Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I

PENDAHULUAN

Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang yang berisi nanah (pus
atau nekrotik debris) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih yang
disebabkan oleh infeksi mikroba. 1

Istilah necrotizing pneumonia sering digunakan untuk menggambarkan


proses patologis abses paru yaitu berupa kavitas multipel dan berukuran kecil-
kecil (<2cm diameter). Abses paru sering terjadi pada masa praantibiotik yang
karena kurang perawatan akan berlanjut menjadi pneumonia bakteri kadang
berkembang sampai terjadinya suatu empiema. 2

Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab dan


perlangsungannya. Berdasarkan penyebabnya abses paru dibagi menjadi abses
primer dan sekunder. Abses primer bila abses terjadi akibat aspirasi atau
pneumonia, baik pada orang yang mempunyai kecenderungan untuk terjadi
aspirasi ataupun pada orang dengan kesehatan umum yang baik. Disebut abses
sekunder terjadi akibat infeksi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai
kondisi seperti obstruksi akibat neoplasma saluran napas, bronkietaksis,
komplikasi operasi intratoraks, penyebaran dari tepat diluar paru, septik emboli
atau pada konsisi sistemik yang menyebabkan gangnguan imunitas ( HIV,
transplant, immunosupression). Bedasarkan perlangsungannya abses paru
diklasifikasikan menjadi akut dan kronik. Disebut akut apabila perlangsungannya
terjadi dalam waktu 4 minggu. Abses disebut kronik apabila perlangsungannya
terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. 1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abses paru adalah sejenis nekrosis jaringan paru dan pembentukan rongga
lebih dari 2 cm mengandung puing-puing nekrotik atau cairan yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Istilah necrotizing pneumonia sering digunakan untuk
menggambarkan proses patologis yang sama dengan rongga berukuran kecil
(<2cm diameter) di daerah bersebelahan paru-paru. 3

B. Anatomi

Paru-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2


untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki bentuk yang menyerupai kerucut,
memiliki puncak yang tumpul yang berbatasan bagian bawah dari kosta
pertama, memiliki dasar cekung yang mengikuti bentuk otot diafragma,
memiliki permukaan kostovertebra yang luas dan mengikuti bentuk dari
dinding thoraks, serta permukaan mediastinal cekung yang menyokong
perikardium.8
Terdapat suatu struktur berupa membran pembungkus yang mengelilingi
paru-paru disebut pleura. Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis
dan pleura parietalis. Pleura viseralis melekat pada paru sedangkan pleura
parietalis membatasi aspek terdalam dalam dinding dada, diafragma, serta sisi
perikardium dan mediastinum. Di antara kedua membran ini terdapat rongga
yang disebut sebagai kavum pleura yang berisi cairan pleura. Cairan pleura
berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan antara kedua pleura. 7,8

2
Gambar 1. Struktur sistem respirasi Dikutip dari kepustakaan 8

Paru-paru kanan berukuran sedikit lebih besar dari paru-paru kiri. Paru-
paru kanan dibagi menjadi 3 lobus –atas, tengah, dan bawah, oleh fisura oblikus
dan fisura horizontal . Sedangkan paru-paru kiri hanya memiliki fisura oblikus
yang membagi paru menjadi 2 lobus, atas dan bawah.8
Bronki dan jaringan parenkim paru-paru mendapat pasokan darah dari
a.bronkialis cabang-cabang dari aorta torakalis desendens. v. bronkialis yang juga
berhubungan dengan v. pulmonalis, mengalirkan darah ke v. azigos dan v.
hemiazigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a.
pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-
cabang v. pulmonalis. Dua v. pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap
paru ke atrium kiri jantung.8
Aliran limfe dari paru-paru mengalir kembali dar perifer menuju
kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan dari sini menuju trunkus
limfatikus mediastinal. Pleksus pulmonalis berasal dari serabut saraf simpatis (dari
trunkus simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari N. vagus). Aliran eferen
mempersarafi muskulus bronchial dan menerima aliran aferen dari membran
mukosa bronkiolus dan alveolus.7,8

3
Gambar 2. Lobus paru dilihat dari depan

C. Epidemologi

Seratus tahun yang lalu, angka kematian akibat abses paru adalah sekitar
75% pasien, namun dengan adanya metode drainase abses paru penurunan
angka kematian mencapai 20-35% dan dengan terapi antibiotik kematian turun
sekitar 8,7%. Pada waktu bersamaan, kemajuan dalam kebersihan mulut dan
gigi menurunkan kejadian dari abses paru. Saat ini, aspirasi dari rongga mulut
dianggap sebagai penyebab utama abses paru.3
Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dan
pada umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insiden
peningkatan penyakit periodontal dan peningkatan prevelensi disfagia dan
aspirasi. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di pusat perkotaan
dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-rata yang
mengalami abses paru adalah 41 tahun.1,2
Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise, malnutrisi,
debilitated dan khususnya orang-orang yang tidak pernah mendapatkan
antibiotik adalah orang-orang yang paling rentan dan memiliki prognosis yang
paling buruk. 4
Sebagian besar penelitian sepakat bahwa abses paru masyarakat terjadi
akibat infeksi campuran, sedangkan patogen dominan sampai 93% pada
sebagian besar pasien adalah bakteri anaerob ditemukan pada mikroba usus
misalnya Peptostreptococcus, Bacteroides, Prevotella dan Fusobacterium spp.

4
Lainnya dapat juga karena patogen seperti Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae tipe b dan c, Streptococcus pyogenes, dan bakteri
gram negatif seperti Klebsiella pneumonie. Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus atau Klebsiella pneumonia telah dikaitkan dengan
prognosis yang lebih buruk dan tingkat kematian yang lebih tinggi.4

D. Etiologi

Abses primer adalah salah satu yang berkembang sebagai akibat infeksi
primer paru-paru. Abses primer paling sering timbul dari aspirasi, pneumonia
nekrosis atau pneumonia kronis, misal tuberkulosis paru. Pada pasien yang
mengalami abses akibat aspirasi, infeksi campuran paling sering terjadi,
termasuk anaerob.6
a. Beberapa organisme yang sangat rentan menyebabkan pneumonia
nekrosis sehingga terjadi pembentukan kavitas dan abses adalah: 1,3,6
 Staphylococcus aureus
 Klebsiella sp: Klebsiella pneumonia
 Pseudomonas sp
 Proteus sp
b. Pada pasien immunocompromised tambahan organisme yang juga
dapat terlibat termasuk :
 Candida albicans: kandidiasis pulmonal
 Legionella micdadei dan Legionella pneumophila: Legionella
pneumonia
 Pneumocystis carinii (jarang terjadi): pneumocystis jirovecii
pneumonia
c. Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
- Klebsiella pneumoniae
- Pseudomonas aeroginosa
- Escherichia coli
- Actinomyces species

5
- Nocardia species
- Gram negatif bacilli
d. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba,
mikobakterium
Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi
lain. Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma bronkogenik);
penyebaran hematogen (endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi
dari daerah sekitar (mediastinum, subphrenic).6
Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan
mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-
macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:1,6
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis
dan kanker paru yang terinfeksi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar,
kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah,
pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus.
Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan
mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior lobus inferior
paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke
segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru
kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.

E. Patofisiologi

Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru
bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor,

6
dan struktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan
terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan infeksi pada daerah
distal obstruksi tersebut. Dalam keadaan tegak, bahan aspirasi akan mengalir
menuju ke lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi
dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior
atau segmen superior lobus inferior paru kanan, hanya kadang-kadang saja
aspirat dapat mengalir ke paru kiri.1,3
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia
aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya
memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang
berasal dari celah gigi yang sampai ke saluran pernapasan bawah akan
menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi
semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh
sedang menurun. 2
Abses terjadi setelah proses orofaringeal aspirasi dilokalisasi di segmen
posterior paru-paru, awalnya, sekresi aspirasi dilokalisasi di bagian distal
bronkus menyebabkan pneumonitis lokal. Dalam 24 jam berikutnya sampai 48
jam area peradangan yang lebih besar dengan bagian nekrotik akan
berkembang invasif meliputi bakteri toksin, vaskulitis, vena trombosis dan
enzim proteolitik dari neutrofilik granulosit akan membuat fokus nekrotik
colliquative. Jika jaringan paru infektif mempengaruhi pleura viseral, empyema
pleura akan berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan
abses. Dalam beberapa kasus, jaringan nekrotik akan dieliminasi oleh lisis dan
fagositosis dan jaringan granulasi yang akan membuat jaringan parut. Jika
terjadi efek samping, infeksi akan menyebar ke jaringan paru-paru dan pleura,
fistula mediastinum dan kutaneus dapat terjadi. 3
Secara hematogen yang paling banyak terjadi adalah akibat septikemi atau
sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi pada bagian lain
tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini
umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh
stafilokokus.3

7
Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan menembus
diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan
dan rongga pleura.1
Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas besar
dengan ukuran 5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada bentuk
perkembangannya. Abses paru yang diakibatkan oleh aspirasi lebih banyak
terjadi pada paru kanan (lebih vertikal) daripada paru kiri, serta lebih banyak
berupa kavitas tunggal. Abses yang terjadi bersamaan dengan adanya
pneumonia atau bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terletak di basal dan
tersebar luas. Septik emboli dan abses yang diakibatkan oleh penyebaran
hematogen umumnya bersifat mulitipel dan dapat menyerang bagian paru
manapun.1,3
Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya
diekspektoransikan ke luar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan
udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema
yang diikuti dengan terbentuknya fistula bronkopleura.1,6

F. Diagnosis

Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis


dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan diagnosis
banding yang lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses paru.
a. Gejala klinis

Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak akut. Disebut


akut bila terjadi kurang dari 4 minggu. Umumnya pasien mempunyai
riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal seperti
pneumonia demam menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,5oC,
keringat malam, batuk kering, sesak, penurunan berat badan, rasa mudah
lelah, nyeri dada dan terkadang anemia. Nyeri dada menunjukkan adanya

8
keterlibatan dari pleura. Sesak disebabkan oleh adanya pus yang
menumpuk menutupi jalan napas. 1
Pada awalnya batuk tidak produktif, tapi setelah beberapa hari dan
berhubungan dengan bronkus batuk menjadi produktif purulen yang
merupakan tanda khas. Batuk tetap produktif, kadangkala diikuti
hemopteu. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan
penyebabnya bakteri anaeraob dan disebut dengan putrid abscesses, tetapi
tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan
kemungkinan infeksi anaerob. Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan
tetapi ada yang masif.3,4
Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan, namun
lebih sering disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas khususnya
pada hemoptisis masif. 3
Pada beberapa kasus penyakit berjalan sangat akut dengan
mengeluarkan sputum yang berjumlah banyak dengan lokasi abses
biasanya di segmen apikal lobus atas. Sedangkan abses paru sekunder
yang seperti yang disebabkan oleh septik emboli paru dengan infark, abses
sudah timbul hanya dalam waktu 2-3 hari pasien abses paru akibat dari
komplikasi dari infeksi subdiofragma (abses hati amuba, pancreatic
plegmon) bisa disertai dengan gejala abdomen selain gejala paru. Kejang-
kejang yang disebabkan oleh abses otak kadang bisa dijumpai akibat
bakteremia dari abses paru.1

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan nyeri tekan lokal. Pada


daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronkial,
biasanya akan terdengar suara ronki. Pada abses paru juga dijumpai jari
tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.3

9
c. Laboraturium

Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm3


dengan hitung jenis bergeser ke kiri dan sel polimorfinuklear yang banyak
terutama neutrofilyang immatur. Pada abses lama dapat ditemukan
anemia. Dapat dilakukan pemeriksaan dahak untuk mengetahui
miukroorganisme penyebab, namun dahak sebaiknya diaperoleh dari
aspirasi transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus untuk
menghindari kontaminasi dari organisme anaerobik normal pada mulut
dan saluran napas atas. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dari dahak
adalah pemeriksaan langsung dengan teknik gram, biakan mikroorganisme
aerob, anaerob, jamur, nokardia, basil mikobakterium tuberkulosis dan
mikobakterium lain.1

d. Bronkoskopi

Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun


menjadi lancar. Di samping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan
aspirasi dan pengosongan abses yang tidak mengalam drainase yang
adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotik melewati bronkus
langsung ke lokasi abses.1,3,4

e. Radiologi
1. Thorax
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi
lesi dan bentuk abses paru. Pada gambaran radiologik dapat ditemukan
gambaran satu atau lebih kavitas yang disertai dengan adanya air fluid
level berupa batasan cairan dan permukaan udara. Khas pada abses
paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya ditemukan

10
pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik,
nososkomial atau hematogen) lesinya biasanya multipel. 4,6
Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila melakukan foto
dada PA dengan posisi berdiri. Lokasi terbanyak berada pada segmen
posterior lobus bawah atau segmen posterior lobus atas, sedangkan
segmen basiler lobus bawah sering dijumpai pada pasien yang
mengalami aspirasi pada posisi berdiri. 1

Gambar 4. Abses Paru – posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air fluid level pada
lapangan paru kiri atas

2. CT-Scan

CT-Scan adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif dalam


menegakkan diagnosis abses paru. Kontras yang diberikan adalah
kontras yang dapat bercampur dengan perselubungan disekitar lesi
sehingga batas margin dapat diidentifikasi.
Gambaran khas CT scan abses paru adalah berupa lesi hipodens
bundar dengan kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di
daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh
darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak
tertekan atau berpindah letak. 2,3,6

11
Gambar 6.Gambaran abses paru dengan CT-scan. CT memperlihatkan kavitasi pada lobus
paru

3. Ultrasound

Ultrasound tidak memiliki peran yang signifikan dalam


menegakkan diagnosis abses paru dikarenakan banyak daerah dari paru
yang berisi udara yang akan menghalangi visualisasi menggunakan
ultrasound. Meskipun begitu, tepi abses yang berbatasan dengan pleura
atau berbatasan dengan daerah paru yang mengalami penekanan
ataupun perselubungan dapat tervisualisasi. Hal ini harus dibedakan
dengan empiema.6

4. Gambaran Histopatologi

Abses paru bermula sebagai nekrosis dari bagian kecil yang


terus berkembang di dalam segmen yang terkonsolidasi pada
pneumonia. Area ini dapat begabung membentuk area supuratif yang
singel maupun multipel yang mewakili abses paru. Ketika inflamasi
berlanjut mencapai bronkus, isi dari abses dikeluarkan sebagai sputum
yang berbau, kemudian, terbentuklah fibrosis yang menyebabkan
bekas luka padat yang memisahkan abses.3

12
Gambar 7. Gambaran histopatologik abses paru memperlihatkan adanya reaksi
inflamasi.

G. DIAGNOSIS BANDING RADIOLOGIS


a. Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri


mikobakterium tuberculosis disebut juga sebagai basil tahan asam.
Gambaran radiologis pada tuberkulosis aktif diantaranya terdapat
kavitas, bisa tunggal atau multipel. Selain itu terdapat bayangan berawan
atau bercak dengan batas yang tidak tegas. Pada tuberkulosis lama baik aktif
maupun tenang terdapat kalsifikasi dan serat-serat fibrosis. Lesi pada
tuberkulosis terutama terdapat pada lapangan paru atas. Gejala klinisnya
hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis
didapatkan BTA.10
Secara umum, kavitas yang terdapat pada abses paru dan tuberculosis
adalah hampir sama. Oleh karena tuberculosis lebih sering terjadi di
lapangan paru atas, maka kavitas pada tuberculosis juga sering terdapat pada
lapangan paru atas. Lain halnya dengan kavitas pada abses paru yang dapat
terjadi di seluruh lapangan paru. 9,10

13
Gambar 8. Gambaran tuberculosis, terlihat proses terbentuknya kavitas. Kavitas pada
tuberculosis umumnya terletak di lapangan paru atas.

Gambar 8. Kavitas pada tuberculosis tanpa disertai air fluid level

b. Tumor Paru

Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm


atau lebih dan tidak mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada
kecurigaan sebagai karsinoma bronkogen terutama usia diatas 40 tahun.
Karsinoma bronkus primer merupakan penyebab yang paling sering berupa
kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas yang jinak
berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas
soliter yang ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.1,6

14
Gambar 9. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas.

c. Empiema
Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula
bronkopleura akan sulit dibedakan dengan abses paru. Gambaran
empiema karakteristik, yaitu tampak pemisahan pleura viseral dan
parietal (pleura split) dan kompresi paru. CT scan dapat menunjukkan
lokasi abses berada dalam parenkim paru yang membedakannya
dengan empiema.1

Gambar 9. Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada lobus
atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak beraturan (panah warna
hijau) dan lesi lain di sebelah bawah paru kiri dengan internal fluid, dinding tipis (panah
warna kuning) kompresi pada lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian
atas paru kanan adalah abses paru dan pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.

15
H. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama pengobatan pasien paru adalah eradikasi secepatnya dari


patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat
dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.3

a. Non medikamentosa

Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru
pada foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien
rawat inap. Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang
terkena abses berada diatas supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila
segmen superior lobus bawah yang terkena maka hendaknya bagian kepala
berada di bagian terbawah (posisi trendelenberg). 2,3

b. Terapi antibiotik

Terapi konservatif standar untuk abses paru dengan bakteri anaerob


adalah klindamisin 600 mg IV tiap 8 jam, kemudian 300 mg PO tiap 8 jam
atau kombinasi ampisilin / sulbaktam 1,5-3 gr IV tiap 6 jam. Terapi
alternatif adalah piperacilin / tazobactam 3.375 gr IV tiap 6 jam atau
Meropenem 1 gr IV tiap 8 jam. 2
Penisilin G merupakan regimen alternatif dengan dosis satu juta unit,
2-3 kali sehari intramuskular atau dapat dikombinasikan dengan
streptomisin kemudian dilanjutkan dengan penisilin oral 4x 500/750mg .
Sekitar 15-20% dari bakteri anaerob yang bertanggung jawab untuk abses
paru. Formasi resisten terhadap penisilin saja, jadi alternatifnya adalah
kombinasi penisilin dan klavulanat atau kombinasi penisilin dan
metronidazol. 1,2

16
Durasi terapi antibiotik tergantung pada respon klinis dan radiografi
pasien. Antibiotik terapi harus bertahan setidaknya sampai demam, dahak
busuk dan cairan abses telah teratasi, biasanya antara 5-21 hari untuk
penggunaan antibiotik intravena dan kemudian per aplikasi oral, total 28
sampai 48 hari dengan kontrol radiografi dan laboratorium secara berkala.2
Bateremia yang resisten atau panas tinggi yang menetap lebih dari 72
jam atau tidak didapatkan perubahan dahak atau perbaikan gambar radiologi
setelah 7-10 hari, menunjukkan kegagalan pengobatan pada kasus ini bila
diperiksa lebih lanjut akan ditemukan kerusakan bronkus oleh benda asing,
neoplasma atau adanya infeksi bakteri yang resisten, mikrobakteria, parasit
atau jamur. 2,3

C. Bronkoskopi

Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun


menjadi lancar. Di samping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan
aspirasi dan pengosongan abses yang tidak mengalam drainase yang
adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotik melewati bronkus
langsung ke lokasi abses.1,3

d. Bedah
Pembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila :
 Abses menjadi menahun
 Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada setelah
terapi intensif selama 6 minggu, atau
 Abses yang sudah sembuh tapi meninggalkan sisa jaringan parut
yang cukup luas dan mengganggu faal paru.1,4
Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan
reseksi segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil.
Pneumoektomi diperlukan terhadap abses multipel atau gangren
paruyang refrakter terhadap penanganan dengan obat-obatan.1

17
I. KOMPLIKASI

Komplikasi abses paru meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi


lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jarinag sekitarnya. Abses
paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain
dengan kecenderungan infeksi staphylococcus, dan apabila ruptur ke
rongga pleura menjadi piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya
berupa abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis sehingga
terjadi piopneumotoraks dan bronkopleura.1,2
Abses paru resisten (kronik), yaitu yang resisten denagn pengobatan
selama 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen. Dan
mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal dan
amiloidosis. Abses paru kronik juga dapat mengakibatkan anemia,
malnutrisi, kakesia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung
terutama pada manula.1,2,3

J. PROGNOSIS

Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari
abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan
oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang
disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era
preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang.1,3
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai
prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu
faktor predisposisi. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas
pada Abses paru sebagai berikut :1
1. Anemia dan Hipoalbuminemia
2. Abses yang besar (φ > 5-6 cm)
3. Lesi obstruksi
4. Bakteri aerob

18
5. Immunocompromised
6. Usia tua
7. Gangguan intelegensia
8. Perawatan yang terlambat

19
KESIMPULAN

20

Vous aimerez peut-être aussi