Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Mar16
I. Pengertian
Solusio plasenta (abruption plasenta atau accidental haemorage) adalah terlepasnya plasenta
yang letaknya normal pada korpus uteri setelah kehamilan 20 minggu atau sebelum janin lahir
(file:///H:/lp-dan-askep-solusio-plasenta.html).
Abdul Bari Saifuddin mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada
kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (http://materi-kuliah-
akper.blogspot.com/2010/05/askep-solusio-plasenta.html).
II. Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain
menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam
500-750 persalinan (11). Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia
adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden
solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8).
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo
(RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971
solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio
plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis,
mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu
ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya (5).
Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode
2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1
dalam 256 persalinan (14).
III. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang
menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
2. Faktor trauma
– Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar
atau tindakan pertolongan persalinan.
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah
bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
sebelumnya.
7. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan.
IV. Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau
plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan
pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta
dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas.
Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang
meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan
perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar,
kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas
dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban,
dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion,
atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus
Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus
terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus
Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas
(kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan
sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang
banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-
mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada
keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan
darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
V. Klasifikasi
c. Prolapsus plasenta
Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak
akan menyebabkan perdarahan pervaginan berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agak
sakit atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba.
Plasenta telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala dapat timbul perlahan atau
mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu perdarahan pervaginan. Dinding uterus teraba
tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin susah diraba serta bunyi
jantung janin susah didengar. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan
sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian
pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat
Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai penderita shock. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan shock dan janinnya telah meninggal. Uterus teraba
sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
a. Pemeriksaan laboratorium
– Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
– Darah
– Tepian plasenta
VIII. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas,
usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada
ibu :
a. Syok hemoragik
b. Gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita
solusio plasenta dan pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis
korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. hipovolemia,
secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus Couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah
perimetrium dan terkadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa
disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada
kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
4. Kematian
IX. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta
hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman.
Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia
ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di
anggap kontra indikasi padasolusio plasenta yang nyata secara klinis.
b. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria
kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif.
Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih
dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga
tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit
obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.
I. Pengkajian
b. Keluhan utama
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darah, darah yang keluar sedikit
banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya
pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma,
uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll.
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek atau
trauma uterus .
e. Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan
penyebabnya.
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. Tanda-tanda vital
– Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut biasanya rontok
/ tidak rontok.
– Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
– Abdomen
Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan ligra
– Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman, terdapat
farises pada kedua paha / femur.
– Ekstimitas
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Gangguan perfusi jaringan b.d. perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis, akral
dingin , Hb turun , muka pucat, dan lemas .
2. Risiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta
berkurang .
3. Nyeri akut b.d. kontraksi uterus ditandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan
uterus
4. Cemas b.d. kurang terpapar informasi klien mengenai keadaan patologi yang dialaminya .
5. Risiko terjadinya shock hemoragik b.d. perdarahan
IV. Evaluasi
No. Dx Evaluasi
1 Perfusi jaringan pasien adekuat
2 Fetal distress tidak terjadi
3 Klien dapat mengontrol nyeri yang dideritanya
4 Cemas klien berkurang atau hilang
5 Shock hipovolemik tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. (2008). Karakteristik Kasus Solusio Plasenta di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. (Akses tanggal 16
Oktober 2010). http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusio-
plasenta-di-bagian-obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaru-periode-1-januari-
2002-31-desember-2006/
Anonimous. (2009). Askep Solusio Plasenta. (Akses tanggal 16 Oktober 2010). http://materi-
kuliah-akper.blogspot.com/2010/05/askep-solusio-plasenta.html
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Limas, Endri. (2010). Askep dan LP Solusio Plasenta. (Akses tanggal 16 Oktober 2010).
file:///H:/lp-dan-askep-solusio-plasenta.html
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarata : EGC.
NANDA, 2007. Nursing Diagnoses : Definition and Clssification 2007 – 2008, NANDA
International, Philadephia.