Vous êtes sur la page 1sur 11

ASKEP SOLUSIO PLASENTA

Mar16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


SOLUSIO PLASENTA

A. Konsep Dasar Penyakit

I. Pengertian

Solusio plasenta (abruption plasenta atau accidental haemorage) adalah terlepasnya plasenta
yang letaknya normal pada korpus uteri setelah kehamilan 20 minggu atau sebelum janin lahir
(file:///H:/lp-dan-askep-solusio-plasenta.html).

Abdul Bari Saifuddin mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada
kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (http://materi-kuliah-
akper.blogspot.com/2010/05/askep-solusio-plasenta.html).

II. Epidemiologi

Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain
menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam
500-750 persalinan (11). Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia
adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden
solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8).

Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500


persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula
penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan (2). Menurut hasil penelitian
yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika
Serikat menjadi sebab kematian bayi (11). Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di
Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta (13).

Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo
(RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971
solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio
plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis,
mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu
ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya (5).
Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode
2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1
dalam 256 persalinan (14).

III. Etiologi

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang
menjadi predisposisi :

1. Faktor kardio-reno-vaskuler

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia dapat


menyebabkan solution plasenta. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat
hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi
tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik dan sisanya hipertensi yang disebabkan oleh
kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi
pada ibu.

2. Faktor trauma

Trauma yang dapat terjadi antara lain :

– Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

– Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar
atau tindakan pertolongan persalinan.

– Trauma langsung, seperti terjatuh atau terkena tendangan

3. Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan


kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

4. Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan


katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus
dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif.
Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-
35%.

5. Faktor kebiasaan merokok


Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan
25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang
perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya

6. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah
bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
sebelumnya.

7. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan.

IV. Patofisiologi

Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau
plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan
pelepasan plasenta dari dinding uterus.

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta
dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas.
Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang
meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan
perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar,
kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas
dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban,
dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion,
atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus
Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus
terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus
Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas
(kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan
sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat.

Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang
banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-
mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada
keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan
darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
V. Klasifikasi

Menurut derajat lepasnya plasenta, solusio plasenta diklasifikasikan menjadi:

a. Solusio plasenta partsialis

Bila hanya sebagaian plasenta terlepas dari tepat pelekatnya.

b. Solusio plasenta totalis

Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.

c. Prolapsus plasenta

Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.

Menurut derajatnya, solusio plasenta dibagi menjadi :

a. Solusio plasenta ringan

Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak
akan menyebabkan perdarahan pervaginan berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agak
sakit atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba.

b. Solusio plasenta sedang

Plasenta telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala dapat timbul perlahan atau
mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu perdarahan pervaginan. Dinding uterus teraba
tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin susah diraba serta bunyi
jantung janin susah didengar. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan
sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian
pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat

c. Solusio plasenta berat

Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai penderita shock. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan shock dan janinnya telah meninggal. Uterus teraba
sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.

VI. Gejala Klinis

a. Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarna kehitam-


hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus
tegang, perdarahan pervaginan yang banyak, syok dan kematian janin intra uterin.

b. Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.


c. Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut jantung janin
sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.

VII. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

– Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.

– Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu protombin,


waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.

b. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

– Terlihat daerah terlepasnya plasenta

– Janin dan kandung kemih ibu

– Darah

– Tepian plasenta

c. Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin

VIII. Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas,
usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada
ibu :

a. Syok hemoragik

b. Gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita
solusio plasenta dan pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis
korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. hipovolemia,
secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

c. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus Couvelaire)

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah
perimetrium dan terkadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa
disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada
kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:

1. Fetal distress

2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan

3. Hipoksia dan anemia

4. Kematian

IX. Penatalaksanaan

a. Konservatif

Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta
hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman.
Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia
ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di
anggap kontra indikasi padasolusio plasenta yang nyata secara klinis.

b. Aktif

Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria
kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif.
Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih
dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga
tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit
obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

a. Identitas klien secara lengkap

b. Keluhan utama

– Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri


– Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan dorongan
yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang.

– Perdarahan yang berulang-ulang.

c. Riwayat penyakit sekarang

Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darah, darah yang keluar sedikit
banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya
pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma,
uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll.

d. Riwayat penyakit masa lalu

Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek atau
trauma uterus .

e. Riwayat psikologis

Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan
penyebabnya.

f. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

– Kesadaran : composmetis s/d apatis

– Postur tubuh : biasanya gemuk

– Raut wajah : biasanya pucat

2. Tanda-tanda vital

– Tensi : normal sampai turun (syok)

– Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)

– Suhu : normal / meningkat (> 37o c)

– RR : normal / meningkat (> 24x/menit)

3. Pemeriksaan cepalo caudal

– Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut biasanya rontok
/ tidak rontok.
– Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma

– Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung

– Mata : conjunctiva anemis

– Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat dan dangkal

– Abdomen

Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan ligra

Palpasi rahim keras, fundus uteri naik

Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.

– Genetalia

Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman, terdapat
farises pada kedua paha / femur.

– Ekstimitas

Akral dingin, tonus otot menurun.

g. Pemeriksaan Penunjang

– Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.

– USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin.

– Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin

II. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan b.d. perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis, akral
dingin , Hb turun , muka pucat, dan lemas .

2. Risiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta
berkurang .

3. Nyeri akut b.d. kontraksi uterus ditandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan
uterus

4. Cemas b.d. kurang terpapar informasi klien mengenai keadaan patologi yang dialaminya .
5. Risiko terjadinya shock hemoragik b.d. perdarahan

III. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan Rasional


Keperawatan
1. Gangguan Setelah diberikan askep, 1. Monitor tanda tanda TD, frekuensi nadi yang
perfusi jaringan diharapkan perfusi jaringan vital rendah, frekuensi RR dan
b.d. perdarahan pasien adekuat, dengan suhu tubuh yang tinggi
ditandai dengan kriteria hasil menunjukkan gangguan
conjungtiva :- Conjunctiva tidak sirkulasi darah
anemis , akral anemis 2. Observasi tingkat Mengantisipasi terjadinya
dingin , Hb turun pendarahan setiap 15-20 shock
, muka pucat, dan – Akral hangat menit
lemas . 3. Catat intake dan Produksi urin yang kurang
– Hb normal output dari 30 ml/jam
menunjukkan penurunan
– Muka tidak pucat, fungsi ginjal
dan pasien tidak lemas. 4. Kolaborasi dalam Cairan infus isotonic dapat
pemberian terapi infuse mengganti volume darah
isotonik yang hilang akibat
pendarahan
5. Kolaborasi dalam Tranfusi darah dapat
pemberian tranfusi darah menggan volume darah
apabila Hb rendah yang hilang akibat
pendarahan
2. Risiko tinggi Setelah diberikan askep, 1. Jelaskan risiko Memberikan penjelasan
terjadinya letal diharapkan tidak terjadi fetal terjadinya distress mengenai risiko
distress distress, dengan kriteria janin/kematian janin pada terjadinya distress janin
berhubungan hasil:- DJJ ibu pada klien membuat klien
dengan perfusi normal/terdengar kooperatif pada setiap
darah ke plasenta tindakan yang akan
berkurang . – Adanya pergerakan diberikan
bayi 2. Observasi perubahan Penurunan frekuensi
frekuensi dan pola DJ janin plasenta mengurangi kadar
– Bayi lahir selamat oksigen janin sehingga
menyebabkan perubahan
frekuensi jantung janin
3. Berikan O2 10-12 literMeningkatkan supali
dengan masker jika terjadi oksigen janin
tanda-tanda fetal distress
3. Nyeri akut Setelah diberikan askep, 1. Jelaskan penyebab Memberikan informasi
b.d. kontraksi diharapkan klien dapat nyeri pada klien mengani penyabab nyeri
uterus ditandai beradaptasi dengan nyeri yang dideritanya akan
terjadi distress / yang dideritanya, dengan membuat klien kooperatif
pengerasan kriteria hasil :- Klien dengantindakan yang akan
uterus , nyeri dapat melakukan tindakan diberikan
tekan uterus untuk mengurangi nyeri. 2. Ajarkan teknik Teknik relaksasi distraksi
relaksasi distraksi pernapasan dapat
– Klien kooperatif pernapasan mendorong klien relaks
dengan tindakan yang dan memberikan klien
diberikan cara mengatasi dan
mengontrol tingkat nyeri
3. Berikan posisi yang Posisi miring mencegah
nyaman (miring ke kiri / penekanan pada vena cava
kanan)
4. Berikan teknik Meningkatkan relaksasi
relaksasi massage pada dan meningkatkan
perut dan punggung kooping dan kontrol klien
terhadap nyeri
5. Libatkan suami dan Melibatkan suami dan
keluarga dalam tindakan keluarga dapat
pengontrolan nyeri memberikan dukungan
mental kepada klien
6. Kolaborasi dalam Obat analgetik dapat
pemberian obat analgetik mengurangi nyeri yang
dirasakan klien dengan
memblok impuls nyeri
4. Cemas b.d. Setelah diberikan askep, 1. Anjurkan klilen untuk Mengungkapkan perasaan
kurang terpapar diharapkan klien tidak mengemukakan hal-hal tentang hal-hal yang
informasi klien cemas dan dapat mengerti yang dicemaskan dicemaskan dapat
mengenai tentang keadaannya, dengan mengurangi beban pikiran
keadaan patologi kriteria hasil :- Klien klien
yang dialaminya melaporkan cemas 2. Beri penjelasan Mengurangi kecemasan
berkurang tentang kondisi janin klien mengenai kondisi
janinnya
– Klien tampak tenang 3. Beri penjelasan Mengurangi kecemasan
dan tidak gelisah tentang kondisi klien klien mengenai kondisinya
4. Anjurkan keluarga Dukungan keluarga dapat
untuk mendampingi dan memberikan rasa aman
memberi dukungan kepada kepada klien dan
klien mengurangi kecemasan
klien
5. Anjurkan Memberikan perasaan
penggunaan/kontinuitas rileks sehingga dapat
teknik pernapasan dan menurunkan kecemasan
latihan relaksasi. klien
5. Risiko terjadinyaSetelah diberikan askep, 1. Kaji pendarahan Mengetahui adanya gejala
shock hemoragik diharapkan shock setiap 15-30 menit syok sedini mungkin.
b.d. perdarahan hipovolemik tidak terjadi, 2. Oservasi TTV setiap Mengetahui kondisi klien
15 menit dan apabila TTV dan untuk mengetahui
dengan kriteria hasil normal, observasi TTV adanya gejala syok sedini
:- Perdarahan berkurang dilakukan setiap 30 menit mungkin
3. Awasi adanya tanda- Mendeteksi adanya gejala
– TTV normal tanda syok, pucat, keringat syok sedini mungkin
dingin, dan kepala pusing.
– Kesadaran 4. Kolaborasi dalam Mempertahankan volume
komposmentis pemberian terapi cairan cairan sehingga sirkulasi
bisa adekuat

IV. Evaluasi

No. Dx Evaluasi
1 Perfusi jaringan pasien adekuat
2 Fetal distress tidak terjadi
3 Klien dapat mengontrol nyeri yang dideritanya
4 Cemas klien berkurang atau hilang
5 Shock hipovolemik tidak terjadi

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. (2008). Karakteristik Kasus Solusio Plasenta di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. (Akses tanggal 16
Oktober 2010). http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusio-
plasenta-di-bagian-obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaru-periode-1-januari-
2002-31-desember-2006/

Anonimous. (2009). Askep Solusio Plasenta. (Akses tanggal 16 Oktober 2010). http://materi-
kuliah-akper.blogspot.com/2010/05/askep-solusio-plasenta.html

Anonimous. (2009). Solusio Plasenta. (Akses tanggal 16 Oktober 2010). http://askep-


askeb.cz.cc/2010/03/solusio-plasenta.html#axzz0y6Pwti9X

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Limas, Endri. (2010). Askep dan LP Solusio Plasenta. (Akses tanggal 16 Oktober 2010).
file:///H:/lp-dan-askep-solusio-plasenta.html

Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarata : EGC.

NANDA, 2007. Nursing Diagnoses : Definition and Clssification 2007 – 2008, NANDA

International, Philadephia.

Vous aimerez peut-être aussi