Vous êtes sur la page 1sur 9

REKONSTRUKSI PENDIDIKAN SURAU DI MINANGKABAU

(Tinjauan Analisis Psikologi Sosial)

Oleh: Afrinaldi*

Abstract:

This paper aims at portraying the educational process in surau in the past and explaining basic
differences the process at present time. This study tries to reveal the urgency of reviving the main role
of surau as the center of knowledge development and shifting the present traditional paradigm of
surau from the place for worshiping, reciting Holy Quran, and Islamic teaching toward the center for
data and information which in turn the center for knowledge development. Historically, the role of
surau in the past was successful to produce qualified spiritual role figures. In contrast, surau, as the
asset of nagari at present time, seemingly does not interest young generation. This article therefore
tries to present some innovative ideas in reviving and developing educational system in surau through
sociopsychological approach.

Kata kunci: analisis, pendidikan surau, psikologi sosial

PENDAHULUAN dalam kehidupan bermasyarakat di


Minangkabau.

M
asyarakat Minangkabau sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai
adat dan budaya sebagaimana PEMBAHASAN
yang tertuang dalam “Piagam Mara-
palam”: “Adat Basandi Sarak, Syarak Realitas Sejarah, Surau Sebagai
Basandi Kitabullah”. Keinginan untuk Lembaga Pendidikan Pertama
menghayati dan mengamalkan adat se-
cara murni dan konsekwen menjadi Ada dua pendapat yang bisa di-
pegangan dalam kehidupan bermasya- pegang tentang kapan masuknya Islam
rakat di Ranah Minang. Hal ini juga ke Minangkabau, pertama pendapat
dipertegas oleh “patatah patitiah” yang Hamka yang menyatakan Islam telah
mengatakan “tasindorong jajak ma- masuk ke Minangkabau sekitar abad ke
nurun, tatukiak jajak mandaki, adat jo 7 Masehi. Pendapat Hamka ini, bisa di-
syarak kok tasusun, bumi sanang padi kuatkan melalui sejarah perdagangan
manjadi”, artinya antara misi yang di- orang Arab ke berbagai belahan dunia.
sampaikan oleh agama sejalan dengan Khusus, masalah masuknya Islam awal
adat istiadat yang berlaku di Ranah ke Minangkabau. Imam Maulana, dalam
Minang. Sehingga relevansi pendidikan Silfina Hanani (2007:52) menceritakan
agama dengan adat tidak bisa dipisahkan dalam catatan sejarah klasik Mubalighul

* Penulis adalah Dosen Psikologi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Bukittinggi
192
Afrinaldi, Rekonstruksi Pendidikan Surau di Minangkabau (Tinjauan Analisis Psikologi… 193

Islam disebutkan pada dasarnya Islam ke Islamam. Murid-murid yang telah


telah masuk ke Minangkabau pada tahun selesai belajar di Surau Burhanuddin,
580H. Masuknya Islam ini diawali dari juga mendirikan Surau di tempat lain
sejarah terdamparnya saudagar Arab di atau di kampung halamnnya, transmisi
perairan Minangkabau, yang kemudian dan diffusi agama ketika ini kuat di-
menemukan perkampungan penduduk. lakukan oleh murid-murid Buhanuddin.
Sudagar itu bernama Saidi Abdullah. Oleh sebab itu revivalisme ajaran se-
Mereka diterima oleh penduduk dan se- orang ulama menyebar dan murid-
bagai anggota masyarakat. Melalui Saidi muridnya sangat fanatik terhadap ajaran
Abdullah ini pula Islam diperkenalkan gurunya (Silfia Hanani, 2008:53).
kepada keluarga yang menerimanya. Ke- Pada masa sekarang, surau sangat
mudian kawin dengan putri kepala du- identik dengan ulama. Ulama melang-
sun yang konon kepala dusun tersebut sungkan pendidikan dan membentuk je-
berasal dari keturunan Raja Pagaruyung. maah di surau. Bentuk pendidikan yang
Dusun yang dihuni dan sekaligus sebagai dilangsungkan sederhana. Namun, dalam
tempat penyebaran Islam itu adalah kam- catatan sejarah pendidikan di Minang-
pung durian yang terletak dipinggir kota kabau, pendidikan surau belum terlihat
Padang Sebelah Timur. Namun, setelah diklasifikasikan seperti halnya perkem-
Saidi Abdullah meninggal, maka terjadi bangan pondok pesantren di Jawa.
kekosongan-kekosongan penyebaran Is- Soedjoko Prasodjo dalam Kuntowidjoyo,
lam, bahkan masyarakat kembali kepada 1999:251) mengatakan bahwa ada lima
agama lamanya. pola pesantren mulai dari sederhana
Sementara itu ada yang menyebut- sampai pada yang modern. Lima pola itu
kan pada abad ke 13 seiring dengan adalah Pola I; pesantren terdiri hanya
penguniversalan masuknya Islam di Nu- dari masjid dan rumah kiyai. Pola II ter-
santara dengan berdirinya kerajaan Sa- diri dari masjid, rumah kiyai dan pon-
mudara Pasai. Namun, perkembangan dok. Pola III, terdiri dari masjid, rumah
Islam di Minangkabau selanjutnya di- kiyai dan madrsah. Pola IV, yakni
tandai dengan diperintahnya kerajaan masjid, rumah kiyai, pondok, madrasah
Pagaruyung oleh Raja Sultan Alif yang dan tempat keterampilan. Pola V yakni
beragama Islam pada abad 16. masjid , rumah kiyai, pondok, madrsah,
Perkembangan Islam pada masa tempat keterampilan, universitas, gedung
awal, kajian sejarah lebih terfokus pada pertemuan, tempat olah raga dan sekolah
peran Burhanuddin, setelah ia kembali umum.
menuntut ilmu bersama seorang guru di Pendidikan Surau Burhanuddin
Aceh yang bernama Alkalani Amin bin sama dengan pola surau besar (masjid-
Abd Rauf Singkil Al Jawi bin Alfan- pondok), rumah kiyai dan surau kecil
syuri. Kehadirian Burhanuddin, pada (tempat keterampilan dan penginapan).
masa awal ini disebut-sebut sebagai pe- Surau besar, bisanya surau tempat ber-
letak dasar Islam di Minangkabau, na- langsungnya pendidikan secara bersama,
mun jika menilik pada alur sejarah, se- ulama mengajar disini, ia sekaligus pe-
belum itu Islam sudah hadir di Minang- milik surau. Sedangkan surau kecil yak-
kabau tetapi akibat tidak adanya surviva- ni, tempat tinggal santri. Di surau kecil
lisme maka agama Islam dalam peng- ini berlangsung juga pendidikan, dimana
amalan masyarakat Minangkabau meng- murid yang senior mengajarkan murid
alami pasang surut. yunior atas persetujuan ulama (guru). Di
Burhanuddin dengan pendidikan surau kecil ini santri tingal sehari-hari
Suraunya, telah mengembangkan tradisi dan di surau kecil ini pula murid me-
194 Ta’dib Volume. 12, No. 2 (Desember 2009)

lakukan berbagai aktivitas untuk me- guru dalam waktu relatif lebih panjang,
matangkan dirinya (Silfia Hanani, 2007: dalam waktu terjadinya transformasi
53). Di surau inilah anak-anak Minang ilmu pengetahuan dan pengalaman guru
bermula mengenal kehidupan sosial de- kepada murid. Dengan cara ini regene-
ngan menyaksikan langsung bagaimana rasi ulama berlangsung secara alamiyah.
kehidupan para ulama dan santri Surau Surau dikenal sebagai lembaga pendidik-
mengenal prilaku satu individu dengan an agama pertama di wilayah Minang-
individu yang lainnya, yang dalam ka- kabau adalah surau Syekh Burhanuddin
jian psikologi sosial meliputi bidang- di Ulakan Pariaman didirikan sekitar
bidang interaksi sosial, prasangka sosial, abad ke17. Surau ini didatangi oleh mu-
persepsi sosial, kelompok sosial, ke- rid-murid dari berbagai pelosok Minang-
rumunan sosial, pembentukan sikap kabau, yang pada gilirannya setelah
(attitude) dan lain sebagainya. murid itu kembali kenegerinya juga
Fakta sosial ini juga yang telah mendirikan surau pula. Selanjutnya ber-
dijadikan modal oleh anak-anak Minang munculan surau-surau di wilayah ini.
dalam berkomunikasi dan bersosialisasi “Kembali ke nagari, kembali ke surau”
di tengah masyarakat pasca mereka ke- (Back to nagari, back to surau), dari
luar dari surau yang sering diidentikkan tinjauan sosiologis, nagari merupakan
dengan istilah pergi merantau. Sehingga konsep kosmologis yang di dalamnya
kejayaan Minangkabau pada masa silam terkandung kehidupan religius yang
tidak bisa dilepaskan dari perannya para bersifat kontemplatif transenden. Secara
ulama sebagai role play dalam men- holistik, dalam nagari tidak saja diurus
sosialisasikan betapa pentingnya ilmu masalah teknis pemerintahan, malahan
pengetahuan dan kaitannya dengan a- sampai pada hal-hal yang bersifat
gama dalam mempertahankan idealisme transenden seperti kehidupan surau. Ka-
masyarakat Minang sebagai orang ter- rena itu, bersamaan dengan dicanang-
pelajar yang mempuyai peradaban kannya kembali kepemerintahan nagari
(civilization). di Sumatera Barat (Sumbar), sekaligus
Kondisi sosial masyarakat pada juga dicanangkan kembali ke surau.
masa dulu telah meyakinkan ulama Tokoh-tokoh besar yang dilahirkan
untuk secepatnya melakukan social dari Ranah Minang, diantaranya ialah:
action (dakwah bil hal) untuk melakukan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi,
reformasi akidah dengan mengaplikasi- H. Miskin, H. Piobang, H. Sumanik, Tan
kan ilmu pengetahuan dengan metode Malaka, Imam Bonjol, Sjech M. Djamil
culture approach secara face to face ke- Djambek, Tuangku Rao, Sjech Ibrahim
pada tokoh-tokoh adat melalui sarana Musa, M. Hatta, HAMKA, Syahrir, M.
pendidikan surau sebagaimana yang Natsir, M. Yunus, Agus Salim, Rahmah
dikutip oleh Amir Syarifuddin (2004) El Yunusiah, ini hanya sebahagian kecil
dalam sebuah artikel yang berjudul Po- dari tokoh dan pejuang Minang dan
kok-pokok Pikiran Islam dan Intelektual masih banyak lagi tokoh-tokoh lain yang
Minangkabau mengatakan bahwa dulu belum sempat tercatat dalam sejarah
di Minang kabau “Lembaga pendidikan yang juga telah ikut berjasa kepada
agama pertama di wilayah adat Minang- bangsa, negara dan agama. Dalam se-
kabau adalah"surau". jarahnya semua tokoh ini mengawali
Karakteristik surau adalah suatu pendidikannya di surau sebagai pe-
tempat pendidikan dan sekaligus tempat ngembangan kepribadian dan pembe-
tinggal murid dan guru, sehingga me- lajaran sosial.
mungkinkan keberadaan murid bersama
Afrinaldi, Rekonstruksi Pendidikan Surau di Minangkabau (Tinjauan Analisis Psikologi… 195

Tokoh-tokoh ini jugalah pada da- yang perlu kita cermati untuk dikritisi
sarnya yang telah mengharumkan nama agar kemurnian (puritanime) Islam dari
Minangkabau sebagai masyarakat in- pada tahayul, bid’ah dan kurafat dapat
telek, religius dan beradat Namun cita- terpelihara.
cita mulia para tokoh ini sekarang sudah
mulai lupus dari peradaban. Istilah “Tak Realitas Masa Kini, Surau Berganti
lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan” Fungsi
hanyalah tinggal kenangan indah dalam Historisasi surau tidak dapat di-
masyarakat Minang sekarang. Hilangnya lepaskan dari masyarakat pedesaan, ka-
jati diri (idealisme) sebagai orang Mi- rena surau pada awalnya dibangun pada
nang ketika sebuah peradaban (Civiliza- kawasan pedesaan dalam rangka spri-
tion) telah berubah menjadi sebuah ke- tualisasi manusia yang mempercayai
goncangan budaya (culture lag), hal ini adanya kekuatan gaib di luar dirinya.
sangat nyata kita saksikan di lapangan, Perluasan fungsi surau dari segi religius
ketika benturan budaya dan agama itu ini mendapat dukungan dari penguasa,
sudah tidak terelakkan lagi, maka tentu sehingga surau berkembang di kota.
akan berimplikasi kepada jiwa, kepri- Perkembangan surau dalam dua
badian dan paradigma berfikir generasi komunitas (desa dan kota) jelas me-
Minang sekarang. Sehingga muncullah nunjukkan perbedaan-perbedaan, tidak
budaya westernisasi sebagai apresiasi saja dari segi fungsinya tetapi juga da-
dari kebebasan mitos demokrasi yang lam memanifestasikan surau tersebut.
menyesatkan (Amir M.S, 2003). Pada masyarakat pedesaan dengan ciri
Hamka (1984) mengatakan bahwa khas masyarakatnya yang homogen dan
syarak mengata, adat memakai, maksud- tradisional, jelas berbeda dalam memani-
nya Al-Quran, Sunnah, Fiqh, lalu di- festasikan surau dengan masyarakat per-
pakai menurut adat. Kata “Syarak” kotaan yang hetorogen (silfia Hanani,
mungkin bisa kita interpretasikan ke 2002: 72).
dalam dua kategori: pertama Adat Menurut hemat penulis, secara
”Syarak’iah” maksudnya orang yang fisik surau tidak mengalami kemundur-
betul-betul menjalankan adat-istiadat se- an, hal ini dapat disaksikan betapa
suai dengan ayat-ayat Al-Quran. Kedua: banyak masjid/mushalla megah berdiri
Adat “Jahiliah” maksudnya orang yang di seluruh Sumbar. Namun dalam apli-
mengamalkan adat istiadat yang ber- kasinya surau tidak lagi berfungsi se-
tentangan dengan agama Islam. Sebagai bagai wahana pendidikan multifugsi se-
contoh tradisi membagi-bagikan uang perti dulu. Surau hanya terkesan sebagai
ketika waktu hari ke tiga setelah ke- tempat belajar Al-quran/iqra’. Karena
matian dari pihak keluarga yang sedang ada anggapan bahwa surau hanya boleh
berduka (studi kasus di Pariaman), se- digunakan untuk kegiatan ibadah ritual.
cara “syar’i” orang yang kemalangan Hal ini juga dipengaruhi oleh ber-
dari kematian harus dikunjungi untuk kembangnya lembaga formal pendidikan
menghibur (Takziah), artinya orang yang agama sebagai tempat menimba ilmu
mengunjungilah yang diharuskan mem- pengetahuan. Tradisi “duduak samo
bawa makanan untuk menghibur ke- randah badiri samo tagak” dalam ke-
luarga yang sedang berduka. Persoalan adaan bersila dan bersimpuh menuntut
yang terjadi sekarang justru sebaliknya, ilmu di pondok pesantren dan surau
prinsip ini tentulah sangat bertentangan sudah berubah dengan pakai kursi dan
sekali dengan agama. Mungkin inilah meja di sekolah-sekolah agama dan
salah satu fenomena sosial keagamaan perguruan tinggi agama, Kemudian ber-
196 Ta’dib Volume. 12, No. 2 (Desember 2009)

dirinya Lembaga Kerapatan Adat Alam bahwa karakter individual (instink dan
Minangkabau (LKAAM) sebagai sarana kebiasaan), bebas - lepas dari pengaruh
pendidikan dan keterampilan dalam pe- situasi di mana individu melakukan
lestarian adat dan budaya. Di sinilah asal aktivitas. Namun Lewin kurang sepaham
muasal terjadinya pemisahan multifungsi dengan keyakinan tersebut. Menurutnya
surau sebagai lembaga pendidikan, yang penjelasan tentang perilaku yang tidak
pada gilirannya berdampak kepada stag- memperhitungkan faktor situasi, tidaklah
nan berfikir sehingga menyebabkan lengkap.
mutu pendidikan merosot. Lewin merasa bahwa semua peris-
Untuk mengembalikan orang Mi- tiwa psikologis apakah itu berupa tin-
nang kepada khittahnya semula sebagai dakan, pikiran, impian, harapan, atau
orang intelek yang berbudaya dan apapun, kesemuanya itu merupakan
religius, maka perlu upaya nyata oleh fungsi dari "ruang kehidupan"- individu
semua lapisan dengan semangat “barek dan lingkungan dipandang sebagai se-
samo dipikua, ringan samo dijinjiang” buah konstelasi yang saling tergantung
(Suharman dkk, 2000) untuk menjaga satu sama lainnya. Artinya "ruang ke-
identitas sebagai masyarakat yang ber- hidupan" merupakan determinan bagi
adab, karena peradabanlah orang bisa tindakan, impian, harapan, pikiran sese-
dikenang, sehingga cita-cita mulia untuk orang. Lewin memaknakan "ruang ke-
merekonstruksi “Mabangkik Batang Ta- hidupan" sebagai seluruh peristiwa (ma-
randam” yang sudah mengancam re- sa lampau, sekarang, masa datang) yang
generasi kepemimpinan dapat terwujud berpengaruh pada perilaku dalam satu
lagi di Ranah Minang yang kita cintai situasi tertentu.
ini. Sehingga kehadiran sebuah masya- Bagi Lewin, pemahaman atas peri-
rakat “Madaniyyah” yang digaung- laku seseorang senantiasa harus di-
gaungkan selama ini akan menjadi se- kaitkan dengan konteks - lingkungan di
buah kenyataan, sebuah negeri yang mana perilaku tertentu ditampilkan. Inti-
“Baldatun tayyibaatuun wa rabbun nya, teori medan berupaya menguraikan
ghafuur”. bagaimana situasi yang ada (field) di
sekeliling individu bepengaruh pada
Rekonstruksi Pendidikan Surau perilakunya. Sesungguhnya teori medan
dengan Pendekatan Psikologi Sosial. mirip dengan konsep "gestalt" dalam
Pendidikan Surau merupakan tra- psikologi yang memandang bahwa eksis-
disi turun temurun dalam pola pen- tensi bagian-bagian atau unsur-unsur
didikan generasi Minang tempo dulu tidak bisa terlepas satu sama lainnya
sampai sekarang. Jika ditinjau dalam (http://Hasan Mustafa.blogspot.com, 4/8/
kajian psikologi sosial dinamika tadisi 2009). Lebih lanjut Kurl Lewin juga
surau yang dikembangkan para tokoh mengibaratkan kehidupan di dunia ini
dulu itu sangat sejalan dengan teori sebagai keadaan tingkah laku yang
lapangan (field theory) yang digagas sering ditentukan oleh ruang kehidupan
oleh seorang psikolog, Kurt Lewin da- yang merupakan hasil interaksi antara
lam Sarlito Wirawan, (2003), pada tahun individu dengan lingkungan (James A,
1935,1936 mengkaji perilaku sosial me- 1986:57). Untuk menjemput kembali
lalui pendekatan konsep "medan"/"field" tradisi pendidikan ala surau itu ada
atau "ruang kehidupan" -life space. beberapa langkah yang mesti dibudaya-
Untuk memahami konsep ini perlu di- kan oleh masyarakat Minangkabau se-
pahami bahwa secara tradisional para cara bertahap:
psikolog memfokuskan pada keyakinan
Afrinaldi, Rekonstruksi Pendidikan Surau di Minangkabau (Tinjauan Analisis Psikologi… 197

Melalui Motivasi Membaca oleh perlengkapan buku atau bahan ba-


Minat baca yang rendah di kalang- caan sehingga anak tidak terbiasa dengan
an anak nagari sekarang telah mem- buku. Untuk itu, masjid atau surau sa-
pengaruhi rendahnya kualitas sumber ngat mempunyai peranan penting dalam
daya manusia. Rendahnya minat baca mengatasi masalah ini jika diberdayakan
tersebut, bukan berarti guru dan orang sebagai tempat serambi baca dan pusat
tua tidak memotivasi untuk membaca. penggalian ilmu pengetahuan bagi anak
Motivasi yang dilakukan hanya dengan nagari.
menyuruh, tapi tidak dengan mencontoh- Merobah Tradisi Simbolisasi Iqra’
nya atau memberikan buku-buku yang Tidak ada tanda-tanda yang me-
dapat dibaca oleh anak-anak. Padahal nunjukkan perubahan peranan masjid
untuk memotivasi membaca, sangat di- dan surau setelah kembali pada peme-
perlukan bahan bacaan, sementara bahan rintahan nagari dan menghangatnya ge-
bacaan itu tidak tersedia di hadapan rakan kembali ke surau. Masjid dan
anak-anak. Motivasi membaca dalam surau tetap memainkan peranan seperti
bentuk menyuruh tanpa ada buku dan biasanya, yaitu sebagai tempat shalat.
percontohan tidak akan berhasil dalam Tidak ada yang berubah dari fungsi
membangunkan minat baca anak. Apa- aslinya.
lagi anak-anak sekarang lebih dominan Orang tua-tua tetap menjadi
menonton televisi daripada membaca. pengunjung masjid yang dominan untuk
Buku sebagai fasilitas minat baca melaksanakan shalat lima waktu ber-
tidak menjadi bahan perhatian penting jemaah. Tidak terlalu ramai pula, paling
bagi pihak sekolah, masyarakat, peme- banyak setiap hari paling banyak ada
rintah, dan orang tua. Kebiasaan yang sepuluh orang jemaah shalat tersebut.
menganggap tidak begitu penting inilah Kembali ke surau tidak ada makna
yang telah mempengaruhi anak nagari perubahan yang signifikan pada dari hari
tidak membudayakan dalam hidupnya ke hari.
berusaha mendapatkan bahan bacaan Pemerintahan nagari pun tidak
dengan cara meminjam ke tempat lain banyak ambil andil dalam Program
atau membelinya dengan menyisihkan Kembali Surau. Surau atau masjid yang
uang pemberian orang tua mereka. Anak ada dalam nagari lebih dominan menjadi
nagari tidak terbiasa membeli bahan simbol religiusitas nagari, karena Surau
bacaan, sehingga buku sebagai bahan atau masjid merupakan salah satu per-
bacaan betul-betul sangat terbatas diper- syaratan bagi sebuah nagari dan menurut
oleh oleh anak-anak nagari. Anak nagari undang-undang nagari tidak akan dapat
satu kali dalam satu bulan pun tidak nagari berdiri tanpa ada surau atau
terbiasa mengusahakan satu bahan baca- masjid dalam nagari tersebut.
an untuk dibacanya, hal ini dapat dilihat Perkembangan jumlah penduduk,
dari hasil penelitian Silfia Hanani, dkk telah mendorong lahirnya masjid-masjid
didapati 93% anak nagari tidak pernah baru untuk kegiatan agama di nagari.
perbulannya mendapatkan bahan bacaan. Sementara surau-surau yang ada dibiar-
Artinya mereka sudah terbiasa dengan kan dan tidak diaktualisasikan dan bah-
bacaan-bacaan buku-buku yang tidak kan dengan kehadiran masjid, surau-su-
berbeda (Silfia Hamdani, 2008:69). rau yang ada tertinggalkan dari rutin-
Anak nagari, kesulitan mengakses
itasnya.
atau mendapatkan buku sebagai bahan Surau Haji Bahroen yang berdiri di
bacaannya. Motivasi membaca anak di- sebelah Masjid raya di Koto Gadang, se-
lakukan guru dan orang tua tidak diikuti belum gempa bumi yang menjadi simbol
198 Ta’dib Volume. 12, No. 2 (Desember 2009)

dan tidak dipergunakan sebagai tempat bagai pusat ilmu pengetahuan yang
ibadah dan belajar agama. Pada hal su- mempunyai perpustakaan.
rau ini merupakan tempat belajar agama Di Nagari Koto Gadang, walaupun
yang monumental bagi anak Nagari Koto sudah terkenal sebagai nagari yang
Gadang sebelum kemerdekaan. Namun, mempunyai kesejahteraan masyarakat
setelah berdirinya masjid di samping yang baik dan mempunyai banyak orang
surau ini, keberadaan surau Haji cerdik pandai, pemaknaan masjid dan
Bahroen hanya menjadi monumen. surau masih dalam institusi yang sempit
Sementara masjid-masjid yang ada tersebut, sehingga rumah ibadah tidak
tidak dibenahi dan direkapitulasikan se- satu pun yang memiliki perpustakaan.
bagaimana rumah ibadah yang dapat
Pengelolaan Surau Secara Moderen
menjembatani permasalahan pendidikan
anak nagari, karena Masjid sebagai milik Masjid atau surau tidak mem-
umum sangat berpotensi untuk dikem- punyai pengelolaan yang teratur. Penge-
bangkan menjadi sarana yang dapat loalannya dilakukan oleh pengurus Mas-
mengatasi masalah minat baca. Keter- jid. Pengelolaan ini lebih dominan ter-
belekangan kegiatan masjid atau surau tumpu pada pembangunan fisik masjid
dari kegiatan yang dapat member- atau surau, sehingga masing-masing
dayakan sumber daya manusia ini. rumah ibadah terlihat berdiri dengan
Ada beberapa permasalahan yang megah, terutama masjid yang ada pada
menyebabkan Masjid atau Surau kon- masing-masing jorong. Setiap masjid
disinya tidak dapat menjembatani per- disetiap jorong baik yang ada di Nagari
masalahan umatnya, termasuk dalam Koto Gadang maupun di nagari Pariang-
menjembatani masalah minat baca. an semuanya mempunyai bangunan yang
megah. Bahkan nagari Koto Gadang
Merobah Pola Pikir Masyarakat dari akan mempunyai sebuah masjid yang
Pemaknaan Institusi yang Sempit berasitektur modern, jika masjid yang
Masjid atau surau telah disepakati runtuh akibat gempa tahun 2007 pem-
oleh masyarakat nagari sebagai institusi bangunannya selesai.
agama. Pengertian istititusi agama untuk Di Pariangan sebagai nagari agra-
masjid dan Surau berada dalam pengerti- ris, kehidupan masyarakat pada umum-
an yang sempit. Diartikan oleh masya- nya banyak bertani, pada masing-masing
rakat sebagai institusi sembahyang dan nagari mempunyai bagunan Masjid yang
kegiatan cermah agama. modern, kecuali Masjid tua yang ter-
Tua-tua kampung nagari dan kaum dapat di jorong Pariangan. Bangunannya
muda pun berfikiran seperti itu. Masjid dipertahankan dengan arsitek Masjid
baginya hanya sebagai tempat ibadah masa lalu dengan gonjong yang ber-
mahdhah dan tidak menempatkan masjid tingkat-tingkat.
sebagai isntitusi yang dapat menjadi Masjid-masjid yang megah ini di-
pengelola ekonomi, pendidikan, dan se- dalamnya hanya ada ruangan lepas untuk
bagainya. shalat. Tidak ditemukan ruangan untuk
Akibat dari penempatan masjid penyimpanan buku atau ruang per-
dan surau seperti itu maka rumah ibadah pustakaan. Hanya ada almari untuk
ini tidak dikembangkan dengan kegiat- menyimpan al-Quran. Tidak ada tanda-
an-kegiatan yang diperlukan oleh umat. tanda adanya masjid dijadikan sebagai
Dalam era kejayaan Islam, masjid me- tempat untuk peminjaman buku yang
rupakan basis kebudayaan dan ilmu memfasilitasi permasalahan minimnya
pengetahuan. Pada era kejayaan Islam di bahan bacaan bagi anak nagari. Pada hal
Cardova misalnya, masjid dijadikan se- anak nagari sangat berharap masjid
Afrinaldi, Rekonstruksi Pendidikan Surau di Minangkabau (Tinjauan Analisis Psikologi… 199

mempunyai perpustakaan dan mem- pendidikan surau yang selalu meng-


punyai keyakinan jika masjid di se- ajarkan pola interakasi sosial, komuni-
kitarnya dapat memotivasi membaca. kasi sosial, persepsi sosial, kerumunan
Sebanyak 70% anak nagari sangat berke- sosial, motivasi dan lain sebagainya, se-
yakinan keberadaan perpustakaan masjid hingga semua materi psikologi sosial ini
dapat mengatasi minat baca yang rendah, selalu menjadi garis pandu dalam mem-
karena minat baca yang rendah tersebut bentuk karakter dan kepribadian anak
dipengaruhi oleh minimnya bahan baca- nagari untuk membekali dirinya baik
an tersedia di nagari. Sementara masing- dalam kehidupan bernagari atau di luar
masing 15% mempunyai pendapat bah- nagari (pergi merantau).
wa keberadaan perpustakaan masjid Pada akhirnya keberadaan surau di
tidak dapat mengatasi masalah minat zaman dulu dan kehidupan sekarang
baca tersebut dan bahkan tidak tahu bergeser fungsi dan peranannya, karena
sama sekali. pola pikir dan persepsi masing-masing
generasi sudah tidak sama pandangan
dalam mengisi kegitan surau. Makanya
KESIMPULAN kehidupan surau masih seperti itu-itu
Dapat dipahami bahwa kehadiran juga sampai hari ini, penghuninya tetap
surau di Minangkabau telah banyak saja didominasi oleh kaum tua yang
memberikan pencerahan dan penegakan secara fisik sudah tidak produktif lagi.
moral dan martabat masyarakat Minang- Akibatnya anak-anak nagari tidak ter-
kabau. Seiring dengan itu peran dan tarik dengan kehidupan surau yang tidak
fungsi surau juga sangat mempunyai banyak menawarkan pendidikan-pen-
kedudukan yang tak terpisahkan dalam didikan berbobot dan berkualitas seperti:
berdirinya sebuah nagari. Dulu kehidup- perpustakaan surau sebagai pusat ilmu
an sosial anak nagari selalu dibentuk dari pengetahuan dan peradaban.

DAFTAR RUJUKAN

Amir M.S, 2003. Adat Minangkabau sosial.html, Akses data tanggal:


Pola dan Tujuan Hidup Orang 4/8/2009.
Minang, Jakarta: Mutiara Sumber http://www.isnet.org/archive-
Widya milis/archive97/feb97/0033.html
Duski Samad, 2002. Syekh Burhanuddin Access date: 24-2-2005
dan Islamisasi Minangkabau http://www.cimbuak.net/content/view/77
(syarak Mandaki Adat Manurun), /54/ Access date: 24-2-2005
Jakarta: The Minangkabau
Foundation http://psikologisosial/sociallearning.html
Access date 24-2-2005
Hamka, 1984. Islam dan Adat
Minangkabau, Jakarta: Pustaka Idrus Hakimi Dt. Rajo penghulu, 1994.
Panjimas Pancasila dan Adat Minangkabau
Basandi Syarak di Sumatera
Hasan Mustafa, Perspektif dalam Barat, Padang: LKAAM Sumbar
Psikologi Sosial,
James A. Schllenberg yang
http://hasanmustafa.blogspot.com/2009/ diterjemahkan oleh Mohammad
08/prespektif-psikologi- Haji Yusuf, 1986. Tokoh-tokoh
200 Ta’dib Volume. 12, No. 2 (Desember 2009)

Psikologi Sosial, Bangi: Universiti Serambi Baca (Studi Kasus:


Kebangsaan Malaysia. Implementasi Gerakan Kembali Ke
Sarlito Wirawan Sarwono, 2003. Teori- Surau dalam Nagari di Sumatera
teori Psikologi Sosial, Jakarta: Barat Sebagai Peningkatan
Raja Grafindo Persada. Kualitas Sumber Daya Manusia).
Laporan Penelitian Kelompok
Silfia Hanani, 2002. Surau Aset Lokal P3M STAIN Bukittinggi.
yang Tercecer, Bandung: Humaira.
Siti Nadroh, 1999. Wacana Keagamaan
-------, 2007. Revitaslisasi Pemikiran dan Politik Nurcholish Madjid,
Ulama Nusantara, (Karyanet, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada
Dewan Bahasa dan Pustaka
Malaysia. Suarman dkk, 2000. Adat Minangkabau
Nan Salingka Hiduik, Padang:
-------, dkk. 2008. Meningkatkan Minat Duta Utama
Baca Anak Nagari Melalui
Pemberdayaan Masjid Sebagai

Indeks
analisis, 44 psikologi, 44, 194, 196, 197, 199
masyarakat, 193, 194, 195, 196, 197, sosial, 44, 194, 195, 196, 199
198, 199 surau, 44, 193, 194, 195, 196, 197, 198,
pendidikan, 44, 193, 194, 196, 197, 198, 199
199

Vous aimerez peut-être aussi