Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
FRAKTUR FEMUR
A. Pengertian
a) Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh
tulang/bahkan tulang rawan (Musliha, 2010).
b) Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah)
femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha (Helmi, 2012).
c) ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal
fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu
intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. ((FKUI dalam
Jitowiyono, 2010 : 15).
Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang mengenai
daerah tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan akibat
dari kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor,
infeksi, pada pendertia penyakit paget) yang mengakibatkan kerusakan
jaringan tulang paha dan biasanya dilakukan tindakan pembedahan berupa
ORIF.
B. Klasifikasi Fraktur
1. Klasifikasi Penyebab
a. Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut
sehingga terjadi fraktur.
b. Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya.
Tulang seringkali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang
paling sering dari fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer
maupun metastasis.
c. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
1. Femur
Bahasa latin yang berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat dan
terberat dari semua tulang pada rangka tubuh.
a. Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk
beartikulasi dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian kepala
mengalami depresi dan fovea kapitis untuk tempat perlekatan ligamen
yang menyanggah kepala tulang agar tetap di tempatnya dan membawa
pembuluh darah ke kepala tersebut.
b. Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur masuk
dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125˚ dari
bagian leher femur. Dengan demikian, batang tulang paha dapat
bergerak bebas tanpa terhalang pelvis saat paha bergerak.
c. Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari 125˚)
karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
d. Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal,
yang terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter pada
permukaan anterior dan krista intertrokanter di permukaan posterior
tulang membatasi bagian leher dan bagian batang.
e. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol. Trokanter
besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot untuk
menggerakan persendian panggul.
f. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda saja.
Linea aspera, yaitu lekak kasar untuk perlekatan beberapa otot.
g. Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan kondilus
lateral.
1) Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar dengan
fosa interkondiler yang terletak di antara keduanya. Area triangular
di atas fosa interkondiler disebut permukaan popliteal.
2) Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral berada di
atas dua kondilus besar. Permukaan artikular halus yang terdapat di
antara kedua kondilus adalah permukaan patellar. Yang berbentuk
konkaf untuk menerima patella (tempurung lutut).
D. ETIOLOGI
E. Manifestasi Klinis
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma atau
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa
sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Corwin, 2009: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan
rusaknya serabut otot dan jaringan otot. Pada reduksi terbuka fiksasi interna
(ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun
pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi (Price, 2010: 1192).
H. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran
fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur
fraktur yang kompleks.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
d. Pemeriksaan lain-lain
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
4. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
5. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
6. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
7. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
8. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
I. KOMPLIKASI
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau
trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengkajian
a. IdentitasKlien
Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.
b. Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila
digerakkan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
d. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
e. Riwayat penyakit dahulu
Di dalam anggota gerak tidak/ada yang pernah mengalami penyakit
fraktur/penyakit menular.
2. Pola-pola fungsional
a. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan akibat adanya
luka operasi sehingga perlu dibantu baik perawat maupun klien.
b. Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat px mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri luka post op.
c. Pola persepsi dan konsep diri
Setelah px mengalami post op pasien akan mengalami angguan konsep
diri karena perubahan cara berjalan akibat kecelakan.
d. Pola sensori dan kognitif
Biasanya pasien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya
kerusakan jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke
dalam jaringan.
e. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pasien pada post operasi akan mengalami gangguan/
perubahan dalam menjalankan ibadahnya.
f. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
g. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
h. Pola Tidur dan Istirahat.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur .
i. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.
j. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
k. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
3. Pemeriksaan fisik
C. Rencana Keperawatan
A.Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Nn.M
Umur : 26 tahun
Agama : islam
Alamat : adikarso
Pendidikan : SMP
No RM : 312290
2.Penangung jawab
Nama : Tn.P
Umur : 32 tahun
Alamat : adikarso
Pekerjaan : Penggiling padi
B. Riwayat kesehatan
1.Keluhan utama
24 april 2018 pukul 10:00 wib rujukan dari rumah sakit permata medika dengan
keluhan nyeri pada paha kiri post kecelakaan lalu lintas , kaki tidak dapat
digerakan dan bengkak. Setalah dilakukan tindakan medis di IGD pukul 10:30 wib
klien di pindah ke ruang teratai.
Saat pengkajian pada tanggal 26 april 2018 pukul 15:00 wib pasien
mengeluh nyeri pada luka operasi skala 7 , nyeri berdenyut-denyut , nyeri hilang
timbul tiap setengah menit , nyeri bertambah saat melakukan pergerakan.Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital TD 96/59 , nadi 80x/menit , respirasi 20x/menit ,
suhu 36,8oC.Klien masih terpasang infus RL 20 TPM ditangan kanan , terpasang
kateter URN,dan tanpak balutan luka operasi dipaha kiri dilengkapi drain .
Tampak semua kebutuhan aktivitasnya dibantu keluarganya. Pasien mendapat
terapi obat pada tanggal 26 april 2018 yaitu injeksi ketorolac 30 mg , ceftriaxone
1gram , dan ranitidine 50mg.
5.Genogram
2012
Paru-Paru
klien
Keterangan :
a) Pola oksigenasi
Sebelum sakit : klien mengatakan kadang merasakan sesak nafas dibagian dada
kiri.
Saat dikaji : klien mengatakan tidak mesara sesak nafas , respirasi 20x/menit
b) Pola nutrisi
Sebelum sakit : klien mengatakan makan 3x sehari (nasi,sayur,lauk) dan minum
hanya bisa sehabis makan 1/2gelas.klien mengatakan mempunyai alergi
makanan udang.
Saat dikaji : klien mengatakan makan 3x sehari porsi habis,minum 3-4gelas.
c) Eliminasi
Sebelum sakit : klien mengatakan BAB 1x/hari, BAK 2-3/hari, mandiri tanpa
bantuan.
Saat dikaji : klien dikatakan sejak masuk Rumah sakit sampai sekarang belum
BAB,terpasang kateter,Urin jernih kekuningan.
d) Pola aktifitas
Sebelum sakit : klien mengatakan beraktifitas mandiri tanpa bantuan.
Saat dikaji : klien mengatakan semua aktifitas masih dibantu keluarga.klien
belum mampu miring kanan miring kiri
e) Pola istirahat
Sebelum sakit : klien mengatakan tidur 6-7jam sehari,klien mengatakan jarang
tidur siang.
Saat dikaji : klien mengatakan sering terbangun karena nyeri.
f) Pola berpakaian
Sebelum sakit : klien mengatakan menganti pakaian setiap hari secara mandiri
tanpa bantuan.
Saat dikaji : klien mengatakan berpakaian dengan dibantu keluarga.
g) Pola personal hygine
Sebelum sakit : klien mengatakan mandi 2x/hari,sikat gigi 2x/hari,dan berdandan
secara mandiri.
Saat dikaji : klien mengatakan sejak masuk rumah sakit sikat gigi baru sekali ,
diseka tiap pagi oleh keluarga.
h) Pola menjaga suhu tubuh
Sebelum sakit : klien mengatakan akan memakai pakaian tebal jika udara dingin
, dan sebaliknya secara mandiri
Saat dikaji : klien mengatakan sedang merasa dingin , klien memakai selimut ,
suhu 36,8oC
i) Pola komunikasi
Sebelum sakit : klien mengatakan biasa berkomunikasi baik dengan keluarganya
maupun orang lain.
Saat dikaji : klien mengatakan masih biasa berkomunikasi dengan baik dan
lancar.
j) Pola menghindar dari bahaya
Sebelum sakit : klien mengatakan memakai kaos kaki / pengaman kepala saat
berpergian memakai kendaraan.
Saat dikaji : klien mengatakan
k) Pola rekreasi
Sebelum sakit : klien mengatakan jarang rekreasi ,hanya menonton TV.
Saat dikaji : klien mengatakan tidak melakukan rekreasi hanya terbaring
ditempat tidur
l) Pola spiritual
Sebelum sakit : klien mengatakan beribadah sesuai kepercayaan dengan shalat 5
waktu.
Saat dikaji : klien mengatakan belum shalat sejak masuk rumah sakit.
m) Pola belajar
Sebelum sakit : klien mengatakan hanya sering mendengar sakit patah tulang
dan biasanya di gips
Saat dikaji : klien mengatakan : dirinya mengalami patah tulang dan harus di
operasi pasang pen/kawat
n) Pola bekerja
Sebelum sakit : klien mengatakan tiap hari bekerja membantu pamannya .
Saat dikaji : klien mengatakan tidak bekerja , hanya tebaring ditempat tidur.
7.Pemeriksaan fisik
Auskultasi = s1 s2 reguler
Ekstremitas :
Kekuatan otot : 5 5
5 2
8.Pemeriksaan penunjang
DO :
- Paha kiri
tampak
bengkak
- Klien tampak
meringis
- Tampak
balutan luka
operasi di paha
kiri
- TTV: 96/59
mmhg,
N.80X/menit,
RR 20X/menit,
suhu 36,8 c
- RD femur :
Fracture
complete
tragmentasi os
femor sinistra
1/3 medial
fiksasi 1 plate 8
screw
2 24 april 2018 DS: Hambatan Gangguan
- Klien mobilitas fisik musculoskeletal
mengatakan
paha kiri terasa
kaku saat di
gerakan
- Klien
mengatakan
nyeri saat paha
kiri digerakan
- Klien
mengatakan
semua aktivitas
dibantu dan
klien belum
mampu miring
kanan-kiri
DO:
- Klien terbaring
ditempat tidur
- Klien tampak
meringis
kesakitan saat
paha kiri
digerakan
- Hasil foto
rontgen
menunjukan
adanya fraktur
05 femur
sinistra 1/3
medial
- TTV
:TD96/59mmhg
, N 80X/menit,
R 20x/menit,
suhu 36,8 c
- Kekuatan otot:
3. 24 april 2018 DS: Resiko infeksi Prosedur
- Klien invasive
mengatakan (pembedahan)
dikakinya di
pasang pen
- Klien
mengatakan
risih dipasang
selang kateter
DO:
- Klien terpasang
kateter
- Klien terpasang
drain
- Tampak luka
balutan operasi
dipaha kiri
- Hasil lab: angka
leukosit 12,3
(3,6-11,0
10^3/ul)
- Tampak luka
lecet dibagian
wajah
- Luka balutan di
dahi dan pipi
kiri
- Hasil rontgen:
fraktur
complete
fragmental 05
femur sinistra
1/3 medial
dengan internal
fiksasi 1 plate
dan 8 screw.
- TTV: TD 96/59,
N 80x/menit, R
20x/menit,
suhu 36,8 c.
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
TGL/JAM DX NOC NIC
I Setelah dilakuakan tinadakan PAIN MANAGEMENT
keperawatan selama 3x24 1. Observasi nyeri
jam diharapkan masalah secara
nyeri akut dapat teratasi komperehensif
denagn kriteria hasil : 2. Observasi reaksi
non-verbal
3. Kontrol
lingkunagnyang
dapat
memengaruhi
nyeri
4. Posisikan Klien
senyaman
mungkin
5. lakukan
pemeriksaan TTv
6. Ajarkan klien
mengontrol
dengan teknik
non-farmakologi
(nafas dalam)
7. Berikan
pengertian atau
informasi pada
klien dan
keluarga nyeri
bila terjadi
ketidak
nyamanan
8. Kolaborasi
pemberian
analgetik
ketorolac 3 x 30
mg
ii Setelah dilakukan tindakan Exercise Theraphy
keperawatan selama 3 x 24 Ambulation
jam diharapkan diharapkan 1. Kajji kemampuan
masalah hambatan mobilitas pasien dalam
fisik dapat teratasi dengan mobilisasi
kriteria hasil : 2. Monitoring TTV
3. Ajarkan latihan
ROM
4. Bantu dan
dampingi klien
dalam
pemenuhan
ADLSnya
5. Berikan
pengertian dan
motivasi tentang
latihan mobilisasi
secara bertahap
6. Kolaborasi
dengan
fisioterapi dalam
rencana
mobilisasi sesuai
kebutuhan