solumedrol, 2 x 40 mg Ottozol, 3 x 500
mg lancolin
 Nebulizer (ventolin 1:flexidetide 1:bisolvon 10 Tts)
 Nutrisi enteral: diet cair 1700 cal 4 x SV 200cc + air 50cc
 Therapi Tambahan: BioATP 2 X 1 Sachet

B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1. DS : Obstruksi Jalan Ketidakefektifan
DO :
Napas oleh karena Bersihan Jalan Nafas
 Sputum berwarna putih
peningkatan
kekuningan, konsistensi kental.
 Terdengar wheezing dan Ronchi di produksi mucus
semua lapang paru pada saluran
 Terpasang ETT kingkin no 7,5 pernapasan
 Pernafasan on ventilator mode
Control 12 Peep 5 FiO2 80%,Spo2
93%,TV 433cc..

DS :
DO :
2. Riwayat usaha Disfungsi respon
36
 Tidak ada penggunaan otot bantu penyapihan yang penyapihan ventilator
pernapasan tidak berhasil (DRPV)
 Ventilator, Mode Control sejak
Masuk (08/09/2014)
 Riwayat Penyapihan Pasien pernah
di weaning Oksigen dari 80% ke
70% pada tanggal 10/9/2014 jam
08.00-22.00 (Spo2 cenderung
menurun yaitu berkisar 92%-94%)
dan selanjutnya kembali di naikan
Fio2 80% sampai saat pengkajian
 Pernafasan on ventilator mode
Control 12 Peep 5 fio2 80%,Spo2
93%,TV 433cc.

AGD:
 Ph : 7.512
 PCO2 : 41.0
 PO2 : 92
 HCO3 : 33.1
 BE : 9.9
 SaO2 : 90.6 %
 TTV :
 T/D : 150/70 mmHg
 HR : 90x/mnt
 Suhu : 36,40C

DS :
DO :
-
Leukosit : 15,6 x 103
-
LED : 90 mm/jam
-
BTA sputum : Sterptokokus
3 -- PK Infeksi
Viridians, Alpha Gram negative
Thoraks PA : Kesimpulan : TB
Paru kanan dan Susp Pleura
Pneumo kiri

37
Tampak ada kemerahan di
daerah selangkangan
-
Pemakaian immunosupresif
(Solumedrol, 1 x 62.5 mg )
-
Terpasang ETT kingkin no 7,5 pro
ventilator mode Control
-
Terpasang infuse di ekrimitas
tangan kanan

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH


1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan Obstruksi Jalan
Napas oleh karena peningkatan produksi mucus pada saluran pernapasan yang
ditandai dengan :
DS :
DO :
 Sputum berwarna putih kekuningan, konsistensi kental.
 ETT kingkin no 7,5
 Terdengar wheezing dan Ronchi di semua lapang paru
 Pernafasan on ventilator mode Control 12 Peep 5 fio2 80%,Spo2 93%,TV 433cc..

2. Disfungsi respon penyapihan ventilator (DRPV) berhubungan dengan Riwayat


usaha penyapihan yang tidak berhasil yang ditandai dengan :
DS :
DO :
 Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
 Ventilator, Mode Control sejak Masuk (08/09/2014)
 Os pernah di weaning Oksigen dari 80% ke 70% pada tanggal 10/9/2014 jam
08.00-22.00 (Spo2 cenderung menurun yaitu berkisar 92%-94%) dan selanjutnya
kembali di naikan Fio2 80% sampai saat pengkajian
Pernafasan on ventilator mode Control 12 Peep 5 fio2 80%,Spo2 93%,TV 433cc.
AGD:
 Ph : 7.512  PO2 : 92
 pCO2 : 41.0  HCO3 : 33.1

38
 BE : 9.9  SpO2 : 90.6 %
 RR : 18 x/menit O2 saturasi 92%
TTV :
 T/D : 150/70 mmHg
 HR : 90x/mnt
 Suhu : 36,40c

3. PK Infeksi
DS :
DO :
-
Leukosit : 15,6 x 103
-
LED : 90 mm/jam
-
BTA sputum : Sterptokokus
Viridians, Alpha Gram negative
Thoraks PA : Kesimpulan : TB Paru kanan dan Susp Pleura Pneumo kiri
Tampak ada kemerahan di daerah selangkangan
-
Pemakaian immunosupresif
(Solumedrol, 1 x 62.5 mg )
-
Terpasang ETT kingkin no 7,5 pro ventilator mode Control
-
Terpasang infuse di ekrimitas tangan kanan

39
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Ny. DH Ruang : IRI
Umur : 72 tahun MR : 04 – 05 - 95
No Hari/ Diagnosa Tujuan dan
DX Tgl Keperawatan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi

1 11-09- Ketidakefektifan Bersihan Tujuan : Mandiri: 08.00 1. Keadaan umum Jam 14.00
2014 Jalan Nafas berhubungan Dalam waktu 3 x 1. Observasi TTV dan tingkat Lemah, kesadaran S :
dengan Obstruksi Jalan 24 jam, jalan kesadaran composmentis O:
2. Kaji pernafasan pasien tiap
Napas yang ditandai dengan : nafas menjadi GCS 4/6/ETT  KU lemah, kesadaran
jam: kedalaman, irama,
DS : - efektif TTV composmentis, GCS
DO : bunyi nafas, penggunaan
Kriteria Hasil: TD: 117/73 mmHg 4/6/ETT
Sputum berwarna putih
otot bantu pernafasan, TD :117/73– 133/64
 Jalan nafas paten HR: 86x/menit
kekuningan, konsistensi kental.
adanya sianosis dan mmmHg
ETT kingkin no 7,5 dan bersih RR: 16x/ menit
Terdengar wheezing dan saturasi oksigen HR : 86 -91x/menit
 Suara nafas SpO2 : 96%
3. Perhatikan ketepatan T : 36,8 – 36,9º C
Ronchi di semua lapang paru vesikuler RR : 16- 14x/menit
08.15 7. Terapi inhalasi(1
Pernafasan on ventilator mode  Irama, frekuensi Settingan ventilator SPO2: 93-96%
4. Tinggikan bagian kepala amp ventolin+ 1
Control 12 Peep 5 fio2 dan kedalaman  Slym (+), warna
5. Lakukan suction secara
amp flexotide+ 10
80%,Spo2 96%,TV 485cc. pernafasan kuning konsistensi
berkala, melakukan oral
 SPO2 lebih dari tts bisolvon) selama
hygiene dan Lakukan agak encer
95% 08.45 10-20 menit
perawatan ETT  Suara napas ronchi
 Tidak ada 2. Auskultasi paru
6. Lakukan chest terapi (+)
penggunaan otot terdengar bunyi
Kolaborasi:  Pernafasan on
dada 08.45 ronchi di semua
7. Pemberian nebulasi ventilator mode
RR: 12 – 8. Pemberian terapi sesuai lapang paru
Control 12 Peep 5
20x/menit indikasi 5. Suction, slym(+), FIO2 80%,SPO2 93-
 TTV dalam 09.00 konsistensi kental 96% ,TV 432-498cc
batas normal berwarna kuning  Hasil AGD
Oralhygiene,dan pH :7.512
perawatan ETT PCO2 :41.0
PO2 :92
09.30 TD: 126/65 mmHg HCO3 :33.1
HR: 94x/menit BE :9.9

RR: 22x/ menit SaO2 :90.6

SpO2 : 95% Kesimpulan:

4. Head up 15-300 Alkalosis Respiratorik

3.Mempertahankan dan
melakukan A: Masalah belum

perawatan ventilator teratasi

10.00 agar uap air P: Lanjutkan intervensi

mengalir ke water 1-8

trap, membuang air


di water trap
,memeriksa cubing
tertekuk atau tidak.
TD: 133/67 mmHg
HR: 93x/menit
RR: 16x/ menit
SpO2 : 96%
11.00 2. Auskultasi paru
terdengar bunyi
ronchi di semua
lapang paru
5. Suction, slym(+),
12.00 konsistensi kental
berwarna kuning
TD: 134/62 mmHg
HR: 82x/menit
RR: 14x/ menit
SpO2 : 96%
6. Chest terapi
TD: 134/64 mmHg
HR: 86x/ menit
S: 35,4 ºC
13.00 SPO2 :96%
2. Auskultasi paru
terdengar bunyi
ronchi di semua
lapang paru
5. Suction, slym(+),
konsistensi kental
berwarna kuning
TD: 133/64 mmHg
HR: 85x/menit
RR: 14x/ menit
SpO2 : 96%

2 11-09- Disfungsi respon penyapihan Tujuan : dalam Mandiri: 08.00 Keadaan umum S:
2014 ventilator (DRPV) waktu 3 x 24 jam 1. Observasi TTV :Lemah, kesadaran O:
2. Pantau adanya kegagalan
berhubungan dengan resiko Disfungsi composmentis  KU lemah, kesadaran
pernapasan
Riwayat usaha penyapihan respon penyapihan 08.15 GCS 4/6/ETT composmentis, GCS
3. Pantau efek perubahan
yang tidak berhasil yang ventilator tidak TTV 4/6/ETT
pengesetan ventilator
ditandai dengan : terjadi. TD: 117/73 mmHg TD :117/73– 133/64
terhadap oksigenasi
DS : 4. Auskultasi suara napas,catat HR: 86x/menit mmmHg
HR : 86 -91x/menit
DO : Kriteria Hasil: area penurunan atau 10.00 RR: 16x/ menit T : 36,8 – 36,9º C
Tidak ada penggunaan otot  TTV dalam batas ketiadaan ventilasi dan SpO2 : 96% RR : 16- 14x/menit
Pernafasan on
bantu pernapasan normal ≥ 160/70 adanya suara napas 7. Terapi inhalasi(1
ventilator mode
Ventilator, Mode Control sejak mmHg; tambahan amp ventolin+ 1
5. Pantau peningkatan Control 12
Masuk (08/09/2014)  suhu 36,5 – 37,5 amp flexotide+ 10 Peep 5 FIO2 80%,
c kegelisahan,ansietas,tersenga SPO2:93-96%
Os pernah di weaning tts bisolvon) selama
 HR 60 – l sengal.
Oksigen dari 80% ke 70% pada 11.00 10-20 menit SaO2 :90.6
100x/menit 6. Evaluasi atau catat kemajuan
tanggal 10/9/2014 jam 08.00- 8. Alarm ventilator  TV 432-498cc
 AGD dalam pasien seperti perubahan
22.00 (Spo2 cenderung tetap on  Hasil AGD
batas normal hemodinamik dan
menurun yaitu berkisar 92%- Ph 7,35 – 9. Pantau kapasitas pH :7.512
kegelisahan pasien PCO2 :41.0
94%) dan selanjutnya kembali 7,45 7. Lakukan suction tidal volume dan
Pco2 35-45 PO2 :92
8. Pastikan alarm ventilator HCO3 :33.1
di naikan Fio2 80% sampai saat Hco3 22-26 12.00 kesiapan untuk
Tco2 23-27 aktif BE :9.9
pengkajian penyapihan untuk
BE -2,5 – 9. Pantau derajat pirau,kapasitas SaO2 :90.6
ventilasi mekanik
Pernafasan on ventilator mode +2,5 tidal volume dan kesiapan FiO2 : 70%, TV : Kesimpulan:
Spo2 95-100%
Control 12 Peep 5 fio2 untuk penyapihan untuk 480cc Alkalosis Respiratorik
80%,Spo2 93%,TV 433cc. ventilasi mekanik 5.Keadaan umum A: Masalah belum
AGD: 10.Kolaborasi :
pasien : pasien tidak teratasi
Ph : 7.512 - Pengesetan ventilator
(Pasien belum bisa di
pCO2 : 41.0 - Pemberian agen gelisah, GCS 4/6/ETT
PO2 : 92 weaning karena
pelumpuh otot sedative ,kesadaran
HCO3 : 33.1
dengan FiO2: 80%
BE : 9.9 dan narkotik composmentis ,irama
SpO2 nya berkisar
SpO2 : 90.6 % napas reguler, RR :
93-96%
RR : 16 x/menit O2 saturasi 14x/ mnt
P :lanjutkan intervensi
96% Fi O2 : 70%
1-10
T/D : 117/73 mmHg
SpO2 : 94% Rencana Latihan
HR : 86x/mnt
Weaning Dengan
Suhu : 36,80c TV : 425cc
Perubahan Pola

3 11-09- 4. PK Infeksi Setelah dilakukan Mandiri: 08.00 Mencuci tangan S:


2014 DS : tindakan 1. Observasi TTV sebelum melakukan O:
keperawatan 2. Pantau adanya infeksi: kegiatan dan  KU lemah, kesadaran
DO :
demam,menggigil
-
Leukosit : 15,6 x 103 selama 3 x 24 jam. menggunakan sarung composmentis, GCS
diaforesis, batuk,
-
LED : 90 mm/jam infeksi tidak kemerahan, bengkak, tangan 4/6/ETT
- terjadi dengan 3. Gunakan Universal 09.00 1. TD:133/63 mmHg TD :117/73– 133/64
BTA sputum :
Precaution selama kontak mmmHg
Sterptokokus criteria hasil : HR: 83x/menit
langsung dengan pasien HR : 86 -91x/menit
Viridians, Alpha Gram -Tanda vital (Cuci tangan sebelum dan RR :14 x/menit T : 36,8 – 36,9º C
dalam batas sesudah tindakan) S :36,7 ºC RR : 16- 14x/menit
negative
4. Pertahankan hidrasi SPO2: 96 - 98%
Thoraks PA : normal SPO2 : 97%
adekuat dan nutrisi.
 Suhu 36,5 – 37,5 TV : 433 cc A: Masalah belum
Kesimpulan : TB Paru
kanan dan Susp Pleura c 5. Pertahankan tehnik aseptik 09.00 Melayani Nutrisi per teratasi
 HR 60 – bila melakukan prosedur
Pneumo kiri NGT 200 Kalori + Air
invasif P: lanjutkan
100x/menit
Tampak ada kemerahan putih 50 cc
 AGD dalam intervensi 1- 6
di daerah selangkangan 6. Kolaborasi 10.30 Memasang infuse rencana latihan
batas normal weaning dengan
-
Pemakaian Ph 7,35 – a. Pemeriksaan ulang di posisi
perubahan pola
immunosupresif 7,45 laboratorium terutama ekstrimitas tangan
Pco2 35-45 kadar LED dan jumlah Pemberian Antibiotik
(Solumedrol, 1 x 62.5 sebelahnya (Kanan)
Hco3 22-26 sel darah putih (meropenem jam 16 00)
mg ) Tco2 23-27 (Dengan teknik
-
Terpasang ETT kingkin no BE -2,5 – b. Lanjutkan terapi
Aseptik)
7,5 pro ventilator mode pemberian antibiotika
+2,5 12.00 Mengambil sampel
Spo2 95-100% sesuai pesanan.
Control
- darah untuk
Terpasang infuse di
pemeriksaan
ekrimitas tangan kanan
Laboratoriun DPL
13.30 Melayani injeksi
Meropenem 1 gram
intravena

CATATAN PERKEMBANGAN 1
No Hari/ Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi
DX Tgl Keperawatan Kriteria hasil
1 12-09- Ketidakefektifan Bersihan Tujuan : Mandiri: 08.00 1.Kesadaran umum Jam 14.00
2014 Jalan Nafas berhubungan Dalam waktu 1. Observasi TTV dan Lemah, kesadaran S :
dengan Obstruksi Jalan 3x24 jam jalan tingkat kesadaran composmentis O:
2. Kaji pernafasan pasien
Napas yang ditandai nafas menjadi GCS 4/6/ETT  KU lemah, kesadaran
tiap jam: kedalaman,
dengan : efektif TTV composmentis, GCS
irama, bunyi nafas,
DS : - Kriteria Hasil: TD: 133/63 mmHg 4/6/ETT
DO : penggunaan otot bantu  TD :133/63-147/66
 Jalan nafas HR: 83x/menit
Sputum berwarna putih
pernafasan, adanya mmmHg
paten dan RR: 14x/ menit
kekuningan, konsistensi HR : 68 -83x/menit
sianosis dan saturasi
bersih SpO2 : 97% T : 36,6 – 36,7º C
kental.
 Suara nafas oksigen RR : 13- 18x/menit
ETT kingkin no 7,5 2.Bunyi nafas
3. Perhatikan ketepatan SPO2: 96 - 98%
Terdengar wheezing dan vesikuler ronchi(+),retraksi
 Irama, Settingan ventilator  Slym (+), warna
Ronchi di semua lapang
4. Tinggikan bagian kepala dinding dada(+),
paru frekuensi dan 5. Lakukan suction secara kuning konsistensi
sianosis(-)
Pernafasan on ventilator kedalaman agak encer
berkala, melakukan oral
08.15 7. Terapi inhalasi(1
mode Control 12 Peep 5 pernafasan  Suara napas ronchi
hygiene dan Lakukan
 SPO2 lebih amp ventolin+ 1
fio2 80%,Spo2 96%,TV (+), sianosis(-),
perawatan ETT
dari 95% amp flexotide+ 10
485cc.. 6. Lakukan chest terapi retraksi dinding
 Tidak ada tts bisolvon)
Kolaborasi: dada(+)
penggunaan selama 10-20
7. Pemberian nebulasi  Pernafasan on
otot dada 8. Pemberian terapi sesuai menit
ventilator mode
RR: 12 – indikasi
Control 12 Peep 5
20x/menit 08.45 5.Suction, slym(+),
FIO2 70%,SPO2
 TTV dalam konsistensi kental
batas berwarna kuning 98%,TV : 425-489cc
normal Oral hygiene,dan  Hasil AGD
perawatan ETT pH :7.542
PCO2 :46.5
PO2 :148
09.00 TD: 123/73 mmHg HCO3 :40.4
BE :16.5
HR: 73x/menit
SPO2 :99.3
RR: 13x/ menit
SpO2 : 97%
Kesimpulan:
Alkalosis Respiratorik
09.30 4. Head up 15-300
3. Mempertahankan
Hasil sputum BTA(-)
dan melakukan
HASIL
perawatan
BRONCHOTOILET:
ventilator dengan
cara menepuk  Trakea & Carina:
mucosa agak
nepuk cubing agar
kemerahan
uap air mengalir
ke water  Bronchiolus
trap,membuang kanan/kiri: secret

air di water kental

trap ,memeriksa Bentuk mucosa

cubing tertekuk agak hypertropi


atau tidak. dan sedikit udema.
Diekstubasi sambil
10.00 TD: 131/60 mmHg disuction. Bronchus
HR: 68x/menit sudah bersih
RR: 13x/ menit
SpO2 : 97% A: Masalah belum
5. Suction, slym(+), teratasi
konsistensi kental P: Lanjutkan
berwarna kuning intervensi 1-8
dan perawatan
ETT

10.30 2. Auskultasi paru


terdengar bunyi
ronchi di semua
lapang paru
11.00 TD: 136/75mmHg
HR: 81x/menit
RR: 16x/ menit
SpO2 : 93%
6. Chest terapi
12.00 TD: 148/71 mmHg
HR: 74x/ menit
S: 36,6 ºC
SPO2 :94%
5. Suction, slym(+),
konsistensi kental
berwarna kuning
dan perawatan
ETT

13.00 TD: 123/60 mmHg


HR: 70x/menit
RR: 14x/ menit
SpO2 : 94%

14.00 TD: 147/66 mmHg


HR: 73x/menit
RR: 13x/ menit
SpO2 : 99%

14.05 Bronchotoilet
2 12-09- Disfungsi respon Tujuan : dalam Mandiri: 08.00 1. TD:133/63 mmHg S:
2014 penyapihan ventilator waktu 3x 24 jam 1. Observasi TTV HR: 83x/menit O:
2. 2. Pantau adanya kegagalan
(DRPV) berhubungan resiko Disfungsi RR :14 x/menit  TTV 117/73 –
pernapasan
dengan Riwayat usaha respon S :36,7 ºC 133/64 mmHg
3. Pantau efek perubahan
HR: 86–91 x/menit
penyapihan yang tidak penyapihan SPO2 : 97%
pengesetan ventilator T : 36,8 – 36,9º C
berhasil yang ditandai ventilator tidak TV : 433 cc RR : 14–22x/menit
terhadap oksigenasi
SPO2:95-98%
dengan : terjadi. 4. Auskultasi suara 7.Suction, slym(+),
TV: 432-498cc
DS : napas,catat area penurunan konsistensi kental  Pasien tidak
DO : Kriteria Hasil: atau ketiadaan ventilasi berwarna kuning gelisah /tidak
Tidak ada penggunaan otot  TTV dalam dan adanya suara napas dan perawatan mengalami
bantu pernapasan batas normal ≥ tambahan ETT penurunan kesadaran
5. Pantau peningkatan
Ventilator, Mode Control 160/70 mmHg; secara kualitatif atau
 Suhu 36,5 – kegelisahan,ansietas,tersen
sejak Masuk (08/09/2014) 09.00 TD: 126/65 mmHg kuantitatif
37,5 c gal sengal.  Irama nafas reguler
Os pernah di weaning HR: 94x/menit
HR 60 – 6. Evaluasi atau catat  Suara nafas
Oksigen dari 80% ke 70% RR: 22x/ menit
100x/menit kemajuan pasien seperti ronchi(+)
pada tanggal 10/9/2014 jam AGD dalam SpO2 : 95%
08.00-22.00 (Spo2 batas normal perubahan hemodinamik TV :498cc slym konsistensi
Ph 7,35 –
cenderung menurun yaitu dan kegelisahan pasien 8.Alarm ventilator agak encer dan
7,45 7. Lakukan suction
berkisar 92%-94%) dan tetap on berwarna
Pco2 35-45 8. Pastikan alarm ventilator
selanjutnya kembali di Hco3 22-26 kekuningan.
aktif
Tco2 23-27
naikan Fio2 80% sampai 9. Pantau derajat 10.00 TD: 133/67 mmHg  Ventilator mode
BE -2,5 –
saat pengkajian pirau,kapasitas tidal \ HR: 93x/menit control 12 Peep 5
+2,5
Spo2 95- volume dan kesiapan RR: 16x/ menit FIO2 80%, SPO2
Pernafasan on ventilator 100% untuk penyapihan untuk SpO2 : 98% 98%,TV 432-498CC
mode Control 12 Peep 5 ventilasi mekanik TV : 470cc
A: Masalah belum
10. Kolaborasi :
fio2 80%,Spo2 93%,TV
- Pengesetan ventilator teratasi
433cc. - Pemberian agen 10.30 4. Auskultasi suara P :lanjutkan
AGD:
pelumpuh otot sedative napas terdengar intervensi 1-10
Ph : 7.512
rencana latihan
pCO2 : 41.0 dan narkotik ronchi di semua
weaning dengan
PO2 : 92
lapang paru perubahan pola
HCO3 : 33.1
BE : 9.9
SpO2 : 90.6 % 11.00 7. Suction, slym(+),
RR : 16x/menit O2 saturasi konsistensi kental
96% berwarna kuning
T/D : 117/73 mmHg
dan perawatan
HR : 86x/mnt
Suhu : 36,80c ETT
TD: 134/62 mmHg
HR: 82x/menit
RR: 14x/ menit
SpO2 : 98%
TV : 452cc
11.30 1. Pantau derajat
pirau,kapasitas
tidal volume
dan kesiapan
untuk
penyapihan
untuk ventilasi
mekanik
11.30 5.Keadaan umum
pasien : pasien tidak
gelisah, GCS
4/6/ETT ,kesadaran
composmentis
,irama napas
reguler, RR :14x/
mnt

12.00 TD: 134/64 mmHg


HR: 86x/menit
RR: 15x/ menit
Suhu: 35,4ºC
SpO2 : 98%
TV : 453cc

13.00 7.Suction, slym(+),


konsistensi kental
berwarna kuning
dan perawatan
ETT

3 11-09- PK Infeksi Setelah Mandiri: 08.00 Melakukan S:


2014 ditandai dengan : dilakukan 7. Observasi TTV pengukuran O:
8. Pantau adanya infeksi:
DS : tindakan tanda-tanda vital:  TTV 151/86 –
demam,menggigil
DO : keperawatan TD: 172/93 mmHg
diaforesis, batuk, nyeri
HR: 88 –103 x/menit
Leukosit : 15,6 x 103 infeksi tidak oral, kemerahan, 159/89mmHg
T : 37,7 – 38,6 C
solumedrol, 2 x 40 mg terjadi dengan bengkak, lesi vesikuler HR: 93x/menit RR : 24 – 28x/menit
Meropenem 3 x 1gr criteria hasil : di wajah, bibir, area 09.00  Pasien tidak
Tampak ada kemerahan di perianal
-Tanda vital 4.9 Melakukan gelisah /tidak
daerah selangkangan
dalam batas 9. Gunakan Universal pengukuran tidal mengalami
normal Precaution selama volume melalui penurunan kesadaran
kontak langsung dengan
 Suhu 36,5 – (Cuci tangan sebelum
10.00 ett 400 cc secara kualitatif atau
37,5 c dan sesudah tindakan) 3.8 mengecek alarm kuantitatif
HR 60 – 10.30 ventilator tetap  Irama nafas reguler
10. Pertahankan hidrasi  Suara nafas ronki
100x/menit on
adekuat dan nutrisi.
AGD dalam sputum konsistensi
3.3 melakukan
batas normal 11. Pertahankan tehnik agak encer dan
Ph 7,35 – aseptik bila melakukan 12.00 pengukuran
berwarna
7,45 prosedur invasif saturasi oksigen
kekuningan.
Pco2 35-45 100%
12. Kolaborasi
Hco3 22-26  Ventilator mode
Tco2 23-27 3.4 mengauskultasi
c. Pemeriksaan CPAP PS 10 Peep 5
BE -2,5 – 13.30 suara napas
laboratorium
+2,5 FIO2 50%,SPO2
terutama kadar terdengar ronchi
Spo2 95- albumin dan jumlah 100%,TV 300-
di semua lapang
100% sel darah putih dan 400CC
diferensial paru
3.7 melakukan A: Masalah belum
d. Kolaborasi dengan
suction selama teratasi P: lanjutkan
pemberian
antibiotika sesuai 14.00 10 detik,sputum intervensi 1-10
pesanan. rencana latihan
konsistensi kental weaning dengan
dan berwarna perubahan pola
kuning
3.5 mengobservasi
ku pasien : pasien
tidak gelisah,
GCS 2/3/ETT
,kesadaran
sopor,irama
napas reguler, rr :
24x/ mnt

CATATAN PERKEMBANGAN 2
No Hari/ Diagnosa Tujuan dan
DX Tgl Keperawatan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi
1 13-09- Ketidakefektifan Bersihan Tujuan : Mandiri: 08.00 1.Kesadaran umum Jam 14.00
2014 Jalan Nafas berhubungan Dalam waktu 1. Observasi TTV dan Lemah, kesadaran S:
dengan Obstruksi Jalan 3x24 jam jalan tingkat kesadaran composmentis O:
Napas yang ditandai nafas menjadi 2. Kaji pernafasan pasien GCS 4/6/ETT  KU lemah,
dengan : efektif tiap jam: kedalaman, TD: 115/56 mmHg kesadaran
DS : - Kriteria Hasil: irama, bunyi nafas, HR: 68x/menit composmentis,
DO :  Jalan nafas penggunaan otot bantu RR: 12x/ menit GCS 4/6/ETT
Sputum berwarna putih paten dan pernafasan, adanya SpO2 : 100%  TD :115/56-142/66
kekuningan, konsistensi bersih sianosis dan saturasi 2.Bunyi nafas mmmHg
kental.  Suara nafas oksigen ronchi(+),retraksi HR : 61 -89
ETT kingkin no 7,5 vesikuler 3. Perhatikan ketepatan x/menit
dinding dada(+),
Terdengar wheezing dan Settingan ventilator S : 36,8 – 37º C
 Irama, sianosis(-)
Ronchi di semua lapang 4. Tinggikan bagian kepala RR : 10- 14x/menit
frekuensi dan
paru 5. Lakukan suction secara SPO2: 98 - 100%
kedalaman 08.15 7. Terapi inhalasi(1
Pernafasan on ventilator berkala, melakukan oral  Slym (+), warna
pernafasan amp ventolin+ 1
mode Control 12 Peep 5 hygiene dan Lakukan kuning konsistensi
 SPO2 lebih dari amp flexotide+ 10
fio2 80%,Spo2 96%,TV perawatan ETT agak encer
95% tts bisolvon)
485cc.. 6. Lakukan chest terapi  Suara napas ronchi
 Tidak ada selama 10-20 menit
Kolaborasi: (+), sianosis(-),
penggunaan
7. Pemberian nebulasi retraksi dinding
otot dada 08.45 5.Suction, slym(+),
8. Pemberian terapi sesuai dada(+)
RR: 12 – konsistensi agak
indikasi  Pernafasan on
20x/menit encer berwarna
 TTV dalam kekuningan Oral ventilator mode
batas hygiene,dan SIMV 12 PS 12
normal perawatan ETT FIO2 70%,SPO2
98-100%,TV : 420-
TD: 164/74 mmHg 470cc
09.00
HR: 71x/menit
A: Masalah belum
RR: 14x/ menit teratasi
SpO2 : 99% P: Lanjutkan
intervensi 1-8
09.30 4. Head up 15-300
3. Mempertahankan
dan melakukan
perawatan
ventilator dengan
cara menepuk
nepuk cubing agar
uap air mengalir
ke water
trap,membuang air
di water trap
,memeriksa cubing
tertekuk atau
tidak.

10.00 TD: 121/60 mmHg


HR: 61x/menit
RR: 12x/ menit
SpO2 : 99%
5. Suction, slym(+),
konsistensi agak
encer berwarna
kekuningan dan
perawatan ETT
10.30 2. 2. Auskultasi paru
terdengar bunyi
ronchi di semua
lapang paru

11.00 TD: 170/72mmHg


HR: 67x/menit
RR: 16x/ menit
SpO2 : 99%
6. Chest terapi

12.00 TD: 145/65 mmHg


HR: 89x/ menit
RR : 10 x/menit
S: 37ºC
SPO2 :98%
5. Suction, slym(+),
konsistensi agak
encer berwarna
kuning dan
perawatan ETT

13.00 TD: 142/99 mmHg


HR: 77x/menit
RR: 10x/ menit
SpO2 : 99%
Suction, slym(+),
konsistensi agak
encer berwarna
kuning dan
perawatan ETT

2 13-09- Disfungsi respon Tujuan : dalam Mandiri: 08.00 1. TD:115/56 mmHg S :


2014 penyapihan ventilator waktu 3x 24 jam 2. Observasi TTV HR: 68x/menit O:
(DRPV) berhubungan resiko Disfungsi 3. Pantau adanya kegagalan RR :12 x/menit  TTV 115/56-
dengan Riwayat usaha respon pernapasan S :36,8 ºC 142/66 mmHg
penyapihan yang tidak penyapihan 4. Pantau efek perubahan SPO2 : 100% HR: 61–89 x/menit
berhasil yang ditandai ventilator tidak pengesetan ventilator TV : 433 cc S : 36,8 – 37º C
dengan : terjadi. terhadap oksigenasi 7.Suction, slym(+), RR : 10–14x/menit
5. Auskultasi suara SPO2:98-100%
DS : konsistensi agak
napas,catat area penurunan TV: 420-470cc
DO : Kriteria Hasil: encer berwarna  Pasien tidak
atau ketiadaan ventilasi
Tidak ada penggunaan otot  TTV dalam kekuningan dan gelisah /tidak
dan adanya suara napas
bantu pernapasan batas normal ≥ perawatan ETT mengalami
tambahan
Ventilator, Mode Control 160/70 mmHg; penurunan
6. Pantau peningkatan
sejak Masuk (08/09/2014)  suhu 36,5 – 09.00 TD: 164/74 mmHg kesadaran secara
kegelisahan,ansietas,tersen
Os pernah di weaning 37,5 c HR: 71x/menit kualitatif atau
gal sengal.
Oksigen dari 80% ke 70% HR 60 – RR: 14x/ menit
7. Evaluasi atau catat kuantitatif
pada tanggal 10/9/2014 jam 100x/menit SpO2 : 99%  Irama nafas reguler
kemajuan pasien seperti
08.00-22.00 (Spo2 AGD dalam TV :440cc  Suara nafas
perubahan hemodinamik
cenderung menurun yaitu batas normal 8.Alarm ventilator ronchi(+)
Ph 7,35 – dan kegelisahan pasien
berkisar 92%-94%) dan 8. Lakukan suction tetap on slym konsistensi
selanjutnya kembali di 7,45
9. Pastikan alarm ventilator agak encer dan
Pco2 35-45
naikan Fio2 80% sampai saat Hco3 22-26 aktif 10.00 TD: 121/60 mmHg berwarna
pengkajian Tco2 23-27 10. Pantau derajat \ HR: 61x/menit kekuningan.
BE -2,5 – pirau,kapasitas tidal RR: 12x/ menit  Ventilator mode
Pernafasan on ventilator +2,5 volume dan kesiapan SpO2 : 99% SIMV 10 PS 10
Spo2 95- untuk penyapihan untuk
mode Control 12 Peep 5 TV : 470cc FIO2 70%, SPO2
100% ventilasi mekanik
fio2 80%,Spo2 93%,TV 10.30 Pengesetan 98- 100%,TV 420-
433cc. Kolaborasi : ventilator mode 470CC
AGD: Pengesetan ventilator
SIMV 10 PS 10
Ph : 7.512 - Pemberian agen A: Masalah belum
pCO2 : 41.0 pelumpuh otot sedative teratasi
10.35 4. Auskultasi suara
PO2 : 92 dan narkotik P :lanjutkan
HCO3 : 33.1 napas terdengar
ronchi di semua intervensi 1-10
BE : 9.9 rencana latihan
SpO2 : 90.6 % lapang paru
weaning dengan
RR : 16x/menit O2 saturasi perubahan pola
96% 10.50 7. Suction, slym(+),
T/D : 117/73 mmHg konsistensi kental
HR : 86x/mnt berwarna kuning
Suhu : 36,80c dan perawatan
ETT

11.00 TD: 170/72 mmHg


HR: 67x/menit
RR: 11x/ menit
SpO2 : 99%
TV : 440cc

11.30 9. Pantau derajat


pirau,kapasitas
tidal volume
dan kesiapan
untuk
penyapihan
untuk ventilasi
mekanik

11.40 5.Keadaan umum


pasien : pasien tidak
gelisah, GCS
4/6/ETT ,kesadaran
composmentis
,irama napas
reguler, RR :14x/
mnt

12.00 TD: 145/65 mmHg


HR: 89x/menit
RR: 10x/ menit
Suhu: 37ºC
SpO2 : 98%
TV : 430cc
7.Suction, slym(+),
konsistensi kental
berwarna kuning
dan perawatan
ETT
13.00 TD: 142/99 mmHg
HR: 77x/menit
RR: 10x/ menit
Suhu: 37ºC
SpO2 : 99%
TV : 458cc

3 11-09- PK Infeksi Setelah Mandiri: 08.00 Melakukan S:


2014 ditandai dengan : dilakukan 13. Observasi TTV pengukuran O:
DS : tindakan 14. Pantau adanya infeksi: tanda-tanda vital:  TTV 151/86 –
DO : keperawatan demam,menggigil TD: 172/93 mmHg
Leukosit : 15,6 x 103 infeksi tidak diaforesis, batuk, nyeri 159/89mmHg HR: 88 –103
solumedrol, 2 x 40 mg terjadi dengan oral, kemerahan, HR: 93x/menit x/menit
Meropenem 3 x 1gr criteria hasil : bengkak, lesi vesikuler 09.00 T : 37,7 – 38,6 C
Tampak ada kemerahan di -Tanda vital di wajah, bibir, area 4.10 Melakukan RR : 24 –
daerah selangkangan dalam batas perianal pengukuran tidal 28x/menit
 Pasien tidak
normal volume melalui
15. Gunakan Universal gelisah /tidak
 Suhu 36,5 – 10.00 ett 400 cc
Precaution selama mengalami
37,5 c 3.8 mengecek alarm
kontak langsung dengan penurunan
HR 60 – 10.30 ventilator tetap
(Cuci tangan sebelum kesadaran secara
100x/menit on
AGD dalam dan sesudah tindakan) kualitatif atau
3.3 melakukan
batas normal kuantitatif
16. Pertahankan hidrasi 12.00 pengukuran
Ph 7,35 –  Irama nafas reguler
adekuat dan nutrisi. saturasi oksigen
7,45  Suara nafas ronki
100%
Pco2 35-45 sputum konsistensi
17. Pertahankan tehnik 3.4 mengauskultasi
Hco3 22-26 agak encer dan
aseptik bila melakukan 13.30 suara napas
Tco2 23-27 berwarna
BE -2,5 – prosedur invasif terdengar ronchi
kekuningan.
+2,5 18. Kolaborasi di semua lapang  Ventilator mode
Spo2 95- paru CPAP PS 10 Peep
100% e. Pemeriksaan
3.7 melakukan 5 FIO2 50%,SPO2
laboratorium suction selama 10 100%,TV 300-
terutama kadar 14.00 detik,sputum 400CC
albumin dan jumlah konsistensi kental
sel darah putih dan dan berwarna A: Masalah belum
diferensial kuning teratasi
f. Kolaborasi dengan 3.5 mengobservasi
P: lanjutkan
pemberian ku pasien : pasien
intervensi 1-10
antibiotika sesuai tidak gelisah,
pesanan. GCS 2/3/ETT Rencana latihan
,kesadaran weaning dengan
sopor,irama napas perubahan pola
reguler, RR:24x/
mnt
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan membahas kesenjangan yang terjadi antara yang terjadi
pada kasus di lapangan, dimana akan dijelaskan faktor penghambat dan pendukung serta
alternative pemecahan masalah keperawatan berdasarkan pada proses perawatan.

A. Pengkajian
Pada pengkajian, penyusun menemukan bahwa pada pasien yang dilakukan
perawatan memiliki resiko terjadinya sumbatan jalan napas karena tidak mampu
mengeluarkan sputum dan batuk yang tidak efektif. Sehubungan dengan haltersebut,
maka ditemukan beberapa komplikasi dengan adanya bersihan jalan napas. Hal ini
sesuai dengan teori yag ada sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan
antara kasus dan teori.

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian, maka dilakukan penegakkan diagnosa keperawatan
untuk mengatasi masalah pada pasien. Diagnosa keperawatan berdasarkan teori antara
lain:
 Ketidakefktifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
 Pola napas tidak efektif
 Kerusakan pertukaran gas
 Disfungsi respon penyapihan ventilator
 Hipertermia
 Ansietas
 Intoleransi Aktivitas
 PK Infeksi

Dan hasil penglkajian kasus, kelompok menegakkan diagnosa keperawatan yang


berbeda dengan teori, diagnosa keperawatan yang prioritas yaitu:
 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan Obstruksi Jalan Napas
 Disfungsi respon penyapihan ventilator (DRPV) berhubungan dengan Riwayat
usaha penyapihan yang tidak berhasil
 PK infeksi
Penyusunan prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan pada kondisi kegawatan
yang mengancam jiwa ( Airway, Breathing, Circulation).

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan pada saat melakukan perawatan, disusun berdasarkan
teori serta disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang tersedia. Dalam
penyusunan intervensi, kelompok menyusun berdasarkan kegiatan mandiri dan
kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain, sehingga intervensi terhadap pasien dapat
dilakukan berkesinambungan.

D. Implementasi Keperawatan
Dalam pelaksanaan implementasi, kelompok melakukan tindakan sesuai dengan
intervensi yang telah disusun dengan mempertimbangkan kondisi pasien. Implementasi
dilakukan dan didokumentasikan dengan lengkap.

E. Evaluasi
Intervensi, implementasi dan evaluasi yang diberikan kepada pasien dilakukan
secara periodic, sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan pasien yang
m,enmgacu pada kriteria hasil yang diharapkan yang sudah direncanakan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Asma adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi karena
spasme bronkus disebabkan oleh berbagai penyebab misalnya alergen, infeksi,
latihan. Spasme bronkus meliputi konstriksi otot polos, edema mukosa dan mukus
berlebihan dengan perlengketan di jalan nafas pada tahap lanjut. WHO tahun
(2012), sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu penderita meninggal
di seluruh dunia. Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit asma di seluruh
dunia diperkirakan akan meningkat 20 % untuk sepuluh tahun mendatang, jika
tidak terkontrol dengan baik.

Dari masalah yang ditemukan pada kasus klien Ny.DH dirumuskan tiga
masalah keperawatan utama yaitu: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
berhubungan dengan Obstruksi Jalan Napas oleh karena peningkatan produksi
mucus pada saluran pernapasan, Disfungsi respon penyapihan ventilator (DRPV)
berhubungan dengan Riwayat usaha penyapihan yang tidak berhasil dan PK
Infeksi. Setelah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari masalah
keperawatan yang diangkat terasi
Adapun faktor resiko yang memperpanjang proses penyapihan Ventilator
seperti merokok, Usia, Produksi slym yang meningkat dan stres psikolog yang
merupakan salah satu pencegahan penyakit yang paling penting. Dengan
perkembnagan tekhnologi kedokteran akhir- akhir ini baik secara diagnostik
maupun secara therapuetik dan mencegah terjadinya kondisi yang terlalu berat.
Dengan penatalaksanaan Asma Bronchial diharapkan hasil yang optimal mungkin
sehingga tercapai tujuan pengobatan Asma Bronchial menurunkan angka kematian
dan meningkatkan umur harapan hidup.

B. Saran

Adapun saran yang dapat kelompok berikan setelah melakukan asuhan


keperawatan pada Ny.DM adalah sebagai berikut:
1. Untuk peserta Pelatihan
a. Diharapkan mampu menjalin kerja sama yang baik antar perawat serta tim
kesehatan lainnya.
b. Melatih dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dan
memodifikasi dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan
keperawatan sesuai kondisi klien.
c. Menambah ilmu pengetahuan dengan membaca buku-buku literature dan
elektronik yang ada, berguna untuk mengikuti perkembangan
“penatalaksaan pasien kritis”
2. Untuk Perawat
a. Perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien Asma
Bronchiale secara komprehensif sesuai dengan teori yang diharapkan.
b. Perawat tidak hanya merawat fisiknya tetapi mampu juga
mengidentifikasi perubahan- perubahan biopisiko sosial spiritual serta
memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan klien dan keluarga
dengan mendokumentasikannya kedalam catatan keperawatan secara
akurat.
c. Perawat perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan secara
terusmenerus baik melalui pendidikan formal maupun informal.

DAFTAR PUSTAKA

Dongoes dkk, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.(2000)

Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates ,
2000
Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001

McCloskey, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA, 1996,

Nanda, Nursing Diagnosis Deffinition and Classification, Mosby year Book. USA, 2009

Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, 1997

Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta, 1996

Ralph & Rosenberg, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006,


Philadelphia USA, 2003

Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001

Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1.


Jakarta , EGC, 2002

Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998

LAMPIRAN

A. THERAPHY
Parenteral:
1. Meropenem IV 2 x 1gram,
2. Solumedrol 1 x 125 mg
3. Ottozol 2 x 40 mg
4. Lancolin 3 x 500 mg
5. Ca Glukonas 2x1
Enteral:
1. Inpepsa 2 x 10 cc
2. Bio-ATP 2 x 1 tab
Cairan Infus:
 Nacl 0,9% 500cc/ 24 jam
 Triofusin 1600/ 24 jam
Inhalasi
3 x 1 amp flexotide + 1 amp ventolin + 10 tts Bisolvon
Nutrisi
4 x 200 kalori

B. RIWAYAT PENYAPIHAN, ANTARA LAIN :


 Tanggal 11/ 9-2014 = CMV Peep 5
 Tanggal 12/ 9-2014 = CMV Peep 5 Ke SIMV 12 PS 12
 Tanggal 13/ 9-2014 = SIMV 10 PS 10

Vous aimerez peut-être aussi