Vous êtes sur la page 1sur 67

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring berkembangnya jaman berbagai jenis makanan

berkembang sangat pesat dan salah satu factor yang berpengaruh terhadap

peningkatan derajat kesehatan adalah penyediaan makanan dan minuman

yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Keadaan ini terutama berkaitan

dengan kegiatan pengelolaan makanan jajanan kaki lima. Makanan yang

merupakan bagian dari upaya penyediaan pangan selama ini telah

berkembang dengan pesatnya sejalan kebutuhan masyarakat akan makanan

yang murah, mudah diperoleh dan digemari oleh sebagian besar golongan

masyarakat. Di lain pihak makanan jajanan ini masih mengandung resiko

yang cukup potensial untuk terjadinya gangguan kesehatan penyakit

bawaan makanan akibat penyelenggaraannya yang masih jauh dari syarat

kesehatan.

Makanan yang tidak panas (seperti gado-gado, ketoprak, nasi

pecel, ketupat tahu, nasi rames, nasi uduk dan lain-lain) berisiko terhadap

kesehatan konsumen karena lebih besar terkontaminasi oleh mikroba dan

zat kimia dibandingkan makanan yang panas. Makanan jajanan yang

berair dan tidak panas (misalnya es cendol, es cincau, es putar, es kelapa,

agar-agar, dan asinan rujak) mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian

kontaminasi (Vitayata A, 1995).


2

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan

kehidupan. Makanan yang dibutuhkan harus memenuhi syarat kesehatan

dalam arti memiliki nilai gizi yang optimal seperti vitamin, mineral, hidrat

arang, lemak dan lainnya. Makanan yang konsumsi beragam jenisnya

dengan berbagai cara pengolahannya. Makanan – makanan tersebut sangat

mungkin sekali menjadi penyebab terjadinya gangguan dalam tubuh kita

sehingga kita jatuh sakit. Salah satu cara untuk memelihara kesehatan

adalah dengan mengkonsumsi makanan yang aman, yaitu dengan

memastikan bahwa makanan tersebut dalam keadaan bersih dan terhindar

dari penyakit. Banyak sekali hal yang dapat menyebabkan suatu makanan

menjadi tidak aman, salah satu diantaranya dikarenakan terkontaminasi

(Thaheer hermawan 2005:46 )

Sumber kontaminasi makanan yang paling utama berasal dari

pekerja, peralatan, sampah, serangga, tikus, dan faktor lingkungan seperti

udara dan air. Dari seluruh sumber kontaminasi makanan tersebut pekerja

adalah paling besar pengaruh kontaminasinya. Kesehatan dan kebersihan

pengolah makanan mempunyai pengaruh yang cukup besar pada mutu

produk yang dihasilkannya, sehingga perlu mendapatkan perhatian yang

sungguh – sungguh (Titin Agustina, 2005:3 ).

Suatu penelitian di beberapa Negara industri menunjukkan bahwa

lebih dari 60% penyakit bawaan makanan atau food born disease

disebabkan karena buruknya kemampuan penjamah makanan untuk

mengolah makanan. Penyakit – penyakit yang dapat ditularkan oleh


3

penjamah makanan berasal dari organisme dan mikroorganisme yang ada

di tubuh atau di dalam tubuh seorang penjamah makanan yang dapat

memperbanyak diri sampai dosis yang efektif, kondisi yang tepat dan

kontak langsung dengan makanan atau ketika penyajian makanan

( Sulistyani, 2002:24 ).

Penyakit yang erat kaitannya dengan penyediaan makanan yang

tidak higienis dan sering terjadi adalah penyakit dengan gejala diare,

gastrointestinal dan keracunan makanan. Salah satu penyebab dari

penyakit yang diakibatkan oleh makanan adalah adanya bakteri dalam

sumber air atau makanan yang merupakan indikasi pasti kontaminasi tinja

manusia. Sanitasi makanan khususnya personal hygiene penjamah

berperan penting dalam mencegah factor makanan sebagai media

penularan penyakit dan masalah kesehatan. Berbagai factor determinan

terjadinya keracunan makanan dapat diakibatkan karena pengolah

makanan, peralatan, bahan makanan dan tempat pengelolaan makanan.

Terkontaminasinya makanan terutama disebabkan oleh berbagai factor

antara lain pengetahuan penjamah makanan masih rendah termasuk

perilaku sehat, kebersihan badan penjamah makanan, kebersihan alat

makan dan sanitasi makanan. Peran penjamah makanan sangat penting dan

merupakan salah satu factor dalam penyediaan makanan yang memenuhi

syarat kesehatan. Makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri

dapat menimbulkan infeksi maupun keracunan makanan jika dikonsumsi

dan masuk ke dalam tubuh ( Fardiaz, 1997 )


4

Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko

terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan

makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi sedangkan

Penjamah Makanan adalah orang yang secara langsung mengelola

makanan. (Permenkes RI No1096 /Menkes /Per/VI/2011 bab1pasal1)

Personal hygine penjamah makanan sendiri merupakan istilah bagi orang

yang bekerja pada usaha makanan tanpa melihat apakah ia bekerja

menyiapkan atau menghidangkan makanan. Perilaku penjamah makanan

juga dapat mempengaruhi kualitas kehigienisan makanan. Faktor –

factornya antara lain masalah kesehatan penjamah, kebersihan tangan

misalnya memanjangkan kuku, mencuci tangan sebelum bekerja dan tidak

mencuci tangan dengan sabun setelah dari WC dan perlengkapan

pekerjaan seperti memakai baju yang bersih celemek, lap / serbet, tutup

kepala dan lain sebagainya. Dari factor – factor tersebut, mencuci tangan

dan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah dari WC merupakan factor

yang paling berpengaruh terhadap kehigienisan dalam peralatan makan.

Sebab tangan yang kotor sangat berpengaruh terhadap kontaminasi

makanan oleh bakteri . Pencegahan paling efektif terhadap kontaminasi

makanan yaitu dengan menjaga kebersihan tangan sebelum melakukan

kegiatan.

Penjamah makanan mempunyai peran yang sangat besar dalam

proses pengolahan makanan karena penjamah makanan dapat

memindahkan bakteri pada makanan apabila mereka tidak menjaga


5

higiene perorangan, seperti tidak mencuci tangan sebelum memegang

makanan. Selain itu, kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat juga

dapat menentukan kualitas makanan yang disajikan, karena berbagai

penyakit dapat terjadi akibat kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat.

Guna mencegah jangan sampai terjadi penularan penyakit sebagai akibat

dari penjamah makanan, maka perlu diadakan pengawasan kesehatan dari

penjamah makanan antara lain.penjamah makanan harus memperhatikan

kesehatan perseorangan, memiliki dasar-dasar pengetahuan tentang

hygiene dan sanitasi makanan serta memiliki keterampilan kesehatan

(Anonim, 1988).

Penelitian terhadap pedagang nasi pecel dikelurahan Sumurboto

dan Tembalang (Semarang) pernah dilakukan oleh Ermayani pada tahun

2004 menyimpulkan bahwa kondisi sanitasi pedagang nasi pecel di

kelurahan Sumurboto dan Tembalang termasuk masih kurang baik

berdasarkan PerMenKes RI No. 715/MenKes/SK/V/2003 tentang

Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasa Boga. Praktik pedagang nasi pecel

berkaitan dengan praktik mencuci tangan dengan sabun ketika menyajikan

makanan masih sangat kurang. Sebanyak 96,7% tidak mencuci tangannya,

60% pedagang tidak menggunakan sendok atau penjepit makanan dalam

mengambil makanannya, dan 50% pedagang tidak membersihkan

pembungkus nasi dengan serbet/lap. Dari 30 sampel yang diperiksa

diketahui ada 25 (83,3%) sampel yang mengandung kuman E.Coli dan 5

(16,7%) sampel tidak mengandung kuman E. Coli (Ermayani, 2004 )


6

Penelitian Febria Agustina dkk (2009) juga menyimpulkan bahwa

higiene perorangan pedagang makanan jajanan di Pelembang dari 23

responden terdapat 52,2% yang higiene perorangan sudah baik dan

terdapat 47,8% responden yang higiene perorangan tidak baik. Tetapi

sebagian besar (86,9%) responden tidak mencuci tangannya saat hendak

menjamah makanan. Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum melayani

pembeli merupakan sumber kontaminan yang cukup berpengaruh terhadap

kebersihan makanan. Kebersihan tangan sangat penting bagi setiap orang

terutama penjamah makanan. Kebiasaan mencuci tangan sangat membantu

dalam mencegah penularan bakteri dari tangan ke makanan.

Penelitian yang di lakukan oleh yogo widodo tahun 2004 dengan

judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Penjamah Makanan Mengenai

Hygiene Dan Sanitasi Makanan Dengan Kualitas Bakteriologis Makanan

pada Rumah Makan Di kota Magelang. Hasil pemeriksaan tehadap 60

sampel makan minuman dari 30 rumah makan dari pelaksanaan grading di

Kota Magelang tahun 2004 didapatkan 17 sampel ( 28,3% ) mengandung

bakteri E. coli. Masih tingginya sampel makanan yang mengandung

bakteri E.coli mungkin disebabkan karena pengetahuan penjamah

makanan yang masih rendah. Jenis penelitian ini adalah penelitian

observational denga menggunakan metode survei. Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini dengan cross sectional. Teknik sampling

menggunakan cara total populasi untuk jumlah rumah makan yaitu 31

rumah makan dan sampel responden sebanyak 31orang penjamah


7

makanan. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

Chi-square dengan alfa = 0,05.Hasil pemeriksaan terhadap 31 sampel

makanan secara bakteriologis dapat diketahui bahwa sebanyak 22 sampel (

71,0% ) sampel makanan memenuhi syarat secara bakteriologis dan 9

sampel ( 29,0% ) tidak memenuhi syarat kesehatan secara bakteriologis.

Tingkat pengetahuan penjamah makanan mengenai hygiene dan sanitasi

makanan adalah tingkat pengetahuan rendah = 11 orang ( 35,5 % ), tingkat

pengetahuan sedang = 6 orang ( 19,3 % ),dan tingkat pengetahuan tinggi

= 14 orang ( 45,2% ). Sesuai dengan Permenkes RI. No.

715/Menkes/SK/2003 tentang persyaratan makanan jadi bahwa Eschericia

coli pada makanan 0/gram. Serta dalam SNI (Standar Nasional Indonesia )

jenis bakteri pathogen ini tidak diperbolehkan atau diijinkan dalam

makanan ataupun minuman yang dikonsumsi manusia.

Pada tahun 2008 Balai Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM)

telah mencatat 197 kasus keracunan pangan di seluruh Indonesia dengan

9022 penderita, yang meliputi 8943 orang sakit/dirawat dan 79 yang

meninggal dunia. Ditinjau dari kejadian KLB keracunan pangan

disimpulkan bahwa 85 (43,15%) kasus belum diketahui penyebabnya, 54

(27,41%) kasus karena mikrobiologi, 37 (18,78%) kasus karena bahan

kimia dan 21 (10,66%) kasus tidak ada sampel.

Berdasarkan kejadian luar biasa yang terjadi di Kabupaten Ngawi

pada tanggal 17 nopember tahun 2014 terjadi kasus keracunan makanan

yang berasal dari orang hajatan di kecamatan sine dari berbagai sampel
8

makanan ( nasi, daging sapi dan ,jamur, sambel kentang, roti, acar, sirup)

disebabkan oleh kuman E. coli positi berdasarkan pemeriksaan

laboratorium. Di kecamatan pangkur juga terjadi Kejadian luar biasa pada

makanan olahan rumah tangga yaitu dari tape ketela di sebabkan cyanide

positif. Begitu juga Kejadia luar biasa di kecamatan Ngrambe pada olahan

rumah tangga yaitu bubur juga menunjukkan hasil laboratorium e coli

positif (Dinkes Kab Ngawi ,2014)

Kelurahan ketanggi merupakan kelurahan, kecamatan Ngawi

kota,Kabupaten Ngawi dengan jumlah penduduknya 84 797 dengan luas

70,56 km dan merupakan daerah yang tergolong ramai karena dalam

wilayah Kota Ngawi dekat dengan alun – alun, perkantoran, sekolahan

dan pasar besar rumah sakit umum Kabupaten Ngawi sehingga banyak

peluang untuk membuka usaha bagi penduduk setempat untuk berjualan

nasi pecel. Pengamataan yang telah dilakukan sebelumnya , kondisi

pedagang nasi pecel di kelurahan ketanggi tergolong banyak. Nasi pecel

merupakan makanan yang paling di gemari dari sekian banyak jenis

makanan yang di jual. Hal ini ditunjukkan dengan cepatnya terjual habis

dibandingkaan dengan makanan makanan yang lain. Kondisi inilah yang

mendorong peneliti untuk meneliti pengaruh personal hygiene penjamah

nasi pecel terhadap kualitas bakteriologis makanan.


9

1.2 Rumusan Masalah

Adakah Pengaruh Personal Hyegiene Penjamah Nasi Pecel

Terhadap Kualitas Bakteriologis Makanan Di Kelurahan Ketanggi

Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi..

1.3 Tujuan Penelitian

1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh personal hygiene ( Masalah Kesehatan

penjamah, kebersihan tangan, perlengkapan ) penjamah nasi pecel

terhadap kualitas bakteriologis makanan di kelurahan ketanggi ngawi.

2.Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi personal hygiene penjamah nasi pecel


b. Mengidentifikasi kwalitas bakteriologi makanan
c. Menganalisis pengaruh personal hygiene penjamah nasi pecel

terhadap kualitas bakteriologis makanan.

1.3 Manfaat Penelitian


a. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukakan dan pertimbangan bagi masyarakat

dalam memilih makanan yang di konsumsi dan meningkatkan

kewaspadaan terhadap penyakit bawaan makanan yang di tularkan

penjamah.
b. Bagi Institusi
Menambah bahan pustaka perpustakaan STIKES Bhakti Husada

Mulia Madiun tentang pengaruh Personal Hygiene Penjamah Nasi

Pecel Terhadap Kualitas Bakteriologis di Kelurahan Ketanggi

Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi


c. Bagi peneliti
10

Menambah pengetahuan dan wawasan dalam pengembanagan diri

serta mengabdikan diri pada dunia pendidikan kesehatan,

khususnya dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di

STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Personal Hygiene

Berdasarkan (Depkes, 2000:1) Higiene adalah upaya untuk

mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang

dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan.

Apabila ditinjau dari kesehatan lingkungan pengertian higiene

adalah usaha kesehatan yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan


11

terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena

pengaruh faktor lingkungan (Siti Fathonah, 2005:1 )

Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan,

serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki

kesehatan (Ensiklopedia Indonesia dalam Fathonah, 2005). Higiene juga

mencakup upaya perawatan kesehatan dini, termasuk ketepatan sikap

tubuh. Upaya hygiene mencakup perlunya perlindungan bagi pekerja yang

terlibat dalam proses pengolahan makanan agar terhindar dari sakit, baik

yang disebabkan oleh penyakit pada umumnya, penyakit akibat kecelakaan

ataupun penyakit akibat prosedur kerja yang tidak memadai (Fathonah,

2005 : 1 ).

.Personal Higiene adalah sikap bersih perilaku penjamah/

penyelenggara makanan agar makanan tidak tercemar. Berkaitan dengan

hal tersebut, higiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan

perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan makanan dan mencegah

terjadinya penularan penyakit melalui makanan. (Purnawijayanti

2001:41). mengemukaan 25% dari semua penyebaran penyakit melalui

makanan disebabkan penjamah makanan yang terinfeksi dan higiene

perorangan yang buruk.

2.2 Penjamah Makanan

Dalam (Kepmenkes RI No 1098 tahun 2003) Penjamah makanan

adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan

peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,


12

pengangkutan sampai dengan penyajian. Penjamah makanan yang

menangani bahan makanan sering menyebabkan kontaminasi

mikrobiologis. Mikroorganisme yang hidup di dalam maupun pada tubuh

manusia dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan,

yang terdapat pada kulit, hidung, mulut, saluran pencernaan, rambut, kuku

dan tangan.

Selain itu, penjamah makanan juga dapat bertindak sebagai carrier

(pembawa) penyakit infeksi seperti, demam typoid, hepatitis A, dan diare

(Siti Fathonah, 2005:10 ).

Makanan yang berada di rumah makan, restoran atau dipinggiran

jalan akan menjadi media tempat penularan penyakit pathogen apabila

tidak diolah dan ditangani dengan baik karena dalam penanganan makanan

dapat memasukkan dan menyebarkan mikroorganisme patogen. Penularan

penyakit tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.

Kebersihan penjamah makanan dalam istilah populernya disebut higiene

perorangan, merupakan kunci kebersihan dalam pengolahan makanan

yang aman dan sehat. Dengan demikian, penjamah makanan harus

mengikuti prosedur yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada

makanan yang ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja

pengolahan makanan adalah pencucian tangan, kebersihan dan kesehatan

diri (Purnawijayanti, 2001:41 ).

2.2.1 Mencuci Tangan


13

Cuci tangan adalah suatu tindakan membersihkan tangan dengan

menggunakan sabun / antispetik di bawah air mengalir .Cuci Tangan yang

kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus patogen

dari tubuh, feces, atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu pencucian

tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang

terlibat dalam penanganan makanan. Pencucian tangan, meskipun

tampaknya merupak an kegiatan ringan dan sering disepelekan, terbukti

cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada makanan.

Pencucian tangan dengan sabun diikuti dengan pembilasan akan

menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan. Kombinasi

antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan dan aliran air akan

menghanyutkan partikel kotor yang banyak mengandung mikroba.

Langkah-langkah pencucian tangan yang memadai untuk menjamin

kebersihan adalah sebagai berikut :

1. Hand hygiene ( WHO)

a) Lepaskan semua perhiasan yang melekat pada kedua tangan dan

lengan, lengan baju digulung sampai siku.

b) Basahi tangan setinggi pergelangan tangan bawah dengan air mengalir.

c) Tuangkan sabun cair secukupnya ke telapak tangan

d) Ratakan sabun pada kedua telapak tangan

e) Gosok punggung dan sela – sela jari tangan jari tangan kiri dengan

tangan kanan dan sebaaliknya.

f) Gosok kedua tangan dan sela – sela jari


14

g) Gosok jari – jari kedua tangan dengan posisi saling mengait

h) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan

lakukan sebaliknya

i) Gosok ujung jari - jari tangan kanan di telapak tangan kiri dengan

gerakan memutar dan sebaliknya.

2. Handrub (WHO )

Handrub adalah suatu tindakan menggosok tangan dengan

menggunakan cairan berbasis alcohol . Handrub dilakukan bila tangan

tidak tampak kotor, lama melakukan handrub 20 – 30 detik menggunakan

cairan berbasis alcohol 95 % atau etanol 100%. Langkah – langkahnya

sebagai berikut :

1. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan seperti cincin, jam,

dan gelang

2. Tuangkan 2- 5 cc antiseptic berbasis alcohol ke telapak tangan

3. Ratakan cairan pada kedua telapak tangan

4. Gosok punggung dan sela – sela jari tangan kiri dengan tangan

kanan dan sebaliknya

5. Gosok kedua telapak dan sela – sela jari

6. Gosok jari – jari kedua tangan dengan posisi saling mengait

7. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan

lakukan sebaliknya

8. Gosok ujung jari – jari tangan kanan di telapak tangan kiri dengan

gerakan memutar dan sebaliknya.


15

3. Pubinger

1. Membasahi tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun

2. Menggosok tangan secara menyeluruh selama sekurang-kurangnya

20 detik, pada bagian-bagian meliputi punggung tangan, sela-sela

jari, dan bagian bawah kuku

3. Menggunakan sikat kuku untuk membersihkan sekeliling dan

bagian bawah kuku

4. Membilas dengan air mengalir

5. Mengeringkan tangan dengan handuk kertas (tissue) atau dengan alat

pengering

6. Menggunakan alas kertas tissue untuk mematikan tombol atau kran

air dan membuka pintu ruangan (Suardana I.W dan Swacita I.B.N,

2009:24).

Menurut Purnawijayanti (2001:43) Frekuensi mencuci tangan disesuaikan

dengan kebutuhan. Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap

saat, setelah tangan menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber

kontaminasi atau cemaran. Guna mencegah jangan sampai terjadi

penularan penyakit sebagai akibat dari penjamah makanan, maka perlu

diadakan pengawasan kesehatan dari penjamah makanan antara lain,

penjamah makanan harus memperhatikan kesehatan perseorangan,

memiliki dasar-dasar pengetahuan tentang hygiene dan sanitasi makanan

serta memiliki keterampilan kesehatan ( Anonim, Sanitation catering APK


16

– TS 1988). Berikut ini adalah beberapa pedoman praktis, bilamana

pencucian tangan harus dilakukan :

1. Sebelum memulai pekerjaan dan pada waktu menangani kebersihan

tangan harus tetap dijaga

2. Sesudah waktu istirahat

3. Sesudah melakukan kegiatan-kegiatan pribadi misalnya merokok,

makan, minum, bersin, batuk, dan setelah menggunakan toilet

(buang air kecil atau besar)

4. Setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber

kontaminan misalnya telepon, uang, kain atau baju kotor, bahan

makanan mentah ataupun segar, daging, cangkang telur, dan

peralatan kotor.

5. Setelah mengunyah permen karet atau setelah menggunakan tusuk

gigi

6. Setelah menyentuh kepala, rambut, hidung, mulut, dan bagian-

bagian tubuh yang terluka

7. Setelah menangani sampah serta kegiatan pembersihan, misalnya

menyapu, atau memungut benda yang terjatuh dilantai.

8. Sesudah menggunakan bahan-bahan pembersih dan atau sanitaiser

kimia.

9. Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan kerja.

Kuku tangan sering sebagai sumber kontaminan atau mengakibatkan

kontaminasi silang. Kuku harus dipotong dan dijaga kebersihannya. Kuku


17

panjang dengan tepi yang tidak rata cenderung menjadi tempat sarang

kuman (Siti Fathonah, 2005:15).

2.2.2 Kesehatan Rambut

Pencucian rambut dilakukan secara teratur. Rambut yang kotor

akan menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala yang dapat mendorong

karyawan untuk menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran/

ketombe atau rambut dapat jatuh ke dalam makanan. Pada saat bekerja

diharuskan menggunakan penutup kepala atau jala rambut. Penutup kepala

membantu mencegah rambut ke dalam makanan, membantu menyerap

keringat yang ada di dahi, mencegah kontaminasi bakteri staphylococci,

menjaga rambut bebas dari kotoran dapur. Setelah tangan menggaruk,

menyisir atau menyikat rambut harus segera dicuci sebelum digunakan

untuk menangani .makanan, membantu menyerap keringat yang ada di

dahi, mencegah kontaminasi bakteri staphylococci, menjaga rambut bebas

dari kotoran dapur. Setelah tangan menggaruk, menyisir atau menyikat

rambut harus segera dicuci sebelum digunakan untuk menangani makanan.

Menurut Gisslen ( Profesional Cooking,1983) menyarankan agar pekerja

yang memiliki kumis atau jenggot selalu menjaga kebersihandan

kerapiannya. Akan lebih baik jika kumis di cukur bersih.

2.2.3 Kebersihan Pakaian

Pakaian pengolah dan penyaji makanan harus selalu bersih, bila

perlu pakaian khusus. Pakaian yang digunakan seharusnya digunakan

adalah yang berlengan, menutupi bahu dan ketiak pekerja. Pakaian kerja
18

dibedakan dengan pakaian harian, disarankan ganti setiap hari. Pakaian

dipilih model yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah

dicuci bewarna terang/ putih. Umumnya pakaian yang berwarna terang

atau putih sangat dianjurkan terutama bekerja di bagian pengolahan. Hal

ini disebabkan karena warna putih akan lebih mudah terdeteksi adanya

kotoran yang mungkin terdapat pada pakaian dan berpotensi untuk

menyebar pada produk pangan yang sedang diolah. Disamping itu ukur

pakaian hendaknya pas dan tidak terlalu besar. Pakaian yang terlalu besar

bias berbahaya karena dapat berperan sebagai pembawa kotoran yang akan

yang akan menyebabkan kontaminasi (Siti Fathonah 2005:18).

Pekerja harus mandi setiap hari. Penggunaan make – up dan

deodorant yang berlebihan harus dihindari. Kuku pekerja harus selalu

bersih di potong pendek, dan sebaiknya tidak di cat. Perhiasan seperti

asesoris misalnya cincin , kalung, anting,dan jam tangan sebaiknya

dilepas, sebelum pekerja memasuki pengolahan makanan. Kulit di bagian

bawah perhiasan seringkali menjadi tempat yang subur untuk tumbuh dan

berkembangbiak bakteri ( Colleer , Succes in Principles of Catering,

1990)

Celemek (apron) yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak

boleh digunakan sebagai lap tangan . Setelah tangan menyentuh celemek,

sebaiknya segera di cuci. Celemek harus ditinggalkan bila pekerja

mninggalkan ruang pengolahan . pekerja juga harus memakai sepatu yang

memadai dan selalu dalam keadaan bersih.


19

2.2.4 Kebiasaan Hidup

Kebiasaan hidup yang baik mendukung terciptanya higiene

perorangan. Kebiasaan hidup yang perlu diperhatikan saat memasak

anatara lain:

1) Tidak merokok, makan atau mengunyah selama kativitas penanganan

makanan. Perokok mungkin menyentuh bibir dan ludahnya dapat

dipindahkan melalui jari dan dapat mengkontaminasi makanan.

Disamping itu perokok cenderung batuk, yang dapat mengeluarkan

penyakit infeksi yang dapat dideritanya kedalam makanan.

2) Tidak meludah atau membuang ingus di dalam daerah pengolahan.

3) Selalu menutup mulut dan hidung pada waktu batuk dan bersin. Batuk

dan bersin dapat menyebarkan sejumlah bakteri dari hidung dan

kerongkongan. Hal tersebut dapat secara langsung dan tidak langsung

mengkontaminasi makanan.

4) Tidak mencicipi atau menyentuh makanan dengan tangan atau jari,

gunakan sendok bersih, spatula atau penjepit.

5) Sedapat mungkin tidak menyentuh bagian tubuh tertentu seperti mulut,

telinga, hidung.

6) Meninggalkan makanan dalam keadaan tertutup.

7) Menghindari penggunaan serbet untuk menyekat keringat atau lap

tangan setelah dari toilet.


20

8) Menghindari mencuci tangan pada bak cuci untuk persiapan makanan.

9) Jangan duduk diatas meja kerja (Siti Fathonah, 2005:15).

2.2.5 Persyaratan Penjamah Makanan

Penjamah makanan dalam melakukan kegiatan pelayanan

penanganan makanan harus memenuhi persyaratan antara lain:

1. Tidak menderita penyakit mudah menular misal: batuk, pilek, influenza,

diare, penyakit perut sejenisnya

2. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya)

3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian

4. Memakai celemek, dan tutup kepala

5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

6. Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan

alas tangan

7. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung,

mulut atau bagian lainnya)

8. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan

atau tanpa menutup mulut atau hidung (Kepmenkes No

942/Menkes/SK/VII/2003).
21

Berikut ini skema cara penyebaran penyakit pada penjamah makanan :

Orangsakit
sakitcarier
carier
Orang
Orang-orangyang
yangalpa
alpa
Orang-orang

Sumber-sumberpernapasan
pernapasan
Sumber-sumber
mulut(Batuk,bersin,ludah)
(Batuk,bersin,ludah)
mulut
Luka-luka
lukaterbuka
terbukadan
danbisul
bisul
Luka-
Excreta
Excreta

Udara,Tangan,Lalat,Kecoa,Rodents,AirCuci,Air
Cuci,AirMinum
Minum
Udara,Tangan,Lalat,Kecoa,Rodents,Air
22

Alat-alat
Alat-alat

Sakit Makanan Kematian


Sakit Makanan Kematian

Manusia Rentan

Gambar 2.1

Skema penyebaran penyakit pada penjamah makanan

2.3 Pengertian Makanan

Makanan merupakan merupakan sumber energi dan berbagai zat

gizi untuk mendukung hidup manusia. Tetapi makanan dapat juga menjadi

wahana bagi unsure penganggu kesehatan manusia, yang bisa berupa

unsure yang secara alamiah telah menjadi bagian dari makanan,maupun

masuk kedalam makanan dengan cara tertentu. Secara umum bahaya yang

timbul dari makanan / minuman sering disebut keracunan makanan.

Timbulnya bahaya dapat terjadi melalui unsure mikroorganisme, kimia

atau alami. Penyakit yang ditimbulkan oleh ketiga unsure di atas menjadi

tiga jenis yaitu ( food infection, food poisoning, bahan kimia alami)
23

Beberapa macam penyakit ditularkan melalui makanan itu disebabkan

karena keadaan lingkungan yang kurang baik.

Makanan adalah semua substansi yang diperlukan oleh tubuh,

kecuali air dan obat – obatan dan substansi – substansi yang diperlukan

untuk pengobatan (WHO).

Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi

mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar

makanan sehat bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain

cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan

pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan. Makanan sehat selain

ditentukan oleh kondisi sanitasi juga ditentukan oleh macam makanan

yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,vitamin dan mineral

(Mukono, 2006 ).

2.3.1 Pengertian Sanitasi makanan

Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit

dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor – faktor lingkungan

yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut (Fathonah,

2005: 1).

Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan

menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman

(Mukono,2006). Diperlukan penerapan sanitasi makanan untuk mencegah

kontaminasi makanan dengan zat – zat yang dapat mengakibatkan

gangguan kesehatan Usaha – usaha sanitasi meliputi kegiatan – kegiatan :


24

a. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan

b. Higiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan oleh

karyawan yang bersangkutan

c. Keamanan terhadap penyediaan air

d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran

e. Perlindungan makan terhadap kontaminasi selama dalam proses

pengolahan, penyajian dan penyimpanan

f. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat/ perlengkapan

Dalam Permenkes No. 1096 Tahun 2011 telah ditetapkan makanan

yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran

fisik, kimia dan bakteri. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3

faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik

terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan

makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik., temperatur ruangan

yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan

makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan

susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan (Mulia,

2005).

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh factor kimia karena

adanya zat – zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran

bahan makanan, obat – obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas

obat – obat pertanian untuk kemasan makanan dan lain – lain (Mulia,

2005).Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis


25

karenaadanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat

buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang

yang mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).

2.3.2 Pemeriksaan Higiene Sanitasi

Menurut Permenkes RI No. 1096 tahun 2003 : Pemeriksaan

higiene sanitasi dilakukan untuk menilai kelaikan persyaratan teknis fisik

yaitu bangunan, peralatan dan ketenagaan serta persyaratan makanan dari

cemaran kimia dan bakteriologis. Nilai pemeriksaan ini dituangkan di

dalam berita acara kelaikan fisik dan berita acara pemeriksaan

sampel/specimen.Pemeriksaan laboratorium terdiri dari :

a. Cemaran kimia pada makanan negatif

b. Angka kuman E.coli pada makanan 0/gr contoh makanan

c. Angka kuman pada peralatan makan 0 (nol)

d. Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada

penjamah makanan yang diperiksa (usap dubur/rectal swab)

Selain pemeriksaan laboratorium, bangunan harus permanen dan

memenuhi syarat . Kriteria bangunan yang sehat sesuai pedoman umum

hygiene . Sarana bangunan umum Departemen Kesehatan adalah

memenuhi syarat kesehatan lingkungan dalam hal fisiologis,psikologis,

dapat mencegah terjadinya penularan penyakit atau kecelakaan antar

penghuni ,pengguna dan masyarakat sekitarnya.

2.3.3 Pencemaran Mikroba Dalam Makanan


26

Bahan makanan dapat bertindak sebagai agen penularan atau

pemindahan mikroba yang mencemarinya. Pencemaran bahan makanan ini

dapat terjadi sejak proses produksi,pengolahan, transportasi, penyimpanan,

distribusi, dan sampai ke penyediaan hingga siap untuk dikonsumsi.

Pencemaran bahan makanan oleh mikroba ini tidak selalu menyebabkan

perubahan yang nyata terlihat, terasa oleh lidah si konsumen atau tercium

oleh hidung, sehingga sering timbul akibat yang dapat bersifat fatal.

Mikroba patogen terdapat di tempat yang memungkinkan untuk tumbuh

dan berkembang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan mikroba

tersebut hidup dan berkembang dalam makanan, antara lain :

a. Suhu lingkungan, sangat menentukan keselamatan hidup serta daya

multiplikasinya.

b. Makanan, terutama yang berprotein tinggi seperti susu,telur, daging,

ikan dan kerang. Meskipun demikian sayuran dan Buah buahan juga

dapat sebagai media bagi mikroba dengan daya multiplikasi yang lebih

lambat.

c. Kelembaban ,sangat dibutuhkan mikroba untuk tumbuh. Oleh sebab itu

makanan kering seperti gula, terigu, biskuit dan jenis makanan yang

dibakar kering lainnya bukan merupakan media yang baik untuk

multiplikasi mikroba, dalam hal ini bakteri.

2.3.4 Escherichia coli


27

Escherichia coli terdapat secara normal dalam alat – alat

pencernaan manusia dan hewan pada usus bayi dan orang dewasa

jumlahnya dapat mencapai 109 CFU (colony forming unit)/gr. Bakteri ini

adalah gram negative , bergerak , berbentuk batang, bersifat fakultatif

anaerob dan termasuk dalam golongan Enterobacteriaceae yang kemudian

dikenali bersifat komensal maupun berpotensi pathogen (Arisman,

2009:93). Suatu serotype tertentu bersifat entheropathogenik dan dikenal

sebagai penyebab diare pada bayi. Organisme ini terdapat pada dapur dan

tempat – tempat persiapan bahan pangan melalui bahan baku dan

selanjutnya masuk ke makanan yang telah di masak melalui tangan,

permukaan alat – alat, tempat masakan dan peralatan lainnya. Masa

inkubasi adalah 1-3 hari dan gejala – gejalanya menyerupai gejala – gejala

keracunan bahan makanan yang tercemar oleh salmonella atau disentri

.Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan

dibagi dalam dua kelompok yaitu non patogenik dan patogenik (BPOM,

2003:7).

a. Toksonomi

Beberapa spesies yang dikenal dalam dunia kesehatan dapat

diklasifikan sebagai berikut :

Phylum : Thallophyta

Kelas : Syzomycetes

Ordo : Eubacteriales

Family : Enterobacterianceae
28

Genus : Eschericia

Spesies : Escherichia coli

b. Morfologi

Kuman berbentuk batang pendek (cocobacil) , gram negative,

ukuran 0,4 s/d 0,7μm, sebagai besar gerak positif dan beberapa strain

memiliki kapsul dan ridak berspora. Pada biakan Escherichia coli

membentuk koloni bulat ,konveks, halus dengan pinggir – pinggir

yang rata. Hemolisis pada agar darah dihasilkan oleh beberapa starin

Escherichia coli dan mempunyai morfologi warna yang khas pada

media pembeda seperti agar EMB (Jawetz, 2005:352).

c. Fisiologi

Escherichia coli tumbuh baik pada hampir semua media yang

biasa dipakai di Laboratorium mikrobiologi, pada media yang

digunakan untuk isolasi kuman enterik, sebagian besar strain

Escherichia coli bersifat mikroaerofilik. Beberapa strain bila ditanam

pada agar darah menunjukkan hemolisis tipe beta. Escherichia coli

dapat bertahan hingga suhu 60° C selama 15 menit atau pada suhu 55°

C selama 60 menit (Fitri Yulianti, 2011:4).

d. Patogenesis dan Gejala Klinis

Escherichia coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus

(diare) pada manusia. Gejala timbul 18-48 jam setelah memakan makanan

yang tercemar, berupa diare nyeri dan diare, terkadang disertai oleh

demam serta muntah. Beberapa faktor berperan dalam pencegahan infeksi


29

Escherichia coli, seperti keasaman lambung, keutuhan floral dan matilitas

usus (Arisman , 2009:94). Periode inkubasi ETEC berkisar 1-2 hari

kemudian berlanjut dengan timbulnya diare berair tanpa disertai darah,

lender dan laukosit. Muntah dapat timbul, tetapi sebagian besar penderita

tidak disertai demam. Biasanya gejala ini akan hilang sendiri dalam kurun

waktu kurang dari 5 hari. EPEC yang menyerang terutama bayi dan anak,

menyebabkan diare berair. Jika keadaan ini menjadi parah pada anak-anak

akan terjadi dehidrasi yang mengarah pada gagal pertumbuhan. Gejala

yang ditimbulkan oleh EHEC berkisar dari diare ringan hingga colitis

hemoragik yang parah. Setelah masa inkubasi 1-5 hari dilalui, diare berair

terjadi dan kerap diikuti oleh kram perut serta muntah. Pada kebanyakan

penderita diare berdarah biasanya muncul 1-2 hari setelah gejala pertama

timbul, tetapi tidak terkait dengan keberadaan leukosit dalam tinja.

Enterotoxigenik Escherichia coli menyebabkan diarrhea (diare terus

menerus) seperti pada kolera. Strain kuman ini mengeluarkan toksin LT

dan ST .faktor-faktor permukaan perlekatan sel kuman pada mukosa usus

penting di dalam pathogenesis diare karena sel kuman harus melekat dulu

pada sel epitel mukosa usus sebelum kuman mengeluarkan toksin (Jawetz

et al, 2005:357). Enteroinvasive Escherichia coli menyebabkan diare

seperti disentri yang disebabkan oleh shigella dan menimbulkan kerusakan

sel dan terlepasnya sel mukosa. Ciri khas diare yang disebabkan kuman ini

dalah tinja mengandung mucus dan pus.

2.3.5 Gangguan Kesehatan Akibat Makanan


30

Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat

dikelompokkan menjadi keracunan makanan, dan penyakit bawaan

makanan (Slamet dalam Mulia, 2005). Keracunan makanan dapat

disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu

sendiri maupun oleh racun yang ada 12 didalam panganan akibat

kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang

dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vektor. Apabil racun tadi

tidak dapat diuraikan, dapat terjadi bioakomulasi didalam tubuh mahluk

hidup melalui rantai makanan (Mulia, 2005).

Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat

terpisahkan secara nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud dengan

penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita

seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba

pathogen, kecuali keracunan (Mulia,2005).

Peran makanan dalam penyebaran penyakit, adalah :

1.Makanan sebagai penyebab penyakit (agent) Makanan sebagai penyebab

penyakit bisa terjadi apabila dalam makanan tersebut sudah

mengandung bahan yang menjadi penyebab langsung suatu penyakit,

misalnya jamur beracun, ikan beracun dan adanya racun yang secara

alamiah sudah mengandung racun.

2. Makanan sebagai pembawa penyakit (Vehicle)

Makanan dapat sebagai pembawa penyakit apabila makanan tersebut

tercemar oleh bahan yang membahayakan kehidupan, misalnya


31

mikroorganisme dan bahan kima beracun. Semula makanan tidak

berbahaya namun setelah terkontaminasi oleh mikriorganisme atau

bahan kimia beracun maka akhirnya makanan tersebut berbahaya bagi

kesehatan

3. Makanan sebagai media

Makanan yang terkontaminasi dengan keadaan suhu dan waktu yang

cukup serta kondisi yang memungkinkan suburnya mikrooorganisme

atau kuman penyakit, maka makanan akan menjadi media yang

menguntungkan bagi kuman untuk berkembang biak dan apabila

dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan (Mukono, 2002).

Beberapa penyakit yang berhubungan dengan aspek hygiene makanan

atau minuman. Penyakit yang berhubungan dengan unsur makanan atau

minuman lazim disebut sebagai water and food borne disease. Penyakit

yang ditularkan oleh mikro-organisme yang ada pada

makanan/minuman tersebut biasanya berupa penyakit infeksi. Dibawah

ini adalah mikroorganisme penyebab food and water borne disease

(Mukono, 2002).

Table 1.1Beberapa Mikroorganisme Penyebab Food and Water Borne


Disease

Mikrooganisme Food and Water Borne Diase

Salmonella thyposa Thypus abdominalis

Vibrio cholera Cholera

Dysentrie amoeba
Entamoeba histolytica
Dysentrie baciler
32

Shigella dysentrie
Diarea
Eschereriche Coli
Sumber : Mukono, 2002
Bakteri-bakteri tersebut umumnya hidup ditanah, tubuh manusia

seperti usus, hidung, tenggorokan, kulit, luka. Pada binatang seperti

serangga dan burung. Penyebarannya dapat melalui manusia seperti pada

waktu batuk, bersin,memegang makanan dengan tangan, bulu binatang

yang jatuh ke makanan,melalui alat-alat pengolahan, handuk, serbet yang

tidak bersih (Widyati &Yuliarsih, 2002).

Untuk Pencegahan preventif diperlukan standar higienis pekerja yang

tinggi, alat-alat yang bersih, dan penanganan makanan yang baik.

Menurut Anwar dalam Pohan 2009 membagi food borne disease dalam 6

kategori yaitu :

1. Food Infection

Adalah penyakit yang disebabkan oleh makanan, karena didalam

makanan terdapat bakteri pathogen. Misalnya adalahan bakteri Shigella

sp yang dapat menyebabkan penyakit Basilary disentry, bakteri Coryne

menyebabkan Haemolitic Infection, Mycobakterium tuberculosa

menyebabkan penyakit TBC, salmonella typosa menyebabkan penyakit

paratypus dan typus.

2. Parasitic infection

Yaitu penyakit yang disebabkan oleh Karena didalam makanan terdapat

parasit dari pathogen. Contohnya adalah Entamoeba hystolitica


33

menyababkan Amoeba dysentri, Taenia saginata menyebabkan Taenasis

(beef), dan Taenia solium menyebabkan Taenasis (pork).

3. Food Intoxication

Yaitu penyakit yang disebabklan oleh makanan,karena dalam makanan

terdapat toksin (racun) yang berasal dari bakteri. Contoh antara lain :

Clostridium botulium penyebab Botulism, Enteri toxin mengakibatkan

Clostridium Welchii Poisoning.

4. Physical

Yaitu penyakit yang disebabkan oleh karena adanya pengaruh dari

kegiatan sekitarnya dan benda – benda asing. Contohnya adalah :

Ionozing Radiation yang menyebabkan Radiation Poising.

5. Chemicals

Adalah penyakit keracunan yang disebabkan karena adanya zatkimia

beracun pada makanan. Contohnya Antonomy mengakibatkan

Antonomy Poisoning, insectisida / Rodentisida penyebab Arsenic

Poisoning, pestisida mengakibatkan Lead Poisoning.

6. Poisoning of Plant and Animals

Adalah penyakit yang disebabkan adanya racun atau zat yang berasal

dari makanan itu sendiri, baik makanan yang berasal dari tumbuh –

tumbuhan maupun yang berasal dari hewan. Contohnya : Ricin (Caster

bean toxin) dapat mengakibatkan Caster bean poisoning, Fungus of ryc

menyebabkan Egotion, Solonin menyebabkan Solonin leave poisoning.

2.4 Hubungan Sanitasi Rumah makan/restoran/warung makan dengan


34

Penyakit

Sanitasi tempat umum merupakan prioritas dalam penanganannya,

hal tersebut disebabkan karena tempat umum merupakan tempat yang

mempunyai impotensi untuk penyebaran penyakit. Oleh sebab itu

memerlukan penatalaksanaan yang spesifik agar tidak menimbulkan

masalah kesehatan masyarakat (Mukono, 2002:41)

Rumah makan atau restoran merupakan salah satu tempat yang

banyakdikunjungi oleh masyarakat umum dengan demikian memerlukan

perhatian khusus dibidang sanitasi. Sanitasi yang tidak memerlukan

persyaratan akan menimbulkan masalah kesehatan, dianataranya adalah

water and food borne disease dan munculnya vektor penyakit. Hal ini

dapat kita lihat dari adanya kejadian-kejadian/ wabah penyakit perut yang

justru disebabkan oleh kelalaian dari pengusahan restoran yang kurang

mengerti masalah kebersihan dalam penyelenggaraan makanan dan

minuman. (Mukono,2002:41)

Sanitasi rumah makan berpengaruh terhadap timbulnya penyakit

khususnya penyakit water and food borne disease. Dipandang dari aspek

kesehatan lingkungan tempat pengelolaan makanan yang tidak terjaga

kebersihan dan kesehatan lingkungannya akan berpengaruh pada

kesehatan konsumen. Yang perlu diketahui dalam pengelolaan makanan

adalah diterapkannya kaidah dari prinsip hygiene dan sanitasi makanan

yang merupakan hal penting didalam kebersihan pengelolaan makananan.


35

Unsur penting yang perlu diikuti oleh para pengelola adalah pengetahuan

tentang penyehatan makanan (Mukono, 2002).

Pengelolaan makanan hygienis ditentukan oleh beberapa factor

anatara lain :

1. Faktor lingkungan (environmental sanitation) :

a. Bangunan dan lokasi

b. Peralatan untuk proses pengelolaan

c. Perabotan kerja

d. Fasilitas sanitasi

2. Faktor manusia (personal hygiene) :

a Keadaan fisik tubuh dan pakaian yang dipakai

b. Pengetahuan yang dimiliki

c. Sikap atau pandangan hidup

d. Perilaku atau tindakan yang biasa dikerjakan

3. Faktor makanan (food hygiene) :

a. Pemilihan bahan baku makanan

b. Penyimpanan bahan makanan

c. Pengelolaan makanan

d. Penyimpanan makanan jadi

. e. Pengangkutan makanan

f. Penyajian makanan (Mukono, 2002).

Usaha Pencegahan Rumah Makan/ Restoran tetap sehat :


36

1. Rumah makan/restoran harus mempunyai bank sampel untuk

menyimpan sampel makanan dalam lemari es selama 24 jam sebagaai

upaya kewaspadaan dini bila terjadi keracunan makanan sehingga dapat

dilacak untuk konfirmasi.

2. Melakukan pemeriksaan berkala tiap semester (tiap 6 bulan), meliputi ;

a. Pemeriksaan kesehatan penjamah termaksuk rectal swab

b. Sampel makanan

c. Sampel air

d. Usap alat makan dan alat masak (Mukono, 2002).

Kegiatan tersebut untuk mengetahui kualitas/tingkat pelaksanaan

penyehatan makanan secara laboratories dan sekaligus dapat berfungsi

sebagai langkah pencegahan.

2.4.1 Kualitas Bakteriologis Air

Air adalah salah satu kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup

manusia. Dalam kehidupan sehari – hari air diperlukan untuk mandi,

mencuci, membersihkan dan dalam proses pengolahan makanan

(Fathonah, 2005:71).

Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung dalam

masyarakat disebut penyakit bawaan air atau water borne disease.

Penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya masuk

kedalam air yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya

(Sarudji, 2010).

2.4.2 Pengertian Peralatan Makanan


37

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 304 Tahun 1989 Peralatan adalah

segala macam alat yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan

makanan.perlindungan terhadap peralatan makan dimulai dari keadaan

bahan.Bahan yang baik adalah bila tidak larut dalam makanan, mudah di

cuci dan aman digunakan. Peralatan utuh, aman dan kuat, peralatan yang

sudah retak atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai

tangan ) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak dapat

tercuci dengan sempurna (Depkes RI dalam Pohan, 2009 : 23).

Demikian pula bila berukir hiasan, hiasan merek atau cat pada permukaan

tempat makanan tidak boleh di gunakan. (Pohan, 2009:23)

2.4.3 Pengawasan Peralatan Makan

Permukaan peralatan makan seringkali menjadi sumber kontaminasi pada

bahan pangan yang diolah jika tidak dibersihkan dengan baik. Bahan yang

digunakan untuk membuat wadah atau peralatan dapat berupa stainless

steel,plastik, kaca, keramik, kayu bahkan batu (Fadila, 2001).

Sanitasi yang diperlukan umumnya meliputi pencucian dan perlakuan

sanitasi menggunakan sanitaiser. Pencucian terutama dilakukan untuk

menghilangkan kotoran-kotoran dan sisa- sisa bahan yang diolah,

sedangkan. Perlakuan sanitasi menggunakan sanitaiser ditujukan untuk

membunuh sebagian besar atau seluruh mikroorganisme yang terdapat

pada permukaan wadah atau peralatan pengolahan tersebut (Fadila, 2001).

Selain air, dalam pencucian biasanya menggunakan deterjen untuk

mengemulsifikasi lemak dan melarutkan mineral serta komponen-


38

komponen larut lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang digunakan

harus memenuhi persyaratan tidak bersifat korosif dan mudah dibersihkan

dari permukaan (Fadila,2001).

Dalam proses sanitasi, sanitaiser yang sering digunakan adalah uap

panas,air panas, halogen (khlorin atau iodine). Jenis sanitaiser, konsentrasi

yang digunakan, suhu dan metode yang diterapkan bervariasi tergantung

dari jenis wadah dan alat yang dibersihkan maupun jenis mikroorganisme

yang akan dibasmi (Fadila, 2001).

Untuk mengetahui kesempurnaan perlakuan sanitasi terhadap suatu wadah

tau peralatan pengolahan maka permukaan dari peralatan tersebut diuji

secara mikrobiologis. Tergantung dari bentuk wadah atau peralatan yang

akan diuji,terutama beberapa metode uji, misalnya untuk botol atau wadah

yang permukaannya cekung diterapkan metode bilas sedangkan peralatan

pengolahan dengan permukaan relative datar digunakan metode usap atau

swap (Fadila, 2001).

2.4.4 Persyaratan Peralatan Makan

Adapun persyaratan peralatan makan menurut permenkes No. 304

tahun1989 yaitu :

1.Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh

mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehinga

membahayakan kesehatan antara lain:


39

a) Timah (Pb)

b) Arsenikum (As)

c) Tembaga (Cu)

d) Seng (Zn)

e) Cadmium (Cd)

f) Antimon (Sb)

2. Peralatan tidak rusak, gompel, retak dan tidak menimbulkan

pencemaranterhadap makanan

3. Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut

mati, rata halus dan mudah dibersihkan.

4. Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan.

5. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak

boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas, dan

tidakboleh mengandung E. coli per cm2 permukaan air.

6. Cara pencucian alat harus memenuhi ketentuan:

a) Pencucian peralatan harus menggunakan sabun/detergen air dingin, air

panas, sampai bersih.

b) Dibebashamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm ata

iodophor 12,5 ppm air panas 80 °C selama 2 menit.

7. Pengeringan peralatan harus memenuhi ketentuan: Peralatan yang sudah

didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering

sendiri dengan bantuan sinar matahari atau sinar buatan/mesin dan tidak

boleh dilap dengan kain.


40

8. Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan:

a. Semua peraalatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam

keadaan kering dan bersih.

b. Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus

dibalik.

c. Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak

aus/rusak.

d. Laci-laci penyimpanan peralatan peralatan terpelihara kebersihannya.

e. Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dan sumber

pengotoran/kontaminasi dari binatang perusak (Depkes RI, 1989).

2.4.5 Pemeriksaan Makanan

1.Metode Hitung Cawan

Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang

dapat hidup akan berkembang menjadi suatu koloni. Jumlah koloni yang

muncul ada cawan merupakan suatu indeks jumlah mikroba yang hidup

terkandung dalam sampel (Waluyo,2008).

Metode hitung cawan dibedakan atas dua cara yaitu metode tuang

(pour plate) dan metode permukaan atau surface/ spread plate

(Waluyo,2008). Dalam penelitian ini menggunakan metode tuang atau

pour plate.Pada metode tuang, sejumlah sampel dari pengenceran yang

dikehendaki dimasukkan kedalam cawan petri, kemudian agar – agar cair

steril yang telah didinginkan sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya

sampelnya menyebar.Pada pemupukan dengan metode permukaan,


41

terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian sebanyak 0,1 sampel yang

telah diencerkan dipipet pada permukaan agar – agar tersebut dan

diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril (Waluyo,2008)

Jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung sebagai berikut :

Koloni per ml = jumlah koloni x 1 Atau per gram per cawan Faktor

pengenceran Laporan dari hasil menghitung dengan cara hitungan cawan

menggunakan standar yang disebut Standard Plate Counts (SPC) sebagai

berikut

a. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah

koloni antara 30-300; jika tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang

jumlahnya mendekati 300.

b. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu

kumpula koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat

dihitung sebagai satu koloni.

c. Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal

dihitung sebagai satu koloni.

d. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petri disk;

koloni demikian dinamakan spreader.

e. Perbandingan jumlah bakteri hasil pengenceran yang berturut – turut

antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya;

jika sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata- rata, tetapi jika lebih

besar dari 2 dipakai jumlah mikroba dari hasil pengenceran

sebelumnya.
42

f. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata

(Waluyo,2008).

2.5 Pengaruh Higiene Penjamah Makanan dengan Kualitas Makanan

Higiene penjamah makanan dalam pengolahan makanan harus

diperhatikan karena penjamah makanan merupakan sumber potensial

dalam perpindahan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontaminasi

mikrobiologis pada makanan. Mikroorganisme yang hidup di dalam

maupun pada tubuh manusia, seperti pada kulit, hidung dan mulut atau

dalam saluran pencernaan, rambut, kuku dan tangan dapat menyebabkan

penyakit yang ditularkan melalui makanan (food borne diseases) karena

higiene perorangan penjamah makanan yang buruk (Siti Fathonah,

2005:11). Dari seluruh sumber kontaminan tersebut penjamah makanan

adalah paling besar pengaruh kontaminasinya. Kesehatan dan kebersihan

pengolahan makanan mempunyai pengaruh besar pada mutu produk yang

dihasilkannya, sehingga perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh

(Purnawijayanti, 2005: 51-52). Sumber kontaminasi mikrobiologis ini

terdapat selama jam kerja dari penjamah makanan yang menangani

makanan. Setiap kali tangan penjamah makanan mengadakan kontak

dengan bagian-bagian tubuh yang mengandung mikroorganisme, maka

tangan tersebut akan terkontaminasi dan akan segera mengkontaminasi

makanan yang tersentuh. Perpindahan langsung mikroorganisme dari

penjamah makanan berasal dari alat pencernaan makanan yang terjadi


43

ketika tangan penjamah makanan tidak mencuci tangan dengan baik

setelah dari toilet.

Dewayanti Haryadi (2009) menyatakan bahwa proses kontaminasi

silang dapat terjadi jika sarana, wadah atau alat pengolahan makanan dan

penyimpanan digunakan bersama-sama untuk bahan mentah maupun

bahan matang. Kontaminasi ulang terutama terjadi karena kurangnya

sanitasi dan higiene. Kontaminasi ulang disebabkan penggunaan air,

sarana, wadah, alat pengolahan makanan dan penyimpanan yang tercemar

serta penjamah yang tidak menjaga kebersihan diri. Bahkan di negara

maju, kontaminasi ulang dari pekerja adalah faktor yang cukup sering

(13%) berkontribusi pada peristiwa keracunan makanan. Cemaran lainnya

yaitu oleh pekerja dapat berasal dari usus yang mencemari secara langsung

(melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui air).

Kontaminasi oleh Kuman patogen yang sangat berbahaya terjadi

dari kotoran manusia, misalnya melalui tangan atau pakaian yang tidak

dicuci dengan bersih oleh karena itu, praktek pencucian tangan dan

kebiasaan-kebiasaan baik lainnya sesuai dengan cara produksi makanan

yang baik merupakan metode untuk mengurangi risiko kontaminasi.

Bakteri ini dapat menyebabkan gangguan perut dengan gejala demam dan

diare. Selain itu, ada beberapa strain yang lebih berbahaya, misalnya

E.coli yang memberikan gejala penyakit yang lebih berbahaya, misalnya

menyebabkan kegagalan ginjal (Purwiyatno Hariyadi dan Ratih Dewayanti

Hariyadi, 2009:17).
44

Berdasarkan Statistik penyakit bawaan makanan yang ada di

berbagai negara industri saat ini menunjukkan bahwa 60% dari kasus yang

ada disebabkan oleh buruknya teknik penanganan makanan, dan

terkontaminasi pada saat disajikan di Tempat Pengelolaan Makanan

(TPM). Kebersihan penjamah makanan merupakan kunci keberhasilan

dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat (Depkes, 2001:97).

Menurut Titin Agustina (2005) menyatakan bahwa proses kontaminasi

makanan oleh penjamah makanan yang dapat menyebabkan timbulnya

penyakit adalah sebagai berikut:

1. .Bakteri patogen dilepaskan melalui tinja, urin, atau dari hidung,

telinga atau bagian- bagian kulit lainnya dalam jumlah yang cukup

banyak.

2. Bakteri patogen dipidahkan ke tangan atau bagian tubuh lain yang

berkontak langsung maupun tidak langsung dengan makanan.

3. Organisme bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama yang

kemudian pindah ke makanan.

4. Makanan yang terkontaminasi tidak diperlukan sedemikian rupa

sehingga organisme atau mikroorganisme yang ada sampai ketingkat

konsumen.

5. Jumlah mikroorganisme dalam makanan telah mencapai dosis

infektif atau memproduksi racun dalam jumlah cukup banyak,

sehingga menyebabkan sakit


45

Oleh karena itu, penjamah makanan yang menangani makanan harus

mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk mencegah kontaminasi

mikrobiologis pada makanan yang ditangani. Prosedur yang penting bagi

penjamah makanan adalah higiene perorangan (Siti Fathonah, 2005:13).

Dipandang dari kesehatan lingkungan, pengaruh makanan terhadap

kesehatan sangat besar karena makanan atau minuman dapat berperan

sebagai vektor agens penyakit. Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan

melalui makanan disebut sebagai penyakit bawaan makanan. Ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi makanan baik secara langsung maupun

tidak langsung (Wahit Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, 2009:327)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITAN

3.1 Kerangka Konseptual


Kerangka koseptual adalah abstraksi dalam bentuk bagan agar mudah

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan

keterkaitan antar variable ( baik variable yang diteliti maupun tidak

diteliti).( Nursalam, 2008)

Faktor yang
mempengaruhi hygiene
penjamah : Personal
Higiene Penjamah
1. Mencuci tangan
4.
5. Kebersihan diri
2.
6. Kebiasaan hidup
3.
46

Faktor yang mempengaruhi


sanitasi penjamah Sanitasi
1. Sanitasi air bersih Kualitas
penjamah
2. Sanitasi peralatan bakteriologi
Nasi Pecel
Faktor yang mempengaruhi
karakteristik penjamah
Karakteristik
1. Umur
2. Jenis kelamin penjamah
3. Pendidikan
4. Pengetahuan

Keterangan : : Diteliti
: Tidak di teliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Hipotesa Peenelitian

1. H1: Ada pengaruh personal hygiene penjamah nasi pecel terhadap kualitas

bakteriologi
47

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancang Bangun Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian metode observasivasional research

dengan desain cross sectional merupakan salah satu bentuk rancangan

penelitian observasional yang paling sering dilakukan ,kira – kira sepertiga

artikel orisinal dalam jurnal kedokteran merupakan laporan studi cross

sectional (Sastroasmoro,2002). Rancangan cross sectional (potong–

lintang) adalah rancangan penelitian yang mencakup semua jenis

penelitian yang pengukurannya variable – variable dilakukan hanya satu

kali, pada satu saat. Kata kunci pada bentuk rancangan ini adalah variable

bebas dan terikat diukur pada saat yang sama.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi adanya angka kuman / bakteri seperti mencuci tangan yang

digunakan untuk kegiatan dalam penanganan makanan, memanjangkan

kuku untuk mencegah penularan penyakit, kebersihan serbet untuk

mengurangi resiko kontaminasi, Penjamah makanan serta analisa

laboratoriun untuk mengetahui jumlah kandungan bakteri angka kuman /

kualitas bakteri pada nasi pecel yang di jual di Kelurahan Ketanggi

Kecamatan Ngawi Kota Kabupaten Ngawi .


48

4.2 Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian
Polpulasi penelitian ini adalah Semua pedagang nasi pecel yang

berjualan di Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kota Kabupaten

Ngawi yang berjumlah 56 pedagang nasi pecel. Unit analisisnya adalah

makanan nasi pecel di Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kota

Kabupaten Ngawi.
2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari objek penelitian dan

diasumsikan dapat mewakili seluruh populasi. Dari 56 populasi yang 15

populasi di buat observasi, Sehingga 41 sampel yang di gunakan dalam

penelitian ini yaitu menggunakan rumus :

N 41 41
n = = = = 29,1
2 2
1 + N(d ) 1 + 41(0,1 ) 1,41

N = Populasi
n = Sampel
d2 = derajat kesalahan (10%)
( Notoadmodjo, 2002)

4.3 Teknik Sampling

Tehnik sampling sampel diambil dengan menggunakan teknik

simple random sampling yaitu pemilihan sampel secara acak pada

cluster,sehingga seluruh populasi dalam kelompok terpilih sebagai sebagai

sampel penelitian.
49

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah – langkah kegiatan

penelitian yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan

diteliti untuk mencapai tujuan penelitian (Setiadi, 2007). Adapun

kerangka kerja pada penelitian ini sebagai berikut :

POPULASI
Semua pedagang nasi pecel di
data / Survei dan Observasi

SAMPEL

Tehnik Sampling Simple


random Sampling

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil Penelitian
50

Analisis data

Pelaporan / Kesimpulan

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Variabel Independen / variable bebas

Variabel Independen adalah Variabel yang nilainya menentukan variable

lain (Nursalam , 2003). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

personal hygiene penjamah makanan

4.5.2 Varibel Dependen / variable terikat

Variabel dependen menurut Nursalam ( 2003) adalah variable yang

nilainya di tentukan oleh variable lainnya. Dalam penelitian ini variabel

dependennya adalah kualitas bakteriologi nasi pecel


51

4.5.2. Definisi Operasional Variabel


Tabel 4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel Independen / Variabel bebas


Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala data Skor
1.Higyene Praktik pedagang dalam menyajikan 1.Ya apabila mencuci tangan Observasi Nominal 0 = Ya
Penjamah makanan untuk pembeli yaitu dengan sabun sebelum 1= Tidak
(mencuci Tangan) mencuci tangan dengan sabun menyajikan makanan dan setelah
sebelum menyajikan makanan dan memegang uang
setelah memegang uang 2. Tidak mencuci tangan dengan
sabun sebelum menyajikan
makanan dan setelah memegang
uang
2, Higyene Praktik penjamah dalam menyajikan 1.Ya apabila penjual nasi pecel Observasi Nominal 0 = Ya
penjamah makanan untuk pembeli yaitu selalu menjaga kebersihan dirinya saat 1 = Tidak
(Kebersihan diri ) menjaga kebersihan dirinya seperti berjualan.
pakaian , rambut. 2,Tidak bersih apabila kondisi
penjual nasi pecel saat dalam
keadaan kotor
3. Hygiene Praktik penjamah dalam menyajikan 1.Ya apabila penjual nasi pecel observasi Nominal 0 = ya
Penjamah makanan untuk pembelinya yaitu menjaga kebiasaan diri saat 1= Tidak
( Kebiasaan selalu menjaga kebiasaan dirinya berjualan.
hidup) yang bisa memindahkan penyakit 2. Tidak menjaga kebiaasaan
seperti merokok, apabila merokok, meludah,.
batuk,meludah,penggunaan serbet yg Menggunakan Serbet kotor saat
kotor berjualan nasi pecel
52

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala data Skor


Variabel Dependen / Variabel terikat
Kualitas Jumlah kuman E.Coli yang ditemukan 1. Hasil pemeriksaan negative Obsevasi Nominal 0 = bersih
bakteriologis tidak mengandung kuman E
pada nasi pecel ditunjukkan dengan
pada nasi pecel coli 0 /gr sample. 1 = tidak
nilai (positif) pada pemeriksaan Sesuai dengan Permenkes RI.
No. 715/Menkes/SK/2003
laboratorium
tentang persyaratan makanan
jadi bahwa Eschericia coli
pada makanan 0/gram. Serta
dalam SNI (Standar Nasional
Indonesia ) jenis bakteri
pathogen ini tidak
diperbolehkan atau diijinkan
dalam makanan ataupun
minuman yang dikonsumsi
manusia.
2. Hasil pemeriksaan Positif
mengandung kuman E coli /
gr sample
53

4.6 Instrumen Penelitian


Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan lembar observasi.
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian berupa table. Lembar

observasi ini untuk mendapatkan data mengenai personal higiene

penjamah makanan, terhadap sumber pencemaran.


4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.7.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah semua pedagang nasi pecel di wilayah Kelurahan

Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi.


4.7.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah bulan Juni – Juli 2015
4.8 PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Cara pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara :
1. Wawancara
Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara secara lisan

kepada penjual nasi pecel dengan pertanyaan yang telah dibuat

sebelumnya. Wawancara mengenai identitas responden seperti umur,

alamat, pendidikan.
2. Observasi
Digunakan untuk membantu penelitian dan tempat penelitian ini

yang memerlukan observasi terlebih dahulu dan menggunakan lembar

observasi untuk memperoleh data hygiene sanitasi pedagang saat

menjajakan makanan nasi pecel guna melihat kenyataan di lapangan.


3. Dokumentasi
Digunakan untuk mencari data-data pendukung penelitian yang

diperoleh dari foto,menelaah catatan,arsip dan dokumen lain yang

relevan dengan penelitian ini. Foto-foto diperoleh meliputi foto

wawancara ke pedagang, foto pada saat di lakukan observasi.


4. Pengambilan Sampel
a. Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium
1) Persiapkan wadah yang akan digunakan.
2) Semua peralatan yang akan digunakan harus sudah di sterilkan

terlebih dahulu.
54

3) Pesan makanan kepada penjual kemudian masukkan makanan

tersebut ke dalam wadah steril sebagai sampel.


4) Wadah sampel tersebut diberi label yang berisi :
 Code Contoh
 Nama Contoh
 Jenis Contoh
 Jam Pengambilan Contoh
 Hari tanggal pengambilan
 Nama TPM
 Alamat TPM
 Petugas Pengambil Sampel
4) Sampel kemudian dimasukkan ke dalam termos es dengan

suhu 0-40C
5) Pengiriman sampel dilakukan secepatnya yaitu dalam waktu

tidak lebih dari 2 jam sampai di laboratorium kesehatan

kabupaten Ngawi
4.9 Tehnik Analisis Data
Pengolahan Data
Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan tindakan :
a. Coding
Yaitu suatu kegiatan untuk mengklasifikasikan data atau

jawaban menurut kategorinya masing-masing.Setiap kategori

dengan jawaban yang berbeda-beda diberi kode yang berbeda pula.


b. Editing
Adalah mengkaji dan meneliti kembali data yang terkumpul

apakah sudah benar dan dapat disisipkan untuk proses berikutnya.

Meliputi pemeriksaan atas kelengkapan pengisian lembar observasi

untuk menghindari data yang kurang lengkap.


c. Rekapitulasi
Adalah data dari berbagai sumber maupun pelaksanaan survey

atau pengumpulan data yang di jadikan 1 dalam bentuk formulir

rekap yang disiapkan


d.Tabulating
55

Adalah kegiatan untuk mengelompokkan data sesuai dengan

variabel yang akan diteliti guna memudahkan untuk disusun data

ditata untuk disajikan.


4.9.1 Metode Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah

menganalisis data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik

sebagai berikut:

1) Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi untuk mengetahui

gambaran terhadap variabel yang diteliti yaitu gambaran higiene penjamah

makanan Pedagang nasi pecel dengan keberadaan Escherichia coli pada

pengolah nasi pecel. Pada analisa ini menghasilkan distribusi dan

persentase dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:188).

2) Analisa Bivariat

Untuk melihat ada tidaknya pengaruh personal hygiene penjamah

nasi pecel dengan kualitas bakteriologis dilakukan analisa data dengan

menggunakan korelasi kontingensi chi square. Adapun rumus yang

digunakan adalah:
∑ (O – E)2
X2 =
E

df = (k-1)(b-1)
56

Keterangan :
X2 = Chi square
O = nilai observasi
E = nilai ekspetasi
k = jumlah kolom
b = jumlah baris

melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini

digunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel

dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0,05 dan dikatakan tidak bermakna

jika mempunyai nilai p > 0,05. (Hastono, 2001). Bila p value ≤ α, H0 ditolak,

maka H1 diterima : ada pengaruh personal hygiene penjamah nasi pecel terhadap

kualitas bakteriologi.

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Deskripsi lokasi penelitian


57

Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi terletak di

…………………………… dengan kondisi wilayah yang padat penduduk dan

………………… dst….

5.2 Karakteristik responden

5.2.1 Data Umum

Karakteristik responden menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, dan

lama berdagang disajikan pada tabel-tabel berikut.

1. Karakteristik umur pedagang nasi pecel di Kelurahan Ketanggi

Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun 2015


Tabel 5.1 Karakteristik umur pedagang nasi pecel di Kelurahan
Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun 2015

No Umur Persen (%)


1 <18 tahun
2 18-56 tahun
3 >56 tahun
Jumlah
Sumber : data primer
Dari tabel 5.1 terlihat sebagian besar penjamah makanan

berusia diatas …… tahun, tetapi juga ditemukan adanya penjamah

makanan yang berusia muda atau dibawah umur sebesar 10%. Hal ini

perlu mendapatkan perhatian karena dengan mempekerjakan anak

dibawah umur selain melanggar ketentuan ketenaga kerjaan, juga akan

berdampak kurang baik terhadap higene dan sanitasi yang berkaitan

dengan pengolahan dan penyajian makanan sebagai pekerjaan yang

digelutinya.
2. Karakteristik jenis kelamin pedagang nasi pecel di Kelurahan
Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun 2015
58

Tabel 5.2 Karakteristik jenis kelamin pedagang nasi pecel di


Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten
Ngawi tahun 2015

No Umur Persen (%)


1 Laki-laki
2 Perempuan
Jumlah
Sumber : Data Primer

Dari tabel 5.1 terlihat sebagian besar penjamah makanan adalah ……


dengan rincian laki-laki sebanyak …. (…%) dan perempuan sebanyak
…. (…%)

3. Karakteristik pendidikan pedagang nasi pecel di Kelurahan Ketanggi


Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun 2015

Tabel 5.3 Karakteristik pendidikan pedagang nasi pecel di


Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi
tahun 2015

No Umur Persen (%)


1 Tidak sekolah
2 SD
3 SMP
4 SMA
Jumlah
Sumber : Data Primer

Dari tabel 5.1 terlihat sebagian besar pendidikan penjamah makanan


adalah …… dengan rincian tidak sekolah sebanyak …. (…%), SD
sebanyak …. (…%), SMP sebanyak …. (…%) dan SMA sebanyak
…. (…%)

4. Karakteristik lama berdagang pedagang nasi pecel di Kelurahan


Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun 2015
59

Tabel 5.4 Karakteristik lama berdagang pedagang nasi pecel di


Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten
Ngawi tahun 2015

No Umur Persen (%)


1 Kurang dari 1 tahun
2 1-5 tahun
3 >5 tahun
Jumlah
Sumber : Data Primer

Dari tabel 5.1 terlihat sebagian besar pengalaman/lama berdagang


penjamah makanan adalah …… dengan rincian kurang dari 1 tahun
sebanyak …. (…%), 1-5 tahun ….(…%) dan lebih dari 5 tahun
sebanyak …. (…%)

5.2.2 Data Khusus


1. Karakteristik perilaku personal hygiene penjamah makanan pedagang
nasi pecel di Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten
Ngawi tahun 2015

Tabel 5.5 Karakteristik perilaku personal hygiene penjamah


makanan pedagang nasi pecel di Kelurahan Ketanggi
Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun 2015
60

No Umur Persen (%)


1 Baik
2 Tidak baik
Jumlah
Sumber : Data Primer

Dari tabel 5.5 terlihat sebagian besar perilaku penjamah makanan


adalah …… dengan baik sebanyak …. (…%), 1-5 tahun ….(…%) dan
tidak baik sebanyak …. (…%)

2. Karakteristik angka kuman nasi pecel di Kelurahan Ketanggi


Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun 2015
No Umur Persen (%)
1 Memenuhi Syarat
2 Tidak memenuhi Syarat
Jumlah
Sumber : Data Primer

Dari tabel 5.1 terlihat sebagian angka kuman pada nasi pecel di
Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun 2015
adalah …… dengan rincian Memenuhi Syarat (MS) sebanyak …. (…
%),dan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebanyak …. (…%)

5.2.3 Analisa Data


1. Data hasil Observasi perilaku penjamah makanan nasi pecel di
Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun
2015.
No Kode Responden Skor Observasi
1 A 60
2 B 80
3 C 85
61

4 D 85
5 E 75
6 F 60
7 G 90
8 H 95
9 I 65
10 J 90
11 K 85
12 L 75
13 M 100
14 N 100
15 O 80
16 P 55
17 Q 85
18 R 95
19 S 50
20 T 80
21 U 75
22 V 80
23 W 75
24 X 75
25 Y 55
26 Z 95
27 AA 95
28 AB 80
29 AC 85
30 AD 75

2. Data hasil Pemeriksaan angka bakteriologis makanan nasi pecel di


Kelurahan Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tahun
2015.
No Kode Responden Angka Kuman
1 A 376000
2 B 265000
3 C 106200
4 D 123000
5 E 287300
6 F 402100
7 G 98000
8 H 855000
9 I 101400
62

10 J 49700
11 K 278100
12 L 234000
13 M 287300
14 N 22100
15 O 98000
16 P 855000
17 Q 101400
18 R 98000
19 S 855000
20 T 287300
21 U 278100
22 V 278100
23 W 234000
24 X 287300
25 Y 402100
26 Z 98000
27 AA 855000
28 AB 278100
29 AC 234000
30 AD 287300

3. Uji Normalitas Data Penelitian

Hasil uji normalitas data penelitian adalah sebagai berikut :


Tabel 5.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


SKOR
OBSER ANGKA KUMAN
VASI
63

N 30 30
Normal Mean 80.00 222910.00
Parametersa,b Std.
13.834 205987.041
Deviation
Most Extreme Absolute .159 .220
Differences Positive .093 .220
Negative -.159 -.165
Kolmogorov-Smirnov Z .870 1.202
Asymp. Sig. (2-tailed) .435 .111
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah uji yang


bertujuan untuk mengetahui apakah data dalam variabel yang akan
dianalisis berdistribusi normal, sebagai syarat untuk uji hipotesis
menggunakan analisis regresi.
Hasil uji normalitas data penelitian didapatkan nilai sig pada
variable skor observasi personal hygiene sebesar 0,435>0,05. Data
tersebut menunjukkan bahwa skor observasi personal hygiene
bedistribusi normal. Nilai sig pada variable skor angka kuman sebesar
0,111>0,05. Data tersebut menunjukkan bahwa variable angka kuman
bedistribusi normal. Dapat disimpulkan kedua variable dapat
digunakan untuk uji hipotesis menggunakan uji regresi linier.

4. Uji Hipotesis
Hasil uji hipotesis data penelitian menggunakan uji regresi liner :

Correlations
SKOR ANGKA
OBSERVASI KUMAN
OBS Pearson
1 -.778**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000
N 30 30
64

BAK Pearson
-.778** 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .000
N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Uji hipotesis menggunakan analisis regresi linier


menggunakan variable skor observasi personal hygiene dan angka
kuman didapatkan nilai r sebesar -0,778 dengan nilai sig sebesar
0,000<0,05. Hasil ini menunjukkan ada hubungan yang kuat antara
personal hygiene dengan angka kuman. Nilai minus pada angka r
menunjukkan bahwa semakin tinggi skor personal hygiene maka
semakin rendah angka kuman. Maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Dapat disimpulkan bahwa Hipotesa alternative yang
menyebutkan ada pengaruh antara personal hygiene terhadap angka
kuman pada pedagang nasi pecel di kelurahan Ketanggi Kabupaten
Ngawi diterima.
65

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1988 Sanitarian catering. APK - TS).


Balai Pengawasan Obat dan Makanan 2003 Higyene dan Sanitasi Pengolahan
Pangan , Jakarta 2007 Keamanan Pangan, Jakarta BPOM 2009.
Pengujian mikro pangan,
Colleer , 1990 Succes in Principles of Catering,
Depkes, 2000:1 Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan Bagi Pengusaha
Makanan dan Minuman, Jakarta:Yayasan Pelayanan Sanitasi Lingkungan
Nasional (PESAN)
Departemen Kesehatan RI, 2001, Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan
Bagi Pengusaha Makanan dan Minuman, Jakarta:Yayasan Pelayanan
Sanitasi Lingkungan Nasional (PESAN).
Ermayani, 2004 Hubungan antara Kondisi Sanitasi dan Praktik Penjamah
Makanan dengan Kandungan Escherichia coli pada Nasi Pecel di
Kelurahan Sumurboto dan Tembalang Semarang. Skripsi. Tidak
Diterbitkan. FKM UNDIP. Semarang)
Fardiaz, 1997 Keamanan makanan trdisional ,pangan dan gizi UGM Yogyakart
Febria A, dkk. 2009. Higiene dan Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan
Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Demang Lebar
Daun Pelembang. Jurnal Penelitian Higiene Sanitasi
66

H.J Mukono, 2006, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, , Airlangga


Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia No 1098/Menkes/SK/VII/ tahun
2003 Tentang Persyaratan Higyiene sanitasi Jasaboga
Kepmenkes RI No. 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.
Mikrobiologi pangan Direktorat Direktorat Surveleins dan penyuluhan keamanan
pangan dan bahan berbahaya. Balai Pengawasan Obat dan makanan
,BPOM 2003.Jakarta
Mulia, 2005,Kesehatan Lingkungan, Jakarta
Purnawijayanti 2001:41 H., 2001, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja
Prof, Dr.Soekidjo Notoatmodjo dalam Pengolahan Makanan,
Yogyakarta:Kanisius).Prinsip – Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat .Cet ke -2, Mei –Jakarta:R
Sulistyani, 2002:24 Modul penyehatan makanan dan minuman semarang FKM
UNDIP).

Siti Fathonah, 2005:1 Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang: UNNES Press.)

Soekidjo Notoatmodjo, 2005, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.


Suardana dan Swacita, 2009, Higiene Makanan, Denpasar: Udayana University
Press.
Thaheer hermawan 2005:46 sistem manajement HACCP ( Hazard analisis critical
control) Jakarta PT .Bumi Aksara.

Titin Agustina, 2005:3 Pentingnya Hygiene penjamah makanan tradisional


UNNES).

Vitayata A, Pembinaan pengusaha makanan jajanan dalam upaya peningkatan


kualitas , Puslit Bang The Lemlit UNDIP Semarang 1995).
Wahit Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat:
Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
WHO, 2005, Penyakit Bawaan Makanan, Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta:
ECG
67

Widhia Dwi Yunitasari, 2011, Hubungan higiene penjamah makanan dan kondisi
sanitasi warung pecel dengan kandungan Colifrom pada pecel sayur yang
dijual di sekitar Kampus UNNES. Skripsi SI, UNNES.

Vous aimerez peut-être aussi