Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
NAMA NIM
1. M. BUDIHARJO 144012017000581
2. HERYATI ROVINA NOVIE 144012017000401
3. SARUNAI RAMIATI 144012017000881
0
BAB I
TINJAUAN KASUS
I.1 Identitas
Nama : Tn. X
Umur : 68 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Palangka Raya
Tanggal masuk : 1 Mei 2018
No. CM : 72 71 18
I.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis
A. Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil
B. Keluhan tambahan : Buang air kecil harus mengedan, sering tidak
tuntas, menetes dan terasa sakit, buang air kecil menjadi lebih
sering, dan tampak benjolan pada daerah pubis
C. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Doris Sylvanus dengan keluhan gejala nyeri
setiap kali buang air kecil. Pasien menyatakan pertama kali dirasakan sejak 1 tahun
yang lalu. Pasien mengeluh harus mengedan agar air kencingnya keluar, selain itu
pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas. Pasien menyatakan
gejala yang dirasakan menjadi bertambah, pasien merasa BAK menjadi lebih sering
dan air kencing yang keluar menetes dan terasa sakit. Pada daerah pubis tampak
benjolan dan tidak nyeri apabila di tekan. Gejala ini tanpa disertai dengan demam.
D. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat pernah kencing mengeluarkan batu disangkal
Riwayat pernah nyeri buang air kecil disertai buang air kecil berwarna
kemerahan disangkal
Pasien memiliki riwayat hipertensi
Riwayat DM dan jantung disangkal
1
E. Riwayat penyakit keluarga :
Pasien menyangkal bahwa dalam keluarganya ada yang pernah mengalami
keluhan seperti dia.
2
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut datar simetris.
Palpasi : Hepar dan Lien tidak membesar, nyeri tekan
epigastrium (+), nyeri Lepas (-), defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
E. Status Lokalis
Regio Costovertebra
- Inspeksi : Bentuk pinggang simetris, benjolan (-)
- Palpasi : Bimanual Ballotement ginjal (-)
- Perkusi : Nyeri Ketok (-)
Regio Supra Pubis
- Inspeksi : Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan
- Palpasi : Nyeri Tekan (-), Nyeri Lepas (-), Defance Muscular (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Regio Genetalia Eksterna
- Inspeksi : Orifisium uretra eksterna baik
- Palpasi : Testis teraba dua buah, kanan dan kiri. Konsistensi
Kenyal.
Regio Anal
- Inspeksi : Bentuk Normal, benjolan(-)
3
- Rectal Toucher : Sfingter Ani Menjepit
Pada mukosa teraba massa yang konsistensinya kenyal,
permukaan sedikit tidak rata, batas tegas, puncak agak sulit
dicapai.
Tidak teraba nodul
- Handscoon : Darah, lendir dan feses tidak ada
F. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium ( tanggal 1 Mei 2018 )
Hb : 13,1 g/dl
Ht : 40 %
Leukosit : 8.640/ul
Trombosit : 306.000/ul
LED : 90 mm/jam
Masa pendarahan : 2’
Masa pembekuan : 10’
Golongan darah : B/Rh +
Glukosa darah sewaktu : 111 mg/dl
SGOT : 24 u/l
SGPT : 11 u/l
Ureum : 43 mg/dl
Kreatinin : 1,0 mg/dl
Asam urat : 3,9 mg/dl
HbsAg : non-reaktif
I.4 Resume
A. Anamnesis
Pasien laki-laki berumur 68 tahun datang dengan keluhan :
Nyeri pada saat buang air kecil
Keluhan dirasakan sudah satu tahun yang lalu
Pasien harus mengedan agar air kencingnya keluar
Pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas
4
Pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar menetes
dan terasa sakit
Pada daerah pubis tampak benjolan dan tidak nyeri apabila di tekan
Tanpa disertai dengan demam
B. Pemeriksaan fisik
Status generalisata : dalam batas normal
Status lokalis
- Regio Costovertebra : Tidak Ada Kelainan
- Regio Suprapubis : Tidak Ada Kelainan
- Regio Genetalia Eksterna : Tidak ada kelainan
- Regio Anal
Rectal Toucher : Tonus Sfingter ani (+), pada mukosa teraba massa
konsistensi kenyal permukaan sedikit tidak rata, batas
tegas, puncak agak sulit dicapai.
Handscoon : Darah, lendir dan feses tidak ada
5
Tehnik operasi : Open prostatektomi
Follow Up
01 Mei 2018
s/ - pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil
- pasien mengeluh buang air kecil sedikit ( tidak puas ) dan tidak ada keluar
batu
- pasien selalu mengedan pada saat buang air kecil
o/ - Tekanan darah :130/90 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,5 º C
- KU : sedang
- KS : CM
Status lokalis pubis
Inspeksi : tampak benjolan pada pubis
Palpasi : Nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, batas tegas, immobile
a/ Pre-op BPH
th/ IVFD 20 tpm
02 Mei 2018
s/ - pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
- pusing (+), mual (+), muntah (+) 10x/hari berisi makanan+lendir
- nafsu makan menurun, DC 3 way (+), drainase (+), irigasi (+)
o/ - Tekanan darah :150/90 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36 º C
- KU : sedang
- KS : CM
03 Mei 2018
s/ - pasien mengeluh pusing
- mual (-), muntah (+)
o/ - Tekanan darah :150/90 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36 º C
- KU : sedang
- KS : CM
Status lokalis pubis
Inspeksi : tampak luka ditutupi oleh verband, rembesan darah (-)
drainase (+), DC 3 way (+), urine jernih, irigasi (+) jernih dan
lancar
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada daerah luka operasi
a/ post-op BPH ( H+2 )
th/ - IVFD RL 28 tpm
- Pelastin 2 x 1 ( ST )
- Remopain 3 x 1
- Kalnex 3 x 1
- Vit.K 3 x 1
04 Mei 2018
s/ - pasien mengeluh pusing tetapi sudah berkurang
- mual (-), muntah (-)
o/ - Tekanan darah :140/90 mmHg
7
- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36 º C
- KU : sedang
- KS : CM
a/ post-op BPH ( H+3 )
th/ - IVFD RL 20 tpm
- Pelastin 2 x 1 ( ST )
- Remopain 3 x 1
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga
mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak
pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini
merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun
(50-79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya
perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini,
dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi
kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala
klinik.
Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran
kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari
tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang
paling berat yaitu operasi.
9
I. Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana
kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat
yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.
11
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari
verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan
didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare
inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan
prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar
dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic
dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus
prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
1. Kapsul anatomis sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang
membungkus kelenjar prostat.
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
1. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang
menghasilkan bahan baku sekret.
2. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatous zone
3. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami
hipertrofi pada usia lanjut.
12
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
1. kapsul anatomis
2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya
(outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone)
dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami
hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel
thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan
epitel tampak menyerupai epitel berlapis.
13
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari
arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri
di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral darivesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang
yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang
kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke
kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
Fisiologi
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan
dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen
Bodiesdan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
III. Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang
lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang
kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami
perubahan hyperplasia.
14
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan
ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia
80 tahun.
IV. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,
yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di
perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan
merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa
testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah
perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi
dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat.
Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi
androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang
produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat
terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen
dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya pada BPH, aktivitas enzim 5α-
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
16
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari
kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh
globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam
keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam
“target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam
sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha
reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor
sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor
complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang
masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan
transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan
terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
6. Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma
pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular
budding” kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona
preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang
terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan
adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa
tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari
jaringan sekitarnya.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang
penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori
infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas
hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih
belum jelas hubungan sebab-akibatnya.
V. Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
17
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik
ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya
obstruksi oleh komponen mekanik.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.
Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi
resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk
mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering
berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
19
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat
berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih b
bagian atas + sisa urin > 150 ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0
sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi
nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica
urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan
mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang
diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Faktor pencetus
Kompensasi Dekompensasi
(LUTS) Retensi urin
Inkontinensia paradoksa
20
International Prostatic Symptom Score
Tidak Hampir
Keluhan pada bulan terakhir <20% <50% 50% >50%
sekali selalu
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
21
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa
faktor pencetus, antara lain:
Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang
mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan
Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual
atau mengalami infeksi prostat akut
Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain:
golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.
VII. Diagnosis
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus
spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti
benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus
diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
22
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan
dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin
berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan
pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara
lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian
atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan
disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba
apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk
mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat
adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi
seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,
condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi penuh dan
teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat
nyeri tekan supra simfisis.
23
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi.
1. Darah
Ureum dan Kreatinin
Elektrolit
Blood urea nitrogen
Prostate Specific Antigen (PSA)
Gula darah
2. Urin :
Kultur urin + sensitifitas test
Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada vesica urinaria.
d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica
urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung
24
kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
25
urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria
seperti batu, tumor, dan divertikel.
5. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan
gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan
dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam
vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar prostat dengan
mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke
dalam uretra.
e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin
ditentukan oleh :
daya kontraksi otot detrusor
tekanan intravesica
resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak
laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran
melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik.
Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
26
Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan
intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
27
derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Infeksi saluran kemih
3. Prostatitis
4. Batu ureter distal
5. Batu vesika kecil.
X. Komplikasi
28
h. Hidronefrosis
i. Gagal Ginjal
XI. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan
menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi
menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin,
yaitu:
Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu,
prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml
tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml
Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk
menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate Symptom
Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai
miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu
dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan
bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan, yaitu :
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat
diberikan pengobatan secara konservatif.
Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif,
dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral
resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau
dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan
konservatif.
Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60
29
gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan
selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan
penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang
sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi
diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,
meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang
berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia
prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan
pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif
dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat
disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas
leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik
ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi
pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa,
pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
30
Terapi Konservatif Non Operatif
1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan
adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi,
dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan
lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker
(penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
31
Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari.
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga
prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat
daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang
sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan
ginekomastia.
Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang
digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan
Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima
pemakaiannya dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam konteks
“watchfull waiting strategy”.
Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:
frekuensi nokturia berkurang
aliran kencing bertambah lancar
volume residu di kandung kencing berkurang
gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.
Mekanisme kerja obat diduga kuat:
menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen
bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim
cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.
Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan
penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran
kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak
menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan
operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
1. Prostatektomi terbuka
a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
32
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
Mortaliti rate rendah
Langsung melihat fossa prostat
Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
Perdarahan lebih mudah dirawat
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama
bila membuka vesika
Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan
dari dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis
Kerugian :
Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica
sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Merusak mukosa kulit
Mortality rate 1 -5 %
33
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neckstenosis 4%)
Inkontinensia (<1%)
Perdarahan
Epididimo orchitis
Recurent (10 – 20%)
Carcinoma
Ejakulasi retrograde
Impotensi
Fimosis
Deep venous trombosis
a.3. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas
Mudah untuk pinggul sempit
Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Bisa terkena rektum
Perdarahan hebat
Merusak diagframa urogenital
b. Prostatektomi Endourologi
b.1. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan
bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa
terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi.
34
Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah.
Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk
membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini
berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak
dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra
dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan
direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan
adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran
listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah
adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang
terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma
TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya
jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP
ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma
TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada
aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak
melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi
tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
35
Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Morbiditas dan mortalitas rendah
Prostat fibrous mudah diangkat
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
Teknik sulit
Resiko merusak uretra
Intoksikasi cairan
Trauma sphingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:
Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan
striktura uretra.
36
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).
37
3. Invasif Minimal
1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5 C – 47 C ini mulai
diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan
kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave)
yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi
vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus
otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi
berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek
yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat
memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada
antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak
merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak
rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan
gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada
tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh
elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat
menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter yang
ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan
selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.
38
3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk
menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik
guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal,
tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.
4. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja
kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral
dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath).
Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan
dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya,
panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang
panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan
bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas
dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi
infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara
apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang
lebih invasif.
39
DAFTAR PUSTAKA
40