Vous êtes sur la page 1sur 21

TUGAS ASSESSMENT GERIATRI

Untuk Memenuhi Tugas PKPA RSUP Dr. Sardjito

Disusun oleh :
Maharani Inka R.N. STIFAR
Dewi Ayu Puspitasari W. UMP
Ufy Ulfyathul Laely UII

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


RSUP DR. SARDJITO
PERIODE AGUSTUS - SEPTEMBER
2017
ASSESMENT GERIATRI

Subjek
Pasien : Bapak KH
Umur : 76 th
Pekerjaan : Wiraswasta
BB/TB :-
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
Alasan Assesment : Keinginan untuk memastikan penyakit
Alergi :-
Efek samping :-
Kebiasaan : merokok (-); alkohol (-); kopi (-); diet (-); olahraga (-).

Obat saat ini dikonsumsi :


Dengan resep :
Furosemid :1 x sehari 1 tablet sore
Nonemi : 2 x sehari 1 tablet, kadang 1 x sehari 1 tablet
Ambroxol :1 x sehari 1 tablet
Obat antidiabetes oral
Insulin injeksi
Tanpa R/ :-
Tradisional : Jamu watukan

Riwayat penggunaan obat terdahulu :


Furosemid :1 x sehari 1 tablet sore
Adonemi : 2 x sehari 1 tablet, kadang 1 x sehari 1 tablet
Ambroxol :1 x sehari 1 tablet
Obat antidiabetes oral
Insulin injeksi

Hasil Pemeriksaan Laboratorium :


Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
GDP 629 70 - 130 mg/dl
GD2PP - - -
Kreatinin 1,1 0,6-1,1 mg/dl
Asam urat 9,4 3,6-8,5 mg/dl
HDL 50 30-70 mg/dl
LDL 55 <130 mg/dl
TG 81 40-160 mg/dl
Kolesterol 122 <200 mg/dl
Rasio LDL/HDL 1,1 <3
Albumin 3,3 3,5 – 5,0 g/dl
SGOT 27 5 – 35 U/L
SGPT 25 5 – 35 U/L
Hb Normal 13 -18 g/dl
TD berbaring 130/70 110-120/80 - 90 mmHg
TD duduk 125/85 110-120/80 - 90 mmHg
TD berdiri 120/90 110-120/80 - 90 mmHg

1. DIAGNOSIS
a. Prehipertensi
Berdasarkan JNC 8, tekanan darah pasien termasuk dalam kategori prehipertensi
yaitu 120 – 139/ 80-89 mmHg (Paul A. James, 2013).
b. Diabetes
Berdasarkan pemeriksaan glukosa arah puasa pasien 629 mg/dl melebihi nilai
normal yaitu 70 – 130 mg/dl. Pasien juga mengkonsumsi obat antidiabetes oral dan
injeksi insulin (Binfar, 2011).
c. Gout (Asam urat)
Berdasarkan pemeriksaan nilai asam urat pasien 9,4 mg/dl, melebihi rentang nilai
normal asam urat 3,6-8,5 mg/dl (Binfar, 2011).

2. PATOFISIOLOGIS
2.1. Gout (Asam Urat)
a. Faktor Risiko
Berikut ini merupakan faktor risiko Gout :
 Umur
 Laki-laki
 Hiperurisemia
 Sejarah keluarga
 Genetik
 Hipertensi
 Obesitas
 Konsumsi alkohol
 Fungsi ginjal menurun
 Trauma
Berdasarkan hal tersebut pasien memiliki 3 faktor risiko meningkatnya asam
urat dalam darah yaitu usia lanjut,laki-laki dan penderita hipertensi (Binfar, 2006a).

b. Etiologi dan Patofisiologi


Purin dalam tubuh yang menghasilkan asam urat, berasal dari tiga sumber: purin
dari makanan, konversi asam nukleat dari jaringan, pembentukan purin dari dalam
tubuh. Ketiga-tiganya masuk dalam lingkaran metabolisme menghasilkan diantaranya
asam urat. Beberapa sistim enzim mengatur metabolisme purin. Bila terjadi sistim
regulasi yang abnormal maka terjadilah produksi asam urat yang berlebihan. Produksi
asam urat berlebihan ini dapat juga terjadi karena adanya peningkatan penguraian asam
nukleat dari jaringan, seperti pada myeloproliferative dan lymphoproliferative disorder.
Purin dari makanan tidak ada artinya dalam hiperurisemia, selama semua sistim
berjalan dengan normal. Dua abnormalitas dari dua enzim yang menghasilkan produksi
asam urat berlebih : peningkatan aktivitas Phosphoribosylpyrophosphate (PRPP)
synthetase menyebabkan peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci sintesa
purin, berarti juga asam urat. Yang kedua adalah defisiensi hypoxanthine guanine
phosphoribosyl transferase (HGPRT). Defisiensi HGPRT meningkatkan metabolisme
guanine dan hipoxantin menjadi asam urat. Berkurangya ekskresi asam urat merupakan
salah satu faktor penyebab gout. Hipertensi dan penggunaan diuretik lop dan tiazid
dapat menghambat ekskresi asam urat (Binfar, 2006a).

2.2.Hipertensi
a. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah :
 Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi
diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress
psikososial dan lain-lain.
 Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
 Asupan natrium (garam) berlebihan
 Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
 Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi
angiotensin II dan aldosteron
 Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide
natriuretik
 Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus
vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
 Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh
darah kecil di ginjal
 Diabetes mellitus
 Resistensi insulin
 Obesitas
 Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
 Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,
karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vascular
 Berubahnya transpor ion dalam sel
b. Klasifikasi tekanan darah
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 8 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih
kunjungan klinis (Binfar, 2006b; Paul A. James, 2013).

c. Patofisiologi hipertensi
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam

millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah

sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi

jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.Banyak faktor

yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya

hipertensi (Binfar, 2006b).

2.3.Diabetes Mellitus

a. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes mellitus adalah :
 Obesitas
Mungkin kegemukan ini adalah factor resiko yang paling penting
untuk diperhatikan. Sebab lonjakan angka kejadian diabetes tipe 2 sangat
terkait dengan obesitas. Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah
mereka yang kelewatan gemuk. Maka makin banyak jaringan lemak, jaringan
tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak
tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut.
 Keturunan
Diabetes tipe 2 lebih banyak terkait dengan factor riwayat keluarga atau
keturunan ketimbang diabetes tipe 1. Pada diabetes tipe 1 kemungkinan orang
terkena diabetes hanya 3-5% bila orangtua atau saudaranya pengidap diabetes.
Namun jika penderita diabetes tipe 1 memiliki saudara kembar satu telur maka
kemungkinannya adalah 30-40%. Pada diabetes tipe 2, bila saudara kembar
identik kemungkinan terkena diabetes adalah 90%. Bila salah satu orangtua
terkena dibetes kemungkinannya 40% sedangkan jika ke-2 orangtua terkena
diabetes kemungkinan menderita diabetes menjadi lebih dari 50%.
 Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu seperti suku Indian di Amerika, Hispanik dan
orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe
2. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut adalah pemburu dan petani dan
biasanya bertubuh kurus, namun sekarang makan lebih banyak dan gerak
badannya berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes dan
hipertensi.
 Metabolic syndrome
Orang yang menderita metabolic syndrome adalah mereka yang punya
kelainan seperti :

 Kurang gerak badan


Glukosa darah dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi
lebih sensitive terhadap kerja insulin dan peredaran lebih baik. Keuntungan lain
berolahraga adalah menambah massa otot, karena 70-90% glukosa darah
diserap oleh otot. Jadi orang yang kurang gerak badan massa ototnya akan
berkurang sehingga pemakaian glukosa berkurang dan gula darah meningkat
(Joseph T. DiPiro et al., 2011).

b. Klasifikasi DM
Berikut ini merupakan stage Diabetes Melitus (PERKENI, 2015).

Berikut ini merupakan klasifikasi Diabtes melitus berdasarkan ADA (2017) :


(American Diabetes Association, 2017)
• Diabetes Mellitus tipe 1
• Diabetes Mellitus tipe 1
• Gestasional DM
c. Etiologi dan Patofisiologi DM
Etiologi diabetes mellitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan
jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan
genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes
mellitus.

Berikut ini obat yang menginduksi DM : (Joseph T. DiPiro et al., 2011)


Berikut ini patogenesis DM berdasarkan klasifikasinya :
1) Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen insulin.
Namun, kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insiden diabetes tipe 1
sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtype :
a) autoimun : hal ini disebabkan disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.
Rusaknya sel beta pankreas disebabkan reaksi autoimun tubuh yang justru
menyerang sel beta pankreas sendiri (karena dianggap sebagai zat asing).
b) idiopatik : tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya atau
penyebabnya secara pasti.
Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia
(Price, 2005). DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun.
Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan
destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang
menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut.
Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti
penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien
memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius atau
lingkungan, dimana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu,
menyerang molekul sel beta pankreas yang “menyerupai” protein virus sehingga terjadi
destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu
serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia,
sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang
idiopatik.Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat
idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika
dan Asia.

Gambar 1. Patogenesis Diabetes Tipe 1

2) Diabetes melitus tipe 2


Diabetes melitus tipe 2 adalah gangguan metabolisme yang dicirikan oleh
tingginya kadar glukosa pada kondisi resistensi insulin atau defisiensi relatif insulin.
Gejala klasik meliputi rasa haus yang berlebihan, sering buang air kecil, dan rasa lapar
yang tak tertahankan. Pengobatan diabetes melitus tipe 2 sering dimulai dengan
pengaturan gaya hidup, yakni diet dan olahraga (PERKENI, 2015)
Pasien memiliki satu atau lebih abnormalitas pada tubuhnya, yang ditandai dengan:
1. Defisiensi insulin absolut, yakni tidak ada sekresi insulin dari sel beta pankreas.
2. Defisiensi insulin relatif, yakni insulin yang disekresikan tidak cukup mampu
memetabolisme glukosa dalam tubuh.
3. Resistensi insulin, yakni insulin yang dihasilkan tidak mampu bekerja karena kepekaan
terhadap reseptor yang berkurang, sehingga meskipun terjadi hiperinsulinemia (kadar
insulin meningkat), insulin tersebut tidak mampu memetabolisme glukosa sebagaimana
mestinya.
Diabetes melitus tipe 2 memiliki keterkaitan dengan genetik lebih besar
dibandingkan diabetes tipe 1. Patogenesis diabetes melitus tipe 2 dicirikan dengan sekresi
insulin yang kurang dan resistensi insulin.

Gambar 2. Patogenesis Diabetes Tipe 2


(Ozougwu et al., 2013: 52)
3. PENATALAKSANAAN UMUM
a. Algoritma terapi Gout (American College of Rheumatology, 2012)
b. Algoritma terapi Hipertensi (Paul A. James, 2013)
c. Algoritma terapi Diabetes (American Diabetes Association, 2017)

4. DRP
a) DRP ada indikasi tanpa terapi : Gout (Asam urat)
Berdasarkan hasil pemeriksaan nilai asam urat pasien 9,4 mg/dl, melebihi rentang
nilai normal asam urat 3,6 - 8,5 mg/dl (Binfar, 2011).
b) DRP obat tanpa indikasi : Nonemi
Nonemi dengan komposisi Ferro Sulfat dan merupakan obat penambah darah.
Berdasrkan data pemeriksaan laboratorium pasien memiliki nilai Hb normal.
c) DRP efek samping :
Furosemid :
Aktual : hiperurisemia (40 %)
Potensial : hipokalemia (14 – 60%) (“Lasix (furosemide) dosing,
indications, interactions, adverse effects, and more,” 2017)
d) DRP interaksi obat : interaksi insulin dan antidiabetes oral dapat meningkatkan
efek penurunan kadar glukosa (sinergis) (“Multi-Drug Interaction Checker,”
2017).

5. PLAN
a. Plan Terapi
Gout :
Pemberian terapi untuk mengatasi gout : alopurinol
Alopurinol adalah drug of choice untuk menurunkan urat dalam serum.
Alopurinol bekerja menghambat pembentukan asam urat. Dosis dapat digunakan untuk
pengatasan gout, hiperurisemia yaitu Oral : dosis awal : 100 mg/hari dan dilakukan
pemantauan kadar asam urat. Dosis pemeliharaan (ringan): 100 – 300 mg/hari,
sedang – berat : sampai 600 mg/ hari. Dosis maksimum : 900 mg/hari. Pada pemberian
dosis diatas 300 mg/hari diberikan dalam dosis terbagi. NSAID dapat ditambahkan
sebagai pengatasan untuk nyeri dan swelling (pembengkakkan).

Diabetes Mellitus : penggunaan obat antidiabetes dan injeksi insulin tetap


dilanjutkan, dilakukan edukasi terhadap penggunaan obat tersebut.

Hipertensi :
Furosemid dihentikan dan penggantian pilihan terapi untuk hipertensi menjadi
Irbesartan. Karena penggunaan furosemid dapat menyebabkan hiperurisemia. (“Lasix
(furosemide) dosing, indications, interactions, adverse effects, and more,” 2017).
Irbesartan merupakan antihipertensi yang dapat menurunkan risiko hiperurisemia pada
pasien penderita hipertensi dan diabetes mellitus (Nakamura, 2014).

Lainnya : penggunaan ambroxol dan jamu batuan dihentikan, karena pasien


sudah tidak mengeluhkan batuk. Penggunaan Nonemi untuk penambah darah
dihentikan karena kadar Hb pasien normal.

b. Plan Monitoring
 Monitoring kadar asam urat
 Monitoring serum kreatinin
 Monitoring tekanan darah
 Monitoring kadar glukosa darah
 Monitoring kadar kalium

6. INFORMASI OBAT
Furosemid
Komposisi: Furosemide
Indikasi: Hipertensi
Dosis: 1xsehari 1 tablet sore hari
Pemberian Obat: Diberikan sebelum atau sesudah makan.
Efek Samping: Sering buang air kecil, Lemas.
Keterangan Harus rutin mengkonsumsi obat hipertensi sesuai dosis dan
waktunya sehingga dapat menurunkan tekanan darah pada pasien.
Sebaiknya obat tidak diminum malam hari karena dapat
mengganggu waktu tidur pasien karena furosemide memilik efek
sering buang air kecil.

Nonemi
Komposisi: 9 unsur pokok pembentuk darah yaitu zat besi organik (Ferrous
fumarate) dikombinasikan dengan Copper sulfate, Cobalt sulfate,
Manganese sulfate, Vitamin B6, Vitamin B12, Vitamin C, Folic acid,
Calcium Hydrogen Phosphate)
Indikasi: Suplemen penambah darah
Dosis: 1-2x sehari 1 tablet
Pemberian Obat: Diberikan sebelum atau setelah makan.
Efek Samping: Mual dan muntah
Keterangan Setelah minum obat ini, feses akan berwarna hitam.

Ambroksol
Komposisi: Ambroksol
Indikasi: Mengencerkan dahak agar lebih mudah dikeluarkan melalui batuk
sehingga melegakan saluran pernapasan.
Dosis: 1x sehari 1 tablet
Pemberian Obat: Diberikan setelah makan.
Efek Samping Mual dan muntah
Keterangan Tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama, hanya digunakan
untuk mengatasi batuk

Irbesartan
Komposisi: Irbesartan
Indikasi: Hipertensi
Dosis: 1xsehari 1 tablet
Pemberian Obat: Diberikan sebelum atau sesudah makan.
Efek Samping: Peningkatan kadar kalium
Keterangan Harus rutin mengkonsumsi obat hipertensi sesuai dosis dan
waktunya sehingga dapat menurunkan tekanan darah pada pasien.

Allopurinol
Komposisi: Allopurinol
Indikasi: Gout (asam urat)
Dosis: 1xsehari 1 tablet
Pemberian Obat: Diberikan sesudah makan.
Efek Samping: Mual dan muntah
Keterangan Setelah mengkonsumsi obat ini harus minum air putih yang banyak

Antidiabetes Oral (ADO)


Antidiabetes oral digunakan untuk menurunkan gula darah. Obat ini harus dikonsumsi secara
teratur (tepat dosis dan waktu) untuk mencegah meningkatnya kadar gula. Antidiabetes oral
ada yang dikonsumsi sebelum makan, saat makan maupun sesudah makan. Obat ini memiliki
efek samping yaitu hipoglikemia, sehingga penggunaannya harus sesuai dengan dosis yang
dianjurkan oleh dokter.

Insulin
Insulin digunakan untuk menurunkan gula darah. Obat ini harus dikonsumsi secara teratur
(tepat dosis dan waktu) untuk mencegah meningkatnya kadar gula. Insulin digunakan dengan
menggunakan insulin pen (disuntikkan pada bagian tubuh yang memiliki banyak lemak). Obat
ini memiliki efek samping yaitu hipoglikemia, sehingga penggunaannya harus sesuai dengan
dosis yang dianjurkan oleh dokter.
 Cara Penggunaan Insulin Pen
1 : Persiapkan insulin pen, lepaskan penutup insulin pen

2 : Hilangkan kertas pembungkus dan tutup jarum

A. Tarik kertas pembungkus pada jarum pen.


B. Putar jarum insulin ke insulin pen.
C. Lepaskan penutup jarum luar.
D. Lepaskan penutup luar jarum agar jarum tampak. Buang penutup jarum ke
Jarum pen ada berbagai macam ukuran.

3 : Pertama insulin pen, pastiakan pen siap digukan


a. Pertama hilangkan udara di dalam pen melalui jarum. Hal ini untuk mengatur
ketepatan pen dan jarum dalam mengatur dosis insulin. Putar tombol pemilih
dosis pada ujung pen untuk 1 atau 2 unit (pengaturan dosis dengan cara
memutar tobol).
b. Tahan pena dengan jarum mengarah ke atas. Tekan tombol dosis dengan
benar sambil mengamati keluarnya insulin. Ulangi, jika perlu, sampai insulin
terlihat di ujung jarum. Tombol pemutar harus kembali ke nol setelah insulin
terlihat di dalam pen.
4 : Aktifkan tombol dosis insulin (bisa diputar-putar sesuai keinginan).

5 : Pilih lokasi bagian tubuh yang akan disuntikan.


Pastikan posisi nyaman saat menyuntikkan insulin pen. Hindari menyuntik disekitar
pusar.

6 : Suntikkan insulin

a. Genggam pen dengan 4 jari, latekkan ibu jari pada tombol dosis.
b. Cubit bagian kulit yang akan disuntik.
c. Segera suntikkan jarum pada sudut 90 derajat. Lepaskan cubitan.
d. Gunakan ibu jari untuk menekan ke bawah pada tombol dosis sampai
berhenti (klep dosis akan kembali pada nol). Biarkan jarum di tempat
selama 5-10 detik untuk membantu mencegah insulin dari keluar dari
tempat injeksi. Tarik jarum dari kulit. Kadang-kadang terlihat memar atau
tetesan darah, tetapi itu tidak berbahaya. Bisa di usap dengan tissue atau
kapas, tetapi jangan di pijat pada daerah bekas suntikan.

7 : Persiapkan pen insulin untuk penggunaan berikutnya

Lepaskan tutup luar jarum dan putar untuk melepaskan jarum dari pen. Tempatkan
jarum yang telah digunakan pada wadah yang aman (kaleng kosong). Buang ke
tempat sampah jangan dibuang ditempat pendaurulang sampah.
DAFTAR PUSTAKA
American College of Rheumatology, 2012. 2012 American College of Rheumatology
Guidelines for Management of Gout. Part 1: Systematic Nonpharmacologic and
Pharmacologic Therapeutic Approaches to Hyperuricemia. Arthritis Care Res. 64,
1431–1446.
American Diabetes Association, 2017. Standars of Medical Care in Diabetes 2017. Diabetes
Care 40, Supplement 1.
Binfar, 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Binfar, 2006a. Pharmaceutical care untuk penyakit Arthritis Rematik. Departemen Kesahatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Binfar, 2006b. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Joseph T. DiPiro, Robert L. Talbert, Gary C. Yee, 2011. Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach Eighth Edition. The McGraw-Hill Companies, New York.
Lasix (furosemide) dosing, indications, interactions, adverse effects, and more [WWW
Document], 2017. URL http://reference.medscape.com/drug/lasix-furosemide-342423
(accessed 8.23.17).
Multi-Drug Interaction Checker [WWW Document], 2017. URL
http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker (accessed 4.24.17).
Nakamura, M., 2014. Effects of irbesartan on serum uric acid levels in patients with
hypertension and diabetes. Dove Press 6, 79–86.
Paul A. James, 2013. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood
Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8). JAMA 1–10.
PERKENI, 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia 2015. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB
PERKENI).

Vous aimerez peut-être aussi