Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang yang berisi nanah (pus
atau nekrotik debris) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih yang
disebabkan oleh infeksi mikroba. 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abses paru adalah sejenis nekrosis jaringan paru dan pembentukan rongga
lebih dari 2 cm mengandung puing-puing nekrotik atau cairan yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Istilah necrotizing pneumonia sering digunakan untuk
menggambarkan proses patologis yang sama dengan rongga berukuran kecil
(<2cm diameter) di daerah bersebelahan paru-paru. 3
B. Anatomi
2
Gambar 1. Struktur sistem respirasi Dikutip dari kepustakaan 8
Paru-paru kanan berukuran sedikit lebih besar dari paru-paru kiri. Paru-
paru kanan dibagi menjadi 3 lobus –atas, tengah, dan bawah, oleh fisura oblikus
dan fisura horizontal . Sedangkan paru-paru kiri hanya memiliki fisura oblikus
yang membagi paru menjadi 2 lobus, atas dan bawah.8
Bronki dan jaringan parenkim paru-paru mendapat pasokan darah dari
a.bronkialis cabang-cabang dari aorta torakalis desendens. v. bronkialis yang juga
berhubungan dengan v. pulmonalis, mengalirkan darah ke v. azigos dan v.
hemiazigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a.
pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-
cabang v. pulmonalis. Dua v. pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap
paru ke atrium kiri jantung.8
Aliran limfe dari paru-paru mengalir kembali dar perifer menuju
kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan dari sini menuju trunkus
limfatikus mediastinal. Pleksus pulmonalis berasal dari serabut saraf simpatis (dari
trunkus simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari N. vagus). Aliran eferen
mempersarafi muskulus bronchial dan menerima aliran aferen dari membran
mukosa bronkiolus dan alveolus.7,8
3
Gambar 2. Lobus paru dilihat dari depan
C. Epidemologi
Seratus tahun yang lalu, angka kematian akibat abses paru adalah sekitar
75% pasien, namun dengan adanya metode drainase abses paru penurunan
angka kematian mencapai 20-35% dan dengan terapi antibiotik kematian turun
sekitar 8,7%. Pada waktu bersamaan, kemajuan dalam kebersihan mulut dan
gigi menurunkan kejadian dari abses paru. Saat ini, aspirasi dari rongga mulut
dianggap sebagai penyebab utama abses paru.3
Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dan
pada umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insiden
peningkatan penyakit periodontal dan peningkatan prevelensi disfagia dan
aspirasi. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di pusat perkotaan
dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-rata yang
mengalami abses paru adalah 41 tahun.1,2
Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise, malnutrisi,
debilitated dan khususnya orang-orang yang tidak pernah mendapatkan
antibiotik adalah orang-orang yang paling rentan dan memiliki prognosis yang
paling buruk. 4
Sebagian besar penelitian sepakat bahwa abses paru masyarakat terjadi
akibat infeksi campuran, sedangkan patogen dominan sampai 93% pada
sebagian besar pasien adalah bakteri anaerob ditemukan pada mikroba usus
misalnya Peptostreptococcus, Bacteroides, Prevotella dan Fusobacterium spp.
4
Lainnya dapat juga karena patogen seperti Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae tipe b dan c, Streptococcus pyogenes, dan bakteri
gram negatif seperti Klebsiella pneumonie. Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus atau Klebsiella pneumonia telah dikaitkan dengan
prognosis yang lebih buruk dan tingkat kematian yang lebih tinggi.4
D. Etiologi
Abses primer adalah salah satu yang berkembang sebagai akibat infeksi
primer paru-paru. Abses primer paling sering timbul dari aspirasi, pneumonia
nekrosis atau pneumonia kronis, misal tuberkulosis paru. Pada pasien yang
mengalami abses akibat aspirasi, infeksi campuran paling sering terjadi,
termasuk anaerob.6
a. Beberapa organisme yang sangat rentan menyebabkan pneumonia
nekrosis sehingga terjadi pembentukan kavitas dan abses adalah: 1,3,6
Staphylococcus aureus
Klebsiella sp: Klebsiella pneumonia
Pseudomonas sp
Proteus sp
b. Pada pasien immunocompromised tambahan organisme yang juga
dapat terlibat termasuk :
Candida albicans: kandidiasis pulmonal
Legionella micdadei dan Legionella pneumophila: Legionella
pneumonia
Pneumocystis carinii (jarang terjadi): pneumocystis jirovecii
pneumonia
c. Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
- Klebsiella pneumoniae
- Pseudomonas aeroginosa
- Escherichia coli
- Actinomyces species
5
- Nocardia species
- Gram negatif bacilli
d. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba,
mikobakterium
Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi
lain. Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma bronkogenik);
penyebaran hematogen (endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi
dari daerah sekitar (mediastinum, subphrenic).6
Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan
mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-
macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:1,6
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis
dan kanker paru yang terinfeksi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar,
kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah,
pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus.
Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan
mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior lobus inferior
paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke
segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru
kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.
E. Patofisiologi
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru
bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor,
6
dan struktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan
terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan infeksi pada daerah
distal obstruksi tersebut. Dalam keadaan tegak, bahan aspirasi akan mengalir
menuju ke lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi
dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior
atau segmen superior lobus inferior paru kanan, hanya kadang-kadang saja
aspirat dapat mengalir ke paru kiri.1,3
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia
aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya
memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang
berasal dari celah gigi yang sampai ke saluran pernapasan bawah akan
menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi
semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh
sedang menurun. 2
Abses terjadi setelah proses orofaringeal aspirasi dilokalisasi di segmen
posterior paru-paru, awalnya, sekresi aspirasi dilokalisasi di bagian distal
bronkus menyebabkan pneumonitis lokal. Dalam 24 jam berikutnya sampai 48
jam area peradangan yang lebih besar dengan bagian nekrotik akan
berkembang invasif meliputi bakteri toksin, vaskulitis, vena trombosis dan
enzim proteolitik dari neutrofilik granulosit akan membuat fokus nekrotik
colliquative. Jika jaringan paru infektif mempengaruhi pleura viseral, empyema
pleura akan berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan
abses. Dalam beberapa kasus, jaringan nekrotik akan dieliminasi oleh lisis dan
fagositosis dan jaringan granulasi yang akan membuat jaringan parut. Jika
terjadi efek samping, infeksi akan menyebar ke jaringan paru-paru dan pleura,
fistula mediastinum dan kutaneus dapat terjadi. 3
Secara hematogen yang paling banyak terjadi adalah akibat septikemi atau
sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi pada bagian lain
tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini
umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh
stafilokokus.3
7
Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan menembus
diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan
dan rongga pleura.1
Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas besar
dengan ukuran 5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada bentuk
perkembangannya. Abses paru yang diakibatkan oleh aspirasi lebih banyak
terjadi pada paru kanan (lebih vertikal) daripada paru kiri, serta lebih banyak
berupa kavitas tunggal. Abses yang terjadi bersamaan dengan adanya
pneumonia atau bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terletak di basal dan
tersebar luas. Septik emboli dan abses yang diakibatkan oleh penyebaran
hematogen umumnya bersifat mulitipel dan dapat menyerang bagian paru
manapun.1,3
Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya
diekspektoransikan ke luar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan
udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema
yang diikuti dengan terbentuknya fistula bronkopleura.1,6
F. Diagnosis
8
keterlibatan dari pleura. Sesak disebabkan oleh adanya pus yang
menumpuk menutupi jalan napas. 1
Pada awalnya batuk tidak produktif, tapi setelah beberapa hari dan
berhubungan dengan bronkus batuk menjadi produktif purulen yang
merupakan tanda khas. Batuk tetap produktif, kadangkala diikuti
hemopteu. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan
penyebabnya bakteri anaeraob dan disebut dengan putrid abscesses, tetapi
tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan
kemungkinan infeksi anaerob. Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan
tetapi ada yang masif.3,4
Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan, namun
lebih sering disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas khususnya
pada hemoptisis masif. 3
Pada beberapa kasus penyakit berjalan sangat akut dengan
mengeluarkan sputum yang berjumlah banyak dengan lokasi abses
biasanya di segmen apikal lobus atas. Sedangkan abses paru sekunder
yang seperti yang disebabkan oleh septik emboli paru dengan infark, abses
sudah timbul hanya dalam waktu 2-3 hari pasien abses paru akibat dari
komplikasi dari infeksi subdiofragma (abses hati amuba, pancreatic
plegmon) bisa disertai dengan gejala abdomen selain gejala paru. Kejang-
kejang yang disebabkan oleh abses otak kadang bisa dijumpai akibat
bakteremia dari abses paru.1
b. Pemeriksaan fisik
9
c. Laboraturium
d. Bronkoskopi
e. Radiologi
1. Thorax
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi
lesi dan bentuk abses paru. Pada gambaran radiologik dapat ditemukan
gambaran satu atau lebih kavitas yang disertai dengan adanya air fluid
level berupa batasan cairan dan permukaan udara. Khas pada abses
paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya ditemukan
10
pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik,
nososkomial atau hematogen) lesinya biasanya multipel. 4,6
Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila melakukan foto
dada PA dengan posisi berdiri. Lokasi terbanyak berada pada segmen
posterior lobus bawah atau segmen posterior lobus atas, sedangkan
segmen basiler lobus bawah sering dijumpai pada pasien yang
mengalami aspirasi pada posisi berdiri. 1
Gambar 4. Abses Paru – posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air fluid level pada
lapangan paru kiri atas
2. CT-Scan
11
Gambar 6.Gambaran abses paru dengan CT-scan. CT memperlihatkan kavitasi pada lobus
paru
3. Ultrasound
4. Gambaran Histopatologi
12
Gambar 7. Gambaran histopatologik abses paru memperlihatkan adanya reaksi
inflamasi.
13
Gambar 8. Gambaran tuberculosis, terlihat proses terbentuknya kavitas. Kavitas pada
tuberculosis umumnya terletak di lapangan paru atas.
b. Tumor Paru
14
Gambar 9. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas.
c. Empiema
Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula
bronkopleura akan sulit dibedakan dengan abses paru. Gambaran
empiema karakteristik, yaitu tampak pemisahan pleura viseral dan
parietal (pleura split) dan kompresi paru. CT scan dapat menunjukkan
lokasi abses berada dalam parenkim paru yang membedakannya
dengan empiema.1
Gambar 9. Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada lobus
atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak beraturan (panah warna
hijau) dan lesi lain di sebelah bawah paru kiri dengan internal fluid, dinding tipis (panah
warna kuning) kompresi pada lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian
atas paru kanan adalah abses paru dan pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.
15
H. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru
pada foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien
rawat inap. Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang
terkena abses berada diatas supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila
segmen superior lobus bawah yang terkena maka hendaknya bagian kepala
berada di bagian terbawah (posisi trendelenberg). 2,3
b. Terapi antibiotik
16
Durasi terapi antibiotik tergantung pada respon klinis dan radiografi
pasien. Antibiotik terapi harus bertahan setidaknya sampai demam, dahak
busuk dan cairan abses telah teratasi, biasanya antara 5-21 hari untuk
penggunaan antibiotik intravena dan kemudian per aplikasi oral, total 28
sampai 48 hari dengan kontrol radiografi dan laboratorium secara berkala.2
Bateremia yang resisten atau panas tinggi yang menetap lebih dari 72
jam atau tidak didapatkan perubahan dahak atau perbaikan gambar radiologi
setelah 7-10 hari, menunjukkan kegagalan pengobatan pada kasus ini bila
diperiksa lebih lanjut akan ditemukan kerusakan bronkus oleh benda asing,
neoplasma atau adanya infeksi bakteri yang resisten, mikrobakteria, parasit
atau jamur. 2,3
C. Bronkoskopi
d. Bedah
Pembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila :
Abses menjadi menahun
Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada setelah
terapi intensif selama 6 minggu, atau
Abses yang sudah sembuh tapi meninggalkan sisa jaringan parut
yang cukup luas dan mengganggu faal paru.1,4
Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan
reseksi segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil.
Pneumoektomi diperlukan terhadap abses multipel atau gangren
paruyang refrakter terhadap penanganan dengan obat-obatan.1
17
I. KOMPLIKASI
J. PROGNOSIS
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari
abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan
oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang
disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era
preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang.1,3
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai
prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu
faktor predisposisi. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas
pada Abses paru sebagai berikut :1
1. Anemia dan Hipoalbuminemia
2. Abses yang besar (φ > 5-6 cm)
3. Lesi obstruksi
4. Bakteri aerob
18
5. Immunocompromised
6. Usia tua
7. Gangguan intelegensia
8. Perawatan yang terlambat
19
KESIMPULAN
20