Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Bismillah 44 Dini
Bismillah 44 Dini
PERCOBAAN IV
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Isolasi Kurkumin dari Kunyit ( Curcuma longa L)
Disusun oleh :
I. Tujuan Percobaan
1. Isolasi senyawa kurkumin dari rimpang kunyit dengan metode refluks.
2. Mengidentifikasi kurkumin dari hasil isolasi dengan metode kromatografi
lapis tipis.
3. Pemurnian senyawa kurkumin dengan metode kromatografi lapis tipis
preparatif dan kromatografi kolom.
3.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun bahan
cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan
proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan
komponen terhadap komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989).
1. Maserasi
2. Perkolasi
3. Refluks
4. Ekstraksi Sinambung (Soxhlet) (Stahl,1985).
b. Ekstraksi Cair Cair
Pada ekstraksi cair- cair, zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang
berbentuk cairan. ECC pada dasarnya adalah pemisahan senyawa berdasarkan atas
sifat ketertarikannya pada suatu fasa tertentu (fasa air ataupun fasa organik)
berdasarkan prinsip like dissolve like. Syarat pelarut pada ECC yaitu: tidak
bercampur dengan pelarut dalam campurannya, memiliki tingkat volatilitas tinggi,
dan inert (Stahl,1985).
Teknik ekstraksi cair-cair dapat digolongkan menjadi 3, yaitu:
1. Bertahap
Ekstraksi bertahap merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana.
Pelaksanaan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat corong pemisah. Zat
yang akan diekstrak dilarutkan dalam air kemudian dimasukkan dalam corong
pemisah. Pelarut pengekstrak (biasanya pelarut organik) ditambahkan kepada
larutan air agar zat terlarut dapat diekstrak ke dalam cairan pengekstrak. Campuran
dalam corong pemisah tersebut harus dikocok berulang kali, dan setelah didiamkan
beberapa saat terbentuk dua lapisan (Stahl,1985).
KLT merupakan jenis kromatografi bidang planar (datar). Fase diam berupa
padatan, sedangkan fase gerak berupa cairan. Prinsip mekanisme kerjanya adalah
adsorpsi (penjerapan). Tehnik pengerjaannya adalah dengan menotolkan sampel
pada bidang datar, kemudian sampel tersebut dielusi oleh fase gerak berupa larutan.
Senyawa yang memiliki afinitas tinggi terhadap fase diam akan tertahan pada fase
diam, namun senyawa yang afinitasnya rendah akan terbawa oleh fase gerak. Hal
tersebut akan menghasilkan spot terpisah berupa pigmen (Brown, 1998).
Keuntungan KLT:
a. Waktu relatif singkat.
b. Menggunakan inestasi yang kecil.
c. Paling cocok untuk analisis bahan alam dan obat.
d. Jumlah cuplikan yang dengan sedikit.
e. Kebutuhaan ruang minimum.
f. Penanganan sederhana.
g. Zat yang bersifat asam/basa kuat dapat dipisahkan dengan KLT.
(Brown, 1998).
Kelemahan KLT:
a. Hanya merupakan langkah awal untuk menentukan pelarut yang cocok
dengan pada kromatografi kolom.
b. Noda yang terbetuk belum tentu senyawa murni.
(Brown, 1998).
3.3.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan proses isolasi yang terjadi
berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-
komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya
serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak
dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
Tujuan dari kromatografi preparatif adalah memisahkan komponen campuran
untuk digunakan lebih lanjut (proses pemurnian ulang). Oleh karena itu,
kromatografi preparatif digunakan untuk memurnikan jumlah yang cukup dari
bahan untuk digunakan lebih lanjut, bukan analisis (Kristanti, 2008).
Biaya yang digunakan murah dan memakai peralatan paling dasar.
Kekurangan dari penggunaan KLT preparatif antara lain: adanya kemungkinan
senyawa yang diambil dari plat adalah senyawa beracun, waktu yang diperlukan
dalam proses pemisahan cukup panjang, adanya pencemar setelah proses ekstraksi
senyawa dari adsorben dan biasanya rendemen yang diperoleh berkurang dari 40%-
50% dari bahan awal (Kristanti, 2008).
Kertas terdiri selulosa murni. Adapun fase diam pada KKt adalah air yang
terjerap pada selulosa tersebut. Kertas terlebih dahulu diimpregnasi dengan air, atau
dapat pula dengan senyawa lipofil. Prosedur analisis KKt sama hampir sama
dengan KLT (Brown, 1998).
3.4 Adsorben
Luas permukaan spesifik dsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000 m2/g.
Biasanya digunakan sebagai penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi
komponen. Adsorben ini umumnya benbentuk granular.
a. Silika Gel
Silika gel cenderung mengikat adsorbat dengan energi yang relatif lebih
kecil dan membutuhkan temperatur yang rendah untuk proses desorpsinya,
dibandingkan jika menggunakan adsorben lain seperti karbon atau zeolit.
Kemampuan desorpsi silika gel meningkat dengan meningkatnya temperatur.
Silika gel terbuat dari silika dengan ikatan kimia mengandung air kurang lebih 5%.
Pada umumnya temperatur kerja silika gel sampai pada 200 °C, jika dioperasikan
lebih dari batas temperatur kerjanya maka kandungan air dalam silika gel akan
hilang dan menyebabkan kemampuan adsorpsinya hilang (Tandy,E., 2012).
b. Aktif karbon
Aktif karbon dapat dibuat dari batu bara, kayu, dan tempurung kelapa
melalui proses pyrolizing dan carburizing pada temperatur 700 sampai 800 °C.
Hampir semua adsorbat dapat diserap oleh karbon aktif kecuali air. Aktif karbon
dapat ditemukan dalam bentuk bubuk dan granular. Pada umumnya karbon aktif
dapat mengadsorpsi metanol atau amonia sampai dengan 30%, bahkan karbon
aktif super dapat mengadsorpsi sampai dua kalinya (Tandy,E., 2012).
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang pengaduk, chamber,
gelas kimia, kertas saring, erlenmeyer, klem dan statip, kolom kromatografi, neraca
analitik, pipet tetes, alat refluks, lampu UV, spatula, penggaris, pensil, pipa kapiler
dan rotary evaporator.
Setelah itu, 0,3 g diekstrak kasar yang diperoleh dilarutkan dengan sesedikit
mungkin pelarut CH2Cl2 : MeOH = 9:1 dan kemudian diteteskan secara perlahan
pada bagian atas kolom (jangan merusak permukaan kolom).
6.2 Perhitungan
1,66𝑔−0,52 𝑔
= x100%
40 𝑔
1,14
= x 100%
40
= 2,85%
1
MeOH = 10x 200 mL= 20 mL
Tabung ke-1 = -
Pada percobaan ini dilakukan isolasi kurkumin dari rimpang kunyit. Proses
isolasi ini meliputi pengerjaan yaitu dengan kromatografi kolom, kromatografi
lapis tipis, dan KLT preparatif. Prinsip pemisahan dari metode kromatografi adalah
memisahkan campuran senyawa atas komponen-komponennya berdasarkan
perbedaan kecepatan migrasi masing-masing pada dua fase, yakni fase diam dan
fase gerak.
Metode kromatografi kolom bertujuan untuk memisahkan kurkumin murni
beserta eluennya dan KLT bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan kurkumin
dalam fraksi. Pada KLT, fasa diam yang digunakan adalah pelat tipis, dan pada
kromatografi kolom digunakan silika gel sebagai fasa diam. Fasa gerak yang
digunakan pada keduanya adalah pelarut organik. Semakin besar polaritas suatu zat,
semakin sulit ia terbawa pelarut karena ikatannya yang kuat dengan fasa diam.
Kebalikannya, semakin nonpolar suatu zat, semakin mudah ia terbawa pelarut.
Berdasarkan definisi prinsip kromatografi tersebut, kromatografi kolom sama
dengan KLT, dimana senyawa-senyawa dalam campuran terpisahkan karena
adsorbsi suatu padatan penyerap sebagai fasa diam dan eluennya sebagai fasa gerak.
Perbedaan kecepatan migrasi tiap komponen dapat disebabkan oleh kemampuan
masing-masing komponen untuk teradsorpsi atau perbedaan distribusi diantara dua
fase yang tak saling campur.
Pada percobaan ini sebelum dilakukan isolasi terlebih dahulu dilakukan
proses preparasi sampel. 40 g rimpang kunyit kering dilarutkan 200 mL
diklorometana direfluks selama 3 jam. Keuntungan dengan menggunakan refluks
adalah tidak banyak zat murni yang hilang dalam proses refluks, karena refluks
sangat baik untuk menguapkan zat pengotor. Selain itu, refluks cepat dibantu oleh
pemanasan, hemat, dapat digunakan untuk sampel yang keras dan tahan panas.
Digunakan diklorometana, tujuannya agar kurkumin dari kunyit dapat larut dengan
diklorometana. Dimana diklorometana bersifat nonpolar dan kurkumin juga
bersifat nonpolar. Sehingga, kurkumin yang terdapat dalam kunyit dapat larut
dengan diklorometana. Kemudian disaring memisahkan seluruh cairan dari
campuran sehingga hanya akan tersisa padatan. Setelah itu filtrat yang diperoleh
dipekatkan dengan cara evaporasi. Dilakukan evaporasi karena memiki sistem
vakum, tekanan tinggi, sehingga suatu larutan akan menguap sebelum mencapai
titik didih. Berdasarkan percobaan isolasi kurkumin dari 40 g rimpang kunyit
dengan refluks didalam diklorometana 200 mL diperoleh rendemen sebesar 2,85%
menunjukkan kurkumin belum murni, hal ini disebabkan karena masih terdapat zat
pengotor. Menurut literatur senyawa kurkumin biasanya terdapat sekitar 1,5-2,0 %
dari berat rimpang kunyit kering. Pada KLT sampel awal diperoleh Rf 0,85, sesuai
dengan literatur dimana nilai Rf yang seharusnya didapat berada pada 0,2- 0,8.
Setelah ekstrak dievaporasi kemudian dilanjutkan proses pemisahan dengan
menggunakan metode kromatografi kolom. Mekanisme yang terjadi pada
kromatografi kolom ialah sampel akan terelusi oleh eluen melalui fase diam silika
gel. Senyawa organik terelusi oleh eluen proses elusi terjadi karena keseimbangan
distribusi zat analit pada fase gerak eluen dan fase diam selika gel. Elusi terus
berlangsung hingga tidak ada lagi yang tinggal dalam kolom. Proses elusi ini
menghasilkan eluat yang diharapkan mengandung banyak kurkumin. Pada metode
ini, kolom diisikan dengan adsorben yang berupa padatan dalam hal ini adalah silika
gel yang sebelumnya telah dilarutkan dengan eluen. Eluennya sendiri merupakan
campuran antara diklorometan dengan metanol pada perbandingan 9:1 yang
dicampurkan hingga membentuk bubur silika. Bubur silika dimasukkan dengan
hati-hati kedalam kolom kromatografi yang telah diisikan eluen yang sebelumnya
telah disumbat dengan kapas yang berfungsi sebagai penahan adsorben agar tidak
keluar bersama eluen. Idealnya menggunakan glass wool untuk menyumbat
kemudian diatasnya menggunakan white sand (serbuk halus putih). Pengisian
kolom dikerjakan secara seragam dan sepadat mungkin untuk menghindari
terjadinya gelembung-gelembung udara. Karena. jika terdapat gelembung-
gelembung udara dalam kolom maka berpotensi menyebabkan pecahnya kolom.
Hal lain yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pemecahan kolom adalah dengan
menambahkan eluen secara kontinu agar udara tidak masuk kedalam kolom. Kolom
yang padat diindikasikan dengan warna slurry yang semakin memutih dan
kecepatan alir eluen yang semakin lambat. Jika kolom sudah memadat, larutan
sampel kemudian diisikan kedalam kolom. Kemudian, dilakukan elusi dengan
menampung fraksi masing-masing 5 cm pada 12 tabung. Eluen akan mengelusi
sampel kunyit dan membawa senyawa bersamanya menuju wadah eluat (keluar dari
kolom), fasa diam (silika gel) memiliki daya adsorbsi yang cukup besar, sehingga
ketika eluen yang membawa sampel melewati fasa diam akan terbentuk fraksi-
fraksi warna yang berbeda. Fraksi warna yang berbeda ini menunjukkan perbedaan
senyawa atau zat aktif yang dipisahkan dari setiap fraksi. Semakin pekat warna
fraksi, maka semakin banyak senyawa atau zat aktif yang terpisahkan dalam fraksi
tersebut. Dari fraksi yang dihasilkan pada kromatografi kolom selanjutnya
dilakukan kromatografi lapis tipis, namun sebelumnya fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom dipekatkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan pelarut yang masih terkandung dalam fraksi tersebut.
Kromatografi lapis tipis dilakukan dengan cara menotolkan fraksi tersebut
pada plat KLT, dan selanjutnya dielusi dengan eluen yang sudah di jenuhkan. Eluen
digunakan adalah diklorometana dan MeOH. Ketika eluen mulai membasahi
lempengan plat KLT, pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam
bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung
bergerak pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut.
Cepatnya senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung
pada kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada bagaimana besar
atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Kurkumin merupakan
senyawa yang terkandung dalam ekstrak kunyit yang dapat membentuk ikatan
kimia karakteristik dengan silikon dioksida. Senyawa ini dapat membentuk ikatan
hidrogen maupun ikatan van der walls yang lemah. Senyawa yang dapat
membentuk ikatan hidrogen ini akan melekat pada plat lebih kuat dibanding
senyawa lainnya dapat dikatakan bahwa senyawa kurkumin ini terjerap lebih kuat
dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari
satu substansi pada permukaan. Ketika kurkumin dijerap pada plat untuk sementara
waktu proses penjerapan berhenti dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Ini
berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh
ke atas lempengan.
Dari hasil percobaan fraksi dari tabung reaksi dilakukan analisis KLT, pada
fraksi dari tabung no.1 tidak terlihat spot noda, fraksi dari tabung reaksi no. 2 (Rf
0,9787), no. 3 (Rf 0,9574), no. 5(Rf 0,9787), no. 6 (Rf 0,9787), no. 7 (Rf 0,9787),
no. 8 (Rf 0,9787), no. 9 (Rf 0,9792), no. 10 (Rf 0,9787), no. 11(Rf 0,9787). Spot
noda yang memiliki Rf terendah pada fraksi dari tabung reaksi no.4 yaitu 0,0638.
Kemudian pada fraksi tabung reaksi no. 12 diperoleh nilai Rf 0,8125. Menurut
literatur nilai Rf yang seharusnya berada pada 0,2- 0,8. Berdasarkan hasil percobaan
fraksi dari tabung reaksi no. 12 sesuai dengan literatur.
Kemudian dilakukan analisis dengan KLT preparatif. Tujuan dari
kromatografi preparatif adalah memisahkan komponen campuran untuk digunakan
lebih lanjut (proses pemurnian ulang). Pada percobaan analisis KLT preparatif
ditotolkan ekstrak yang telah dilarutkan pada eluen CH2Cl2:MeOH pada batas awal
pelat KLT preparatif dengan menggunakan pipa kapiler yang diameternya lebih
besar dari pada pipa kapiler untuk titik leleh. Penotolan dilakukan dengan jarak
sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Setelah noda
kering, dilakukan elusi dengan eluen CH2Cl2:MeOH = 9 : 1. Dari hasil percobaan,
sampel tidak dapat dipisahkan karena sampel terlalu pekat sehingga tidak dapat
diketahui identitas masing-masing komponen. Menurut literatur setelah didapatkan
tiga warna berbeda dapat di uji dengan kromatografi lapis tipis untuk mengetahui
identitas masing-masing komponen. Pada KLT biasa menggunakan eluen CH2Cl2 :
MeOH (9 : 1). Eluen ini bersifat non polar sedangkan silika gel sebagai fasa diam
bersifat polar. Maka, senyawa yang bersifat polar akan tertahan lebih lama di fasa
diam sehingga jarak tempuh noda kecil yang menyebabkan nilai Rf kecil sedangkan
untuk senyawa non polar tidak akan tertahan lama dengan fasa diam namun ikut
bergerak bersama fasa gerak yang non polar juga, hal ini menyebabkan nilai Rf nya
tinggi. Menurut literatur tiga komponen tersebut adalah kurkumin (non polar),
bidesmetoksin (semi-polar), dan desmetoksin (polar).
VIII. Kesimpulan
rendemen 2,85%
awal 0,85.
ITB: Bandung.