Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1. Definisi
Definisi thypoid menurut para ahli adalah sebagai berikut :
a. Thypoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonela typhi
(Harison, 1991)
b. Thypoid dan parutifoid (selanjutnya disebut tofoid) adalah infeksi akut usus
halus (Sarwono, 1996)
c. Typus aedoninalis adalah penyakit yang biasanya terdapat pada saluran cerna
dengan diagnosa demam yang lebih dari 1 minggu dan terdapat gangguan
kesadaran.
Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa thypoid adalah
penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonela typhi ditandai
dengan demam satu minggu dan disertai gangguan saluran pencernaan serta
gangguan kesadaran.
3. Manifestasi Klinik
Gejala dapat timbul secara tiba-tiba / bersangsur-angsur yaitu antara 10 sampai 14
hari. Mulainya samar-samar bersama nyeri kepala, malaise, anoreksia dan
demam, rasa tidak enak di perut dan nyeri di seluruh baban. Minggu pertama
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu :
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi
/diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk dan epistaaksis.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas yaitu : demam,
bradikardi(........) relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah
dan tremor), hepatomegali, splevomegali, meteorismus, gangguan mental
(jelaskan smua arti)(Sommnoleh, Stupor, Koma, Delisium) (Sarwono, 1996).
4. Patofisiologi
Kuman Salmonella typosa masuk melalui mulut, setelah melewati aliran
selanjutnya akan kedinding usus halus melalui aliran linfa ke kelenjar mesentrium
mengadakan multipikasi (bakteremia). Biasanya pasien belum tempak adanya
gejala klinik (asimtomatik) seperti mual, muntah, tak enak badan, nafsu makan
menurun, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endotesual. Tetapi
kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam
peredaran darah mengalami bakteremia sehingga tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel plogan akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel plogan inilah
yang mempengaruhi pusat termoregulasi dihipotalamus sehingga timbul gejala
demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi
gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman
menuju ke organ-organ tersebut (hati, limfa, empedu), sehingga timbul
peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan,
terutama pada folikel limfosial dan apabiloi kuman tersebut dihancurkan oleh sel-
sel tersebut maka penyakit berangangsur-angsur mengalami perbaikan dan
apabila tidak dihancurkan akan menyebar keseluruh organ sehingga timbul
komplikasi dapat memperburuk kondisi pasien (Rahmat Juwono, 1994).
(pathways)
5. Anatomi dan Fisiologi
a. Usus Halus
Istestinum minor (usus halus) adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum panjangnya
± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan
absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : lapisan usus halus, lapisan
mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (m.sirkulasi), lapisan otot
memanjang (m.longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus besar dibagi dalam beberapa bagian :
1. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Bagian kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut papila vateri.
Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledoktus dan
saluran pankreas (dukus wirsungi / pankreatikus). Dinding doedenum
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar
ini disebut kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah
intestinum.
2. Yeyunum dan Ileum
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 m. dua per lima
bagian atas adalah (yeyenum) dan panjangnya ± 2-3 meter. Dan ileum
dengan panjang ± 4-5 m. Lekukan yeyunum dan ileum melekat pada
dinding aedomen posterior dengan perantarandan lipatan peritonium yang
berbentuk kipas dikenal sebagai mesentrium. Akar mesentrium
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang dan vena mesentrika
superior, pembuluh limfe dan syaraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium
yang membentuk mesentrium. Sambungan antara yeyunum dan ileum
tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan selkum dengan parantaraan
lubang yang bernama Orifisium tleosekalis, orifisium ini diperkuat oleh
spinteeer ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula selkalis /
valvula baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon
asendens tidak masuk kembali keadaan ileum.
3. Mukosa usus halus
b. Usus Besar
Panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam
keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang,
jaringan ikat.
Bagian-bagian usus besar adalah:
1. Seikum
Dibawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti
coaling sehingga disebut juga limba coding, panjangnya 6 cm. Seluruhnya
ditutupi peritonium mudah bergerak walaupun tidak mempunyai
mesentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang
masih hidup.
2. Kolon Asendens
Panjangnya ± 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan membujur
ke atas dari ileeum ke bawah hati. Di bawah hati membengkok ke kiri.
Lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjut sebagai kolon
transversum
3. Kolon transversum
Panjangnya ± 38 cm dari kolon asendus sampai ke kolon desendens
berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat flexura hepatika dan
sebelah kiri terdapat fleksura uenalis.
4. Apendiks
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir selkum
mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat
dilewati isi usus.
5. Kolon pesendevis
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur
dari atas ke bawah dari fleksura uenalis sampai ke depan ileum kiri,
bersambung dengan kolon signoid.
6. Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon disendens terletak miring, dalam rongga
pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S. ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
7. Persyarafan
Usus mempunyai jaringan syaraf yang kompleks terdiri atas neuron otonom
motorik dan sensorik serta sistem saraf enterik yang terpisah. Pasokan simpatis
berasal dari gangilon diluar usus difleksus seilaka dan masenterika. Gangila
parasimpatis ditemukan seilaka dan mesenterika. Gangila parasimpatis ditemukan
dalam dinding halus dan ini bersama neuron yang berhubungan membentuk dua
anyaman saraf, plektus submukosa (meisner) dan pleksus mesenterikus
(awerbach).
Pleksus saraf menciptakan dna mengkonduksi irama elektrik dasar pada
usus. Rangsangan saraf parasimpatis meningkatkan kontraksi muskular (terutama
pada lapisan sirkulasi bagian bawah dalam). Pasokan darah dan aktivitas sekresi,
merangsang pasokan sistem yang mempunyai efek berlawanan. Sistem saraf
enterik mempunyai reseptor sensor pada mukosa dan dinding usus besar, yang
akan merespon volume dan komposisi usus, dan melalui hubungan dengan neuron
yang menimbulkan respon yang cepat pada sistem reseptor.
8. Fisiologi
a. Usus Halus
Fungsi usus halus antara lain :
1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapilet-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2. Menyerap protein dalam bentuk asam amino
3. Karbohidrat diserap dalam bentuk emulsi, lemak
Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang
menyempurnakan makanan :
1. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik
2. Eripsin menyempurnakan penceranaan protein menjadi asam amino :
a. Laktose mengubah latase menjadi monosokarida
b. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida
c. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida
(Syafudin, 1992)
Usus halus mempunyai epitel khusus yang mempunyai daerah permukaan
yang luas, struktur seperti viii pada mukosa dapat mengoptimalkan absorbsi
baik di bawah kendali aktif maupun pasif.
a. Sel endokren
Sel gobelt yang mensekresi muklus dan sel endokrin tersebar diantara sel-
sel absortif. Sel endokrin memproduksi hormon “usus” yang sangat
bervariasi. Sel endokrin juga ditemukan diantara sel-sel proliferasi
(enteroblas) dari kripta intestinum. Di sini, banyak-banyak sel endokrin
berupa enterokromafin dan memproduksi serotonin (5-HT) yang
mempunyai peranan penting dalam pengendalian usus dan pasokan darah.
b. Sel paneth
Mengandung granula yang kaya ilsozim, peranan sel ini belum diketahui,
tetapi agaknya berhubungan erat dengan sel stem. Keberadaannya pada
epitel metaplastik memberi petunjuk kemungkinan memproduksi faktor
lokal yang meregulasi sel proliferasi dan berdiferensiasi.
c. Kelenjar biunner
Submukosa duodenum mengandung kelenjar biunner, berupa kumpulan
asinus yang mensekresi banyak mukus. Disamping memproduksi banyak
mukus alkailu yang penting untuk melindungi mukosa terhadap serangan
asam pada duodenum proksimal.
d. Jaringan Limfoid
Jaringan ikat mukosa (lamina propia) mengandung banyak limfatik
(laktasol). kapiler darah, sel limfosit yang infiltratif, sel plasma, eosinofil
dan sel mast sel limfoid membentuk lengan imunitas mukosa yang
penting, dikenal sebagai mukosa assoceiated lymphoid tissue (MALT).
b. Usus Besar
Menurut Syaifudin, 1992, usus besar mempunyai beberapa fungsi :
1. Menyerap air dan makanan
2. Tempat tinggal bakteri koli
3. Tempat feces
Banyak bakteri yang terdapat dalam usus besar berfungsi mencerna bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi. bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting seperti vitamin K. bakteri ini penting untuk fungsi
normal dari usus. beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan bakteri di dalam usus besar. akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air dan terjadilah diare.
jenis pergerakan pada saluran pencernaan, gerakan mencampur yang membuat
isi usus terus menerus tercampur setiap saat dan gearkan propulsive
(mendorong) yang menyebabkan makanan bergerak ke depan sepanjang
saluran pencernaan dengan kecepatan sesuai untuk pencernaan dan obsorbsi.
Menurut Underwood, 1996, usus besar mempunyai beberapa fungsi-fungsi:
a. Sebagai tempat pengimbunan dan eliminasi mempunyai sisa-sisa
makanan.
b. Berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit
c. Berperan penting dalam degradasi kompleks karbohidrat dan nutrien
bakteri lainnya.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari tifoid menurut Rahmat Juwono ( ) adalah :
a. Komplikasi intestinal, meliputi : (dijelaskan per item komplikasi)
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
2) Komplikasi darah
Anemia hemolitik, tromeostopenia dan sindrom urenia hemolitik.
3) Komplikasi paru
Pneumonia, emplema dan pleuritis
4) Komplikasi hepar dan kandung empedu
Hepatitis dan kolesistitis
5) Komplikasi ginjal
Glomnerulonefritis, plelonefritis dan peringfritis
6) Komplikasi tulang
Osteomielitis, periostitis, sponalitis dna artiltis
7) Komplikasi neuropsikiatrik
Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis, perifer, sindrom guillain-
barre, psikosis dan sindrom ketatonia.
10. Penatalaksanaan
Menurut Rahmat Juwono penalaksanaan tifoid terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Perawatan
Penderita tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pendeita harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari. Besar
demam / kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah komplikasi perdarahan / perforasi usus. Penderita dengan kesadaran
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu utnuk
menghindrai komplikasi pneumonia hipostaltik dan dektubitas.
b. Diet
Dimasa lalu penderita tifoid diberi dubur sarving, kemudian dubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan penderita. Pemberian dubur saring
ini dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus, karena ada
pendapat bahwa lukus-lukus perlu diistirahatkan. Banyak penderita tidak
menyukai dubur saring karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena
mereka hanya makan sediti dan ini berakibat keadaan umum dan gizi
penderita semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi lama.
Makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada penderita
tifoid.
c. Obat
Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan ialah : kloromfenikol,
tiamfenikol, ko trimoksozol, ampisilin dan amoksilin.
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Adakah riwayat penyakit tifoid sebelumnya.
Dll teruskan
2. Demografi
a. Jenis Kelamin
Tidak da perbedaan resiko terjadi tifoid antara laki-laki dan perempuan.
b. Umur
Di daerah endemik tofoid, insiden tertinggi didapat pada anak-anak. Orang
dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi
kebal. Insiden pada penderita yang berumur 12 tahun ke atas adalah 70-
80%, penderita berumur 12-30 tahun adalah 10-20%, penderita berumur
30-40 tahun adalah 5-10%.
c. Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan daerah yang kumuh, seperti daerah yang dekat dengan TPA
atau bisa terjadi pada rumah yang tempat pembuangan sampahnya,
jaraknya terlalu dekat dengan rumah.
d. Gaya hidup
Kebiasaan / gaya hidup yang dapat mempengaruhi terjadinya tifoid adalah
gaya hidup / kebiasaan yang kurang sehat. Misalnya kebiasaan tidak cuci
tangan baik sebelum maupun sesudah makan, tidak menutup makanan.
e. Pekerjaan
Adapun pekerjaan yang beresiko terjadi tofoid misalnya pemulung,
penjual pedagang kaki lima.
3. Pola Pengkajian Fokus
a. Aktifitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan
aktifitas / kerja sehubungan dengan efek proses penyakit.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi
dan nyeri)
Kemerahan, area ekimosis
Kulit / membran mukosa turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah
(dehidrasi / malnutrisi).
c. Itegritas ego
Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal misal perasaan tak berdaya / tak
ada harapan.
Stres akut / kronis, misal hubungan dengan keluarga / pekerjaan,
pengobatan yang mahal.
Tanda : Menolak, perhatian menyempit dan depresi.
d. Eliminasi
Gejala : Episode diare yang tidak dapat diperkirakan, hilang timbul,
sering, tak kontrol, flatus lembut dan semi cair, bau busuk dan
berlemak (steatorea) melena.
Konstipasi hilang timbul.
Tanda : Menurunnya bising usus, tak ada peristaltik / adanya peristaltik
yang dapat dilihat.
Hemoroid, fisura anal, oligouria.
e. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, muak muntah
Penurunan berat badan
Tidak toleran pada diet / sensitif, misal susu, dan makanan
berlemak.
Tanda : Penurunan lemak subkutan / masa otot
Tonus otot buruk dan turgor kulit buruk
Membran mukosa pucat.
f. Higiene
Gejala : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri.
Bau badan.
Tanda : Menolak, perhatian menyempit dan depresi.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dan nyeri kram pada kuadran kanan
bawah, nyeri abdomen tengah bawah (keterlibatan jejunum).
Nyeri tekan menyebar ke bagian periumbilikal
Nyeri mata, fotofobia
Tanda : Nyeri tekan abdomen / distensi.
h. Keamanan
Gejala : Riwayat lupus eritematosis, anemia hemolitik, vaskuiltis
Peningkatan suhu 39,6-40oC
Penglihatan kabur
Tanda : Lesi kulit mungkin ada, misal aritemia nodusum (meningkat,
nyeri tekan, kemerahan dan membengkak) pada tangan, muka,
pioderma gangienosa (lesi tekan pukulan / lepuh dengan batas
keunguan) pada paha, kaki dan mata kaki.
Aukilesa spondilitis.
i. Seksualitas
Gejala : Frekuensi menurun / menghindari akfititas seksual
j. Interaksi sosial
Gejala : Masalah hubungan / peran sehubungan dengan kondisi
ketidakmampuan aktif dalam sosial.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan feses
Darah samar mungkin positif (erosi mukosa), steatorea dan garam empedu
dapat ditemukan.
b. Foto
Menekan barium dapat menunjukkan penyempitan lumen pada ileum
terminal, kekakuan dinding usus, mukosa mudah terangsang / lukus.
c. Pemeriksaan sigmoideskopi
Dapat menunjukkan edema hiperemik mukosa kolon, celah transversal /
lukus longitudinal.
d. Darah lengkap
Anemia (hipokromik, kadang-kadang makrositik) dapat terjadi karena
malnutrisi / malabsorbsi / tekanan fungsi sumsum tulang (proses inflamasi
usus), peningkatan sel darah putih.
e. Kolonoskopi
Mengidentifikasi adanya perubahan lumen dinding (menyempit/tidak
teratur), menunjukkan obstruksi usus.
(Sumber)
B. Pathway
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan nyeri tekan (peradangan
pada usus).
4. Gangguan eliminasi BAB : diare / kaonstipasi berhubungan dengan perubahan
peristaltik usus.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan output yang berlebihan.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
DAFTAR PUSTAKA